Keberadaan Liberibacter asiaticus dalam Daun Jeruk Siem dengan Berbagai Variasi Pola Klorosis
Siti Zubaidah1)*, Liliek Sulistyowati2), Siti Rasminah Chailani Syamsidi2), IGP. Wirawan3) 1)*Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected]
2) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 3) Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Abstrak: Liberibacter asiaticus adalah bakteri penyebab penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) di kawasan Asia. Gejala CVPD adalah bercak-bercak kekuningan (blotching, mottle) yang tidak beraturan pada daun atau klorosis dengan berbagai pola dari ringan sampai berat. Berbagai pola klorosis pada daun tersebut merupakan hal menarik untuk diketahui keberadaan bakterinya. Penelitian dilakukan dengan melacak keberadaan bakteri pada daun jeruk Siem yang mempunyai berbagai pola klorosis. Pelacakan dilakukan dengan teknik PCR (polymerase chain reaction) untuk mengamplifikasi 16S rDNA L. asiaticus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun bergejala klorosis tidak selalu mengandung bakteri, dan daun yang tidak bergejala klorosis tidak selalu bebas dari bakteri.
Kata kunci: Liberibacter asiaticus, CVPD, daun jeruk Siem, klorosis
Pendahuluan
Liberibacter asiaticus adalah
bakteri penyebab penyakit CVPD (Citrus
Vein Phloem Degeneration) di kawasan
Asia. CVPD adalah salah satu penyakit tanaman jeruk, yang juga dikenal dengan nama citrus greening, yellow shoot, leaf
mottle (Filipina), likubin atau decline
(Taiwan), citrus dieback (India),
blotchy-mottle atau mottling disease (Afrika) dan yellow dragon (Gottwald et al., 1989).
Nama internasional CVPD diambil dari bahasa China yaitu huanglongbing, karena penyakit ini diketahui berasal dari China sejak tahun 1919 (Vichitrananda, 1998). CVPD menyerang hampir semua kultivar jeruk, menyebabkan produksi jeruk berkurang atau gagal, memperpendek masa hidup tanaman (Hung et al., 2000; Su dan Hung, 2001), dan dapat mematikan tanaman dalam waktu 1-2 tahun (da Graca, 1991).
Gejala CVPD adalah bercak-bercak kekuningan (blotching, mottle) yang tidak beraturan pada daun atau klorosis dengan berbagai pola dari ringan sampai berat (Ohtsu, 1998). Blotching
berkembang mulai bagian ujung tanaman pada daun dewasa, oleh karena itu CVPD disebut yellow shoot. Gejala CVPD menyerupai gejala defisiensi mineral (Bove, 1995), busuk akar atau cekaman lain (Korsten et al., 1993). Jenis atau kultivar jeruk menurut Muharram (1988) juga dapat mempengaruhi gejala.
Gejala dapat terjadi pada keseluruhan tanaman terutama apabila infeksi terjadi setelah propagasi, dan jika infeksi terjadi kemudian, gejala maupun bakterinya sering terdapat secara terbatas (da Graca, 1991). Tidak ditemukan gejala yang jelas pada batang, cabang dan ranting pohon (Bove, 1995).
Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Biologi dengan Tema “Tumbuhan dan Peradaban Manusia” di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 9 September 2006
Pada tanaman muda, infeksi mengakibatkan perkembangan kuncup lambat, daun berbercak, lebih kecil dan mencuat ke atas. Pada tanaman dewasa, gejalanya sering bervariasi. Pada gejala sektoral, diawali dengan
blotching pada cabang tertentu, diiringi
pertumbuhan tunas air lebih banyak dari tanaman normal di luar musim pertunasan (Dwiastuti, 2001). Pada gejala berat, daun menjadi lebih kaku, kecil, menebal, tulang daun primer dan sekunder mengeras (vein corking),
letaknya tersebar, menguning pada keseluruhan kanopi, dan mengalami
dieback yang berat (Planck, 1999).
Seperti dijelaskan di atas, daun terserang CVPD dapat menunjukkan gejala klorosis yang bervariasi polanya dari klorosis ringan sampai berat (Ohtsu, 1998). Berbagai pola klorosis pada daun tersebut merupakan hal menarik untuk diketahui keberadaan bakterinya karena belum diketahui apakah semua daun bergejala klorosis pada tanaman terserang CVPD mengandung bakteri. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pelacakan keberadaan bakteri pada daun jeruk jeruk Siem terserang CVPD yang menunjukkan berbagai pola klorosis. Pelacakan dilakukan dengan teknik PCR (polymerase chain reaction) menggunakan primer OI1 dan OI2c yang akan mengamplifikasi 16S rDNA L.
asiaticus.
Bahan dan Cara Kerja
Penentuan sampel daun jeruk siem dengan berbagai variasi pola klorosis
Daun jeruk Siem terserang CVPD yang dijadikan sampel ditunjukkan pada Gambar 1A. Daun yang dijadikan sampel sebanyak 17 helai, yang diperoleh dari tanaman terserang CVPD di daerah Kromasan, Tulungagung. Daun-daun tersebut mempunyai morfologi berlainan, dari yang nampak sehat sampai yang mempunyai variasi pola klorosis, yang dideskripsikan pada Tabel 1.
Isolasi DNA
Isolasi DNA yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada cara Zubaidah et al. (2005) dengan langkah
sebagai berikut: daun dipotong kecil-kecil, ditambah nitrogen cair dan dihaluskan dengan mortar dan pestle sampai menjadi serbuk. Serbuk dimasukkan ke tabung Eppendorf 1,5 ml berisi larutan buffer CTAB (2% CTAB, 100 mM Tris-HCl, 1,4 M NaCl, 20 mM EDTA, 1% PVP, 1% merkaptoetanol), diinkubasi pada suhu 65oC pada
waterbath selama 10 – 15 menit. Setelah
itu disentrifus dengan Biofuge 13, supernatan diambil, dicampur C:I (24:1) dengan menggunakan vortex, dan disentrifus lagi pada 12.000 rpm selama 10 menit. DNA pada supernatan dipresipitasi dengan isopropanol, kemudian disentrifus pada 13.000 rpm selama 10 menit. Pellet DNA dicuci dengan alkohol 70%, dikeringkan dan dilarutkan dengan buffer TE (10 mM Tris-HCl, 1 mM EDTA).
Amplifikasi 16S rDNA L. asiaticus dengan PCR
Amplifikasi DNA dilakukan pada mesin PCR (Bresatec), menggunakan sepasang primer yaitu forward primer OI1: 5’ GCGCGTATGCAATACGAGCG GCA 3’ dan reverse primer OI2c: 5’GCCTCGCGACTTCGCAACCCAT 3’. DNA yang teramplifikasi dengan primer tersebut berukuran sekitar 1160 bp (Jagoueix, et al., 1996). Program PCR yang dipakai adalah hasil modifikasi cara Hocquellet et al. (1999), Nakashima (1996), dan Hung et al. (1999), dengan modifikasi terutama untuk suhu
annealing dan waktu ekstensi sehingga
diperoleh pita tunggal yang spesifik. Program hasil modifikasi adalah sebagai berikut: pre-treatment (92oC 30 det), 40
siklus yang terdiri dari denaturation pada suhu 92oC selama 60 detik, annealing
pada suhu 60oC selama 30 detik,
elongation pada suhu 72oC selama 90
detik, dan extension pada suhu 72oC
selama 10 menit. PCR reaction mix setiap tabung adalah 25 μl dengan komposisi: H2O 18 μl, buffer PCR 10x
2.5 μl, MgCl2 (50 mM) 1 μl, dNTPmix 100
mM 0.25 μl, primer (forward) 1 μl, primer (reverse) 1 μl, Taq-polimerase 5U 0.25 μl, dan DNA template 1 μl.
1000 bp
1160 bp
Visualisasi DNA dengan elektroforesisDNA hasil amplifikasi divisualisasi dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% dengan tegangan 100V selama 1 jam menggunakan seperangkat alat elektroforesis (BioRad). Hasil elektroforesis DNA dipotret dengan kamera polaroid di atas UV transilluminator (DS-54). Indikator adanya bakteri CVPD adalah apabila terdapat pita DNA (merupakan 16S rDNA
L. asiaticus) berukuran sekitar 1160 bp,
dikatakan mengandung bakteri atau positif (+), dan apabila tidak terdapat pita DNA, dikatakan tidak mengandung bakteri atau negatif (-).
Hasil dan Pembahasan
Deteksi bakteri pada daun-daun jeruk Siem dengan berbagai pola klorosis dari tanaman terinfeksi bakteri CVPD (Gambar 1A., yang dideskripsikan morfologinya pada Tabel 1., menunjukkan hasil yang tidak konsisten (Gambar 1B.). Daun tipe 5 yang tidak mengandung bakteri mempunyai morfologi serupa dengan daun tipe 3 dan 4 yang mengandung bakteri. Begitu pula dengan daun tipe 9, 10, 11, dan 12 yang mengandung bakteri mempunyai morfologi serupa dengan daun tipe 13 yang tidak mengandung bakteri.
Gambar 1. A: Penampakan daun-daun dengan berbagai variasi pola klorosis.
B: Visualisasi DNA hasil amplifikasi pada gel agarosa 1%, menunjukkan bahwa bakteri terdeteksi pada pada daun tipe ke 1-4, 6-12, dan 15-17. Bakteri tidak terdeteksi pada daun tipe ke 5, 13, dan 14. Lajur M: Marker DNA ladder 1 kb. Nomor lajur sama dengan nomor daun. Tanda panah menunjukkan letak pita DNA.
Tabel 1. Deskripsi Morfologi Variasi Pola Klorosis Daun Jeruk Siem yang Dideteksi dengan PCR
Tipe Daun
Deskripsi Morfologi Daun Jeruk Terinfeksi
1 Helaian berwarna hijau segar, tulang daun primer berwarna hijau lebih muda dari helaian, tulang daun sekunder berwarna sama dengan helaian
2 Helaian berwarna hijau tua, bagian tengah helaian terdapat bercak-bercak putih, tulang daun primer berwarna kuning, tulang daun sekunder berwarna hijau tua
3 Helaian berwarna hijau dengan bercak-bercak hijau kekuningan pada seluruh helaian, tulang daun primer berwarna kuning, tulang daun sekunder berwarna hijau lebih tua dari helaian
4 Helaian berwarna hijau kekuningan merata, tulang daun primer berwarna kuning, tulang daun sekunder berwarna hijau kekuningan sama dengan helaian
5 Helaian berwarna hijau dengan dengan bercak-bercak kuning di seluruh helaian, tulang daun primer berwarna kuning cerah, tulang daun sekunder berwarna hijau
6 Helaian berwarna hijau kekuningan, tulang daun primer berwarna kuning pucat, tulang daun sekunder berwarna hijau lebih tua dari helaian
7 Helaian dan tulang daun sekunder secara keseluruhan berwarna hijau kekuningan kecuali tulang daun primer berwarna hijau lebih tua dari helaian 8 Helaian berwarna hijau kekuningan, tulang daun primer dan tulang daun
sekunder berwarna hijau tua, daerah di sisi kanan kiri tulang daun primer berwarna hijau tua
9 Helaian berwarna kuning pucat, tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau tua
10 Helaian berwarna kuning pucat, tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau muda
11 Helaian berwarna kuning cerah, tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau tua
12 Helaian berwarna kuning cerah, tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau muda
13 Helaian berwarna hijau kekuningan, tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau tua
14 Helaian berwarna hijau tua dengan bercak-bercak kuning cerah tidak beraturan, tulang daun primer berwarna hijau tua, tulang daun sekunder ada yang hijau tua dan ada yang kuning cerah tidak beraturan
15 Helaian berwarna kuning pucat, tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau muda
16 Helaian berwarna kuning, sebagian tulang daun primer dan tulang daun sekunder berwarna hijau muda dan sebagian berwarna kuning seperti helaian 17 Helaian berwarna kuning cerah secara keseluruhan kecuali tulang daun primer
berwarna hijau muda, sebagian kecil tulang daun sekunder berwarna hijau muda dan sebagian besar berwarna kuning cerah
Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa antara daun yang terdeteksi dan tidak terdeteksi mengandung bakteri sulit dibedakan morfologinya atau tidak terdapat konsistensi antara gejala klorosis dengan keberadaan bakteri, dengan kata lain bakteri tidak selalu terdapat dalam bagian tanaman yang bergejala. Tidak terdeteksinya bakteri pada daun berpola klorosis tertentu meskipun daun lain yang berpola serupa terinfeksi, menimbulkan dugaan bahwa telah terjadi proses tertentu sebagai akibat infeksi bakteri, yang mengakibatkan munculnya gejala klorosis. Daun-daun klorosis tersebut mengalami penurunan kandungan klorofil a dan klorofil b (Zubaidah et al., 2004). Sampai kini belum diketahui penyebab dan proses terjadinya pemunculan gejala klorosis akibat CVPD tersebut. Klorosis tersebut diduga diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri. Berdasarkan analogi hasil penelitian pada tanaman lain yang terserang penyakit dengan gejala serupa, berikut ini akan dijelaskan kemungkinan proses yang terlibat dalam pemunculan gejala tersebut.
Terjadinya klorosis dan penurunan kandungan klorofil tanaman terinfeksi bakteri, diduga diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri penginfeksi. Dugaan tersebut ditunjang oleh pernyataan Bender et al. (1999) bahwa klorosis pada tanaman kedelai, tomat, dan mentimun yang terinfeksi bakteri, diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri.
Mekanisme keterlibatan toksin dalam proses klorosis adalah dengan cara mengikat dan menginaktifkan asam amino atau protein faktor perangkai kloroplas (chloroplast-coupling-factor) yang terlibat dalam transfer elektron ke dalam kloroplas pada proses fotosintesis. Akibat pengikatan tersebut, kandungan asam amino pada tanaman terinfeksi lebih rendah dibanding pada tanaman sehat. Rendahnya kandungan asam amino tersebut akan menurunkan pembentukan klorofil karena pembentukan klorofil melibatkan siklus
asam sitrat dan asam amino tertentu. Gabungan antara asam sitrat dan asam amino tersebut akan menghasilkan asam amino levulinat sebagai senyawa antara pembentukan klorofil. Jika asam amino yang merupakan prekursor pembentukan klorofil berkurang, maka klorofil yang terbentuk juga mengalami penurunan. Mekanisme tersebut dikemukakan oleh Bender et al. (1999), da Graca (1991), dan Lehninger (1982).
Toksin diduga menyebar ke berbagai bagian tanaman melalui aliran hasil fotosintesis dan dapat mengakibatkan gejala tanpa kehadiran bakteri pada bagian yang bergejala tersebut, sehingga terjadi fenomena tidak adanya konsistensi antara gejala dengan keberadaan bakteri. Hal ini ditunjang oleh pernyataan Todar (2002), bahwa toksin dikeluarkan oleh bakteri dan menyebar ke bagian-bagian lain melalui sistem transportasi dengan cepat, meskipun penyebaran bakteri cukup lambat.
Selain klorosis, CVPD juga mengakibatkan kerusakan pada sel floem dan mitokondria, penyimpangan struktur tilakoid kloroplas, terbentuknya membran sitoplasma dari pelipatan plasmalemma, plasmolisis sel, dan penghambatan pertumbuhan akar. Gejala-gejala tersebut dilaporkan oleh Su dan Huang (1990) dan da Graca (1991). Gejala-gejala tersebut bisa jadi disebabkan toksin yang dihasilkan bakteri, seperti yang dinyatakan oleh Fletcher dan Wayadande (2002) dan (Finlay, 1992), bahwa toksin yang dihasilkan patogen menyebabkan kerusakan sel floem, peroksidasi lipid membran sehingga terbentuk porus yang mengakibatkan plasmolisis sel, menghambat pertumbuhan akar, menginaktifkan atau menghambat enzim dan mengganggu reaksi enzimatik yang berhubungan dengan kerja enzim tersebut, serta mengganggu sintesis klorofil dan perkembangan kloroplas. Dengan terganggunya sintesis klorofil dan perkembangan kloroplas, daun akan mengalami klorosis.
Penutup
Telah diketahui bahwa daun
bergejala klorosis tidak selalu mengandung bakteri, dan daun yang tidak bergejala klorosis tidak selalu bebas dari bakteri. Namun demikian, khusus untuk CVPD belum diketahui proses terjadinya klorosis dan berbagai proses yang mengakibatkan gejala-gejala lain yang mengakibatkan CVPD sangat merugikan, sehingga terbuka lebar kesempatan untuk mengetahui proses-proses tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat membuka pintu penanganan penyakit tersebut yang sampai saat ini belum ditemukan cara yang efektif untuk mengendalikannya. Daftar Pustaka
Bender, C.L., Alarcon-Chaidez, F., and Gross, D.C. 1999. Pseudomonas
syringae phytotoxins: mode of
action, regulation, and biosynthesis by peptide and polyketide synthetases. Microb. and Mol. Biol.
Rev. June: 266-292.
Bove, J.M. 1995. Virus and Virus-like
Diseases of Citrus in the Near East Region. Italy: FAO.
da Graca, J.V. 1991. Citrus greening disease. Annu. Rev. Phytopathol. 29:109-36.
Dwiastuti, M.E. 2001. Perkembangan
Deteksi Penyakit CVPD Jeruk di Indonesia, Aplikasi dan Implikasi
Pengendaliannya. Seminar dan
Pameran Nasional Hortikultura, Universitas Brawijaya. 7-11 Nop. 2001.
Finlay, B.B. 1992. Molecular Genetic Approaches to Understanding Bacterial Pathogenesis. Dalam Hormaeche, C.E., Penn, C.W., and Smith, C.J. (Eds.). Molecular
Biology of Bacterial Infection:
Current Status and Future
Perspectives. Australia: Cambridge
Univ. Press.
Fletcher, J. And Wayadande, A. 2002. Fastidious vascular-colonizing bacteria. The Plant Health Instructor. 2002-1218-02.
Gottwald, T.R., Aubert, B., and Xue-Yuan, Z. 1989. Preliminary analysis of citrus greening (huanglungbin) epidemics in the people's Republic of China and French Reunion Island. Phytopathology. Vol. 79 No.6: 687-693.
Hocquellet, A., Toorawa, P., Bove, J.M., and Garnier, M. 1999. Detection and identification of the two
Candidatus Liberobacter species
associated with citrus huanglong-bing by PCR amplification of ribosomal protein genes of the operon. Molecular and Cellular
Probes. 13:373-379.
Hung, T.H., Wu, M.L., and Su, H.J. 1999. Development of a rapid method for the diagnosis of citrus greening disease using polymerase chain reaction. J. Phytopathology. p 599-604.
Hung, T.H., Wu, M.L., and Su, H.J. 2000. Identification of alternative hosts of the fastidious bacterium causing citrus greening disease. J. Phytopathology. p. 148:321-326.
Jagoueix, S., Bove, J.M., and Garnier, M. 1996. PCR detection of the two ‘Candidatus’ liberobacter species associated with greening disease of citrus. Molecular and Cellular
Probes. 10:43-50.
Korsten, L., Sanders, G.M., Su, , H.J., Garnier, M., Bove, J.M., and Kotze, J.M. 1993. Detection of Citrus
Greening-infected Citrus in South Africa Using a DNA Probe and
Monoclonal Antibodies. Twelfth
IOCV Conference. p. 224-232. Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar
Biokimia. Terjemahan oleh Maggy Thenawidjaja. 1991. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muharam, A. 1988. Penyakit Citrus Vein
Phloem Degeneration (CVPD)
pada Tanaman Jeruk, Pengenalan
dan Penanggulangannya.
Prosiding Seminar dan Temu Wicara Implementasi Rehabilitasi Jeruk, Batu. 18 Okt. 1988.
Nakashima, K., Prommintara, M., Ohtsu, Y., Kano, T., Imada, J., and Koizumi, M. 1996. Detection of 16S rDNA of Thai Isolates of Bacterium-Like Organisms associated with greening disease of citrus.
JIRCAS. No.3.
Ohtsu, Y. 1998. Recent Progress on
Citrus Greening Research in Asia Including a Serological Diagnosis.
Proc. of a Regional Workshop on Disease Management of Banana and Citrus Through The Use of Disease-free Planting Materials Held in Davao City, Philippines. 14-10 Oct. p. 57-61.
Planck, J. 1999. Citrus Greening (Huanglongbing) Watch Out for This Exotic Disease. Animal and
Plant health. Tersedia pada
http://www.dpi.qld.gov.au/health/ 5639.html. Diakses 5 Januari 2002).
Su, H.J. and Huang, A.L. 1990. The
Nature of Likubin Organism, Life Cycle, Morphology and Possible
Strains. The 4th UNDP-FAO
Regional Asian Pacific Citrus Conference. Feb. 4-10, Chiangmay, Thailand.
Su, H-J. and Hung, T-H. 2001. Detection of Greening Fastidious Bacteria (GFB) Causing Citrus Greening by Dot Hybridization and Polymerase Chain Reaction (PCR) with DNA Probes and Primer Pairs. Plant
Protection. No. 2001-7.
Todar, K. 2002. The Mechanisms of Bacterial Pathogenicity. Tersedia pada http://www.bact.wisc. Diakses pada 23 Desember 2003.
Vichitrananda, S. 1998. Disease Management of Citrus Orchards
Planted with Disease-free
Seedlings in Thailand. Proc. of a
Regional Workshop on Disease Management of Banana and Citrus Through The Use of Disease-free Planting Materials Held in Davao City, Philippines. 14-10 Oct.
Zubaidah, S. Wirawan, I.G.P., Syamsidi, S.R.C., Sulistyowati, L. 2004.
Kandungan Klorofil pada Daun Jeruk Terinfeksi CVPD dengan Berbagai Pola Klorosis. Seminar Nasional dan Temu Ilmiah, Unibraw Malang, 21 Pebruari 2004. Zubaidah, S. Wirawan, IGP., Rasminah, S. Ch. Sy. dan Sulistyowati, L. 2005. Cara Isolasi DNA Daun Jeruk untuk Deteksi Bakteri Liberibacter
asiaticus Penyebab CVPD dengan
Teknik PCR. Seminar Nasional dan Kongres III Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI), Unibraw Malang, 12-13 April 2005.