• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI PENYAKIT HUANGLONGBING TANAMAN

JERUK PADA TINGKAT KEPARAHAN BERBEDA

DENGAN UJI AKUMULASI PATI DAN POLYMERASE CHAIN

REACTION

SUCI ADDMAS KALASYANK

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Suci Addmas Kalasyank

(4)
(5)

ABSTRAK

SUCI ADDMAS KALASYANK. Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan

Polymerase Chain Reaction. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Huanglongbing yang disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticus yang di

Indonesia dikenal sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD) merupakan

penyakit paling penting pada tanaman jeruk yang menyebabkan tanaman mengalami gangguan translokasi hasil fotosintesis. Tanaman yang terinfeksi mengalami klorosis yang tidak teratur secara asimetris pada bagian daun. Gejala huanglongbing pada tanaman mirip dengan gejala kekurangan hara mikro. Penelitian ini meliputi pengamatan tanaman yang terinfeksi huanglongbing berdasarkan gejala eksternal di lapangan dan gejala internal menggunakan uji akumulasi pati di laboratorium. Keberadaan patogen juga dikonfirmasi dengan menggunakan teknik deteksi molekuler polymerase chain reaction (PCR).

Tanaman di lapangan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Bagian tanaman yang dideteksi adalah bagian daun yang menunjukkan maupun tidak menunjukkan gejala klorosis dan bagian ranting. Tanaman dengan tingkat keparahan berat ditunjukkan dengan kerdilnya tajuk yang disertai klorosis daun yang eksesif. Sedangkan tanaman dengan tingkat gejala ringan memiliki tajuk yang normal, namun daunnya mengalami klorosis. Tanaman sehat memiliki tinggi tajuk normal dan daunnya berwarna hijau. Daun-daun yang mengalami klorosis akibat huanglongbing memiliki bentuk daun lebih lanset dibandingkan daun yang sehat. Daun-daun yang mengalami klorosis dari tanaman pada tingkat keparahan berat dan ringan umumnya disertai dengan terjadinya akumulasi pati pada bagian floem, namun berdasarkan deteksi patogen dengan PCR, keberadaan akumulasi pati pada bagian daun tidak selalu menunjukkan hasil positif keberadaan patogen. Deteksi patogen dengan PCR memberikan hasil positif yang lebih banyak pada petiol dan tulang daun dibandingkan pada ranting. Kepekaan deteksi ditingkatkan dengan pengenceran DNA hasil isolasi yang digunakan sebagai template dalam

PCR.

(6)
(7)

ABSTRACT

SUCI ADDMAS KALASYANK. Detection of Huanglongbing Disease of Citrus at Different Severity Levels Using Starch Accumulation Test and Polymerase Chain Reaction. Supervised by KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Huanglongbing also known as citrus vein phloem degeneration (CVPD) in Indonesia is the most important disease of citrus that causes impaired translocation of plant photosynthesis products. The symptom of infected plants is asymmetrical chlorosis referred to as blotchy mottle. This abnormality resemble to nutrient deficiency symptoms. This research was conducted to detect the causal agent from infected citrus plant at different levels of disease severity by using starch accumulation test and polymerase chain reaction technique.Plant samples in the field are categorized into three disease severity levels, i.e. healthy, light, and severe. Leaf midribs and twigs are used in detection of the disease. Plants with severe symptom undergo canopy stunting with excessive leave chlorosis, whereas plants with light severity have normal canopy, but the leaves still undergo chlorosis. Healthy plants have a normal height and green leaves. Plants with heavy and light severity showed more lanceolate leaves than that of healthy plants. Chlorotic leaves also showed internal symptom as starch accumulation in their phloems. However, the presence of starch accumulation in the leave phloems do not always followed by positive resultwith PCR molecularly detection. PCR detection for pathogen in leaf petiols and midribs showed more positive results than that in twigs. Detection sensitivity was improved by dilution of isolated DNA used as template in PCR reaction.

Keywords: CVPD, huanglongbing, Liberobacter asiaticus, PCR, starch

(8)
(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

(10)
(11)

DETEKSI PENYAKIT HUANGLONGBING TANAMAN

JERUK PADA TINGKAT KEPARAHAN BERBEDA

DENGAN UJI AKUMULASI PATI DAN POLYMERASE CHAIN

REACTION

SUCI ADDMAS KALASYANK

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Usulan : Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada

Tingkat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan

Polymerase Chain Reaction

Nama Mahasiswa : Suci Addmas Kalasyank

NIM : A34100017

Disetujui oleh

Dr Ir Kikin Hamzah Mutaq in, MS i Dosen Pembimbing

Asih Nawangsih, MSi epartemen Proteksi Tanaman

(14)

xiv

(15)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Deteksi Penyakit Huanglongbing Tanaman Jeruk pada Tingat Keparahan Berbeda dengan Uji Akumulasi Pati dan Polymerase Chain Reaction

dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan pengamatan penyakit dilakukan di lahan pertanaman jeruk desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan, saran, dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Dr Ir Supramana MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran selama proses kegiatan belajar di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Pudjianto MSi selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak saran dalam proses penulisan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Yunus pemilik pertanaman jeruk di Desa Situ Gede tempat penelitian dilaksanakan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman anggota Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan yaitu Kak Tatit, Kak Rizal, Ibu Indri, Ibu Arini, Bang Rois, Risna, Imam, dan Lutfi yang telah memberikan bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47, Hagia, Ridho, Mas Dhanu, Bang Satria, Mas Mul, Aziz, Ofin, dan Imam atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Terima kasih kepada sahabat Bilyan, Kiki, Beno, Uyuy, Titah, Syifa, Dwi Ayu, Retno, Riri, Mey, Ity, Tri, dan Yusuf Ardhika Atmaji atas kebersamaan dan dukungan selama masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih kepada Allah SWT telah menghadirkan Pae, Bue, dan keluarga besar Penulis yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa, dan dukungan tiada henti.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai penyakit huanglongbing di Indonesia.

Bogor, September 2015

(16)
(17)

1

Penentuan Contoh Tanaman dan Pengamatan Gejala Penyakit 3 Deteksi Keberadaan Patogen Penyebab Huanglongbing dengan

(18)
(19)

1

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman jeruk pada tingkat keparahan gejala berbeda: berat (B), ringan

(R), dan tidak bergejala (T) 5

2 Daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari tanaman dengan keparahan penyakit berat (B), ringan (R), dan tidak bergejala (T)

sebanyak tiga ulangan. 6

3 Akumulasi pati ibu tulang daun jeruk menggunakan mikroskop cahaya

dengan perbesaran 100 kali 9

4 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk huanglongbing pada tulang daun dan ranting (r) daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan

Tidak bergejala (T) 10

5 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk huanglongbing terhadap contoh DNA templat dengan pengenceran pada 10-1 dari tulang daun dan ranting (r) daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak

bergejala (T) 11

DAFTAR TABEL

1 Tinggi dan lebar tajuk tanaman jeruk pada berbagai keparahan penyakit

huanglongbing 5

2 Panjang, lebar, dan rasio daun tanaman jeruk pada berbagai tingkat

keparahan penyakit huanglongbing 7

3 Perbandingan panjang, lebar, dan rasio daun berdasarkan tingkat klorosis

gejala huanglongbing 7

4 Intensitas akumulasi pati pada bagian ibu tulang daun tanaman jeruk 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Larutan Penyangga CTAB 18

2 Data tinggi dan lebar tajuk tanaman 18

3 Data Panjang daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm) 18 4 Data Lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm) 18 5 Data Rasio Panjang terhadap Lebar daun bergejala dan tidak bergejala

klorosis (cm) 19

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Huanglongbing yang di Indonesia lebih dikenal sebagai citrus vein phloem degeneration (CVPD) merupakan penyakit utama pada tanaman jeruk di berbagai

wilayah di dunia (Sutton et al. 2005). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di

negara China pada tahun 1894. Penyakit huanglongbing mulai dilaporkan di Indonesia sekitar awal tahun 1948 (Graca 2008). Jutaan jeruk di pulau Jawa mati karena terinfeksi penyakit huanglongbing (Tirtawidjaja 1964). Saat ini penyakit huanglongbing diduga telah menyebar di seluruh Indonesia.

Lafleche dan Bové pada tahun 1970 menyatakan bahwa penyebab dari penyakit huanglongbing adalah sejenis bakteri dari subdivisi α-Proteobacteria (bakteri gram negatif). Bakteri ini belum dapat dikulturkan dalam media buatan sehingga belum memenuhi kriteria lengkap untuk mendeskripsikan sebagai suatu spesies maka klasifikasinya masih dalam status Candidatus (Murray dan Schleifer

1994). Bakteri penyebab huanglongbing diketahui terdiri atas tiga spesies, yaitu

Ca. Liberobacter asiaticus yang pertama kali ditemukan di Asia, Ca. Liberobacter africanus di Afrika dan Ca. Liberobacter americanus di Benua

Amerika (Chung dan Brlansky 2005).

Penyakit huanglongbing tidak menular secara mekanis, namun dapat ditularkan melalui perbanyakan vegetatif (grafting dan okulasi) dan oleh serangga vektor dari famili Psyllidae; yaitu Trioza erytreae (Ca. L. africanus) dan Diaphorina citri (Ca. L. asiaticus dan Ca. L. americanus)(Li et al. 2005). Bakteri

penyebab penyakit huanglongbing juga dapat ditularkan melalui tali putri (Cuscuta campestris) (Bové dan Teixeira 2005). Pada umumnya bibit jeruk

ditanam petani berupa sambungan okulasi batang atas-batang bawah. Penggunaan batang atas atau batang bawah dari tanaman yang telah terinfeksi penyakit menjadi salah satu cara penyakit huanglongbing mudah menyebar. Metode deteksi penyakit yang cepat dan akurat diperlukan sebelum melakukan proses penyambungan atau okulasi sehingga diperoleh bahan perbanyakan yang terkonfirmasi bebas huanglongbing.

Tanaman terinfeksi penyakit huanglongbing mengalami klorosis pada daun secara asimetris antara sisi kiri dan kanan ibu tulang daun. Gejala ini dapat ditemukan baik pada daun muda maupun daun tua pada tingkat keparahan tinggi. Pada tanaman muda, infeksi dapat mengakibatkan lambatnya perkembangan kuncup, daun menjadi lebih kecil, dan warna daun tidak hijau sempurna. Gejala akan diawali dengan blotching pada daun di cabang-cabang tertentu diiringi

pertumbuhan tunas air yang lebih banyak daripada tanaman normal (Dwiastuti 2001). Setiap varietas tanaman menunjukkan gejala klorosis yang berbeda. Jika gejalanya berat, daun menjadi lebih kaku, menebal, dan mengalami pengerasan pada tulang daun. Tajuk tanaman sakit dapat menguning secara keseluruhan serta mengalami dieback yang parah (Capoor 1963). Buah yang akan masak pada

(22)

2

Tanaman terinfeksi dapat menunjukkan gejala internal berupa akumulasi pati yang terjadi akibat gangguan proses pengangkutan hasil fotosintesis. Gangguan proses pengangkutan mengakibatkan tanaman mengalami klorosis. Gejala klorosisnya sering disalahartikan sebagai kekurangan hara karena klorosis akibat penyakit huanglongbing mirip dengan gejala kekurangan hara Zink (Zn) (Timmer et al. 2003).

Deteksi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) sejauh ini

merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dalam menentukan keberadaan suatu bakteri (Hocquellet et al. 1999). Akan tetapi deteksi

menggunakan PCR masih relatif mahal, membutuhkan alat khusus, dan keterampilan yang mendukung. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan evaluasi uji akumulasi pati sebagai alternatif dalam mendeteksi penyakit huanglongbing. Keberadaan akumulasi pati pada tanaman jeruk dapat menjadi indikator bahwa tanaman tersebut telah terinfeksi penyakit.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi keberadaan Liberobacter asiaticus pada bagian tanaman jeruk dengan berbagai tingkat keparahan

menggunakan uji akumulasi pati dan metode PCR.

Manfaat Penelitian

(23)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lahan jeruk milik petani Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Agustus 2014 hingga November 2014.

Metode

Penentuan Contoh Tanaman dan Pengamatan Gejala Penyakit

Tanaman jeruk yang digunakan adalah tanaman jeruk limau (Citrus amblycarpa) berumur 1.5 tahun milik petani di Desa Situgede, Kecamatan Bogor

Barat, Kabupaten Bogor. Contoh tanaman dikategorikan berdasarkan tingkat keparahan gejala klorosis menjadi tiga tingkat, yaitu gejala berat (B), ringan (R), dan tidak bergejala (T). Tanaman yang tidak bergejala merupakan tanaman sehat yang juga dijadikan sebagai kontrol. Untuk setiap tingkat keparahan masing-masing diambil tiga ulangan. Tajuk tanaman diukur panjang, lebar, dan tingginya. Setiap ulangan tanaman dari ketiga tingkat keparahan dibagi menjadi bagian daun yang menunjukkan gejala klorosis dan tidak menunjukkan gejala klorosis. Berdasarkan pengelompokan tersebut dipilih masing-masing 15 contoh daun kemudian diukur panjang, lebar, dan rasio panjang:lebar.

Deteksi Patogen Penyebab Huanglongbing dengan Uji Akumulasi Pati

Tanaman contoh diambil beberapa daunnya untuk dilakukan uji akumulasi pati. Pengambilan contoh daun setiap tanaman dibagi menjadi daun bergejala dan tidak bergejala. Uji akumulasi pati ini merupakan metode yang digunakan oleh Noordam (1973) dengan sedikit modifikasi.

Daun tanaman contoh direndam dalam alkohol 70% mendidih pada suhu maksimal 80oC untuk melepas klorofil hingga daun nampak putih agak transparan. Ibu tulang daun diiris melintang dan direndam dalam larutan pewarna. Larutan tersebut dibuat dengan cara mencampurkan Iodin (I2) 2% dan Kalium Iodida (KI) 6%. Setiap 1,5 ml larutan tersebut ditambahkan 30 ml asam laktat. Preparat lalu diamati menggunakan mikroskop pada perbesaran 100 kali.

Deteksi Patogen Penyebab Huanglongbing dengan Polymerase Chain Reaction

(24)

4

oC selama 1 jam. Setiap 10 menit tabung dibolak-balikkan supaya suspensi tetap homogen. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru. Ke dalam supernatan ditambahkan 500 µl kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan divortex selama 5 menit. Suspensi disentrifuse pada 12000rpm selama 15 menit dan diambil cairan bening pada lapisan epifasenya. Kemudian ditambahkan NaOAc 3 M pH 5.2 sebanyak 1/10 dari epifase yang dimasukkan ke dalam tube baru. Selanjutnya ditambahkan isopropanol sebanyak 2/3 campuran epifase dan NaOAc. Tabung dibolak-balikkan perlahan. Suspensi diinkubasi pada suhu -20 oC selama 24 jam. Suspensi

DNA hasil ekstraksi dijadikan cetakan (template) dalam reaksi PCR. Setiap

1 µl contoh hasil ekstraksi ditambahkan 12.5 µl DREAM Taq Green PCR Master Mix 2 X (PCR buffer, MgCl2, dNnTPs (AGCT), taq polymerase), 1µl primer

forward A2 (5‟-TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT-3‟), 1 µl primer reverse

J5 (5‟-ACAAAAGCAGAAATAGCA CGAACAA-3‟) (Ruangwong & Akarapisan 2006), dan 9.5 µl ddH2O, sehingga total campuran adalah 25 µl. Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 92oC selama 2 menit, denaturasi pada 94oC selama 1 menit, annealing pada 55oC selama 30 detik, ekstensi pada 72oC selama 1 menit, ekstensi akhir pada 72oC selama 10 menit, dan diakhiri dengan suhu 4oC. Tahap berurutan denaturasi, annealing, dan ekstensi diulang sebanyak 40 kali. Reaksi amplifikasi ini menggunakan mesin PCR Gene AMP PCR System 9700.

(25)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Eksternal Penyakit Huanglongbing

Tanaman jeruk berumur 1.5 tahun yang dikategorikan tidak bergejala memiliki tinggi lebih dari 2 meter dan keseluruhan daun berwarna hijau. Tanaman jeruk dengan kategori keparahan berat menunjukkan klorosis eksesif hampir pada seluruh daun dan tajuk tampak kerdil. Sedangkan tanaman dengan kategori keparahan ringan menunjukkan klorosis pada sebagian daun namun masih memiliki tinggi tajuk tidak berbeda nyata dengan tanaman sehat (Tabel 1 dan Gambar 1).

Tabel 1 Tinggi dan lebar tajuk tanaman jeruk pada berbagai keparahan penyakit huanglongbing

Tingkat gejala Tinggi tajuk (cm) Lebar tajuk (cm)

Berat

aAngka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata dengan

Uji Berganda Duncan pada taraf 5%

Gambar 1 Tanaman jeruk pada tingkat keparahan gejala berbeda: berat (B), ringan (R), dan tidak bergejala (T)

Tanaman sakit mengalami nekrosis pada bagian floem ang tersebar secara tidak teratur pada sistem pembuluh daun-daun dewasa, sehingga menghambat aliran translokasi fotosintat. Abnormalitas anatomis yang lain sebagai akibat penghambatan translokasi fotosintat adalah terdapatnya akumulasi pati di dalam plastid. Aktivitas kambium yang terganggu mengakibatkan pembentukan floem yang berlebihan namun akhirnya mengalami nekrosis (Schneider 1968). Infeksi penyakit huanglongbing mempengaruhi proses pemindahan hara mikro dari xylem ke seluruh bagian tanaman. Hara yang tidak diserap secara sempurna mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal. Penyerapan hara yang terganggu pada tanaman jeruk yang terinfeksi menimbulkan gejala pada daun berupa klorosis. Gejala dari penyakit huanglongbing meliputi klorosis yang tidak teratur dan asimetris pada kedua sisi daun (Bassanezi et al 2009). Namun

(26)

6

tidak semua gejala yang ditemukan di lapangan memiliki klorosis yang asimetris. Terdapat pula daun yang menunjukkan gejala simetris (Gambar 2). Pada tanaman B1, B2, R1, dan R3, daun bergejala menunjukkan klorosis pada bagian tulang daun dan menguning di beberapa bagian daun. Klorosis pada daun dapat terlihat dari bagian depan dan belakang daun. Pada tanaman B3 dan R3, daun yang bergejala mengalami klorosis pada seluruh bagian daun secara merata, namun bagian tulang daun masih tetap hijau.

Daun pada tanaman yang terinfeksi mengalami pengerasan pada bagian tulang daun sehingga ketika diraba maka daun akan terasa lebih kaku dan cenderung lebih melengkung kedua tepinya ke arah dalam. Daun baru yang muncul tidak mengalami pengerasan pada bagian tulang daun, namun ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan daun baru pada tanaman sehat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya hara yang dibutuhkan untuk membentuk daun baru dengan ukuran normal (Gambar 2). Menurut Su dan Huang (1990), pengerasan tulang daun berhubungan dengan xylem primer yang mengalami penonjolan ke epidermis. Hasil penelitian Aubert et. al (1985) dan Graca (1991) menunjukkan

bahwa pada daun yang bergejala huanglongbing didapatkan kandungan Pottasium yang tinggi dan Kalsium, Magnesium, serta Zink yang lebih rendah.

(27)

7

Pada setiap tanaman dilakukan pengukuran panjang, lebar, dan rasio panjang terhadap lebar daun (Tabel 2). Daun pada tanaman dengan tingkat keparahan berat memiliki ukuran panjang dan lebar yang lebih pendek dibandingkan dengan tanaman tingkat keparahan ringan maupun tidak bergejala. Rasio panjang terhadap lebar daun dari tanaman bergejala berat lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan bergejala ringan maupun tidak bergejala. Hal ini menunjukkan bahwa daun terinfeksi memiliki bentuk yang lebih lanset.

Jika dibandingkan antara daun bergejala klorosis dan tidak bergejala pada tingkat keparahan yang sama maka daun dengan gejala klorosis memiliki ukuran yang lebih panjang, namun memiliki lebar yang lebih pendek. Daun bergejala klorosis memiliki daun yang lebih lanset dibandingkan daun tanpa gejala klorosis (Tabel 3).

aAngka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata dengan

Uji Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 3 Perbandingan panjang, lebar, dan rasio daun berdasarkan tingkat klorosis gejala huanglongbing

Keparahan

tanaman Gejala daun

Panjang (cm) Lebar (cm) panjang:lebar (cm) Rasio

Rata-Gejala Internal Uji Akumulasi Pati pada Tanaman Jeruk

Kadar pati di dalam daun tanaman yang terinfeksi lebih tinggi dibandingan di dalam tanaman sehat. Pada tingkat keparahan berat dan ringan baik pada daun yang menunjukkan gejala maupun yang tidak bergejala terdapat bagian berwarna ungu kehitaman di bagian parenkim tulang daun (Tabel 4).

Tanaman jeruk yang terinfeksi dan bergejala klorosis mengalami akumulasi pati pada bagian floem (Fan et al 2010). Luas area yang berwarna ungu kehitaman

menunjukkan area yang terinfeksi bakteri L. asiaticus. Perbedaan luas area

terinfeksi setiap daun dipengaruhi oleh konsentrasi dan daya invasi bakteri di dalam jaringan tanaman (Gambar 3).

(28)

8

menghasilkan toksik yang mengganggu metabolisme tanaman (Wirawan et. al.

2004), sehingga tanaman mengalami gangguan dalam memenfaatkan hara maupun hasil fotosintesis dan menunjukkan gejala klorosis.

Tabel 4 Intensitas akumulasi pati pada bagian ibu tulang daun tanaman jeruk

Keparahan tanaman Gejala daun Ulangan Tingkat akumulasi patia

Berat klorosis 1 + + +

Deteksi Patogen Huanglongbing dengan PCR pada Tanaman Jeruk

Hasil deteksi keberadaan L. asiaticus pada organ tanaman jeruk

menggunakan PCR standar (tanpa optimasi) yang disajikan pada Gambar 4 ditunjukkan bahwa hasil positif pada contoh daun bergejala klorosis baik yang berasal dari tanaman dengan keparahan berat (tiga contoh BI1, BI2, dan BI3) maupun tanaman keparahan ringan (dua contoh, yaitu dengan kode RI1 dan RI2). Dengan PCR standar, bagian ranting daun dengan gejala klorosis yang memberikan hasil positif hanya pada satu contoh tanaman saja yaitu tanaman dengan tingkat keparahan berat (Contoh kode BIr1). Sedangkan pada daun dan ranting tanpa klorosis baik pada tanaman keparahan penyakit berat dan ringan tidak ditemukan hasil positif. Hasil positif tidak ditemukan pada ekstraksi DNA patogen dari tanaman tanpa gejala penyakit huanglongbing.

Untuk mengonfirmasi hasil deteksi PCR standar tersebut di atas dari adanya hasil negatif semu (false negatif) atau kemungkinan adanya zat penghambat

dalam DNA hasil isolasi maka dilakukan optimasi dengan amplifikasi PCR menggunakan DNA template yang berasal dari pengenceran DNA total sebesar

10-1 dari contoh tanaman yang menunjukkan hasil negatif pada PCR standar. Hasil PCR optimasi ini (Gambar 5) menunjukkan bahwa hasil positif diperoleh pada ranting dari daun dengan gejala klorosis (BIr2) dan pada daun tanpa gejala klorosis pada tanaman dengan tingkat keparahan berat (Contoh kode BH2). Lebih jauh lagi, pada tanaman dengan tingkat keparahan ringan ditemukan pula hasil positif pada daun klorosis (RI3) dan ranting baik dari yang daunnya bergejala klorosis (RIr3) maupun ranting dari daun tanpa gejala klorosis (RHr2). Sedangkan pada tanaman tanpa gejala penyakit tetap tidak ditemukan hasil positif.

(29)

9

Gambar 3 Akumulasi pati ibu tulang daun klorosis (I) dan non klorosis (H) dari tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak bergejala (T) menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 kali.

BI1 BI2 BI3

BH1

BH2 BH3

RI1

RH1 RH2

T1 T2 T3

RI3 RI2

(30)

10

(31)

11

(32)

12

Hasil positif deteksi PCR standar pada bagian ranting cenderung sulit diperoleh dibaningkan dari daun, namun dapat ditingkatkan dengan pengenceran terlebih DNA hasil isolasi sebelum dijadikan template dalam PCR (optimasi). Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa keberadaan bakteri (titer) dalam ranting lebih sedikit dibandingkan dalam floem daun, di samping konsentrasi zat penghambat PCR dalam jaringan ranting mungkin lebih tinggi dibandingkan dalam daun. Menurut Wirawan et. al. (2004), bakteri penyakit huanglongbing

merupakan bakteri yang menyebar melalui seluruh jaringan floem pada tanaman, akan tetapi jumlah inokulum bakteri tidak merata pada setiap jaringan.

(33)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tanaman yang mengalami penyakit huanglongbing mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang ditunjukkan dengan semakin parah penyakit maka tajuk tanaman menjadi semakin kerdil yang disertai dengan ukuran daun yang semakin kecil dan perubahan bentuk daun menjadi semakin lanset. Tanaman sakit memiliki daun baik yang telah mengalami klorosis dan maupun daun yang non klorosis. Semakin parah tingkat penyakit maka semakin banyak daun yang mengalami klorosis berat. Daun-daun non klorosis dari tanaman pada berbagai tingkat keparahan tidak menunjukkan perbedaan ukuran maupun perubahan bentuk. Daun yang mengalami klorosis pada tanaman sakit mengalami gangguan internal pada proses penyebaran hasil fotosintesis yang ditunjukkan dengan adanya akumulasi pati pada bagian parenkim ibu tulang daun. Konfirmasi keberadaan bakteri L. asiaticus sebagai patogen huanglongbing dengan teknik

PCR menunjukkan bahwa dari semua daun-daun yang mengalami klorosis dan akumulasi pati, baik pada tanaman gejala berat maupun tanaman gejala ringan hanya beberapa saja menunjukkan hasil PCR positif terutama dengan keparahan berat. Hasil positif PCR menjadi lebih banyak termasuk dengan keparahan ringan setelah dilakukan optimasi melalui pengenceran DNA template. Deteksi PCR dari

tangkai dan ibu tulang daun lebih banyak memberikan hasil positif daripada dari bagian ranting.

Saran

(34)

14

DAFTAR PUSTAKA

Aubert B, Garnier M, Guillaumin D, Herbagyandono B, Setiobudi L, Nurhadi F. 1985. Greening, a serious threat for the citrus productions of the Indonesian Archipelago. Future prospects of integrated control. Fruits. 40(1): 549-563.

Bassanezi RB, Montesino LH, Stuchi ES. 2009. Effect of huanglongbing on fruit quality of sweet orange cultivars in Brazil. J Plant Pathol. 125(1):565-572.

Bové JM. 2006. Huanglongbing: a destructive, newly-emerging, century-old disease of citrus. J Plant Pathol. 88(1):7-37.

Bové JM dan Teixeira DC. 2005. Diagnostics of huanglongbing: detection of the causal liberibacters, Candidatus Liberibacter asiaticus, Ca. L. Africanus, and Ca. L. Americanus, in plants and insects by electron microscopy, DNA hybridization, and PCR. Di dalam: Gotwalld TR, Dixon WN, Graham JH, Berger P, editor. Proceedings of the International Citrus Canker and Huanglongbing Research Workshop; 2005 November 7-11; Orlando.

Orlando (US): United States Department of Agriculture, Agricultural Research Service. hlm 55-56

Capoor SP. 1963. Decline of citrus trees in India. Sci India. 24(1):48-64.

Chung KR, Brlansky RH. 2005. Citrus diseases exotic to Florida: huanglongbing (citrus greening) [Fact Sheet PP-210]. Gainesville (US): University of Florida IFAS Extension. hlm 1-4. Tersedia pada http://edis.ifas.ufl.edu. Doyle JJ, Doyle JL. 1990. A rapid total DNA preparation procedure for fresh

plant tissue. Focus. 12(1):13-15.

Dwiastuti ME. 2001. Perkembangan deteksi penyakit CVPD jeruk di Indonesia, aplikasi dan implikasi pengendaliannya. Seminar dan Pameran Nasional Hortikultura. 2001 Nov 7-11. Malang (ID): Universitas Brawijaya

Fan J, Chen C, Brlansky RH, Gmitter Jr FG, Li ZG. 2010. Changes in carbohydrate metabolism in Citrus sinensis infected with „Candidatus

Liberibacter asiaticus‟. J Plant Pathol. 59:1037-1043

Graca JV. 1991. Citrus greening disease. Annu Rev Phytopathol. 29:109–136.

Graca JV. 2008. Biology, history, and world status of huanglongbing. I Taller Intl. sobre Huanglongbing de los citricos (Candidatus Liberobacter spp.) y el

psilido asiaticuo de los citricos (Diaphorina citri). Hermosillo, Sonora,

Mexico. Tersedia pada: http://www.concitver.com/huanglongbingYPsilido Asiatico/Memor C3ADa1Graca.pdf.

Hocquellet A, Toorawa P, Bové JM, and Garniner M. 1999. Detection and identification of the two Candidatus Liberobacter species associated citrus

huanglongbing by PCR amplification of ribosomal protein genes of the operon. Molec Cell Probes. 13(1): 373-379.

Li W, Hartung JS, Levy L. 2005. Quantitative real-time PCR for detection and identification of Candidatus Liberibacter species associated with citrus

huanglongbing. J Microbiol Methods. 6 (2005):104-115.

Murray RGE, Schleifer KH. 1994. Taxonomic notes: a proposal for recording the properties of putative taxa of procaryotes. Int J Syst Bacteriol.

44(1):174-176.

Noordam D. 1973. Identification of Plant Viruses Methods and Experiments.

(35)

15

Rosales R, Burns JK. 2010. Phytohormone changes and carbohydrate status in sweet orange fruit from huanglongbing-infected trees. J Plant Growth Regul. 30(1):312-321.

Ruangwong O, Akarapisan A. 2006. Detection of Candidatus Liberibacter asiaticus causing Citrus Huanglongbing disease. J Agric Technol. 2(1):

111-120.

Schneider H. 1968. Anatomy of greening-diseased sweet orange shoots.

Phytopathology. 58:115-1160

Su HJ dan Huang AL. 1990. The nature of Likubin Organism, life cycle, morphology, and possible strains. Proceedings of the 4th International Asia Pacific Conference on Citrus Rehabilitation. 1990 Feb 4-10. Chiangmay (TL). hlm 106-110.

Sutton BD, Duan YP, Halbert S, Sun X, Schubert T, Dixon WN. 2005. Detection and identification of citrus huanglongbing (greening) in Florida. Di dalam: Gotwalld TR, Dixon WN, Graham JH, Berger P, editor. Proceedings of the International Citrus Canker and Huanglongbing Research Workshop; 2005

November 7-11; Orlando. Orlando (US): United States Department of Agriculture, Agricultural Research Service. hlm 59.

Timmer LW, Garnsey SM. Broadbent P. 2003. Diseases of citrus. Di dalam: Ploetz RC, editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. St. Paul (US): APS

Press. hlm 163-195.

Tirtawidjaja S. 1964. Citrus Vein-Phloem Degeneration Virus: Penyebab dari citrus chlorosis di Jawa [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Wirawan IGP, Sulistyowati L, Wijaya IN. 2004. Penyakit CVPD pada Tanaman

Jeruk, Analisis Baru Berbasis Bioteknologi. Jakarta (ID): Direktoral

(36)
(37)

17

(38)

18

Lampiran 1 Larutan Penyangga CTAB

Nama bahan Konsentrasi Jumlah untuk 100 ml

CTAB 2% 2 g

NaCl 1.4 M 8.1816 g

Tris 100 mM 1.211 g

EDTA 20 mM 0.7444 g

Polyvinylpyrrolidone (PVP-40) 1 % 1.0 g

Akuades steril - Ditambahkan sampai 100 ml

Lampiran 2 Data tinggi dan lebar tajuk tanaman

Keparahan Tinggi (cm) Lebar (cm)

Lampiran 3 Data Panjang daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)

Keparahan Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Lampiran 4 Data Lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)

Keparahan Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

B1 I 2.2 2.0 1.8 1.8 1.9 2.0 2.3 1.9 2.1 1.9 1.8 1.5 1.6 1.7 1.8

H 1.4 1.8 2.0 1.6 1.9 2.0 2.3 1.9 2.0 2.7 1.9 2.0 1.9 1.9 2.0

B2 I 1.7 2.2 2.3 1.7 1.2 3.3 2.9 2.9 1.9 1.9 2.3 1.3 2.0 1.2 1.9

(39)

19

Lampiran 5 Data Rasio Panjang terhadap Lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis (cm)

(40)

20

Lampiran 7 Analisis ragam lebar daun bergejala dan tidak bergejala klorosis Sumber db JK KT F Pr > F Model 5 119.8618889 23.9723778 28.23 <.0001 Galat 84 71.3280000 0.8491429

Total terkoreksi 89 191.1898889

R2 Koefisien varians Akar MSE Rata-rata lebar 0.626926 28.60781 0.921489 3.221111 Sumber db JK KT F Pr > F keparahan 2 119.6642222 59.8321111 70.46 <.0001 gejala(keparahan) 3 0.1976667 0.0658889 0.08 0.9720

Lampiran 8 Analisis ragam rasio daun bergejala dan tidak bergejala klorosis Sumber db JK KT F Pr > F Model 5 4.69966667 0.93993333 7.97 <.0001 Galat 84 9.90933333 0.11796825

Total Terkoreksi 89 14.60900000

(41)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Terbanggi Besar, Lampung pada 07 Juli 1993 dari seorang ibu bernama Sumarni dan bapak Bambang Setiyawan. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Terbanggi Besar pada tahun 2010. Penulis resmi menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada Juli 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis juga mempelajari perkuliahan minor Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Kegiatan intra dan ekstrakulikuler yang pernah diikuti penulis di IPB adalah menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman (2012/2013 dan 2013/2014), Biologi Dasar (2012/2013 dan 2013/2014), Biologi Cendawan (2013/2014), Manajemen Vertebrata Hama (2013/2014), dan Pengendalian Hama Terpadu (2014/2015). Penulis juga aktif sebagai pengurus unit kegiatan mahasiswa Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB pada tahun 2010-2013 sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA), pengurus Biro Perwakilan Angkatan Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (BPA HIMASITA) pada tahun 2011-2013, Anggota Organic Farming Club Proteksi Tanaman, Anggota Entomology Club Proteksi Tanaman dan Anggota Gardening and Decoration Club Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif pada berbagai kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Tanaman jeruk pada tingkat keparahan gejala berbeda: berat (B), ringan (R), dan tidak bergejala (T)
Gambar 2 Daun bergejala (I) dan tidak bergejala (H) klorosis dari tanaman dengan keparahan penyakit Berat (B), Ringan (R), dan Tidak bergejala (T)
Tabel 2  Panjang, lebar, dan rasio panjang:lebar daun tanaman jeruk pada berbagai tingkat keparahan penyakit huanglongbing
Tabel 4  Intensitas akumulasi pati pada bagian ibu tulang daun tanaman jeruk
+4

Referensi

Dokumen terkait

Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk dikerjakan sesuai waktu yang ditentukan. Pemberian tugas dapat

Dengan bobot penambahan kulit jeruk sebesar 2,5 gram mampu menurunkan parameter Baku Mutu dan logam berat yaitu COD, besi (Fe), timbel (Pb), dan seng (Zn) dan dengan

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heruistik(pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber),

Oleh karena itu ijtihad adalah suatu keniscayan yang harus dilakukan oleh umat Islam agar hukum Islam selalu up to date dalam setiap zaman, tempat dan keadaan yang

Selain itu, permasalahan juga timbul dari pihak pemberi pekerjaan pemborongan bangunan menyangkut penyelesaian pembayaran yang telah terjadwal sebagaimana yang telah

Data kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

Untuk nilai F hitung diperoleh sebesar 20,109 &gt; F tabel sebesar 3,09 yang artinya kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak secara simultan berpengaruh terhadap

Sehingga kelimpahan Harpacticoida akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman [18] Berbeda dengan Harpacticoida, Nematoda adalah taksa meiofauna yang