1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai kejang yang berulang dan spontan dan
merupakan kejadian klinis sementara yang dihasilkan oleh aktifitas neuron otak
yang berlebih dan atipikal (Aicardi, 1998). Epilepsi mencakup sindroma klinis
yang heterogen dengan karakteristik tipe kejang dan penyebab yang berbeda-beda
(Shinnar and Pellock., 2002).
Epilepsi merupakan gangguan saraf paling sering diderita oleh anak
(Fejerman, 2002; Silanpa et al., 2006) dengan prevalensi di Norwegia pada tahun
1995 sekitar 0,5-1% dari keseluruhan anak dari lahir hingga usia 16 tahun (Waaler
et al., 2000).
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi epilepsi
pada tahun 2008 sekitar 4-10 per 1000 orang. Pada negara berkembang angka ini
lebih tinggi yaitu 6-10 per 1000 orang. Sementara untuk kasus baru mencapai
40-70 per 100.000 orang di negara maju dan mencapai angka dua kali lipatnya di
negara berkembang (WHO, 2009). Sekitar 80% anak dengan epilepsi tinggal di
negara berkembang (Jain, 2005).
Sebagian besar pasien epilepsi dapat hidup normal atau dengan gangguan
kognitif atau psikiatri ringan. Sebagian kecil pasien mengalami gangguan
perhatian, gangguan memori dan bahasa, kecemasan bahkan sampai psikosis.
2
perkembangan neurobehaviour antara lain faktor spesifik kejang (tipe kejang
multipel, kejang umum yang sering, kejadian status epileptikus), penggunaan
politerapi, adanya lesi struktural (tumor, atrofi, ensefalitis) atau kondisi lain yang
menyertai seperti depresi atau status sosial ekonomi yang rendah (Berto, 2002).
Stigma yang melekat pada penderita epilepsi menyebabkan keengganan untuk
mencari pengobatan dan teridentifikasi sebagai penyandang penyakit ini
(WHO, 2009).
Epilepsi pada anak berhubungan dengan pencapaian prestasi yang rendah
di sekolah, keterbatasan fisik, kompetensi dan aktivitas sosial yang rendah,
tingginya masalah psikologis dan tingkah laku. Konsekuensi psikososial jangka
panjang penderita epilepsi dimulai sejak masa kanak-kanak. Kualitas hidup pasien
epilepsi berhubungan dengan beberapa variabel epilepsi, antara lain frekuensi dan
atau tingkat keparahan kejang, tipe kejang, etiologi, usia onset epilepsi, disabilitas
intelektual dan obat anti epilepsi (Sabaz et al., 2003).
Epilepsi merupakan suatu kondisi kronik yang sangat berpengaruh pada
perkembangan anak sejak bayi sampai dengan remaja. Anak dengan epilepsi
berisiko mengalami gangguan psikiatri dan perilaku dibandingkan populasi anak
normal. Gangguan perilaku yang risikonya meningkat pada anak epilepsi antara
lain attention deficit/ hyperactivity disorder (AD/HD), conduct disorder, autisme
spectrum disorder (ASD), gangguan afektif, agresif dan sosial yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup mereka (Attarian et al., 2003; Besag, 2004;
3
Anak dengan kejang berisiko 4,7 kali lebih tinggi mengalami masalah
perilaku dibandingkan dengan anak tanpa kejang (McDermott et al., 1995).
Prevalensi gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi telah banyak diteliti di
negara maju. Di Kanada didapatkan prevalensi 16,9% (Keene et al., 2005), di
Norwegia didapatkan 77% anak dengan epilepsi memiliki gangguan psikiatri
(Bauer et al., 2002). Penelitian di Yunani menunjukkan gangguan perilaku pada
45,9% anak dengan epilepsi general idiopatik dan 19,4% pada epilepsi parsial
idiopatik (Prassouli et al., 2008). Di negara berkembang diperoleh prevalensi yang
lebih tinggi. Penelitian di Thailand tahun 2007 mendapatkan prevalensi 54%
(Piyasil et al., 2008) dan di India tahun 2004 menunjukkan prevalensi gangguan
perilaku pada anak epilepsi sebesar 52,8% (Datta et al., 2005). Penelitian di
belahan Afrika didapatkan hasil prevalensi 39 % di Kenya (Kariuki et al., 2012),
66% di Tanzania (Burton et al., 2011) dan 46,6% kasusnya di Nigeria
(Langunju et al., 2012).
Obat anti epilepsi seperti karbamazepin dan fenobarbital yang banyak
digunakan di negara dengan fasilitas terbatas pada beberapa penelitian
berhubungan dengan meningkatnya prevalensi gangguan perilaku pada anak (De
Silva et al., 1996) namun beberapa penelitian di negara berkembang gagal
membuktikan hal tersebut (Banu et al., 2007; Pal et al., 1998).
Penelitian gangguan perilaku pada anak dengan penyakit kronik di
Indonesia belum banyak dilakukan. Adji et al. (2010) mendapatkan prevalensi
gangguan perilaku pada anak dengan penyakit kronik sebesar 37,5%, dimana
4
perilaku. Rahmawati et al., (2007) melaporkan anak dengan diabetes melitus
mempunyai kemungkinan gangguan perilaku sebesar 45,8%. Penelitian mengenai
gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi belum pernah dilakukan di
Indonesia.
Di antara 61% anak yang terdiagnosis gangguan perilaku dalam
penelitian yang dilakukan Ott, dilaporkan hanya 33% yang telah mendapat terapi
kesehatan mental sebelumnya (Ott et al., 2003). Untuk itu skrining gangguan
perilaku dilanjukan dengan penegakan diagnosis dan terapi perlu dilakukan pada
semua anak dengan epilepsi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disusun permasalahan
penelitian apakah gangguan perilaku lebih sering terjadi pada anak dengan
epilepsi dibandingkan anak yang normal dan faktor-faktor risiko apa yang
mempengaruhinya.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Primer
Mengkaji perbedaan proporsi gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi
dibandingkan dengan anak normal
Tujuan Sekunder
Mengkaji faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gangguan
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi ilmu pengetahuan kedokteran
Mendapatkan gambaran tentang gangguan perilaku pada anak dengan
epilepsi dan faktor yang mendasarinya.
2. Bagi masyarakat
Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa anak dengan epilepsi
sering megalami gangguan perilaku sehingga keluarga khususnya dapat
mengenali sedini mungkin, memberikan informasi kepada dokter yang
merawat dan membantu pengobatan sehingga kualitas hidup anak dengan
epilesi dapat semakin meningkat
3. Bagi rumah sakit dan sistem pelayanan kesehatan
Hasil ini juga dapat menjadi bahan evaluasi peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit dan dapat memberikan masukan penentuan
kebijakan program kesehatan khususnya kesehatan jiwa anak.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi
terangkum dalam tabel 1. Penelitian ini telah dilakukan di berbagai negara baik
negara maju maupun berkembang dengan sosio demografi yang berbeda dan
instrumen pengukuran gangguan perilaku yang berbeda pula. Selain itu faktor
risiko yang diteliti tidak semuanya sama dengan hasil yang tidak konsisten faktor
6
Penelitian Tanabe et al., (2013) di Jepang, Sabbagh et al., (2006) di Paris
dan Bauer et al., (2002) di Norwegia menggunakan instrumen yang sama dengan
penelitian ini yaitu SDQ (the strenghts and difficulties questionnaire) namun
faktor risiko yang diteliti tidak semuanya sama. Selain itu pada penelitian Bauer
sampel penelitian adalah anak dengan epilepsi yang dirawat inap pada pusat
epilepsi nasional berbeda pada penelitian ini yang mengambil sampel anak
epilepsi yang kontrol di poliklinik rawat jalan. Pada penelitian Sabbagh gangguan
perilaku diteliti pada anak epilepsi yang bersekolah di sekolah dengan kebutuhan
khusus dibandingkan dengan sekolah reguler.
Penelitian Keene et al., (2005) di Kanada menggunakan instrumen CBCL
(Child Behaviour Checklist) dan desain yang berbeda dengan penelitian ini
dimana penelitian Keene merupakan penelitian diskriptif tanpa menganalisis
faktor risiko. Penelitian lain yang menggunakan desain potong lintang dan
instrumen CBCL dilakukan oleh Datta et al., (2005) di India, Dunn at al., (1997)
dan Austin et al., (2001) di Indianapolis, USA dan Prassouli et al., (2008) di
Athena. Selain instrumen yang digunakan berbeda dengan penelitian ini, faktor
risiko yang dianalisis juga berbeda. Perbedaan lain adalah pada penelitian Dunn
penilaian skor gangguan perilaku dilakukan pada kejang pertama dan kedua
sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan 1 kali secara potong lintang.
Penelitian Austin menilai gangguan perilaku pada kejang pertama dan Prassouli
mengkaji gangguan perilaku pada epilepsi idiopatik yang terkontrol.
Penelitian dengan instrumen lain yang berbeda dilakukan oleh Kariuki et
7
Parents), Langunju et al., (2012) di Nigeria dengan menggunakan Rutter A2, dan
Mc.Dermott et al., (1995) di Columbia dengan BPI ( Behavior Problem Index).
Faktor risko yang diteliti tidak semuanya serupa dengan penelitian yang kami
lakukan. Selain membandingkan gangguan perilaku dengan anak normal tanpa
epilepsi seperti pada penelitian ini, Mc.Dermott melakukan perbandingan dengan
anak perderita kelainan jantung.
Sejauh yang kami ketahui, penelitian gangguan perilaku pada anak
8
Tabel 1. Penelitian gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi
Peneliti Judul Penelitian Tempat dan Waktu
Metode Subjek Alat ukur prilaku Hasil
Tanabe et al., 2013
Behaviour assessment of Japanese children with epilepsy using SDQ (strenght and difficulties questionnaire)
Jepang, 2012
Cross sectional Anak usia 4-16 tahun terdiagnosis epilepsi, n=83 dibandingkan dengan kontrol (anak tanpa epilepsi)
Strenghts and Difficulties Questionnaire (SDQ)
Skor SDQ untuk hiperaktivitas, masalah pertemanan, masalah konduksi secara signifikan lebih tinggi pada anak dengan epilepsy (p<0,01), usia saat onset epilepsy merupakan faktor risiko skor SDQ yang buruk Keene et al., 2005 Survey of behaviour problems in children with epilepsy Ontario Kanada, 2005 Cross sectional, diskriptif
Anak usia 6 sd 18 tahun terdiagnosis epilepsy dan mendapatkan obat antiepilesi > 6 bulan, n= 175
Skor Child
Behaviour Checklist (CBCL)
Skor >70 didapat pada 15,9% pasien dengan 12,7 % prilaku internalisasi dan 11,4% eksternalisasi Kariuki et al., 2012 Behavioral problems in children with epilepsy in rual Kenya Kilifi, Kenya, 2011
Cross sectional Anak > 6 tahun dengan epilepsi dibandingkan kontrol (anak tanpa epilepsi) dengan n=110
Skor Child Behaviour Questionnaire for Parents (CBQFP)
Masalah prilaku ditemukan pada 49% anak dengan epilepsi dibandingkan 26% pada kontrol dan secara statistik berbeda bermakna. Epilepsi aktif, gangguan kognisi dan kejang fokal merupakan fakto risiko yang berhubungan dengan masalah prilaku Dunn et al., 1997 Behaviour problem in children wth new onset epilepsy Indianapolis, USA, 1997
Cross sectional Anak usia 4 sd 15 tahun yang mengalami kejang tanpa demam untuk yang pertama kalinya, n= 42, diukur skor CLBL pada saat kejang 1, dan kejang ke 2
Skor Child
Behaviour Checklist (CBCL)
Persentase masalah prilaku pada anak dengan kejang yang berat lebih tinggi dibandingkan dnegan kejang yang moderat dan ringan pada saat onset awal/kejang pertama
Sabbagh et al. Impact of epilepsy characteristics and behaviour problems on scol placement in children
Paris, 2006 Cross sectional Anak usia 3 sd 16 tahun yang terdiagnosis epilepsi n=185 dibedakan anak yang bersekolah di sekolah dengan kebutuhan khusus dan sekolah reguler Strenght and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan Skor Child Behaviour Checklist (CBCL)
Skor masalah hiperaktivitas dan sosial lebih rendah pada anak epilepsi yang bersekolah di sekolah reguler
9 Peneliti Judul
Penelitian
Tempat dan Waktu
Metode Subjek Alat ukur perilaku Hasil
Lagunju et al., 2012
Mental health problems in Nigerian children with epilepsy: Associations andrisk factors Nigeria, 2011 Cross sectional
Anak usia 5-18 tahun dengan epilepsi (n= 84)
Skor Rutter A2 Gangguan prilaku terjadi pada 46,4% anak, dengan masalah terbanyak adalah ganguan konduksi sebesar 27,3%
Mcdermott et al., 1995 A Population-Based Analysis of Specific Behavior Problems Associated With Childhood Seizures
Columbia, USA, 1988
Cross sectional
Survey anak usia sd 17 tahun dengan kejang, konvulsi atau epilepsi (n=121) dan kelainan jantung (n=285) dan kontrol (n=3950)
Skor Behaviour Problem Index (BPI)
Anak dengan kejang 4,7 kali berisiko mengalami gangguan prilaku, dan anak degan gangguan kelainan jantung 3kali lebih mungkin mengalami gangguan prilaku dibandingkan kontrol
Datta et al., 2005
Behaviour problems in children and adolescents with seizure disorder: associations and risk factors
Vellore, India, 2004
Cross sectional
Anak usia 4-15 tahun dengan epilepsi (n=132)
Skor Child Behaviour Checklist (CBCL)
Sebanyak 53% anak mengalami gangguan psikopatologi berdasarkan skor CBCL
Guilfoyle et al., 2012
Early screening and identification of psychological comorbidities in pediatric epilepsyis necessary South Carolina dan Ohio,
Cohort Anak usia 6-17 tahun dengan epilepsi (n=158)
Skor Behaviour Assessment System for Children-2
Dibanding dengan anak yang baru terdiagnosis epilepsi (< 1 tahun), anak dengan epilepsi kronik secara signifikan lebih sering mengalami gejala depresif dan prilaku menarik diri
Bauer et al, 2002
Mental health problems in children and adolescents referred to a national epilepsy center Norwegia, 2002 Coss sectional
Anak usia 9-15 tahun dengan
epilepsi (n=74) Strenght and Difficulties Questionnaire (SDQ)
Kemungkinan gangguan psikiari terjadi pada 77% anak
10 Peneliti Judul
Penelitian
Tempat dan Waktu
Metode Subjek Alat ukur perilaku Hasil
Austin et al, 2001
Behavior Problems in Children Before First Recognized Seizures
Indianapolis, 1999
Cross sectional
Anak usia 4 sd 14 tahun dengan kejang pertama dibandingkan dengan 135 saudara
kandungnya yang sehat
Skor Child Behaviour Checklist (CBCL)
Anak dngan kejang pertama lebih banyak mengalami gangguan perilaku dalam 6 bulan sebelum kejang pertama terjadi dengan persentase 32,1% pada kelompok klinis dan berisiko
Prassouli et al., 2008
Behavioral and emotional problems n children with idiopathic epilepsy and well-controlled seizures
Athena, Yunani, 2008
Cross sectional
Anak usia 6,5 sd 9,5 tahun (n=68) dengan epilepsi idiopatik dan epilepsi yang terkontrol (bebas kejang minimal 6 bulan)
Skor Child Behaviour Checklist (CBCL)
Gangguan emosi dan prilaku terjadi pada 45,9% anak dengan eoilepsi idiopatik general dibandingkan 19,4% anak pada kelompok dengan epilepsi terkontrol
Berg et al. Longitudinal assessment of adaptif behaviour in infant and oung chidren with newly diagnosed epilepsy: influences of etiology, syndrome and seizure control
Connecticut, 1993 sd 1997
Cohort prosprktif
Anak usia kurang dari 3 tahun yang baru terdiagnosis epilepsi (n=613)
Vineland adaptive behaviour scale dukur saat diagnosis dan tiap tahun sd 3 tahun
Anak dengan epilepsi simptomatik atau sindrome mengalami gangguan prilaku adaptif pada awal diagnosis namun untuk Skor Vineland secara signifikan menurun setiap tahunnya pada keseluruhan anak.