• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif, Perilaku Berkarakter dan Pengetahuan Dasar Siswa terhadap Hasil Belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pembelajaran Kooperatif, Perilaku Berkarakter dan Pengetahuan Dasar Siswa terhadap Hasil Belajar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

136

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif, Perilaku Berkarakter dan Pengetahuan

Dasar Siswa terhadap Hasil Belajar

The Effects Of Cooperative Learning, Character Behavior and Students’ Basic

Knowledge Toward Smp Mathematic Students’ Learning Achievement

Mira Sri Setyowaty

1

, Faad Maonde

2

, Asrul Sani

2

(

1&2

Staf pengajar matematika pada SMPN 9 Kendari, FKIP & FMIPA UHO

email: mira.srisetyowaty83@gmail.com, faadmaonde@yahoo.com,

saniasrul2001@yahoo.com)

Abstrak: Penelitian eksperimen desain 3x2 faktorial pretest posttest by subject dengan sampel

sebanyak 180 siswa, bertujuan untuk mempelajari (i) deskripsi hasil belajar matematika setelah diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter, (ii) pengaruh linier kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika, dan (iii) faktor interaksi model pembelajaran kooperatif (TSTS, Jigsaw dan STAD) dan perilaku berkarakter dengan mengontrol kedua faktor utama secara simultan mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar matematika dengan memperhitungkan kovariat pengetahuan dasar siswa. Hasil analisis menggunakan Anacova menunjukkan bahwa (i) nilai rata-rata hasil belajar berfluktuasi pada masing-masing sel dalam mendukung hipotesis yang diajukan, (ii) kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika dengan kontribusi sebesar 0,798 satuan, dan dengan memperhitungkan kovariat pengetahuan dasar siswa, (iii) interaksi model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter secara simultan dengan mengontrol kedua faktor utama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw dan STAD, perilaku berkarakter

kovariat pengetahuan dasar siswa.

Abstract: This is an experiment study with a 3x2 factorial study pretest posttest by subject design

with 180 students sampling. The main aim’s of this study are a mathematical description of the students’ learning achievement after giving treatment of behavioral models of cooperative learning and character, the effect of linear covariates on the students’ basic knowledge towards their mathematic learning achievement, the interaction factor of cooperative learning and character behavior model through a pair combination (i, j) that simultaneously had an effect on the students’ mathematic learning achievement considering the covariates of their basic knowledge. The result showed that the covariates of students’ basic knowledge had a significant positive effect on students’ mathematics learning achievements , the interaction factor of cooperative learning and character behavior model through pair combination (i, j) that simultaneously and separately had a significant influence on the students’ mathematic learning achievement considering the covariates of their basic knowledge, the model of cooperative learning - type TSTS and jigsaw were more effective than STAD.

Keywords : cooperative learning model - type TSTS, jigsaw and STAD, character behavior,

the covariates of students’ basic knowledge.

PENDAHULUN

Pendidikan bertujuan dan berguna untuk mencerdaskan masyarakat, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, dengan pendidikan pula

tercipta kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab dalam kemasyarakatan. Pendidikan di sekolah khususnya pendidikan di Sekolah Menengah

(2)

137

Pertama (SMP) mempunyai tujuan untuk mengubah siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap belajar sebagai bentuk dari hasil atau prestasi belajar. Pendidikan di sekolah tidak dapat dilepaskan dari proses pembelajaran dan interaksi antara guru dengan siswa. Hasil belajar adalah pengetahuan, pemahaman dan atau keterampilan yang dimiliki atau diketahui oleh peserta didik setelah ia mengalami proses belajar mengajar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah : (1) Faktor internal. Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis antara lain motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan, dan lain-lain. (2) Faktor eksternal. Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan serta pembentukan sikap . Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan model mengajar yang tidak sesuai dengan materi yang diajarkan cenderung menyebabkan tidak optimalnya hasil belajar siswa, seperti yang dialami siswa SMP Negeri 9 Kendari. Penyebab lain rendahnya hasil belajar siswa adalah bahwa perencanaan dan implementasi pembelajaran yang dilakukan oleh para guru matematika tampaknya masih dilandasi dengan metode transfer informasi. Kondisi pembelajaran matematika seperti ini akan menimbulkan kebosanan bagi siswa, sehingga menyebabkan siswa hanya menerima

pelajaran secara pasif. Salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar yang harus dilakukan guru adalah menggunakan metode pembelajaran yang variatif dalam kegiatan belajar dan mengajar. Di antara pembelajaran yang dapat dijadikan upaya meningkatkan prestasi belajar adalah metode kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan menggunakan kelompok kecil antara empat sampai enam orang siswa dengan latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras atau suku yang berbeda. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Dalam hal ini, sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa. Tujuan dibentuk kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam proses belajar mengajar (PBM). model pembelajaran kooperatif adalah suatu model alternatif yang digunakan guru dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif bukan hanya menitikberatkan pada proses kerja kelompoknya saja, melainkan pada penstrukturannya. Menurut Widyantini (2006) langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif

Langkah Indikator Tingkah Laku Guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi

siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa.

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar.

Guru menginformasikan pengelompokkan siswa.

Langkah 4 Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam

kelompokkelompok belajar.

Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil relajar tentang materi pembelajaran

yang telah dilaksanakan.

Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan

(3)

138

Rogert dan David Johnson dalam Lie (2007:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu (a) saling ketergantungan positif ; (b) tanggung jawab perseorangan; (c) tatap muka; (d) komunikasi antar anggota dan (e) evaluasi proses kelompok.

Sejumlah tipe model pembelajaran kooperatif yang telah diterapkan di kelas-kelas, dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika dengan menggunakan RPP berkarakter. Diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

Teknik belajar dua tinggal dua tamu (two stay two stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan disemua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Struktur dua tinggal dua tamu memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Menurut Yusiriza (2010) langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini adalah (a) siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa, (b) setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain, (c) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka, (d) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain dan (e) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki tujuan untuk bergotong royong dalam menguasai suatu konsep. Penggunaan TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh La Singga tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan TSTS terhadap hasil belajar matematika menyimpulkan bahwa semua perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan, salah satunya hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional mempunyai perbedaan yang signifikan.

Jigsaw dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Arronson dan kawan-kawan di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 sampai 6 orang anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bahan tertentu, dari bahan yang diberikan itu. Anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas, topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Selanjutnya anggota dari tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengejarkan apa yang telah dipelajarinya dan berdiskusi di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Siswa-siswa terbagi dalam beberapa kelompok belajar dan bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain, sehingga dengan model ini, siswa akan lebih mudah memecahkan masalah matematika dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiya dan Sufiana menyimpulkan bahwa secara empiris rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi daripada kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional

(4)

139

STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran,

kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

Menurut Trianto (2009 : 24 ) fase-fase pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Fase-fase Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (2) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (4) dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (5) dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan, (6) dapat mengidentifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain, (7) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti. Selain mempunyai kelebihan, menurut hendyblog (2009:1) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki kekurangan antara lain: (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya, sehingga siswa akan sedikit ramai, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini harus lengkap, (3) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak waktu.

Menurut Al-Qarni dalam Wiyani (2012 :5) pendidikan kita belum berubah dari paradigma lama yang bertumpu pada score atau nilai ujian

nasional sebagai patokan pendidikan. Pendidikan saat ini hanya semata-mata dipandang dari segi intelektualitasnya saja padahal pada esensinya pendidikan merupakan sebuah upaya dalam rangka membangun kecerdasan manusia baik kecerdasan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Alhasil, kini dekadensi moral yang dialami oleh bangsa indonesia ditandai dengan maraknya aksi kekerasan, korupsi pembalakan liar, bahkan sampai pada praktik-praktik kebohongan dalam dunia pendidikan seperti menyontek pada saat ujian dan plagiatisme. Dari pernyataan diatas maka perlu adanya keseimbangan antara kecerdasan otak dan aspek moral.Pendidikan karakter (character learning education) merupakan bentuk solving problem dalam mengatasi paradigma berfikir kebanyakan orang bahwa pendidikan lebih mengacu pada ranah kognitif.

RPP berkarakter merupakan salah satu solusi dalam memotivasi siswa untuk menekuni pembelajaran matematika karena didalamnya terdapat berbagai macam pendekatan yang berpusat pada siswa dengan berbagai macam penilaian yang di mulai : (1) penilaian kognitif didalamnya terdapat penilaian produk dan

Fase Kegiatan Tingkah laku guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing kelompok belajar dalam belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang gelah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai hak upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

(5)

140

penilaian proses. Penilaian produk berkaitan dengan penilaian hasil belajar pada pertemuan yang bersangkutan, sedangkan penilaian proses, menilai keaktifan siswa dalam kerja kelompok setelah guru memberikan lembar kerja siswa (LKS); (2) penilaian proses dalam kerja kelompok dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, sambil mengembangkan perilaku berkarakter yang meliputi: teliti, tekun, tanggung jawab, jujur, kerja sama, kesabaran, terbuka dan mendengarkan pendapat teman, penilaian afektif juga mengembangkan keterampilan sosial meliputi : bertanya, menyumbangkan ide atau pendapat, menjadi pendengar yang baik, berlatih berkomunikasi verbal dan tulisan, berpikir kreatif dan sistematis; dan (3) penilaian psikomotor berkaitan dengan keterampilan siswa di dalam memanipulasi media yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari baik yang telah tersedia di laboratorium maupun yang disiapkan oleh guru atau siswa sendiri.

Menurut Maonde (2013 : 79-87) didalam RPP berkarakter terdapat lima lembar penilaian (LP1, LP2, LP3, LP4 dan LP5). Masing-masing lembar penilaian (LP) mempunyai fungsi dan tujuan yang berbeda-beda. (a) LP1 adalah lembar penilaian kognitif produk yang berfungsi mengevaluasi hasil pembelajaran dalam satu pertemuan yang dikerjakan secara individu (tanpa kerja kelompok) setelah siswa-siswa mengerjakan LKS dan dikerjakan secara kelompok dengan menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang diizinkan dan diprogramkan oleh guru yang bersangkutan. (b) LP2 adalah lembar penilaian proses yang dinilai guru saat siswa kerja kelompok dalam menyelesaikan LKS yang telah disiapkan oleh guru, disini merupakan penilaian kelompok atas kerjasama, bertanya pada guru, membantu teman dan kegiatan lainnya. (c) LP3 adalah lembar penilaian diri pada intinya berfungsi untuk mengetahui kejujuran siswa dalam mengerjakan soal-soal yang terdapat pada LKS. Pentingnya LP3 ini siswa dari awal diajak untuk melakukan kaidah-kaidah kebenaran dalam melaksanakan sesuatu khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran. (d) LP4 adalah lembar penilaian keterampilan sosial pada intinya berfungsi

mengajak siswa sedini mungkin menghargai guru, sopan santun serta peduli dengan lingkungan dimana siswa itu berada. (e) LP5 adalah merupakan penilaian keterampilan (psikomotor) untuk mendukung siswa dalam mengerjakan LKS

Kovariat menurut Slameto (2003:55-59) adalah faktor-faktor internal siswa yang mempengaruhi hasil belajar seperti motivasi, perhatian, pengamatan, intelegensi,minat, bakat, dll. Pengetahuan dasar siswa dalam mata pelajaran Matematika di SMP merupakan akumulasi daya serap siswa terhadap matematika sejak siswa tersebut mendapat pelajaran matematika mulai dari sekolah dasar sampai sekarang yang sifatnya sangat mendasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, aplikasinya, perhitungan luas bangun datar, volume dan aplikasinya.

Menurut Maonde (2011 : 51) Pengetahuan dasar siswa merupakan pengalaman belajar masa lalu, kalau dihitung dalam tahun, kurang lebih tujuh tahun lalu siswa belajar, katakanlah efektifnya lima tahun lalu setelah siswa mulai duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar. Bukan waktu yang singkat dan tidak sedikit pengetahuan siswa peroleh, tersimpan dan melekat di memori otak siswa tersebut. Siswa yang kuat ingatannya terhadap matematika yang telah dipelajari pada masa lalu atau pengalaman masa lalu akan berpeluang menjawab dengan benar semua pernyataan atau pertanyaan berkaitan dengan pengetahuan dasar siswa yang bersangkutan, demikian juga bagi siswa yang tidak memahami pengetahuan dasar masa lalunya akan cenderung menjawab asal-asalan saja. Berkaitan dengan pelajaran matematika misalnya operasi penjumlahan seratus tahun lalu tidak akan berbeda dengan operasi penjumlahan seratus tahun yang akan datang, artinya siswa yang memahami, menguasai, mendalami, menguasai operasi penjumlahan tujuh atau lima tahun yang lalu bagi siswa yang saat ini duduk dikelas II SMP Negeri terlalu naif jika mereka atau siswa-siswi tidak mengetahui akan pengetahuan yang pernah dipelajari dimasa lalunya.

(6)

141

Pengetahuan dasar matematika juga dikenal dengan pengetahuan awal meskipun memiliki perbedaan. Perbedaannya adalah pengetahuan dasar matematika (mathematical basic knowledge) lebih mengarah pada semua pengetahuan yang menjadi matematika dasar. Misalnya, pada matematika sekolah terbagi menjadi pengetahuan tentang desimal, pecahan, bilangan bulat, persentase, operasi, aljabar, geometri, pengukuran, koordinat geometri, analisis data, dan himpunan. Sedangkan pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan awal siswa terhadap materi matematika yang akan dipelajarinya atau yang sudah dipelajarinya untuk mendukung penguasaannya terhadap materi matematika selanjutnya. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Dochy, Moerkerke & Segers (1999) yang menyatakan bahwa pengetahuan awal dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang: (1) meliputi pengetahuan deklaratif dan prosedural; (2) disajikan sebelum implementasi dari suatu materi pembelajaran khusus; (3) diperoleh atau dapat disampaikan kembali (recalled) atau direkonstruksi (reconstructed); (4) diorganisaikan ke dalam skemata terstruktur (structured schemata); (5) derajat kepercayaan yang dapat ditransfer atau diaplikasi materi pembelajaran lainnya; atau (6) dinamika di alam (Hailikari, 2009). Menurut Kadir dan La masi (2014 :53-58) Pendapat tersebut menginsyaratkan pentingnya pengetahuan awal dan hubungannya dengan berbagai pengetahuan lainnya ketika siswa melakukan proses pembelajaran.

Konstruktivisme berasal dari kata dasar konstruksi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan.Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Menurut Ruseffendi (1988:132) Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme

adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan.

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran (Dahar,1988:159). Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988:133). Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Paul, 1997).

Adapun bentuk-bentuk konstruksivisme adalah sebagai berikut : (i) Konstruktivisme Individu. Pandangan ini fokus pada kehidupan “inner psikologi” manusia, yakni mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengetahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun dengan mentransformasikan, mengorganisasi, dan mereorganisasikan pengetahuan yang sebelumnya. Pengetahuan bukan merupakan cermin dari luar, walaupun pengalaman mempengaruhi pemikiran, dan pemikiran mempengaruhi pengetahuan. Eksplorasi dan penemuan, jauh lebih penting

(7)

142

dari pengajaran. Piaget menekankan pada hal-hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak bias secara langsung dipelajari dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah pikiran. (2) Konstruktivisme Sosial. Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky meyakini, bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah yang membentuk

pengembangan dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain, pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosial budayanya. Pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa, keyakinan, interaksi antar sesama, dan lain-lain. Penemuan yang terencana, pengajaran, model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan, keyakinan dan pemikiran siswa, mempengaruhi pembelajaran. Vygotsky juga dianggap sebagai konstruktivis sosial, sekaligus individu. Yang pertama, disebabkan teorinya sangat bergantung kepada interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan pembelajaran.

METODE

Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 32 faktorial dengan sampel berjumlah 180 orang siswa yang dirinci masing-masing sel berjumlah 30 orang siswa yang diperoleh melalui random individu, dari 10 kelas paralel dari jumlah siswa sebanyak 489 orang siswa tahun ajaran 2013/2014 di SMP Negeri 9 Kendari. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik, yaitu cluster random sampling dan simple random sampling. Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak enam kelas yaitu empat kelas eksperimen (perlakuan) yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan Jigsaw, dan dua kelas kontrol yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Gambaran sampel yang terambil berdasarkan jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap kelompok (sel) ditunjukkan dalam Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 3. Gambaran Pangambilan Jumlah Sampel pada Setiap Sel dalam Penelitian Eksperimen di SMP Negeri 9 Kendari

Ai (MPK) Bj (Perilaku Berkarakter) Jumlah

B=1 (Atas) B=2 (Bawah)

A=1 (TSTS) 30 30 60

A=2 (Jigsaw) 30 30 60

A=3 (STAD) 30 30 60

Jumlah 90 30 180

Keterangan : Ai adalah model pembelajaran kooperatif (MPK) dengan A=1 tipe Jigsaw, A=2 tipe TSTS dan A=3 tipe STAD; Bj adalah perilaku berkarakter dengan B=1 perilaku

berkarakter di atas rata-rata dan B=2 perilaku berkarakter di bawah rata-rata. Melalui desain

sebagai berikut:

R O1 E T O2

R O3 K ● O4

di mana: R adalah random pada kelompok eksperimen dan kelompok control; O1 & O3 adalah pelaksanaan pretes kovariat pengetahuan dasar pada kelompok eksperimen dan kelompok control; E adalah pelaksanaan eksperimen; T

adalah tru eksperimen; O2 & O4 adalah pelaksanaan pengumpulan data hasil belajar matematika pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; K adalah lambang kontrol dan tanda ● adalah simbol kontrol (Agung, 1992: 88).

(8)

143

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika setelah 14 kali pertemuan dengan rincian untuk materi relasi dan fungsi delapan pertemuan, persamaan garis lurus enam pertemuan. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes memuat beberapa pertanyaan pilihan ganda, dimana tes ini diberikan pada ketiga kelas sampel baik pada kelas yang mendapat perlakuan maupun pada kelas kontrol. Data perilaku berkarakter diperoleh dari seperangkat instrumen perilaku berkarakter yang terdiri dari 60 butir pernyataan. Sebelum digunakan instrumen ini akan di uji coba pada sekolah diluar sekolah eksperimen. Data kovariat disposisi matematis siswa diperoleh dari seperangkat instrumen perilaku berkarakter yang terdiri dari 70 butir pernyataan.

Uji Prasyarat Analisis, Sebelum melakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis yang telah diajukan terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis menyangkut uji kesamaan varians berdasarkan uji lavene’s melalui pengujian hipotesis sebagai berikut : 𝐻0: 𝜎112= 𝜎122= 𝜎212 = 𝜎222= 𝜎312= 𝜎322

vs 𝐻1: 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝐻0 dengan syarat, jika 𝐻0 di tolak,

maka data tidak homogeny dan jika sebaliknya H0 diterima.

Pengujian hipotesis menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut: (1) Kovarians yang didahului oleh analisis regresi linier sederhana dengan model: Yij = µ +

Kov(X) + εij; di mana: 𝑌𝑖𝑗 menyatakan

nilai/skor/ukuran pengamatan ke-j dalam sampel atau perlakuan atau kategori/tingkat ke-i dari sebuah faktor sel untuk i= 1,2,..I. 𝐾𝑜𝑣(𝑋) menyatakan X sebagai kovariat dengan prasyarat mempunyai pengaruh linier terhadap variabel Y yang tak tergantung pada 𝜇𝑖 menyatakan

parameter rerata sel ke-i dari variabel respon Y setelah memperhitungkan atau mengurangi atau menghilangkan pengaruh linier X terhadap Y; 𝜀𝑖: suku kesalahan random dari model yang

diasumsikan mempunyai distribusi normal yang identik dan independen dengan nilai harapan atau ekspektasi 𝐸 𝜀𝑖𝑗 = 0 dan 𝑣𝑎𝑟 𝜀𝑖𝑗 = 𝜎2,

suatu konstanta tertentu (Agung, 2006: 188-189).

Persamaan di atas digunakan untuk

menguji pengaruh kovariat pengetahuan

dasar

siswa

terhadap

hasil

belajar

matematika. Kovariat pengetahuan dasar

siswa (X) merupakan variabel konkomitan

atau variabel iringan yang berfungsi untuk

menghilangkan

pengaruh

faktor-faktor

internal dalam diri siswa dalam pelaksanaan

eksperimen.

Sudjana

(1982:

263)

menyatakan bahwa untuk menganalisis

mengenai variabel respon Y sebagai efek

faktor atau efek faktor-faktor, maka perlulah

terlebih dahulu “memurnikan” pengaruh

variabel Y dari variabel konkomitan. Hal ini

dapat

dilakukan

dengan

jalan

“menyingkirkan” pengaruh X daripada Y

baru kemudian melakukan analisis terhadap

Y yang sudah dimurnikan untuk melihat

efek faktor-faktor yang dipelajari. Analisis

seperti ini dinamakan analisis kovariansi,

(2) Analisis

kovarian dengan memakai regresi dengan persamaan atau model umum sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + X + XAi

+ XBj+ X(AB)ij + εijk ; di mana: 𝑌𝑖𝑗𝑘

Menyatakan variabel respon hasil observasi

ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama

taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B;

𝜇𝑖 : r

erata umum respon hasil belajar

matematika;

𝐴𝑖 Menyatakan parameter

pengaruh ke-i dari faktor A untuk i=1,2,3 dengan : A=1: Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS; A=2 Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw; A=3: Model pembelajaran kooperatif tipe STAD; 𝐵𝑗

Menyatakan parameter pengaruh ke-j dari faktor B untuk j=1, 2 dengan B = 1 Perilaku berkarakter di atas rata-rata, B=2 ; Perilaku berkarakter di bawah rata-rata; dengan syarat 𝐴𝑖 𝑛 𝑖=1 = 0; 𝑛𝑗 =1𝐵𝑗 = 0 ; 𝑛𝑖=1 𝐴𝐵 𝑖𝑗 = 0; 𝑛 𝐴𝐵 𝑖𝑗 𝑗 =1 = 0; X= kovariat pengetahuan

dasar siswa terhadap matematika; 𝜀𝑖𝑗𝑘 adalaℎ suku kesalahan random dari

(9)

144

normal yang identik dan independen 𝑁𝐼𝐼(0, 𝜎2) dengan nilai harapan atau ekspektasi 𝐸 𝜀𝑖𝑗 = 0

dan 𝑣𝑎𝑟 𝜀𝑖𝑗 = 𝜎2. Agung (2014: 177).

HASIL

Secara empiris rerata hasil belajar matematika setelah eksperimen mendukung hipotesis yang diajukan yakni antar sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif

(Ai) dan perilaku berkarakter sebagai faktor (Bj) mempunyai perbedaan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6 berikut:

Tabel 4. Hasil Analisis Deskriptif Model Pembelajaran Kooperatif Ai dan Bj

Ai Bj Mean Std. Deviation N TSTS Atas 67.4770 10.39537 30 Bawah 57.4773 10.83247 30 Total 62.4772 11.67111 60 Jigsaw Atas 64.2363 8.91374 30 Bawah 57.5667 6.88652 30 Total 60.9015 8.58335 60 STAD Atas 63.7823 7.36503 30 Bawah 56.8373 9.34963 30 Total 60.3098 9.04941 60 Total Atas 65.1652 9.02848 90 Bawah 57.2938 9.07074 90 Total 61.2295 9.84961 180 Variabel terikat : Y

Rerata hasil belajar matematika yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada level kelompok atas (A1B1) lebih tinggi dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maupun tipe STAD, baik terhadap antar sel maupun terhadap total. Ini berarti bahwa pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat diterapkan untuk pembelajaran berikutnya pada materi matematika lainnya.

Hasil analisis kesamaan varian dengan menggunakan statistik Levene’s pada kesalahan 5% disimpulkan menerima hipotesis nol. Hasil perhitungan homogenitas sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4, diperoleh nilai F = 1,584; df1/df2=5/174 dengan nilai Sig – F (nilai-p) = 0.167  α = 0,05, maka 𝐻0 diterima.

Diterimanya H0 maka data menukung asumsi

varian sama maka data yang dipakai dalam penelitian ini homogen.

Tabel 5. Hasil Analisis Uji Homogenitas

F df1 df2 Sig.

1.584 5 174 .167

Variabel terikat : Y

Hasil analisis inferensial untuk menguji dua hipotesis penelitian dijabarkan sebagai berikut: Hipotesis-1. kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistik yang diperlukan sebagai berikut:

H

0

:

𝛽

1

≤ vs H

1

:

𝛽

1

> 0. Untuk

menganalisis hipotesis di atas menggunakan

model persamaan: [Yij – Kov(X)] = µ + ε.

Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 6,

diperoleh nilai statistik uji-t = 17,711

dengan nilai-p/2 = 0.000 < α=0.05 sehingga

H

0

ditolak. Ditolaknya H

0

dapat disimpulkan

bahwa kovariat pengetahuan dasar siswa

(10)

145

mempunyai pengaruh positif yang signifikan

terhadap hasil belajar matematika., dengan

kontribusi sebesar 0.796 satuan, artinya

setiap

kenaikan

satu

satuan

kovariat

pengetahuan

dasar

siswa

akan

menghilangkan pengaruh faktor internal

siswa

dalam

pelaksanaan

eksperimen

sebesar 0.796 satuan. Walaupun kontribusi

sangat

kecil

terhadap

hasil

belajar

matematika, namun di sisi lain bahwa

pemakaian analisis kovarian

berfungsi

dengan baik dalam menghilangkan faktor

pengganggu dalam pelaksanaan eksperimen

dengan

menerapkan

tiga

model

pembelajaran kooperatif TSTS, Jigsaw dan

STAD pada siswa SMP Negeri 9 di Kota

Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tabel 6. Hasil Analisis Pengaruh Kovariat Pengetahuan Dasar Siswa

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 7.816 3.048 2.564 .011 X .798 .045 .799 17.711 .000 a. Dependent Variable: Y

Hipotesis-2, Pengaruh linier kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika untuk semua sel (i,j) yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut: H0 : X = Ai = Bj = (AB)ij = 0

vs H1 : Bukan H0. (paling sidikit ada satu

parameter dalam sel (i,j) yang tidak sama dengan nol). Hasil analisis dalam Tabel 7 pada baris Corrected Model diperoleh nilai statistik Uji-F = 64.544, df=6/173 dengan nilai-p =0.000 < α=0.05, yang berarti bahwa H0 ditolak.

Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa

pengaruh linier kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika untuk semua sel (i,j) yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan.

Hipotesis 3, Model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS, Jigsaw, dan STAD dengan mengontrol faktor utama Bj, minat siswa (X) dan interaksi A*B mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah : H0: Ai = 0, vs

H1 : Bukan H0. Hasil analisis dalam Tabel 7

baris A diperoleh nilai statistik Uji-F=9.920, df=2/173 dengan nilai Sig. (nilai-p) = 0.000 <

α=0.05, sehingga H0 ditolak. Ditolaknya H0

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw, dan STAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Hipotesis 4, Perilaku berkarakter siswa

dalam pembelajaran matematika dengan mengontrol faktor utama Ai, minat siswa dan A*B mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah: H0: Bj = 0 vs H1: Bukan

H0. Hasil analisis dalam Tabel 7 baris B

diperoleh nilai statistik Uji-F=5.484, df=1/173 dengan nilai Sig. (nilai-p) = 0.020 < α=0.05, sehingga H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat

disimpulkan bahwa Perilaku berkarakter siswa dalam pembelajaran matematika dengan mengontrol faktor utama Ai, minat siswa dan A*B mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Hipotesis 5, Interaksi model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) dengan mengontrol faktor utama Ai dan Bj serta minat siswa (X) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Perilaku berkarakter siswa dalam pembelajaran matematika mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah: H0: Bj = 0 vs H1: Bukan H0. Hasil

(11)

146

analisis dalam Tabel 7 baris A*B diperoleh nilai statistik Uji-F=1.059, df=2/173 dengan nilai Sig. (nilai-p) = 0.349 > α=0.05, sehingga H0

diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan

bahwa interaksi model pembelajaran kooperatif

(Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) dengan mengontrol faktor utama Ai dan Bj serta minat siswa (X) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Tabel 7. Hasil Analisis Kovariansi Model Pembelajran Ai dan Bi dengan Mengontrol Kovariat Minat Siswa (X)

Dependent Variable: Y

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 12003.415(a) 6 2000.569 64.544 .000

Intercept 147.607 1 147.607 4.762 .030 X 8962.150 1 8962.150 289.143 .000 A 614.977 2 307.488 9.920 .000 B 169.981 1 169.981 5.484 .020 A * B 65.671 2 32.836 1.059 .349 Error 5362.238 173 30.996 Total 692194.954 180 Corrected Total 17365.653 179

a R Squared = .691 (Adjusted R Squared = .681)

PEMBAHASAN

Secara empiris rerata hasil belajar matematika setelah diberi perlakuan model pembelajran kooperatif mempunyai perbedaan yang reltif kecil sebagimana diperlihatkan pada Tabel 4 di atas. Keadaan ini mengindikasikan bahwa ketiga model pembelajaran kooperatif sama-sama disenangi oleh peserta didik dalam memacu meningkatkan prestasi belajar mereka baik terhadap perilaku di atas rata-rata maupun dibawah rata-rata. Dengan sedikitnya perbedaan rerata hasil belajar matematika antar ketiga perlakuan diduga tidak terjadi faktor interaksi atas ketiganya secara inferensial. Analisis inferensial merupakan hasil estimasi kedepan dengan waktu yang tidak diketahui berapa lama akan terjadi antara keadaan saat ini dengan keadaan yang akan datang.

Pengaruh kovariat pengetahuan dasar siswa (X) terhadap hasil belajar merupakan variabel konkomitan (variabel iringan) berfungsi untuk menghilangkan pengaruh faktor-faktor internal dari dalam diri siswa dalam pelaksanaan eksperimen, Variabel atau variabel-variabel X ini sering tidak mungkin dapat dikontrol selama kita melakukan eksperimen, akan tetapi masih dapat diukur bersama-sama dengan variabel Y. Hal ini masih dapat dilakukan dengan jalan

“menyingkirkan” pengaruh X daripada Y baru lalu kemudian melakukan analisis terhadap Y yang sudah dimurnikan untuk melihat efek faktor-faktor yang dipelajari. Analisis seperti ini dinamakan analisis kovariansi (Anakova) Sudjana (1982: 263).

Kovariat pengetahuan dasar siswa (X) berdasarkan hasil analisis dengan memakai regresi sederhana sebagai dalam hipotesis-1 menunjukkan bahwa hipotesis nol di tolak pada kesalahan α=5%, yang berarti bahwa variabel X berfungsi menghilangkan efek faktor-faktor yang diperhatikan. Dengan signifikannya kovariat X terhadap Y melalui pernyataan “kovariat pengetahuan dasar siswa (X) mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika”. Atau dapat diperjelas bahwa berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kovariat pengetahuan dasar siswa sebagai variabel konkomitan berfungsi menghilangkan faktor-faktor internal dalam diri siswa dalam pelaksanaan eksperimen. Kontribusi dari variabel konkomitan ini sebesar 0.798 satuan yang berarti setiap perubahan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa dapat menghilangkan pengaruh atau efek dari hasil

(12)

147

belajar matematika dalam pelaksanaan eksperimen sebesar 0.798 satuan.

Pengaruh faktor utama model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter dalam pembelajran (Bj) terhadap hasil belajar matematika. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kedua faktor utama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Faktor interaksi, faktor interaksi model pembelajaran kooperatif dan level perilaku berkarakter dengan memperhitungkan kovariat pengetahuan dasar siswa (X) merupakan ketergantungan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Berdasarkan hasil analisis hipotesis tersebut menolak 𝐻0. Ditolaknya 𝐻0 berarti

bahwa secara signifikan kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar matematika. Hal ini dapat dilihat dari korelasi antara pengetahuan dasar siswa sebagai kovariat memiliki korelasi yang signifikan dengan nilai hasil belajar siswa ( R=0,799, p=0,000<0,05) serta dengan nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 63,8% dan kontribusi variabel kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika sebesar 0,798, artinya setiap perubahan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa akan menghilangkan faktor internal dalam pembelajaran matematika. Adanya korelasi ini menunjukkan kita memiliki alasan yang kuat untuk memasukkan pengetahuan dasar siswa sebagai kovariat. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa ternyata kovariat pengetahuan dasar mempunyai pengaruh terhadap nilai hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maonde (2011) dalam bukunya yang berjudul “ Aplikasi Penelitian Eksperimen dalam Bidang Pendidikan dan Sosial”, yang menyatakan bahwa secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kovariat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.

Interaksi adalah kerjasama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi suatu variabel terikat. Lebih tepatnya, interaksi berarti bahwa pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya.

Interaksi model pembelajaran kooperatif dan

perilaku berkarakter merupakan dua faktor

yang saling bergantungan antara satu faktor

dengan faktor lainnya terhadap hasil belajar

matematika. Hal ini didukun dengan hasil

analisis yang yang ditunjukkan pada Gambar

1 berikut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku berkarakter dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Siswa yang mempunyai perilaku berkarakter di atas rata-rata cenderung memiliki nilai matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai perilaku berkarakter di bawah rata-rata. Pendidikan karakter secara esensial pada intinya merupakan karakter utama dan pertama yang harus dimiliki setiap individu. Karakter esensial dalam Islam mengacu pada sifat Nabi Muhammad SAW, meliputi siddik, amanah, fathanah dan tablig

Perlu diperhatikan dengan seksama, bahwa interaksi tidak selalu merupakan akibat dari suatu interaksi “sejati” antara perlakuan‐ perlakuan eksperimental. Jika terdapat satu interaksi signifikan, ada tiga kemungkinan penyebabnya. Penyebab pertama adalah interaksi “sejati”, yaitu varian ditimbulkan oleh interaksi yang “sungguh sungguh terjadi”antara dua variabel dalam bersama sama mempengaruhi sebuah variabel ketiga. Kemungkinan kedua adalah galat (error). Dapat terjadi, suatu interaksi signifikan yang muncul karena kebetulan semata‐ mata. Kemungkinan ketiga adalah, interaksi terjadi karena adanya pengaruh atau efek yang bekerja pada satu tingkat eksperimen namun tidak bekerja pada tingkat eksperimen lain (Kerlinger, 2004).

Kerlinger (2004) menyatakan interaksi merupakan kerja sama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi satu variabel terikat. Interaksi berarti bahwa kerja atau pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya. Dengan kata lain, interaksi terjadi manakala suatu variabel bebas memiliki efek‐ efek berbeda terhadap suatu variabel terikat pada berbagai‐ bagai tingkat dari suatu variabel bebas lain. Definisi tentang interaksi yang merangkum dua variabel bebas

(13)

148

disebut sebagai interaksi orde pertama. Ada kemungkinan bahwa tiga variabel bebas berinteraksi dalam mempengaruhi satu variabel terikat, ini disebut sebagai interaksi orde atau tingkat kedua. Pemahaman terhadap interaksi dalam kajian analisis varian faktorial merupakan keterpaduan antara satu variabel penjelas dengan variabel penjelas lainnya dalam membentuk variasi yang terjadi pada variabel terikat (dependent). Dalam uraian interaksi antara variabel metode pembelajaran dan kemampuan awal siswa yaitu keterpaduan antara variabel metode pembelajaran dan kemampuan awal siswa dalam membentuk variasi prestasi belajar.

Akibat adanya interaksi antara variabel penjelas yang satu dengan variabel penjelas lainnya maka efek yang terjadi juga terjadi perubahan sehingga dalam analisis varian disain faktor dikenal istilah efek utama (Main Effect) dan efek interaksi (Interaction Effect). Efek

utama [Main Effect (ME)] merupakan efek

yang secara langsung ditimbulkan oleh variabel

bebas atau independen tanpa memperhitungkan kehadiran variabel independen

lain.

Banyaknya ME akan sebanyak variabel bebas/independen yang dilibatkan dalam model penelitian. Apabila variabel bebas/independen yang dilibatkan dalam model penelitian ada dua maka akan terdapat dua ME. Efek interaksi

[Interaction Effect (IE)] yaitu efek yang

diakibatkan oleh adanya interaksi antara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya dalam suatu model analisis.Dengan demikian IE merupakan suatu efek yang diakibatkan oleh suatu variabel independen dengan memperhitungkan kehadiran variabel independen lain.

Kerlinger (2004 :414) menjelaskan corak-corak faktor interaksi dalam penelitian eksperimen antar faktor utama. Jika digambarkan dalam salib sumbu saling berpotongan, dan jika sebaliknya tidak terdapat faktor interaksi sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar 1. Corak-corak Faktor Interaksi dalam Penelitian Eksperimen

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rerata hasil belajar matematika masing-masing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter mempunyai perbedaan dalam mendukung hipotesis yang diajukan.

2. Kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika dengan kontribusi sebesar 0,798. Hal ini mempunyai pengertian bahwa (i) setiap perubahan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa akan menghilangkan faktor internal dalam pembelajaran matematika sebesar 0.798 satuan.

3. Kovariat pengetahuan dasar siswa dengan mengontrol kedua faktor utama meodel pembelajaran kooperatif dan level perilakua berkarakter termasuk interaksinya secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan.

4. Faktor utama model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter dengan mengontrol kovariat pengetahuan dasar siswa dan faktor interaksinya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. 5. Faktor interaksi model pembelajaran

kooperatif dan perilaku berkarakter dengan mengontrol kovariat pengetahuan dasar siswa

B1

B2

A1 A2

Interaksi tidak signifikan (a) B1

B2

A1

A2 Interaksi tidak signifikan (b) B1

B2

A1

A2 Interaksi signifikan (disordinal) (c) B1

B2

A1

A2 Interaksi signifikan (ordinal) (d)

(14)

149

dan kedua faktor utama mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Saran

1. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw dan STAD dapat digunakan sebagai model pembelajaran yang berpusat pada siswa

agar tercipta kompetisi dalam diskusi antar mereka di dalam kelas.

2. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa lebih termotivasi untuk belajar matematika lebih banyak lagi.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, I.Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian

Sosial Pengertian dan Pemakaian

Praktis.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Agung, I.Gusti Ngurah. 2006. Statistika Penerapan Model Rerata-Sel Multivariat dan Model Rerata Sel Multivariat dan Model Ekonometri dengan SPSS. Jakarta : Yayasan SAD Satria Bakti.

Agung, I.Gusti Ngurah. 2014. Manajemen Penyajian Analisis Data Sederhana U\ntuk Skripsi, Tesis dan Disertasi yang Bermutu. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Dahar. 1988. Teori-Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Hendygoblog. 2009. Perbandingan Penerapan

Pembelajaran Konvensional dan

Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam pencapaian Tujuan Kognitif pada Siswa. Diakses tanggal 21 Juli 2012 dari postingan http://hendygoblog. blogspot. com/2009/07/perbandingan-penerapan-pembelajaran.html

Kadir dan La Masi. 2014. Penggunaan Konteks dan Pengetahuan Awal Matematika dalam Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 5 No. 1: 53-58.

Kerlingger. Fred N. 2004. Asas-Asas

Penelitian Berhavioral Cetakan 10.

Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

La Singga. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan TSTS Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 No. 1: 53-66.

Maonde, Faad. 2011. Aplikasi penelitian eksperimen dalambidang pendidikan dan sosial. Kendari : Unhalu Press.

Maonde, Faad. 2013. Deskripsi Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Matematika SMP melalui RPP berkarakter. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 4 No 1: 79-87.

Ruseffendi, E.T.1988. Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid dan SPG. Bandung: Tarsito.

Slameto. 1987. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Bina Aksara. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana. 1982. DIsain dan Analisis Eksperimen,

bagi Para Peneliti bidang: Biologi, Farmasi, Fisika, Idnustri, Kimia, Pendidikan, Pertanian, Peternakan Psikologi teknik dll. Bandung: TARSITO. Tiya, K dan Alkhatimah, 2011. Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif, Jenis Kelamin, dan Kovariat Minat Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 No.1, 21-32. Technology13,Pengertian Hasil Belajar, diakses

dari internet http://technology13- wordpress.com. 2009/07/04, Pengertian Hasil Belajar.

Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran

Matematika Dengan Pendekatan

Kooperatif. PPPG Matematika.

Yogyakarta. Diakses tanggal 8 Juli 2012 dari postingan http://www.p4 tk matematika.org/downloads/ppp/PPP Pembelajaran_Kooperatif.pdf .

Wiyani, N. A. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.

Yusiriza. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). http:// yusiriza.blogspot.com.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan telah mengimplementasikan ERP pada tahap konfigurasi ERP adalah fungsi utama dari pengimplementasian ERP agar proses implementasi dapat berjalan dengan baik,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH JENIS KATALIS DAN GAS PEMBAWA PADA REAKSI DEOKSIGENASI ANISOL” belum pernah diajukan untuk

Mikrokontroler atau disebut juga pengendali mikro adalah suatu IC ( Integrated Circuit ) dengan kepadatan yang sangat tinggi, dimana semua bagian yang diperlukan

‫وفقاً لفيسياك ‪ ،‬فإن التحليل البنّاء هو فرع من اللغويات اليت تدرس مقارنة لغتني أو أكثر ‪ ،‬أو أنظمة فرعية للغة ‪،‬‬ ‫هبدف

Materi yang disajikan sesuai dengan RPP yang ada. Guru menyampaikan materi dengan sangat komunikatif dan di sisipi dengan lelucon sehingga membuat siswa tidak terlalu kaku

penelitian ini adalah “bagaimana cara komunikasi antar budaya dalam proses adaptasi warga asing (kaum expatriate) dengan masyarakat lokal di Kota

Kemudian untuk analisis klaster dengan mengeluarkan 6 kecamatan yang terdapat nilai missing value didapatkan 4 kelompok pada data pajak hotel, restoran, hiburan, penerangan jalan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam meningkatkan pemahaman siswa pada materi penggolongan makhluk hidup dapat