2.1. Kualitas Pelayanan Publik
2.1.1. Defenisi Kualitas
Pengertian atau makna atas konsep kualitas telah diberikan oleh banyak pakar
dengan berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga menghasilkan
definisi-definisi yang berbeda pula.Goesth dan Davis yang dikutip Tjiptono, mengemukakan
bahwa kualitas diartikan “sebagai suatu kondisi dinamis dimana yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.”(Tjiptono, 2004:51). Kemudian Triguno juga mengungkapkan hal yang
senada tentang kualitas, yang dimaksud dengan kualitas adalah “Suatu standar yang
harus dicapai oleh seseorang atau kelompok atau lembaga atau organisasi mengenai
kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk
yang berupa barang dan jasa.” (Triguno, 1997:76). Pengertian kualitas tersebut
menunjukan bahwa kualitas itu berkaitan erat dengan pencapaian standar yang
diharapkan.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa, disamping kualitas itu menunjuk pada
pengertian pemenuhan standar atau persyaratan tertentu, kualitas juga mempunyai
pengertian sebagai upaya untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan secara
terus menerus dalam pemenuhan kebutuhan pelanggan sehingga dapat memuaskan
2.1.2. Defenisi Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik merupakan salah satu
perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai
abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan
untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan
(welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan
sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah
dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus
dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat
masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam
Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan
kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk mengatur
dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan publik yang profesional, artinya
pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari
pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan
sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan
secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan
kepastian mengenai :
a. Prosedur/tata cara pelayanan.
b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan
administratif.
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan.
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya.
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan
waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh
masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5. Efisiensi, mengandung arti :
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses
pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya
kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang
terkait.
6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang
menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan
aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.
2.1.3. Kualitas Pelayanan Publik
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kata
kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas
menurut Fandy Tjiptono (1995) adalah :
2. Kecocokan untuk pemakaian.
3. Perbaikan berkelanjutan.
4. Bebas dari kerusakan/cacat.
5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat.
6. Melakukan segala sesuatu secara benar
7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang
menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan
kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut yaitu antara
lain :
a. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses.
b. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan.
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
d. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang
melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer.
e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang
tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain.
f. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC,
kebersihan dan lain-lain.
Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan
oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu
pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Zeithaml (1990)
diperhatikan dalam melihat tolok ukur kualitas pelayanan publik, yaitu sebagai
berikut :
1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
2. Realiable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang
baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan.
5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat.
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan
resiko.
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara,
keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10.Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana
setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang
mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa
mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat
pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan
elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam
analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau
setelah pelayanan itu diberikan.
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan
berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak
mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain.
2.1.4. Model Kualitas Pelayanan
Berdasarkan hasil sintesis terhadap berbagai riset yang telah dilakukan,
Grongoos yang dikutip dalam Tjiptono (2005:261) mengemukakan enam kriteria
kualitas pelayanan yang dipersepsikan baik, yakni sebagai berikut:
1. Professionalism and Skills. Pelanggan mendapati bahwa penyedia jasa,
karyawan, sistem operasional, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah mereka secara
professional (outcomerelated criteria).
2. Attitudes and Behavior. Pelanggan merasa bahwa karyawan jasa (customer
contact personel) menaruh perhatian besar pada mereka dan berusaha
3. Accessibility and Flexibility. Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi,
jam operasi, karyawan dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan
sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakses jasa tersebut dengan
mudah. Selain itu, juga dirancang dengan maksud agar dapat menyesuaikan
permintaan dan keinginan pelanggan secara luwes.
4. Reliability and Trustworthiness. Pelanggan memahami bahwa apapun yang
terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa beserta
karyawan dan sistemnya dalam menentukan janji dan melakukan segala sesatu
dengan mengutamakan kepentingan pelanggan.
5. Recovery. Pelanggan menyadari bahwa bila terjadi kesalahan atau sesuatu
yang tidak diharapkan dan tidak diprediksi, maka penyedia jasa akan segera
mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari solusi yang
tepat.
6. Reputation and Credibility. Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia
jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai/imbalan yang sepadan dengan
biaya yang dikeluarkan.
Kualitas layanan pada prinsipnya adalah untuk menjaga janji pelanggan agar
pihak yang dilayani merasa puas dang diungkapkan.Kualitas memiliki hubungan
yang sangat erat dengan kepuasan pelanggan, yaitu kualitas memberikan suatu
dorongan kepada pelanggan untuk menjalani ikatan hubungan yang kuat dengan
organisasi pemberi layanan.Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan
serta kebutuhan mereka.Dengan demikian, organisasi pemberi layanan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat
menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada organisasi pemberi layanan
yang memberikan kualitas memuaskan.
2.1.5. Mengukur kualitas pelayanan
Mengukur kualitas sebuah jasa merupakan sesuatu yang cukup sulit, karena
sifat jasa itu sendiri yang abstrak. Salah satu faktor yang memengaruhi kualitas
layanan adalah kesesuaian antara layanan yang diharapkan pelanggan (expected
service) dengan persepsi terhadap layanan (perceived service) tersebut. Apabila jasa
yang diterima sesuai dengan jasa yang diharapkan maka kualitas jasa tersebut
dianggap baik, demikian sebaliknya. Dengan demikian kualitas jasa sangat tergantung
dari kemampuan penyedia jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara
konsisten. Kualitas pelayanan perlu diukur setidaknya karena tiga alasan,yaitu:
1. Hasil pengukuran dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara
sebelum dan sesudah terjadinya perubahan.
2. Pengukuran diperlukan untuk menemukan letak permasalahan yang terkait
dengan kualitas.
3. Hasil pengukuran diperlukan untuk menetapkan standar pelayanan kualitas
Metode Servqual (Service Quality) merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui ktriteria-kriteria kualitas yang harus ditingkatkan kualitas pelayanannya
berdasarkan gap yang terjadi antara persepsi dan harapan pelanggan. Di samping itu,
Parasuraman, dan Berry (1990) dalam metode servqual terdiri atas lima dimensi
kualitas pelayanan, yaitu:
Gambar 2.1 Perceived Service Quality
1. Tangibles (bukti fisik), berkenaan dengan fasilitas fisik, perlengkapan, dan
tampilan dari personalia serta kehadiran para pengguna.
2. Reliability (keandalan), menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan yang baik, cepat dan tepat serta sesuai dengan
pelayanan yang dijanjikan.
3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan memberikan bantuan dengan cepat dan tepat.
4. Assurance (jaminan), menggambarkan pengetahuan dan keramahan yang
harus dimiliki karyawan serta kemampuan menumbuhkan kepercayaan
5. Empathy (empati), menggambarkan perusahaan memahami masalah
bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian
personal kepada pelanggannya.
2.2. Minat baca
2.2.1. Defenisi Minat Baca
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2001:744), kata minat
memiliki arti kecenderungan hatiyang tinggi terhadap sesuatu, gairah, keinginan. Jadi
harus ada sesuatu yang ditimbulkan, baik dari dalam dirinya maupun dari luar untuk
menyukai sesuatu. Hal ini menjadi sebuah landasan penting untuk mencapai
keberhasilan sesuatu karena dengan adanya minat, seseorang menjadi termotivasi
tertarik untuk melakukan sesuatu.
Minat baca merupakan hasrat seseorang atau siswa terhadap bacaan, yang
mendorong munculnya keinginan dan kemampuan untuk membaca, diikuti oleh
kegiatan nyata membaca bacaan yang diminatinya. Minat baca bersifat pribadi dan
merupakan produk belajar (Sudarman, 1997 : 44).
Ada beberapa jenis minat baca bisa melalui :
a. Minat baca spontan, yaitu kegiatan membaca yang dilakukan atas kemauan
inisiatif pribadi, tanpa pengaruh dari pihak lain atau pihak luar.
b. Minat baca terpola yaitu kegiatan membaca yang dilakukan masyarakat
sebaga hasil atau akibat Pengaruh langsung dan disengaja melakukan
serangkaian tindakan dan program yang terpola terutama kegiatan belajar
Tradisi membaca dan menulis memang belum dapat diharapkan dari
masyarakat (Sugono, 1995 : 5). Banyak faktor yang berpengaruh terhadap
kemampuan membaca. Umumnya kemampuan membaca dimaksud, ditujukan
oleh pemahaman seseorang pada bacaan yang dibacanya dan tingkat
kecepatan yang dimiliki.
Menurut ibrahim (Bafadal, 2001) indikator pelajar yang memiliki minat baca tinggi
adalah:
- Frekuensi mengunjungi Perpustakaan
- Frekuensi mencari berbagai koleksi pustaka,
- Update terhadap perkembangan buku
- Frekuensi meminjam buku-buku Perpustakaan,
- Mencari koleksi pustaka meskipun tidak diberikan Tugas
- Memanfaatkan waktu luang untuk membaca koleksi pustaka
2.2.2. Manfaat Membaca
Membaca merupakan proses mental secara aktif, dengan membaca kita akan
dipaksa untuk memikirkan banyak hal yang belum pernah diketahui. Karena
membaca memerlukan proses sehingga memacu keaktifan siswa dalam proses belajar
mengajar. Adapun manfaat membaca adalah sebagai berikut :
1. Membaca dapat meningkatkan kosakata, semakin banyak bacaan yang dibaca
maka siswa akan bertambah kosakatanya dari kata yang belum pernah
2. Membaca akan meningkatkan konsentrasi dan 24ocus, untuk dapat 24ocus
terhadap bacaan atau buku yang sedang dibaca untuk waktu yang cukup lama,
diperlukan konsentrasi untuk membaca karena akan melatih saraf otak agar
lebih baik dalam berkonsentrasi.
3. Membaca dapat membangun kepercayaan diri, semakin banyak membaca
maka akan semakin banyak pengetahuan yang akan di dapat.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Baca
1. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis dan
jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi
anak untuk belajar, khUSUsnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan
bahwa keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan
secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Guru hendaknya cepat
menemukan tanda-tanda yang disebutkan di atas.
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa
memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya, mungkin
sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat pendengaran. Pengajar harus
waspada terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok-gosok
matanya, dan mengerjap-ngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan
siswa seperti di atas, pengajar harus menyarankan kepada orang tuanya untuk
membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif
(dalam Rahim, 2005:16) bahwa semakin pengajar guru mengetahuinya, makin cepat
pula masalah anak dapat diselesaikan. Sebaiknya, anak-anak diperiksa matanya
terlebih dahulu sebelum mulai membaca permulaan.
Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2005:17) mengatakan bahwa walaupun
tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak mengalami
kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya
kemampuan mereka dalam membedakan simbol-simbol cetakan, seperti huruf-huruf,
angka-angka, dan kata-kata, misalnya anak belum bisa membedakan b, p, dan d.
perbedan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan
kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan
kesiapan membaca anak.
2. Faktor Intelektual
Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz (dalam Rahim, 2005:17) sebagai
suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi
yang diberikan dan Page dkk. (dalam Rahim, 2005:17) mengatakan bahwa yang
meresponsnya tepat. Penelitian Ehanskydkk. (dalam Rahim, 2005:17) menunjukkan
bahwa secara umum ada hubungan positif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang
diindikasikan oleh intelligence quotient (IQ) dengan rata-rata peningkatan remedial
membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin(dalam Rahim,
2005:17) bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang
mempunyai kemampuan inteligensi tinggi menjadi pembaca yang baik.
Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil atau
dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan
anak.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca
siswa. Faktor lingkungan itu mencakup (a) latar belakang dan pengalaman siswa di
rumah, dan (b) sosial ekonomi keluarga siswa.
a. Latar Belakang dan Pengalaman Anak di Rumah
Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa
anak. Kondisi di rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam
masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga
menghalangi anak belajar anak belajar membaca. Anak yang tinggal di dalam rumah
tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya
memahami anak-anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang
tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca.
Rubin (dalam Rahim, 2005:18) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat,
demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi
pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak untuk
mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai
persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang
dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak.
Anak yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya, orang tua tunggal, seorang pembantu
rumah tangga, atau orang tua angkat akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku
seorang ayah saja. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya menyebabkan
tekanan pada anak-anak. Perceraian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi
anak-anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka
pada perubahan yang tiba-tiba terjadi pada anak.
Rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang
tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang
membacakan cerita kepada anak-anak mereka umumnya menghasilkan anak yang
senang membaca. Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap
kegiatansekolah di mana anak-anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak
terhadap belajar khUSUsnya belajar membaca. Kualitas dan luasnya pengalaman
anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar membaca. Membaca seharusnya
merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa lalu anak-anak
memungkinkan anak-anak untuk lebih memahami apa yang mereka baca.
b. Sosial Ekonomi
Adanya kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa
anak-anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang
tua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua
harus melanjutkan kegiatan membaca anak secara terus-menerus. Anak lebih
membutuhkan perhatian daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua, dan lingkungan
tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa status social ekonomi siswa memengaruhi
kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa semakin tinggi
orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak-anak mereka
berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan inteligensi anak. Begitu pula
dengan dengan kemampuan membaca anak. Menurut Crawley & Mountain (dalam
Rahim, 2005:19) mengemukakan bahwa anak-anak yang berasal dari rumah yang
memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan
bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.
4. Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan membaca anak adalah faktor
psikologis. Faktor ini mencakup (a) motivasi, (b) minat, dan (c) kematangan sosial,
emosi, dan penyesuaian diri.
a. Motivasi
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes (dalam Rahim,
2005:19) mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah
untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa
praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak
memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan.
Tindakan membaca bersumber dari kognitif. Ahli psikolog pendidikan seperti
Bloom dan Piaget menjelaskan bahwa pemahaman, interpretasi, dan asimilasi
merupakan dimensi hierarkis kognitif. Namun, semua aspek kognisi tersebut
bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan
negatif, serta penundaan dan kemauan untuk mengambil risiko. Crawley dan
Mountain (dalam Rahim, 2005:20) mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu
seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar
mempengaruhi minat dan hasil belajar siswa. Menurut Frymier (dalam
Rahim, 2005:20), ada lima ciri siswa yang mempunyai motivasi yang
bisa diamati guru, yakni sebagai berikut:
a. Persepsinya terhadap waktu: siswa menggunakan waktu secara realitas
dan efisien; mereka sadar tentang masa sekarang, masa lalu, dan masa
yang akan datang.
b. Keterbukaannya padapengalaman: siswa termotivasi mencari dan terbuka
pada pengalaman baru.
c. Konsepsinya tentang diri sendiri: siswa mempunyai konsepsi diri yang
lebih jelas dibandingkan dengan siswa yang tidak termotivasi dan
seolah-olah dirinya orang penting dan berharga.
d. Nilai-nilai: siswa cenderung menilai hal-hal yang abstrak dan teoretis.
e. Toleransi dan ambiguitas: siswa lebih tertarik pada hal-hal yang kurang
jelas yang belum diketahui, tetapi berharga untuk mereka.
b. Minat
Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk
membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya
dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas
kesadarannya sendiri.
5. Kematangan Sosio, Emosi dan Penyesuaian Diri
Menurut Rahim (2005:21) ada tiga aspek kematangan emosi dan sosial, yaitu
tertentu. Anak-anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan
ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan
mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak-anak yang lebih
mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks
yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan
kemampuan anak-anak dalam memahami bacaan akan meningkat.
2.3. Kerangka hubungan variable bebas dan trikat
Variabel X (pelayanan public)
- Tangibles (bukti fisik)
- Reliability (keandalan)
- Responsiveness (daya tanggap)
- Assurance (jaminan)
- Empathy (empati)
Variabel Y (Minat Baca Mahasiswa)
- Frekuensi mengunjungi
Perpustakaan
- Frekuensi mencari berbagai
koleksi pustaka,
- Update terhadap perkembangan
buku
- Frekuensi meminjam buku-buku
Perpustakaan,
- Mencari koleksi pustaka
meskipun tidak diberikan Tugas
- Memanfaatkan waktu luang untuk
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian,dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan (Sugiyono.2005). Adapun hipotesis yang penulis kemukakan adalah:
a. Hipotesis Alternatif (Ha)
Semakin kuat (baik) kualitas pelayanan yang diberikan pustakawan
universitas sumatera utara maka minat baca mahasiswa universitas sumatera utara
akan semakin baik.
b. Hipotesis Nol (Ho)
Semakin lemah (buruk) kualitas pelayanan yang diberikan pustakawan
universitas sumatera utara maka minat baca mahasiswa universitas sumatera utara
akan semakin buruk.
2.5. Defenisi Konsep
Menurut Singarimbun dan Efendi ( 1995:32-34) dalam suharso,Marlina
Deliana (2009:31/2013:31) menyatakan konsep adalah istilah dan definisi yang
digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan
kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep,
peneliti diharapkan dapat melakukan penyederhanaan dalam pemikiran dengan
menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan
Untuk dapat menentukan batasan yang lebih jelas dan juga untuk
menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka peneliti
menggunakan konsep-konsep antara lain :
Pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Minat baca merupakan hasrat seseorang atau siswa terhadap bacaan, yang
mendorong munculnya keinginan dan kemampuan untuk membaca, diikuti oleh
kegiatan nyata membaca bacaan yang diminatinya.
2.6. Defenisi Operasional
Menurut Singarimbun (1985:23) definisi operasional merupakan petunjuk
tentang bagaimana suatu variable diukur. Adapun yang menjadi definisi operasional
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas atau independent variable (X), yaitu kualitas pelayanan.
Kualitas pelayanan pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
dan keinginan pelanggan/pengunjung serta ketetapan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan. Adapun yang menjadi indikator
dalam pemberian kualitas pelayanan menurut Berry (1991:216) adalah
sebagai berikut:
a. Tangibles (bukti fisik), berkenaan dengan fasilitas fisik, perlengkapan,
b. Reliability (keandalan), menggambarkan kemampuan perusahaan
dalam memberikan pelayanan yang baik, cepat dan tepat serta sesuai
dengan pelayanan yang dijanjikan.
c. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan memberikan bantuan dengan cepat dan
tepat.
d. Assurance (jaminan), menggambarkan pengetahuan dan keramahan
yang harus dimiliki karyawan serta kemampuan menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
e. Empathy (empati), menggambarkan perusahaan memahami masalah
bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian
personal kepada pelanggannya.
2. Diikuti oleh kegiatan nyata membaca bacaan yang diminatinya. Minat
baca (Y) menurut Ibrahim (Bafadal, 2001) dengan indikator sebagai
berikut :
- Frekuensi mengunjungi Perpustakaan
- Frekuensi mencari berbagai koleksi pustaka,
- Update terhadap perkembangan buku
- Frekuensi meminjam buku-buku Perpustakaan,
- Mencari koleksi pustaka meskipun tidak diberikan Tugas oleh pengajar di suatu lembaga pendidikan.