Jurnal Ilmiah KORPRI Kopertis Wilayah IV
KAJIAN BIORETENSI SEBAGAI SALAH SATU ECO-DRAINASE
JALAN
Dini Handayani
Puslitbang Jalan dan Jembatan
ABSTRAK - Perkerasan jalan dan permukaan kedap air lain yang terkait dengan gerakan
kendaraan termasuk jalan masuk dan tempat parkir berkontribusi sebanyak 70% dari total permukaan kedap air di wilayah perkotaan (Wong, et al, 2000), dan kesemuanya diakui sebagai sumber berbagai polutan yang masuk lingkungan air. Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan (SDKB) dipandang sebagai sarana untuk memperbaiki keseimbangan dan mengelola air hujan dalam lingkungan perkotaan dengan tujuan meminimalkan dampak pembangunan terhadap kualitas dan kuantitas limpasan, sementara memaksimalkan kenyamanan dan keanekaragaman hayati. Selanjutnya untuk mendapatkan kajian drainase jalan yang berwawasan lingkungan tersebut dilaksanakan FGD yang akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa bioretensi merupakan salah satu bentuk SDKB yang dapat diterapkan mendampingi drainase jalan yang ada, atau dibuatkan di pulau-pulau jalan dan median jalan. Kata Kunci : Bioretensi, SDKB, Eko-drainase jalan
ABSTRACT - Road of pavement and impermeable surface related to the movement of vehicles,
including driveways and parking lots contribute as much as 70% of the total impermeable surface in urban areas (Wong, et al, 2000), all of which are recognized as the source of various pollutants that enter the aquatic environment. Sustainable Urban Drainage Systems (SDKB) is seen as a means to improve the balance and to manage rainwater in urban environments with the goal of minimizing the impact of development on the quality and quantity of the runoff, while maximizing comfort and biodiversity. Furthermore, focus group discussion was carried out in order to get a review of environmentally sound road drainage by which it eventually came to the conclusion that bioretention is one form of SDKB that can be applied accompanying the existing road drainage, or made on the islands roads and road median.
Keywords: Bioretention, SDKB, eco-road drainage
PENDAHULUAN
Drainase jalan konvensional bertujuan untuk mengalirkan air secepat mungkin dari permukaan jalan, sehingga jalan aman untuk lalu lintas, dan untuk mencegah air masuk ke struktur perkerasan jalan yang berpotensi menimbulkan kerusakan struktur jalan. Sistem drainase jalan konvensional meliputi pengumpulan limpasan hujan di selokan pinggir jalan, melalui inlet dan/atau langsung, atau melalui perangkat pengumpul lain, dan mengalirkannya ke sistem sungai atau badan penerima air lainnya.
Sampai saat ini, banyak sistem drainase jalan dan permukaan lainnya di daerah perkotaan di samping menerima air hujan juga menerima air buangan atau air limbah. Air limbah yang masuk ke sistem drainase tanpa terlebih dahulu melalui instalasi pengolah air limbah (IPAL) sehingga kualitas air drainase kombinasi ini menurun.
250 Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016
Perkerasan jalan dan permukaan kedap air lain yang terkait dengan gerakan kendaraan termasuk jalan masuk dan tempat parkir berkontribusi sebanyak 70% dari total permukaan kedap air di wilayah perkotaan (Wong, et al, 2000), dan kesemuanya diakui sebagai sumber berbagai polutan yang masuk lingkungan air.
Polutan yang terjadi pada limpasan jalan berasal dari berbagai sumber. Konsentrasi polutan dalam limpasan jalan sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor termasuk lokasi, volume lalu lintas, tingkat periode kering sebelum hujan datang, frekuensi pembersihan jalan dan sifat permukaan jalan.
Peningkatan urbanisasi diakui telah menyebabkan modifikasi dan/atau kerusakan alur sungai alami, badan air dan air tanah akibat polutan dalam air limbah yang dialirkan ke sistem drainase tanpa melalui IPAL, penurunan sumber daya dan hilangnya dataran banjir alami untuk pembangunan.
Akhir-akhir ini mulai didorong untuk mengembangkan drainase terpisah, sistem air limbah dipisahkan dari sistem drainase. Namun, sistem drainase tetap menggunakan pendekatan konvensional, yaitu membuang air secepat mungkin ke luar dari daerah milik jalan yang pada gilirannya mengubah pola aliran alami, dan berpotensi menimbulkan masalah di tempat lain. Pendekatan ini dalam pembangunan perkotaan dapat menyebabkan banjir dan terganggunya siklus hidrologi yang dapat merugikan sumber daya air dan lingkungan alami.
Dengan kata lain, sistem drainase konvensional belum dirancang dengan konsep keberlanjutan, dengan tanpa memperhatikan kualitas air, resapan banjir, sumber daya air, kenyamanan dan potensi peningkatan habitat.
Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan (SDKB) dipandang sebagai sarana untuk memperbaiki keseimbangan dan mengelola air hujan dalam lingkungan perkotaan dengan cara meminimalkan dampak pembangunan terhadap kualitas dan kuantitas limpasan, sementara memaksimalkan kenyamanan dan keanekaragaman hayati.
KAJIAN PUSTAKA
SEKILTAS TENTANG SISTEM DRAINASE PERKOTAAN BERKELANJUTAN (SDKB)
Ada kesenjangan yang cukup besar dalam mendesain sistem drainase, antara sistem drainase konvensional dan Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan. Paradigma sistem drainase konvensional adalah membuang air secepat-cepatnya dari lokasi yang menjadi target drainase, sementara paradigma Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan adalah mengelola air hujan. Air hujan yang jatuh di lokasi target dikelola dengan mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air baku dan kehidupan aquatik dengan meresapkan air permukaan sebanyak-banyaknya ke dalam tanah yang dilengkapi dengan penyaringan polutan (mempertimbangkan konservasi air).
Secara ringkas perubahan dan/atau perubahan paradigma pengembangan sistem drainase konvensional dan Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan seperti ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Pergeseran Paradigma Pengelolaan Sistem Drainase
Sistem Drainase Konvensional
(Drainase Pematusan)
Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan (Pengelolaan Air Hujan)
membuang air hujan secepat-cepatnya mengelola air hujan dan meniru proses alam sistem pengelolaan genangan sistem pengelolaan ekosistem
hanya memperhatikan puncak banjir air hujan terpadu dengan tata guna lahan
fokus pada hujan ekstrim mempertimbangkan volume limpasan bersifat reaktif (pemecahan masalah) bersifat proaktif (memecahkan masalah) berbasis teknologi berbasis tim multidisiplin
pengambilan keputusan sepihak keputusan berdasar konsensus kepemilikan pada pemerintah kemitraan dengan semua pihak
Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan (SDKB) adalah konsep yang mempertimbangkan faktor lingkungan dan sosial dalam membuat keputusan tentang drainase. SDKB memperhitungkan kuantitas dan kualitas limpasan, dan nilai layanan dari air permukaan dalam ekosistem perkotaan. Berbeda dengan drainase perkotaan konvensional, yang justru menjadi penyebab banjir, polusi dan kerusakan lingkungan, dan terbukti tidak berkelanjutan. SDKB diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dibandingkan sistem drainase konvensonal, karena:
(1) mengendalikan laju limpasan, mengurangi dampak urbanisasi terhadap debit banjir;
(2) melindungi atau memperbaiki kualitas air;
(3) lebih memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat setempat;
(4) menyediakan habitat bagi hewan dan tumbuhan liar bagi badan air di perkotaan; dan
(5) mendorong berlangsungnya imbuhan air tanah. melalui cara-cara:
(1) mengelola limpasan sedekat mungkin dengan tempat di mana hujan jatuh;
(2) mengelola potensi pencemaran pada sumbernya saat ini dan di masa yang akan datang; dan
(3) melindungi sumber daya air dari sumber pencemar.
METODOLOGI
Melalui pelaksanaan FGD di Pusat penelitian dan Pengembangan Jalan dengan berbagai narasumber, baik itu dari ITB , Undip, Puslitbang Jalan dan Jembatan pembahasan Drainase Jalan Berwawasan Lingkungan dilaksanakan pada bulan September 2015, tulisan ini dapat disarikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep SDKB memungkinkan suatu kawasan perkotaan (daerah tangkapan air = DTA) dibagi menjadi banyak bagian (sub-DTA) yang masing-masing mempunyai karakteristik dan pemanfaatan lahan yang berbeda-beda, masing-masing dengan strategi pengelolaan hujan dan limpasan yang berbeda pula. Mengelola hujan di tempatnya tidak hanya mengurangi kuantitas limpasan yang harus dikelola di suatu tempat, tetapi juga mengurangi kebutuhan sistem pembawa (saluran) untuk mengalirkan air keluar dari kawasan.
Ada berbagai macam teknologi SDKB yang sering dimnafaatkan untuk mengelola air hujan wilayah, yang dikembangkan untuk mempertahankan daya dukung, daya tampung lingkungan hidup dan usaha mempertahankan ruang terbuka. Beberapa jenis teknologi SDKB yang mulai banyak diimplementasikan diberbagai negara sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Komponen Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan (SDKB) Tipe Peruntukan
Lahan Komponen SDKB Tipikal lokasi
SDKB untuk lahan terbuka umum
• Kolam dan lahan basah
• Kolam infiltrasi dan retensi
Lahan terbuka umum, taman kota (public open
252 Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016
Tipe Peruntukan
Lahan Komponen SDKB Tipikal lokasi
• Jalur penyaring (filter strips)
• Sengkedan (swales)
• Bioretensi
• Drainase penyaring (filter drain)
• Saluran dan kanal
space)
SDKB untuk jalan • Jalur penyaring (filter strips)
• Sengkedan (swales)
• Bioretensi
• Saluran penyaring (filter drain)
• Saluran dan kanal
Jalan
SDKB untuk lahan milik pribadi
• Taman atap
• Perkerasan permeabel
• Pemanenan air hujan
Lahan milik pribadi
Kolam dan lahan basah: Kolam dan lahan basah adalah area terbuka yang dirancang untuk
menyimpan sementara kelebihan air selama terjadi hujan, dengan kedalaman terbatas (Gambar 1). Tinggi air naik pada saat hujan. Kolam dan lahan basah juga berfungsi untuk menangkap polutan yang terbawa limpasan air permukaan. Keduanya mempunyai fungsi yang hampir sama, bedanga kolam lebih fokus pada penyimpanan kelebihan air sedangkan lahan basah lebih fokus pada penyaringan polusi.
Fitur kolam dan lahan basah yang terletak di area ruang terbuka publik harus dirancang yang menarik secara visual menarik, sekaligus untuk menyediakan habitat satwa liar dan aman. Kolam dan lahan basah harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan lahan/ruang yang berlebihan namun dapat memberikan keanekaragaman hayati yang lebih baik dan pemeliharaan lebih mudah.
Gambar 1. Kolam dan lahan basah yang mudah diakses (Wilson, 2009)
Kolam retensi dan infiltrasi: Fitur jenis ini biasanya dikembangkan di daerah datar,
daerah berumput yang biasanya kering. Pada daerah dengan hujan tinggi kolam ini digunakan untuk menyimpan air dalam waktu yang pendek. Kolam ini sering multiguna, misalnya bisa berfungsi ganda sebagai area bermain.
Kolam retensi menyediakan tempat penyimpanan kelebihan air hujan dalam jangka pendek. Pada saat terjadi hujan sangat tinggi, muka air perlahan-lahan akan meningkat, setelah itu permukaan air turun kembali secara perlahan-lahan begitu air dialirkan keluar dari kolam ke badan air atau selokan terdekat.
Kolam infiltrasi mirip dengan waduk kecuali bahwa air yang disimpan meresap ketanah di bawah kolam (Gambar 2). Tanah di bawah kolam harus cukup permeabel untuk memungkinkan air meresap cukup cepat. Jika tanah yang marginal untuk infiltrasi maka perlu dibuat parit infiltasi di bawah kolam supaya kinerjanya lebih efektif. Kolam infiltrasi dapat menangkap beberapa polutan yang terbawa limpasan air hujan, namun untuk lebih efektif masih memerlukan kontrol sumber di bagian hulu.
Gambar 2. Kolam infiltrasi setelah terjadi hujan (kiri), kolam pada umunya kering (kanan)
Sengketan (swale): Sengkedan adalah saluran yang sangat dangkal yang digunakan untuk
mengumpulkan dan / atau mengalirkan air dan juga menangkap polutan yang terlarut dalam limpasan air hujan (Gambar 3). Sengkedan dapat ditanami rumput atau vegetasi lain dan memiliki lereng sisi landai dengan dasar datar, sebagian besar waktu air mengalir dalam lapisan tipis melalui rumput atau vegetasi lainnya.
Filter strip landai daerah rumput yang mengalir air ke dan di seluruh, biasanya menuju sengkedan atau filter saluran. Tujuan utama dari strip filter untuk menghilangkan lumpur dalam air sehingga tidak menyumbat sengkedan atau filter menguras.
Gambar 3. Sengkedan dangkal (shallow swale) dan filter strip (strip infiltration) Bioretensi: Bioretensi adalah daerah cekungan (depresi) di mana limpasan air mengalir dan
mengumpul, serta meresap ke dalam tanah di bawah area tersebut, sehingga meningkatkan penangkapan polutan. Fitur ini juga dikenal sebagai taman hujan (rain garden) (Gambar 4). Berdasarkan konstruksinya, biotretensi dibedakan menjadi bioretensi biasa dan bioretensi
254 Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016
perkotaan. Bioretensi biasa dikembangkan dengan lereng dari tanah tanpa konstruksi penguat. Kemiringan lereng berkisar antara 1:3 s/d 1:4 tergantung jenis tanah.
Gambar 4. Bioretensi atau rain garden
Secara umum struktur bioretensi terdiri dari (Gambar 5): 1) lapisan atas berupa tanah sebagai media tanam; 2) lapisan pasir sebagai filter polutan padatan;
3) geotekstil yang memisahkan antara lapisan pasir dan lapisan kerikil, untuk mencegah supaya pasir tidak masukm ke lapisan kerikil;
4) lapisan kerikil di bagian paling bawah, yang menapung air sebelum meresap ke dalam tanah.
Gambar 5. Tipikal Struktur Bioretention biasa (Strauch, K., 2014)
Fungsi penyaringan polutan pada bioretensi terdiri dari 2 komponen, yaitu penyaringan polutan dari bahan kimia oleh tumbuhan (secara vegetatif), dan penyaringan polutan padatan oleh pasir dan kerikil.
ADOPSI SDKB UNTUK JALAN
Drainase jalan diharapkan mampu menjamin kinerja perkerasan jalan secara memuaskan. Fungsi utama sistem drainase jalan adalah (Finn, et al, 2004 ):
• Mencegah terjadinya banjir pada badan jalan dan genangan di permukaan jalan; • Melindungi daya dukung perkerasan dan material dasar (sub grade);
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016 255 1. Lapisan tanah untuk tanaman
(humus) 2. Lapisan pasir 3. Geotektstil 4. Lapisan kerikil
• Menghidari erosi bahu jalan.
Tantangan yang dihadapi saat ini adalah untuk menemukan dan mengembangkan sistem drainase jalan yang selaras dengan konsep Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan dan efisien secara ekonomi.
Filosofi desain dalam mengadopsi SDKB pada drainase jalan harus mampu mewujudkan empat prinsip kunci seperti
Gambar 6. Empat Prinsip Kunci Adopsi SDKB pada Drainase Jalan
Komponen SDKB yang dapat diadopsi pada drainase jalan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pengendalian di sumber (source control), dan pengendalian di lokasi (site
control).
Pengendalian pada sumber: pengendalian pada sumber atau dapat dikatakan sebagai
pengelolaan tahap pertama harus menjadi pilihan utama dalam merencanakan sistem drainase, karena pengendalian limpasan dekat dengan lokasi hujan menghasilkan daerah tangkapan yang relatif kecil sehingga volume limpasan dan polutan tidak terkonsentrasi ke dalam aliran air yang masuk ke badan air penerima, dan sebagai hasilnya konsekuensi kegagalan lebih rendah. Limpasan air permukaan oertama, yang mengandung kontaminan luar biasa tinggi yang merupakan akumulasi selama periode kering, disebut pencucian pertama (first flush).
Komponen SDP yang dapat secara efektif mengelola limpasan permukaan pencucian pertama meliputi: lajur penyaring (filter strips), perkerasan tembus air (pervious pavements), sengkedan (swales), saluran penyaring (filter drains) atau parit resapan (infiltration trenches), bioretensi (bioretention).
Diskripsi singkat komponen SDKB yang berbasis pengelolaan pada sumber ditampilkan pada Tabel 3 berikut.
256 Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016 Disain Berkualitas Tinggi Design Mudah Pemeliharaan Kinerja Pendekatan Terintegrasi dengan Kesehatan & Keamanan
Mengurangi risiko banjir; Meningkatkan kualitas air; Memberikan manfaat
keanekaragaman hayati; Meningkatkan pengisian air
tanah; Memberikan kemudahan bagi
warga.
Disain yang rinci dan terkendali;
Integrasi dengan pengaturan lanskap yang lebih luas;
Penggunaan bahan berdampak rendah;
Dirancang dengan lanskap yang menarik.;
Fitur dan risiko mudah diidentifikasi;
Kemiringan kecil; Jika diperlukan pagar dapat di buat dari tanaman atau desain yang sehat dan aman.
Sederhana, fitur di permukaan;
Meminimalkan penggunaan grills dan fitur rekayasa lainnya;
Pemilihan tanaman yang tepat untuk kemudahan pemeliharaan dengan tidak mengorbankan keanekaragaman hayati (kecuali pencegahan erosi menjadi prioritas)
Tabel 3 Komponen LID untuk pengendalian pada sumber
Komponen Deskripsi Contoh
Bioretensi Lahan cekungan atau dibuat lebih rendah dari lahan atau jalan yang dilayani drainasenya yang dilengkapi dengan tanaman dan filter untuk menurunkan volume limpasan air dan menghilangkan polutan. Tingkat penyerapan polutan tinggi.
Sumber: Suripin 2015
Pengendalian pada lokasi untuk jalan: perlakuan tahap kedua dalam rangkaian pengelolaan
limpasan permukaan, setelah pengelolaan pada sumber adalah pengelolaan di lokasi. Volume limpasan permukaan dan konsentrasi polutan harus diambil lebih tinggi dalam perencanaan drainase yang tidak menerapakan pengendalian di sumber, terutama jika limpasan permukaan dikumpulkan dari sejumlah sub-DTA. Komponen pengendalian di lokasi meliputi: kolam (ponds), kolam detensi (detention basins), kolam infiltrasi (infiltration basins), lahan basah (wetlands), pasir penyaring (sand filters). Secara detail komponen=komponen pengendalian ini telah masuk ke dalam Lampiran IV Peraturan Menteri PU No.12 tahun2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan
Syarat minimum yang harus dipenuhi dalam mengadopsi SDKB pada drainase jalan adalah sebagai berikut:
1. Meniru sistem drainase alami dan berada sedekat mungkin dengan lokasi pengembangan/kegiatan.
2. Mencegah limpasan permukaan dari lokasi hujan untuk curah hujan kecil dengan fasilitas yang memungkinkan air meresap ke dalam tanah atau menguap kembali ke udara.
3. Membatasi frekuensi volume limpasan curah hujan ekstrim dengan menerapkan hujan rencana dengan periode ulang yang lebih panjang, misalnya 50-tahuan atau 100-tahunan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan berbagai fitur termasuk kolam, kolam infiltrasi, perkerasan permeabel dan lahan basah.
4. Menjaga agar limpasan air hujan tidak mengalami peningkatan antara pra-pembangunan dan pasca-pembangunan jalan (zero delta q policy). Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan berbagai fitur termasuk kolam, kolam infiltrasi, perkerasan permeabel dan lahan basah.
Pemilihan Fitur SDKB
Fitur SDKB harus dipilih dengan menggunakan kriteria seleksi yang tepat yang berfungsi untuk mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan masing-masing fitur SDKB untuk implementasikan di jalan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk setiap lokasi tertentu dievaluasi menggunakan alat seleksi. Seleksi diklasifikasikan menjadi tiga proses utama scoping, evaluasi dan seleksi akhir dan proses ini dibagi lagi menjadi enam tahap utama, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Bagan Alir Pemilihan Fitur SDKB
258 Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016
Deskripsi Pekerjaan
• Type Jalan
• Stakeholder Kunci
Karakteristik Lainnya
• Data-data spesifik lainnya
Kendali Fisik:
• Kemungkinan Lahan
• Tingkat Pelayanan yg dibutuhkan
Integrasi antara infrastuktur pada jalan eksisting
INTEGRASI antara UTILITAS dan INFRASTRUKTUR lainnya
Topografi:
• Kontribusi area Drainase
• Tingkat kemiringan
• Tingkat Muka air tanah
Ketepatan tanah
• Tipe tanah
• Geologi yang mendasar
• Rata-rata infiltrasi
Lain-lain:
Seperti : Tanah eksisting yg terkontaminasi
Angka Faktor lainnya:
Analisa data lainnya: kesempatan dan kendala
Pilihan SDKB yg Memungkinkan:
Daftar rangking yg potensial untuk SDKB
Pengendali Sosial dan Politik:
• Terusat Kesehatan masyarakat dan Keselamatan
• Kenyamanan dan Keindahan
•
Pengendali Teknik:
• Konstruksi yang mudah
• Selamat
• Sistem yg handal
Pengendali OPERASI dan PEMELIHARAAN:
• Pemeliharaan yang mudah
• Kebutuhan Pelayanan, dll.
OUTLINE DESAIN PENDAHULUAN
PEMBIAYAAN:
• Faktor harga afektif
• Harga keseluruhan
• Whole-life-maintenance-cost
SELEKSI dari SDKB yang TEPAT
D A B C E F S E LE K S I A K H IR E V A LU A S I P E N JA JA K A N
PENGUATAN SDKB UNTUK JALAN EKSISTING
Sejarah perkembangan jaringan drainase konvensional untuk jalan mengikuti paradigma membuang air secepat mungkin jauh dari jalan untuk mengurangi risiko yang dapat menurunkan kekuatan tanah dasar dan merusak jalan. Meskipun pelaksanaan SDKB sebagai bagian dari perkembangan baru dapat membantu mengurangi risiko banjir dan meningkatkan kualitas air di sungai dan saluran, sistem drainase jalan yang ada juga perlu dipertimbangkan dalam konteks ini. Ini adalah tujuan prinsip perkuatan SDKB pada jalan yang ada (eksisting).
Peluang untuk penguatan SDKB pada jalan eksisting di daerah perkotaan yang paling mungkin dan bisa dianggap praktis adalah: Pada saat rekonstruksi jalan/ skema resurfacing, pada saat perbaikan drainase skala besar, serta pada saat dilakukan peningkatan ekspansi perumahan di skema perkotaan dan pedesaan.
KESIMPULAN
1. Peluang untuk memaksimalkan pengelolaan air limpasan hujan di jalan adalah dengan penguatan SDKB, dengan mengembangkan sistem bioretensi
2. Untuk implikasi jangka panjang, sistem ini cukup komprehensif mendampingi saluran drainase yang ada.
SARAN
Perlu adanya prototipe/ model fisik bioretensi sebagai salah satu eco-drainase jalan.
REKOMENDASI
Sebaiknya dilakukan kajian berikutnya secara komprehansif agar menambah dan melengkapi kurangnya informasi teknis dengan membuat pedoman teknis. Dapat juga dilakukan adopsi dari beberapa kajian dari negara lain, dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian dan menjawab ketidakpastian pengelolaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
Dengan terlaksananya Forum Grup Discussion mengenai Drainase Berwawasan Lingkungan pada bulan September 2015
DAFTAR PUSTAKA
British Columbia Ministry of Water, Land and Air Protection (2005). Water Balance Model
for British Columbia: Well, What is Rainwater Management, Really?
Bioremediation Cells and Low-Impact Development (LID). The Nebraska Environmental Trust.
http://ne.water.usgs.gov/projects/bioremediation/omaha.html diakses tanggal 21 September 2016
Finn, G., D. Buckley, K. Kelly, J. McDaid, D. Mullaney, and J. Power. (2004). Guidelines
for Road Drainage. The Department of the Environment, Heritage and Local Government, Ireland.
Wong, T., Breen, P., and Llloyd, S. (2000). Water Sensitive Road Design-Design Options for
Improving Stormwater Quality of Road Runoff, Cooperative Research Centr for Catchment Hydrology (CRCCFH) Technical Report 00/01.r
Wilson, S., Bray, R., Neesam, S., Bunn, S., and Flanagan, E. (2009). Sustainable Drainage:
Cambridge Design and Adoption Guide. Cambridge City Council
Riwayat Penulis
Rr. Dini Handayani, ST., MT adalah Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. email : dini.handayani41@gmail.com
260 Tekno Efisiensi Vol.1 No. 3 Desember 2016