• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Dokumen Elektronik - Analisis Pengolahan Skripsi Elektronik (E-Skripsi) Sebagai Salah Satu Bentuk Dokumen Elektronik Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Aplikasi Senayan Pada Perpustakaan STMIK TIME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Dokumen Elektronik - Analisis Pengolahan Skripsi Elektronik (E-Skripsi) Sebagai Salah Satu Bentuk Dokumen Elektronik Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Aplikasi Senayan Pada Perpustakaan STMIK TIME"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Dokumen Elektronik

Keinginan dalam merubah bentuk dokumen ke dalam bentuk yang lebih

interaktif merupakan suatu perubahan yang memungkinkan pengguna menikmati

sajian informasi dalam bentuk yang berbeda dari sekarang. Peneliti

menyimpulkan istilah yang sering dipakai untuk maksud yang sama ialah koleksi

digital (digitasi), sumber daya informasi elektronik (e-resources), dan dokumen elektronik.

Menurut Reitz (2004) dalam Online Dictionary Of Library and Information Science koleksi digital diartikan sebagai “a collection of library or archival materials converted to machine readable format for preservation, or to provide access electronically”. Jadi, koleksi digital merupakan koleksi perpustakaan atau materi-materi arsip yang diubah ke dalam format yang

terbacakan mesin dengan tujuan untuk pelestarian bahan pustaka atau untuk

penyediaan akses secara elektronik.

Brophy (2000) menyatakan sumber daya informasi elektronik ( e-resources) adalah “every document in electronic form which needs special equipment to be used. Electronic resources include digital documents, electronic serials, databases, patents in electronic form and networked audiovisual documents”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah setiap dokumen dalam bentuk elektronik yang membutuhkan

(2)

9

berseri elektronik, database (pangkalan data), hak paten dalam format elektronik

dan dokumen jaringan kerja audiovisual.

Menurut Pangaribuan (2008) “dokumen elektronik dapat berupa buku

elektronik (e-book), jurnal elektronik (e-journal), atau dokumen lain dalam format eletronik”. Pada prinsipnya muatan isi (content) dokumen elektronik sama dengan versi cetaknya. Hanya karena formatnya berbeda maka cara penggunaannya pun

berbeda.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga istilah tersebut

sama-sama memiliki arti yaitu suatu hasil dari koleksi yang telah dialihmediakan dan

hanya dapat dibaca dengan bantuan piranti komputer. Dalam penelitian skripsi ini

peneliti menggunakan istilah dokumen elektronik.

2.1.1. Pengertian Dokumen Elektronik

Koleksi perpustakaan merupakan salah satu faktor utama dalam

mendirikan suatu perpustakaan.Berdasarkan Undang-Undang No.43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan pada pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “koleksi perpustakaan

merupakan semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya

rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun,

diolah dan dilayankan”.

Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud dengan dokumen elektronik

(3)

10

Setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Menurut Hamdan (2008) dokumen elektronik adalah:

perangkat komputer atau perangkat elektronik lain untuk menampilkan, menafsirkan atau memprosesnya. Dokumen-dokumen tersebut berupa

teks, grafik atau spreadsheet, yang dihasilkan ole

disimpan melalui media magnet (disc) atau media optik (CD, DVD), serta surat elektronik dan dokumen yang ditransmisikan melalui pertukara elektronik (Electronic data interchange/EDI). Berbeda dengan dokumen kertas, dokumen elektronik dapat berisi informasi data non-linear seperti

hypertex yang bisa terkoneksi melalui hyperlinks.

Selain pendapat di atas, definisi lain dari Andika (2008) menyebutkan

bahwa dokumen elektronik “berarti data yang dicatat atau disimpan pada media

apapun di atau dengan sistem komputer atau perangkat lain sejenis dan yang dapat

dibaca atau dirasakan oleh seseorang atau suatu sistem komputer atau perangkat

sejenis lainnya. Ini mencakup tampilan, hasil cetak atau output lain dari data”. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dokumen

elektronik adalah informasi yang dibuat atau disimpan dengan cara yang

memerlukan perangkat komputer atau sejenisnya untuk membacanya agar orang

(4)

11 2.1.2. Jenis-Jenis Dokumen Elektronik

Menurut Pangaribuan (2008) jenis dokumen elektronik yaitu:

1. Buku elekronik (e-book) adalah buku yang diterbitkan dalam format elektronik. Pada prinsipnya muatan isi (content) buku elektronik sama dengan versi cetaknya. Hanya karena formatnya berbeda maka cara

penggunaannya pun berbeda. Buku elektronik dapat dibeli secara utuh

seperti halnya dengan buku biasa, terutama yang tersedia terekam dalam

CD atau media rekam elektronik lainnya, tetapi ada yang dilanggan secara

online.

2. Jurnal elektronik (e-journal) pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan buku elektronik, muatan isi dalam jurnal elektronik sama dengan versi

cetaknya. Akan tetapi pada umumnya jurnal elektronik dilanggan secara

online apakah per judul atau dalam bentuk paket. Biasanya bila perpustakaan melanggan jurnal elektronik selalu disertai back issue.

3. Dokumen lain yang tersedia dalam format elektronik adalah seperti kamus

elektronik, ensiklopedia elektronik dan sebagainya.

4. Dokumen elektronik yang dibuat sendiri oleh perpustakaan yaituhasil alih

media (digitalisasi) dokumen cetak menjadi dokumen elektronik,

khususnya dokumen berupa karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, laporan

(5)

12

setiap penyerahan dokumen berupa karya ilmiah ke Perpustakaan harus

menyertakan file elektroniknya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis dokumen

elektronik berupa buku elektronik (e-book), jurnal elektronik (e-journal), dokumen lain dalam format elektronik atau dokumen hasil alihmedia

(digitalisasi).

2.1.3. Format Dokumen Elektronik

Menurut Ardoni (2008) penyajian dokumen elektronik terdapat dalam

berbagai format antara lain:

1. Format Teks

Dokumenelektronik dalam format teks dapat dibacadengan

perangkat lunak pembaca teks, sepertiMc.Word. Keterbukaan adalah sifat

komputer yang tidak selalu menguntungkan, terutama terhadap dokumen

elektronik yang disimpan dalam format teks. Begitu dapat membaca

dokumen tersebut, pemakai memiliki kesempatan untuk

“mengobrak-abrik” isi dokumen. Hal ini disebabkan oleh populernya program

pembaca teks dan pemakai cukup mengenal bahkan cukup sering

memakai program tersebut untuk kepentingan lain. Kelemahan format

teks tersebut dapat diatasi dengan memberi sandi pada dokumen, namun

akibatnya tentu pemakai menjadi tidak leluasa memanfaatkan dokumen

tersebut, pemakai akan selalu meminta bantuan pustakawan untuk

membuka sandi dan pustakawan “terpaksa” memperhatikan pemakai

(6)

13

format teks dapat dibuat read-only, namun untuk menghilangkan atribut itu tidaklahs ulit bagi pemakai yang memiliki sedikit saja kemampuan

mengutak-atik komputer.

2. Format Gambar

Dokumen dalam format gambar dibaca dengan perangkat lunak

pembaca gambar, seperti Adobe Acrobat Reader. Berbeda dengan format

teks, dokumen elektronik format gambar relatif lebih aman dari kejahilan

pemakai. Dengan menyimpan dokumen dalam format gambar, misalnya

PDF (portable document format), maka pemakai hanya dapat membaca dan tidak dapat mengubah sedikitpun dokumen tersebut. Alasannya

adalah format PDF dibaca dengan Adobe Acrobat Reader yang hanya

dapat digunakan untuk pembaca (reader). Format PDF juga tidak berukuran besar seperti format gambar lain, seperti BMP, JPG, atau TIFF.

Format PDF juga merupakan pilihan yang lebih baik bila digunakan untuk

dokumen hasil alihmedia dari kertas ke elektronik, misalnya pada

alihmedia skripsi. Perangkat keras pengalih media memiliki fasilitas

untuk membuat dokumen elektronik berformat PDF. Apabila suatu saat

diperlukan untuk memindahkan dokumen ke format teks, hanya dengan

satu klik mouse (misalnya dengan program OmniPage), dokumen PDF akan beralih menjadi dokumen berformat teks.

Format apapun yang akan dipilih, pustakawan perlu menetapkan format

baku yang akan digunakan terhadap dokumen elektronik sebelum mengelola

(7)

14 2.2. Pengolahan Dokumen Elektronik

Dokumen elektronik harus dikelola dengan baik untuk menjamin

integritas, keabsahan, dan keasliannya. Dalam buku panduan manajemen sistem

dokumen elektronik (2003) sistem manajemen dokumen elektronik yang baik

akan mendukung:

a. pertukaran informasi yang efektif serta interoperabilitas yang lebih baik

antar lembaga pemerintah;

b. menyediakan sumber informasi yang berkualitas dan otentik;

c. prinsip-prinsip administrasi, proteksi ataupun trans-paransi informasi;

d. pertukaran, ekstrasi, dan perangkuman informasi lintas lembaga

pemerintah.

Proses pengolahan dokumen elektronik pada prinsipnya memerlukan

teknik khusus dengan pengolahan dokumen tercetak. Tahapan yang dilakukan

dalam proses pengolahan dokumen elektronik yaitu proses digitalisasi,

penyimpanan dan pengaksesan/temu kembali dokumen.

2.2.1. Proses Digitalisasi

Proses digitalisasi adalah proses penentuan dokumen yang harus dibuat

dan yang disimpan. Termasuk didalamnya adalah dokumen yang diterima atau

dikirim oleh organisasi. Proses digitalisasi ini meliputi dokumen apa yang di

tangkap, termasuk juga siapa yang boleh mengakses dokumen tersebut dan berapa

lama dokumen tersebut disimpan. Dokumen elektronik yang tercipta dari awal

(8)

15

sistem pengelolaan dokumen elektronik, namun untuk dokumen yang merupakan

hasil digitalisasi maka ada beberapa cara dalam memindahkan dokumen cetak ke

dalam sistem dokumen elektronik.

Proses digitalisasi dibedakan menjadi 3 kegiatan utama, yaitu:

1. Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam

bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital. Berkas yang dihasilkan dalam contoh ini adalah berkas PDF. Dalam bagan tersebut tampak bahwa alat yang digunakan untuk memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan kemampuan perpustakaan.

2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer

dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu di edit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perpustakaan. Proses OCR (Optical Character Recognition) dikategorikan pula ke dalam proses Editing. OCR adalah sebuah proses yang mengubah gambar menjadi teks. Sebagai contoh, jika kita memindai sebuah halaman abstrak tesis, maka akan dihasilkan sebuah berkas PDF dalam bentuk gambar. Artinya, berkas tersebut tidak dapat diolah dengan program pengolah kata. Untuk mengubahnya menjadi teks, dibutuhkan proses OCR, saat ini tersedia berbagai macam software yang mampu melakukan konversi tersebut dengan ketepatan yang berbeda-beda. Kami menggunakan software OMNIPAGE PRO 14 karena software

(9)

16

3. Uploading, adalah proses pengisian (input) metadata dan

meng-upload berkas dokumen tersebut ke digital library. Berkas yang

di-upload adalah berkas PDF yang berisi full text karya akhir dari mulai halaman judul hingga lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan

password, daftar isi, watermark, hyperlink, catatan kaki, dan lain-lain. Sedangkan metadatayang diisi meliputi nama pengarang, judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain sebagaimana telah dibicarakan di dalam Bab 9 oleh Ibu Irma Aditirto. (Pendit 2007, 244).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses digitalisasi terdiri

dari 3 tahap: scanning yaitu dokumen tercetak (buku, jurnal, karya deposit, dan sebagainya) diproses dengan sebuah alat (scanner) untuk menghasilkan dokumen elektronik, editing yaitu proses mengolah berkas digital di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan uploading yaitu proses input metadata dan meng-upload berkas dokumen tersebut ke Sistem Perpustakaan.

2.2.2. Proses Penyimpanan

Pada tahap ini dilakukan proses penyimpanan, termasuk di dalamnya

adalah pemasukan data (data entry), editing, pembuatan indeks dan klasifikasi berdasarkan subjek dari dokumen. Klasifikasi dapat menggunakan UDC

(Universal Dewey Classification) atau DDC (Dewey Decimal Classification). Setelah dipindahkan dalam sistem maka cantuman harus di simpan secara

benar. Sistem penyimpanan ini harus dapat mengantisipasi perubahan teknologi

(10)

17

penyimpanan yang sekarang tersedia dan juga yang akan datang, hal ini untuk

memberikan kepastian penggunaan serta penyimpanan jangka panjang.

Kondisi penyimpanan harus dapat memastikan bahwa data terjaga, mudah

diakses dan dikelola dengan efektif. Sistem back-up dilakukan untuk menghindari kehilangan atau kegagalan sistem, seperti mengatur jadwal back-up secara rutin, membuat kopi dalam berbagai media, penyebaran kopi ke berbagai tempat,

pemeliharaan proses untuk menghindari kerusakan media, data perlu di transfer ke

dalam media yang baru.

Connoly dan Begg dalam Wahono (2006, 4) menyatakan bahwa “ada dua

pendekatan dalam proses penyimpanan, yaitu pendekatan basis file (file base approach) dan pendekatan basis data (database approach)”.

Kedua pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel-1: Perbedaan antara File Base Approach dan Database Approach FileBase Approach Database Approach

Data duplication Data sharing and no duplication

Data dependence Data independence

Incompatible file format Compatible file format

Simple Complex

Sumber : Supriyanto dan Ahmad (2008, 45)

Pendekatan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan

(11)

18

2.2.3. Proses Pengaksesan dan Temu Kembali Dokumen

Temu kembali informasi berkaitan dengan representasi, penyimpanan, dan

akses terhadap representasi dokumen. Dokumen yang ditemukan tidak dapat

dipastikan apakah relevan dengan kebutuhan informasi pengguna yang dinyatakan

dalam query. Pengguna sistem temu kembali informasi sangat bervariasi dengan kebutuhan informasi yang berbeda-beda.

Seperti yang dikutip oleh Hardi (2006, 22) bahwa “Lancaster

mendefinisikan temu kembali informasi sebagai suatu proses pencarian dokumen

dengan menggunakan istilah luas untuk mengidentifikasi dokumen yang

berhubungan dengan subjek tertentu”. Hal ini berarti bahwa sistem temu kembali

informasi merupakan jalan menuju perolehan informasi yang sesuai dengan

kebutuhan pengguna.

Hasugian (2006, 2) juga mengemukakan bahwa “pada dasarnya sistem

temu kembali informasi adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian

memanggil (retrieve) suatu dokumen dari suatu simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi”.

Selain pendapat di atas, Rachmansyah (2008) mengemukakan bahwa temu

kembali informasi (information retrieval) adalah:

(12)

19

Dari pendapat-pendapat di atas dapat diketahui bahwa proses temu

kembali dokumen adalah proses pencarian dokumen dengan menggunakan

istilah-istilah pencarian untuk mendefinisikan dokumen sesuai dengan subjek yang

diinginkan.

Dalam sistem temu kembali dokumen ada dua pendekatan penelusuran

yang lazim digunakan yaitu “bahasa ilmiah (natural language) dan kosa kata terkontrol yang sering juga disebut controlled vocabulary”. (Hasugian 2006, 7). Kedua pendekatan ini sejak semula telah digunakan secara luas dalam sistem temu

kembali informasi. Banyak database yang telah dibangun untuk digunakan

sebagai sarana penelusuran dalam rangka pembuktian efektifitas dan efisiensi dari

kedua pendekatan tersebut.

Sistem temu kembali informasi didesain untuk menemukan dokumen atau

informasi yang diperlukan oleh pengguna. Salton dalam Saptari (2006, 4)

mengemukakan fungsi utama sistem temu kembali informasi sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi sumber informasi yang relevan dengan minat masyarakat pengguna yang ditargetkan.

2. Menganalisis isi sumber informasi (dokumen)

3. Merepresentasikan isi sumber informasi dengan cara tertentu yang memungkinkan untuk dipertemukan dengan pertanyaan pengguna.

4. Merepresentasikan pertanyaan (query) pengguna dengan cara tertentu yang memungkinkan untuk dipertemukan sumber informasi yang terdapat dalam basis data.

5. Mempertemukan pernyataan pencarian dengan data yang tersimpan dalam basis data.

6. Menemu-kembalikan informasi yang relevan.

(13)

20

Sistem Pengolahan Dokumen Elektronik memudahkan dalam

penyimpanan, pencarian, dan pendistribusian dokumen. Selain dapat menghemat

tempat penyimpanan dokumen, dalam pencarian dokumen akan jauh lebih akurat

dan lebih cepat sehingga memudahkan pengguna dalam mencari dokumen

sehingga dapat meningkatkan pelayanan lebih efektif dan efisien.

2.3 Sistem Automasi Perpustakaan

2.3.1 Pengertian Sistem Automasi Perpustakaan

Penggunaan teknologi informasi khususnya komputer di perpustakaan

bukanlah merupakan suatu fenomena baru jika dilihat dari segi manajemen

(teknik pengelolaan). Dengan semakin kompleksnya koleksi perpustakaan, saat ini

muncul kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi untuk otomatisasi business process di perpustakaan. Sistem yang dikembangkan kemudian terkenal dengan sebutan sistem automasi perpustakaan (library automation system).

Automasi perpustakaan adalah sebuah proses pengelolaan perpustakaan

dengan menggunakan bantuan teknologi informasi (TI). (Nur, 2007). Dengan

bantuan teknologi informasi maka beberapa pekerjaan manual dapat dipercepat

dan diefisienkan. Selain itu proses pengolahan data koleksi menjadi lebih akurat

dan cepat untuk ditelusur kembali. Menurut Siregar (2004, 24) automasi

perpustakaan adalah “suatu perpustakaan yang menggunakan sistem terautomasi

(14)

21

Sedangkan menurut Duval dan Main dalam Hasugian (2009, 1)

menjelaskan bahwa automasi perpustakaan adalah “pemanfaatan komputer dan

teknologi lain untuk pengadaan, serial kontrol, pangkalan data/manajemen

katalog, sirkulasi, katalog online, laporan statistik dan penyebaran informasi”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara

sederhana bahwa sistem automasi perpustakaan adalah sebuah proses pengelolaan

perpustakaan meliputi pengadaan, serial kontrol, pangkalan data/manajemen

katalog, katalog online, laporan statistik dan penyebaran informasi dengan menggunakan bantuan mesin (komputer).

Pemanfaatan perangkat komputer pada sistem kerumahtanggaan

perpustakaan (Library House Keeping) bukanlah merupakan hal yang baru. Menurut Tedd seperti yang dikutip Hasugian (2009, 1) mengemukakan bahwa

pada permulaan dasawarsa 1960-an, beberapa perpustakaan di Amerika Serikat

dan Inggris telah menggunakan komputer untuk melaksanakan kegiatan

perpustakaan, terutama kegiatan sirkulasi. Penggunaannya semakin meningkat

sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya

teknologi informasi.

Untuk mengetahui pemanfaatan komputer di bidang perpustakaan dapat

dilihat dari fase perkembangan automasi perpustakaan. Menurut Marquart seperti

yang dikutip oleh Siregar (1997, 11) membagi perkembangan fungsi automasi

(15)

22

fase pertama yaitu sistem sirkulasi, pengatalogan dan pengadaan digunakanlah komputer untuk pengawasan sirkulasi (circulation control) yang telah menggantikan kegiatan manual mem file kartu-kartu buku yang terlambat dikembalikan. Sedangkan pada fase kedua yaitu memperluas daya dan cakupan temu kembali informasi.Pada perpustakaan yang sudah memakai sistem automasi telah dihasilkan sejumlah produk yang dapat menelusur informasi melalui teknik penelusuran yang lebih canggih.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa automasi perpustakaan bukanlah

hal yang baru lagi dikalangan dunia perpustakaan. Konsep dan implementasinya

sudah dilakukan sejak lama, namun di indonesia baru populer baru-baru ini

setelah perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia mulai berkembang pesat.

2.3.2 Alasan dan Tujuan Sistem Automasi Perpustakaan

Setiap perpustakaan mempunyai alasan-alasan tertentu untuk

mengembangkan sistem kerumahtanggaannya dari sistem manual menjadi suatu

sistem berbasis komputer.

Alasan-alasan umum tersebut menurut Siregar (1997) antara lain:

1. Penggabungan Perpustakaan

Penggabungan beberapa perpustakaan yang tadinya berpisah baik secara fisik maupun administratif

2. Fasilitas Kerjasama

Tersedianya katalog dalam bentuk yang terbacakan komputer merupakan suatu prasyarat pendukung untuk mengembangkan jaringan kerjasama antara perpustakaan yang efisien.

3. Pelayanan Baru

Suatu sistem perpustakaan berbasis komputer menawarkan sejumlah pelayanan yang ekstra dengan sedikit usaha ekstra.

4. Peningkatan Moral Staf dan Kepuasan Kerja

Satu alasan dalam pengembangan sistem berbasis komputer adalah bahwa pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya klerikal, rutinitas dan berulang-ulang dapat dilakukan dengan lebih akurat, lebih cepat dan dengan pengawasan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem manual.

5. Peningkatan Informasi Manajemen

(16)

23

Sedangkan menurut Arif (2003) beberapa alasan yang digunakan untuk

mengaplikasikan komputer (automasi) di perpustakaan yaitu:

1. Mengefisiensikan dan mempermudah pekerjaan dalam perpustakaan 2. Memberikan layanan yang lebih baik kepada pengguna perpustakaan 3. Meningkatkan citra perpustakaan

4. Pengembangan infrastruktur nasional, regional dan global.

Salmon seperti yang dikutip Hasugian (2003, 4) menyatakan alasan yang

valid untuk mengembangkan sistem kerumahtanggaannya menjadi sistem berbasis

komputer adalah “untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lebih cepat, atau

lebih murah dibandingkan dengan sistem manual atau untuk memberikan suatu

pelayanan yang baru”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alasan untuk sistem

automasi perpustakaan adalah untuk mempermudah pekerjaan, mengembangkan

jaringan kerjasama antar perpustakaan dan memberikan layanan yang lebih baik

dan lebih cepat kepada pengguna.

Beberapa tujuan dan manfaat dari adanya sistem automasi perpustakaan

menurut Lasa (2009, 223) adalah:

1. Meringankan beban pekerjaan, khususnya yang rutin dan berulang-ulang 2. Menghemat waktu dan tenaga sehingga dapat meningkatkan efektifitas

dan efisiensi dalam bekerja

3. Memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dilakukan secara manual 4. Memberikan hasil pekerjaan yang konsisten dan akurat

5. Memberikan kualitas layanan kepada pengguna

6. Meningkatkan pencitraan yang positif terhadap perpustakaan 7. Meningkatkan daya saing

(17)

24

Kusumaningrum yang dikutip oleh Ardoni (2005, 33) menyatakan tujuan

dari sistem automasi perpustakaan adalah “untuk mengatasi pekerjaan yang

menumpuk, meningkatkan efisiensi, memberikan pelayanan baru serta

mengadakan kerjasama dan sentralisasi”.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem

automasi perpustakaan adalah memungkinkan ketersediaan informasi baik

kualitas dan kuantitas yang memadai, cepat, akurat dan memudahkan sistem

pelayanan.

2.3.3 Unsur-Unsur Sistem Automasi Perpustakaan

Dalam sebuah sistem automasi perpustakaan terdapat beberapa unsur atau

syarat yang saling mendukung dan terkait satu dengan lainnya. Menurut Arif

(2003) unsur-unsur tersebut adalah: pengguna (users), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), jaringan (network), dan data.

1) Pengguna (Users)

Pengguna merupakan unsur utama dalam sebuah sistem automasi perpustakan. Dalam pembangunan sistem perpustakaan hendaknya selalu dikembangkan melalui konsultasi dengan pengguna-penggunanya yang meliputi pustakawan, staf yang nantinya sebagai operator atau teknisi serta para anggota perpustakaan.

2) Perangkat Keras (Hardware)

Dalam memilih perangkat keras yang pertama adalah menentukan staf yang bertanggung jawab atas pemilihan dan evaluasi hardware sebelum transaksi pembelian. Adanya staf yang bertanggung jawab adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pihak lain dan menghindari dampak buruk yang mungkin timbul. Hal lain adalah adanya dukungan teknis serta garansi produk dari vendor penyedia komputer.

3) Perangkat Lunak (Software)

(18)

25

dalam waktu bersamaan (multi-tasking), kemampuan mengelola data yang lebih handal, dapat dioperasikan secara bersama-sama (multi-user).

4) Jaringan (Network)

Jaringan komputer telah menjadi bagian dari automasi perpustakaan karena perkembangan yang terjadi di dalam teknologi informasi sendiri serta adanya kebutuhan akan pemanfaatan sumber daya bersama melalui teknologi. Komponen perangkat keras jaringan antara lain: komputer sebagai server dan klien, Network Interface Card (LAN Card terminal kabel (Hub)), jaringan telepon atau radio,modem.

Hal yang harus diperhatikan dalam membangun jaringan komputer adalah: a. Jumlah komputer serta lingkup dari jaringan (LAN, WAN)

b. Lokasi dari hardware: komputer, kabel, panel distribusi, dan sejenisnya

c. Protokol komunikasi yang digunakan

d. Menentukan staf yang bertanggung jawab dalam pembangunan jaringan

5) Data

Data merupakan bahan baku informasi, dapat didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, fakta, tindakan, benda, dan sebagainya. Data terbentuk dari karakter, dapat berupa alfabet, angka, maupun simbol khusus seperti *, $dan /. Data disusun mulai dari

bits, bytes, fields, records, file dan database. Sistem informasi menerima masukan data dan instruksi, mengolah data tersebut sesuai instruksi, dan mengeluarkan hasilnya. Fungsi pengolahan informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam periode waktu sebelumnya, karena itu ditambahkan sebuah penyimpanan data file (data file storage) ke dalam model sistem informasi; dengan begitu, kegiatan pengolahan tersedia baik bagi data baru maupun data yang telah dikumpulkan dan disimpan sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengguna (users), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), jaringan (network), dan data merupakan unsur-unsur yang saling mendukung dan terkait satu dengan

(19)

26

2.3.4 Metode Sistem Automasi Perpustakaan

Untuk mencapai tujuan sistem automasi perpustakaan tersebut

perpustakaan biasanya menggunakan beberapa metode atau cara. Menurut Corbin

yang dikutip oleh Hasugian (2009, 173) membagi metode sistem automasi

perpustakaan atas 4 (empat) yaitu :

1. Membeli Sistem Turnkey

Sistem Turnkey adalah sistem komputer yang telah dirancang, diprogram, diuji, dan kemudian dijual oleh perusahaan kepada perpustakaan dalam siap dipasang dan dioperasikan.

2. Mengembangkan Sistem Melalui Jaringan (Network System)

Perpustakaan juga dapat mengembangkan sistem dengan cara mengadaptasikan sistem melalui kerjasama jaringan.

3. Mengadaptasikan Sistem dari Perpustakaan Lain

Cara lain yang dapat digunakan perpustakaan dalam mengembangkan automasi perpustakaan adalah menduplikasi atau mengadaptasi sistem dari perpustakaan lain.

4. Mengembangkan Sistem Lokal

Perpustakaan dapat juga mengembangkan sistem lokal atau in-house development system.

Setiap metode sistem automasi perpustakaan memiliki beberapa

keuntungan dan kelemahan. Jadi, metode apapun yang akan digunakan maka

pihak perpustakaan haruslah mempertimbangkannya terlebih dahulu dan harus

(20)

27

2.4 Penerapan Sistem Automasi Perpustakaan Dalam Pengolahan Dokumen Elektronik

Pada Perpustakaan STMIK TIME, pengolahan dokumen elektronik skripsi

tidak terlepas dari Sistem Automasi Perpustakaan yang digunakan.

2.4.1 Pengadaan

Pengadaan atau akuisisi koleksi bahan pustaka merupakan proses awal

dalam mengisi perpustakaan dengan sumber-sumber informasi bagi perpustakaan

yang baru dibentuk atau didirikan, kegiatan ini meliputi pekerjaan penentuan

kriteria pembentukan koleksi awal. Untuk perpustakaan yang sudah berjalan,

kegiatan pengadaan untuk menambah dan melengkapi koleksi yang sudah ada.

Menurut Siregar (2008) pengadaan (acquisition) adalah:

Semua kegiatan yang berkaitan dengan pemerolehan bahan pustaka yang dilakukan baik melalui pembelian, pertukaran, maupun berupa hadiah. Dalam kegiatan ini juga termasuk kegiatan pengecekan bibliografis (bibliographical checking) yang dilakukan sebelum pemesanan dan penerimaan bahan pustaka, pemerosesan faktur, dan pemeliharaan arsip yang berhubungan dengan pengadaan. Sub-sistem pengadaan terautomasi biasanya memelihara tiga buah file yaitu file bahan pustaka, pemasok, dan pemesan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengadaan

merupakan proses awal dalam pengolahan bahan pustaka. Jika dikaitkan dengan

pengolahan dokumen elektronik, maka proses pengadaan yang dimaksud adalah

pemilihan dan penyeleksian file elektronik skripsi yang diserahkan oleh

(21)

28 2.4.2 Pengatalogan

Kegiatan pengatalogan merupakan rangkaian pekerjaan untuk

mempersiapkan bahan perpustakaan agar mudah diperoleh dan diketahui

informasi yang terdapat di dalamnya berdasarkan judul, pengarang, subjek,

penerbit, tahun terbit, dan nomor DDC (Dewey Decimal Classification).

Menurut Siregar (2008) pengatalogan (cataloguing) adalah:

Semua kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan cantuman (records) bibliografis untuk pembuatan katalog yang digunakan sebagai sarana untuk mengakses koleksi perpustakaan. Sub-sistem pengatalogan biasanya memelihara satu buah file untuk seluruh jenis bahan pustaka. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa kegiatan pengatalogan

merupakan rangkaian pekerjaan untuk membuat katalog perpustakaan agar dapat

mudah untuk ditemukembalikan. Katalog adalah keterangan singkat atau wakil

dari suatu dokumen. Katalog perpustakaan elektronik adalah jantung dari sebuah

sistem perpustakaan yang terautomasi. Sub sistem lain seperti OPAC dan sirkulasi

berinteraksi dengannya dalam menyediakan layanan automasi. Sebuah sistem

katalog yang dirancang dengan baik merupakan faktor kunci keberhasilan

penerapan sistem automasi perpustakaan.

2.4.3 Online Public Access Catalogue (OPAC)

Menurut Siregar (2008) katalog talian atau OPAC adalah:

(22)

29

memberitahu petugas sirkulasi sewaktu bahan yang dipesan dikembalikan. Dewasa ini, melalui antarmuka OPAC, pengguna juga dapat mengakses informasi lain termasuk database bibliografis tentang artikel dan dokumen teks penuh.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa OPAC

dapat membantu pengguna untuk menemukan koleksi yang diinginkan dengan

cepat dan tepat melalui suatu antarmuka (interface), dan juga dapat melihat status bahan pustaka sedang dipinjam atau tersedia.

2.4.4 Metadata

Kerjasama antar perpustakaan secara elektronik telah berkembang seiring

dengan perkembangan teknologi dan didasari adanya kebutuhan untuk

menggunakan sumber daya bersama. Penggabungan data katalog koleksi adalah

suatu hal yang sudah biasa terjadi dalam perpustakaan, kerjasama dapat dilakukan

jika masing-masing perpustakaan itu memiliki kesamaan dalam format penulisan

data katalog. Persoalan yang sering dihadapi dalam kerja sama tukar-menukar

atau penggabungan data adalah banyaknya data yang ditulis dengan tidak

memperhatikan standar yang ada.

Perpustakaan sudah lama menciptakan metadata dalam bentuk

pengkatalogan koleksi. Menurut Arif (2003) metadata adalah “sebagai bentuk

pengindentifikasian, penjelasan suatu data, atau diartikan sebagai struktur dari

(23)

30

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metadata adalah

data terstruktur untuk data/informasi. Data dikodekan yang menggambarkan

karakteristik informasi untuk membantu dalam identifikasi, penemuan, penilaian

dan pengelolaan informasi.

Metadata yang biasa digunakan di perpustakaan yaitu:

1. MARC & INDOMARC

Machine Readable Cataloging (MARC) merupakan salah satu hasil dan juga sekaligus salah satu syarat penulisan catalog koleksi perpustakaan. Standar metadata catalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress (LC), format LC MARC ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data katalogisasi bahan pustaka ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat. Keberhasilan ini membuat Negara lain turut mengembangkan format MARC sejenis bagi kepentingan

nasionalnya masing-masing. Format INDOMARC merupakan

implementasi dari International Standard Organization (ISO) Format 2719 untuk Indonesia, sebuah format untuk tukar menukar informasi bibliografi melalui format digital atau media yang terbacakan mesin (machine readable) lainnya. Informasi bibliografi biasanya mencakup pengarang, judul, subjek, catatan, data penerbitan dan deskripsi fisik. Indomarc menguraikan format cantuman bibliografi yang sangat lengkap terdiri dari 700 elemen pengetahuan, seperti monograf (BK), manuskrip (AM), dan terbitan berseri (SE) termasuk; buku pamflet, lembar tercetak, atlas, skripsi, tesis, dan disertasi (baik diterbitkan ataupun tidak), dan jurnal buku langka.

2. Dublin Core

Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang digunakan untuk

web resource description and discovery. Gagasan membuat standar baru agaknya dipengaruhi oleh rasa kurang puas dengan standar MARC yang dianggap terlalu banyak unsurnya dan beberapa istilah yang hanya dimengerti oleh pustakawan serta kurang bias digunakan untuk sumber informasi dalam world wide web. Element Dublin Core dan MARC intinya bias saling dikonversi. Metadata Dublin Core memiliki beberapa kekhususan sebagai berikut:

a. Memiliki deskripsi yang sangat sederhana

(24)

31

Dublin Core terdiri dari 15 unsur yaitu : 1. Title : judul dari sumber informasi 2. Creator : pencipta sumber informasi

3. Subject : pokok bahasan sumber informasi, biasanya dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau nomor klasifikasi

4. Description : keterangan suatu isi dari sumber informasi, misalnya berupa abstrak, daftar isi atau uraian

5. Publisher : orang atau badan yang mempublikasikan sumber informasi 6. Contributor : orang atau badan yang ikut menciptakan sumber

informasi

7. Date : tanggal penciptaan sumber informasi

8. Type : jenis sumber informasi, nover, laporan, peta dan sebagainya 9. Format : bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi,

sumber informasi

10.Identifier : nomor atau serangkaian angka dan huruf yang mengidentifikasian sumber informasi. Contoh URL, alamat situs

11.Source : rujukan ke sumber asal suatu sumber informasi

12.Language : bahasa yang intelektual yang digunakan sumber informasi 13.Relation : hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber

informasi lainnya.

14.Coverage : cakupan isi ditinjau dari segi geografis atau periode waktu 15.Rights : pemilik hak cipta sumber informasi (Arif, 2003)

Untuk mencakup unsur-unsur katalog, MARC menggunakan tenggara

berupa nomor yang terdiri dari dua jenis, yaitu dapat diulang dan tidak dapat di

ulang penulisannya. Berikut adalah perbandingan antara tengara MARC dengan

(25)

32

Tabel-2. Perbandingan Metadata MARC dan DC

Tengara MARC Unsur DC Keterangan

100, 110, 111, 710, 711, 720

Contributor Pada MARC disebut sebagai

penanggung jawab

perorangan, korporasi, konferensi.

651, 662, 751, 752 Coverage Nama geografis, nama tempat

hirarki dimasukan dalam cakupan pada unsur DC.

Creator Ketika terjadi pengubahan dari

MARC ke DC, unsur Creator tidak digunakan.

008/07-10, 260$c$g Date

500-599, kecuali 506, 530, 540, 546

Description Kecuali catatan pembatasan

akses, keterangan fisik, catatan bahasa

340, 856$q Format Media fisik dan lokasi digital

020$a, 022$a, 024$a, 856$u

Identifier Catatan identifier berupa

ISBN, URL/URI dan identifier lain.

008/35-37,

041$a$b$d$e$f$g$h$j, 546

Language

260$a$b Publisher Tempat dan nama penerbit.

530, 760-787$o$t Relation Hubungan dengan bentuk lain.

506, 540 Rights

534$t, 786$o$t Source

050, 060, 080, 082, 600, 610, 611, 630, 650, 653

Subject

45, 246 Title Setiap tengara diulang pada

dc:title. Beberapa aplikasi mungkin akan memasukan 210, 222, 240, 242, 243, dan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metadata yang biasa

digunakan di perpustakaan adalah MARC dan Dublin Core. Perbedaannya adalah

Dublin Core memiliki 15 unsur yang jauh lebih sedikit dari tengara MARC yang

(26)

33

dapat dipahami oleh profesional informasi, sedangkan istilah-istilah pada Dublin

Core lebih mudah dipahami walaupun bagi orang awam. Perbedaan tersebut

dikarenakan adanya perbedaan dalam tujuan penciptaan MARC ataupun DC.

Perangkat lunak aplikasi Senayan Library Management System (SLiMS 5.0 Meranti) yang digunakan oleh Perpustakaan STMIK TIME memiliki fitur

MARC Import. Nugraha (2010) dalam Buku Dokumentasi SLiMS menjelaskan

bahwa “saat ini SLiMS 5.0 Meranti memiliki fitur MARC Import yang digunakan

untuk mengimport data MARC baik itu berekstensi .mrc ataupun .xml.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak

aplikasi Senayan Library Management System (SLiMS 5.0 Meranti) sebagai salah satu contoh sistem perpustakaan automasi masih menggunakan skema metadata

Format MARC sedangkan skema Dublin Core digunakan untuk sistem

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan distribusi silang tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan perilaku pemeriksaan pap smear di Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta Tahun 2013,

PTBA had the option to change its sales mix and increase export sales in 1H18 as the company holds abundant coal reserves with calorific value ranging from 4,500-7,000 kcal/kg

Dampak dari keinginan yang belum terwujud ini, membuat hampir seluruh kelompok feminis liberal Amerika Serikat akhirnya bangkit kembali untuk memperjuangkan hak-hak

Dari 6 ibukota provinsi di Pulau Jawa, semua kota mengalami inflasi dan inflasi terendah terjadi di kota DKI Jakarta sebesar 0,16 persen.. Sedangkan inflasi kumulatif terendah

Arso mengungkapkan, dari 1.750 jumlah Masjid dan mushalla di Medan, baru sekitar 50 Masjid saja yang memiliki data keabsahan, penentuan posisi arah kiblat dan

Ruas jalan Dekso – Samigaluh terletak di daerah perbukitan dengan kondisi jalan memiliki tikungan – tikungan yang tajam sehingga sering terjadi kecelakaan, maka

Gambaran status gizi berdasarkan indeks tinggi badan per umur pada anak talasemia β mayor di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.. Djamil Padang memperlihatkan

Pada dasarnya hingga saat ini permintaan akan jamur merang terus meningkat, namun petani belum dapat mencukupi kebutuhan pasar Masalah yang dihadapi petani terkait