• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emma Suryati, Rosmiati, dan Rachmansyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Emma Suryati, Rosmiati, dan Rachmansyah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Pekembangan embrio somatik rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) memperlihatkan keragaman morfologi yang berbeda pada setiap fase pertumbuhan sejak induksi hingga menjadi globular embrio yang dipelihara pada media cair dan semi solid. Medium kultur yang digunakan adalah media Conwy semi solid dengan kepadatan 0,8% agar yan diperkaya dengan zat perangsang tumbuh Indol acetic acid (IAA) 0,4 mg/L. Pemeliharaan dilakukan selama 8 minggu, pengggantian media dilakukan setiap minggu dengan komposisi media yang sama. Induksi kalus dan embrio terjadi pada eksplan rumput laut pada minggu pertama yang ditandai dengan tumbuhnya filamen transparan atau berwarna merah kecoklatan yang timbul pada permukaan jaringan atau kadang-kadang membentuk organ yang belum sempurna pada bagian lainnya. Embrio dan filamen dapat dipindahkan pada media kultur yang baru agar dapat berkembang dengan baik. Pembentukan anakan diawali dari filamen yang menyatu membentuk globular kemudian memanjang dan menyatu menjadi embrio. Persentase sintasan eksplan dan embrio pada induksi kalus sekitar 80%, namun filamen dan embrio yang terbentuk dapat diperbanyak hingga menghasilkan anakan yang seragam dalam waktu yan bersamaan.

KATA KUNCI: keragaman, morfologi, embrio somatik, Kappaphycus alvarezii PENDAHULUAN

Regenerasi rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilakukan melalui induksi talus atau induksi embrio somatik. Teknik ini lebih baik dan lebih mudah perkembangannya karena berasal dari satu sel pada jaringan somatik yang perkembangannya serupa dengan embrio normal. Pada tanaman tingkat tinggi regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik lebih mudah menjadi embrio bipolar, yaitu mempunyai dua kutub yang langsung sebagai bakal tunas dan akar pada tanaman tingkat tinggi (Damayanti et al., 2007). Demikian juga pada rumput laut K. alvarezii regenerasi dan perbanyakan individu dapat dilakukan melalui induksi embrio pada media yang diperkaya dengan nutrien dan hormon perangsang tumbuh baik golongan auxin maupun sitokinin, serta kondisi pertumbuhan embrio secara in vitro (Suryati & Rejeki, 2009).

Pada induksi kalus dan embrio pada rumput laut telah dilakukan oleh Reddy et al., 2003 menggunakan NAA (Naphtalen acetic acid) dan BAP (Benzil amino purin) untuk memacu pembentukan embrio pada talus rumput laut dapat berhasil dengan baik, beberapa hormon perangsang tumbuh sejenis yang memiliki sifat yang hampir sama dieksplor pemanfaatannya pada induksi embrio rumput laut K. alvarezii antara lain IAA (Indol Acetic Acid), IBA (Indol Butiric Acid), auxilin dan kinetin yang sering digunakan pada induksi kalus dan pertumbuhan embrio pada tanaman tingkat tinggi secara in vitro (Hendaryono et al., 1994). Hormon tumbuhan pada umumnya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu golongan auksin, giberelin, sitokinin, dan asam absisat yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda pada tanaman tingkat tinggi, sedangkan pada induksi kalus dan embrio rumput laut K. alvarezii memperlihatkan efek yang berbeda pada penampakan dan pertumbuhan embrio pada umumnya. Golongan auksin dan giberelin (auksilin) memperlihatkan efek terhadap pertumbuhan panjang, sedangkan golongan sitokinin atau kinetin memperlihatkan pengaruh terhadap perbanyakan sel baik tunggal maupun kelompok, kombinasi dari kedua golongan tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan secara keseluruhan (Campbell et al., 2003).

Embriogenesis somatik merupakan suatu proses di mana sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahapan perkembangan embrio yang spesifik

KERAGAMAN MORFOLOGI EMBRIO SOMATIK PADA RUMPUT LAUT

(

Kappaphycus alvarezii

) SELAMA PEMELIHARAAN PADA MEDIA CAIR DAN

SEMI SOLID YANG DIPERKAYA DENGAN IAA

Emma Suryati, Rosmiati, dan Rachmansyah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90511 E-mail: [email protected]

(2)

tanpa melalui fusi gamet (Williams & Maheswara, 1986). Regenerasi melalui embriogenesis somatik memberi banyak keuntungan antara lain: (1) waktu perbanyakan lebih cepat; (2) pencapaian hasil dalam mendukung program perbaikan tanaman lebih cepat; dan (3) jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya (Mariska, 1996). Di samping itu, dengan strukturnya yang bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai embrio zigotik maka perbanyakan melalui pembentukan embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar.

Regenerasi embrio somatik berkembang melalui beberapa tahapan yang dibedakan berdasarkan morfologi dan perkembangan organ menghasilkan anakan yang terbentuk pada kondisi media yang berbeda baik media cair maupun media semi solid (Suryati et al., 2008).

Teknik perbanyakan benih melalui induksi kalus dan perbanyakan embrio merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan pemuliaan dan penyediaan plasma nutfah rumput laut khususnya K. alvarezii dengan karakteristik genetik yang cukup bervariasi, selain itu juga, perbanyakan embrio dapat dimanfaatkan sebagai media dalam rangka perbaikan mutu genetik melalui manipulasi genetik sehingga diharapkan perbanyakan dan pemeliharaan embrio dapat dimanfaatkan dalam upaya perbanyakan dan perbaikan mutu genetika melalui rekayasa genetika.

BAHAN DAN METODE Persiapan Eksplan

K. alvarezii dikumpulkan dari kebun petani di Kabupaten Barru dibawa ke laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) dalam wadah yang ditutup dengan kain yang dibasahi dengan air laut. Talus rumput laut yang sehat dari penyakit dan bersih dari lumut dipotong sekitar 5 cm dan dibersihkan dengan air laut yang disaring dengan membran filter. Untuk inisiasi dan penyesuaian pada kondisi laboratorium, eksplan yang telah dipotong dikultur pada air laut steril yang diperkaya dengan pupuk Conwy. Untuk menghilangkan diatom digunakan GeO2 (10 mg/L) ditambahkan untuk semua media kultur selama 2 minggu pertama kultur. Fluktuasi cahaya yang digunakan yaitu gelap:terang = 12:12 jam.

Fragmen yang dipilih untuk kultur jaringan, disterilkan dengan metode sterilisasi permukaan (Polne-Fuller & Gibor, 1984; Huang & Fujita, 1997). Eksplan dibersihkan dengan sikat di bawah mikroskop, kemudian dimasukkan ke dalam 0,5% deterjen cair dalam air laut steril selama 10 menit, kemudian dengan betadin 2% w/v) di dalam air laut steril selama 3 menit untuk menghilangkan mikroba permukaan, kemudian disterilisasi menggunakan campuran antibiotik 3% di dalam media kultur Conwy selama 2 hari. Untuk menguji sterilisasi dikonfirmasi dengan menumbuhkan pada media agar dan disimpan pada inkubator.

Induksi Kalus dan Embrio

Embrio rumput K. alvarezii diperoleh melalui fragmen yang telah disterilkan selama 24 jam, dicuci dengan air laut steril lalu diiris kurang lebih 0,5 cm. selanjutnya dikeringkan dengan kertas saring steril untuk menghilangkan cairan dan lendir pada saat memotong. Kemudian diletakkan di atas media kultur bacto-agar-solidified Conwy medium dengan volume 5 mL dan kepadatan agar 0,8% (w/v) sebanyak 10 eksplan pada setiap cawan. Setelah 2 minggu, filamen terbentuk pada bagian epidermis, diawali dengan filamen transparan, kemudian berwarna merah kecoklatan, lalu dihitung sintasan eksplan yang terinduksi. Setelah 30 hari kemudian dipindahkan ke dalam media kultur yang baru. Setelah 2 bulan filamen dan embrio dipindahkan ke dalam media kultur yang baru dengan kondisi yang sama.

Media Kultur yang Digunakan, Kepadatan Agar, Cahaya dan Hormon Perangsang Tumbuh Untuk induksi filamen dan embrio pada permukaan eksplan diperlukan standarisasi media kultur dengan komposisinya seperti pupuk yang digunakan, kepadatan agar, pengatur pertumbuhan, dan fluks foton intensitas cahaya. Media kultur yang digunakan adalah yang diperkaya dengan pupuk Conwy, dengan intensitas cahaya 1.500 lux, serta kepadatan agar 0,8%, hormon pengatur tumbuh yang digunakan adalah IAA dengan konsentrasi 0,4 mg/L. Terjadinya induksi kalus ditentukan setelah 2 minggu pemeliharaan dan akan terbentuk embryogenik dan somatik embriogenesis pada bagian

(3)

epidermis kulit bagian luar. Setelah 60 hari pemeliharaan, embrio yang berupa filamen dipindahkan dengan mengiris dengan hati-hati dan memindahkan pada media kultur yang baru dengan kepadatan 0,4% bacto-agar atau 0,6% agarose. Embrio yang diiris dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi 20 mL medium kultur dengan gelling agar rendah, dengan kondisi pemeliharaan yang sama seperti di atas. Pada pemeliharaan perlu diperhatikan untuk menghindari pergantian suhu yang terlalu drastis. Pergantian media kultur dilakukan dengan interval 40–45 hari.

Pemeliharaan Anakan Rumput Laut pada Media Cair

Embrio somatik kecil yang dihasilkan dari kalus yang berkembang menjadi anakan, diiris dengan pisau steril, dibilas dengan air laut steril kemudian dimasukkan ke dalam botol kultur yang berisi 20 mL media kultur yang diperkaya dengan hormon perangsang tumbuh dengan konsentrasi tertentu. Botol kultur ditempatkan pada shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 1 bulan, kemudian di pindahkan ke dalam botol nonaxenic, hingga tumbuh sampai anakan mencapai 3–5 cm. Selama kultur micropropagule, media diganti dengan interval mingguan.

HASIL DAN BAHASAN Induksi Kalus dan Embrio

Pertumbuhan filamen dan embrio somatik pada rumput laut K. alvarezii mengalami beberapa fase pertumbuhan, pada induksi awal filamen yang terbentuk berwarna putih dan transparan umumnya terinduksi pada bagian ujung eksplan yang segar. Sedangkan filamen yang berwarna merah kecoklatan biasanya terinduksi pada eksplan yang mengalami degradasi, filamen bertumbuh pada permukaan eksplan hingga menutupi bagian epidermis, pada rumput laut kadang-kadang induksi dapat menghasilkan organ dan anakan yang belum sempurna (Gambar 1).

Sintasan eksplan dengan induksi menghasilkan embrio atau organ pada media semi solid (Gambar 2). Jumlah embrio somatik umumnya mengalami peningkatan sekitar dua kali dari awal masa kultur. Penambahan jumlah embrio ini menunjukkan adanya pembentukan embrio somatik baru yang dinamakan embrio somatik sekunder, umumnya terjadi pada tanaman tingkat tinggi (Riyadi et al., 2005).

Pertumbuhan embrio transparan dan yang berwarna coklat kemerahan dapat dilihat pada Gambar 3. Embrio somatik rumput laut K. alvarezii dapat terinduksi dengan penambahan Zat Perangsang Tumbuh (ZPT) dari golongan auksin maupun sitokinin, namun yang memberikan pertumbuhan pal-ing optimum adalah IAA dengan konsentrasi 0,4 mg/L (Gambar 4).

Warna Embrio

Embrio rumput laut K. alvarezii yang terinduksi pada eksplan memperlihatkan perkembangan filamen transparan yang muncul pada bagian ujung eksplan dengan pertumbuhan yang serempak (Reddy et al., 2003). Atau filamen yang berwarna merah kecoklatan yang menyerupai serabut. Filamen yang dipelihara pada media cair memperlihatkan pertumbuhan ke segala arah, kadang-kadang menyatu

Gambar 1. Morfologi filamen hasil induksi (A) dan organ yang tidak sempurna (B) dari rumput laut K. alvarezii

A

B

(4)

Gambar 4. Sintasan embrio rumput laut Kappaphycus alvarezii pada media semi solid dengan konsentrasi IAA (Indol Acetic Acid) yang berbeda

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 kontrol 0.2 mg/L 0.4 mg/L 0,6 mg/L Konsentrasi IAA Si nt as an e m br io (% )

Gambar 3. Sintasan filamen transparan dan merah coklat dari rumput laut Kappaphycus alvarezii pada media semi solid yang diperkaya dengan IAA (Indol Acetic Acid)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Waktu pengamatan Si nt as an fi la m en (%

) TransparanMerah coklat

Gambar 2. Sintasan filamen dan organ pada eksplan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada beberapa media yang diperkaya dengan IAA (Indol Acetic Acid)

0 10 20 30 40 50 PES CONWY SSW

Media kultur semi solid

Si nt as an (% ) Filamen Organ

(5)

dan menggumpal, atau terpisah menyerupai rantai, sedangkan filamen yang dipelihara pada media semi solid cenderung menyebar dengan serat memanjang dan berpusat pada satu titik (Gambar 5).

Fase Perkembangan Embrio

Perkembangan embrio rumput laut K. alvarezii terjadi melalui beberapa fase pertumbuhan. Fase induksi terjadi pada dua minggu pertama baik itu pembentukan filamen maupun organ yang dikultur pada media semi solid yang diperkaya dengan ZPT IAA 0,4 mg/L, komposisi warna filamen mengalami perubahan selama masa kultur warna filamen transparan dapat berubah menjadi coklat kemerahan pada media ini. Sedangkan pada tahap diferensiasi embrio yang dikultur pada media semi solid memperlihatkan pertumbuhan yang optimum (Gambar 6).

Perkembangan embrio rumput laut K. alvarezii sangat tergantung pada kondisi embrio serta komposisi media yang digunakan untuk pemeliharaan baik cair maupun semi solid. Untuk diferensiasi filamen yang dibutuhkan adalah media media cair yang diperkaya dengan pupuk yang sesuai. Sedangkan untuk diferensiasi filamen menjadi talus umumnya lebih baik digunakan media semi-solid dengan penambahan nutrien dan ZPT.

Talus yang dihasilkan dari embrio, pada umumya memiliki percabangan yang relatif lebih banyak dan mulus dapat diperbanyak pada media cair hingga menghasilkan anakan yang dapat diaklimatisasi di lapangan dan siap menjadi benih yang memiliki kualitas yang relatif lebih baik dari induknya.

Gambar 5. Morfologi filamen (A) transparan, (B) filamen berwarna coklat kemerahan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii

A

B

A

B

Gambar 6. Fase perkembangan embrio rumput laut Kappapcus alvarezii pada media cair dan media semi solid yang diperkaya dengan pupuk Conwy dan IAA (Indol Acetic Acid)

1

2

3

4

5

6

1

2

3

(6)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Morfologi embrio somatik yang dihasilkan dari induksi kalus rumput laut, pada umumnya berupa filamen yang transparan atau berwarna merah kecoklatan, atau kadang-kadang merupakan organ yang tidak sempurna.

2. Sintasan embrio dan filamen berkisar 80% pada media semi solid yang diperkaya dengan pupuk Conwy dan IAA 0,4 mg/L

3. Filamen yang dipelihara pada media cair memperlihatkan pertumbuhan ke segala arah, kadang-kadang menyatu dan menggumpal, atau terpisah menyerupai rantai, sedangkan filamen yang dipelihara pada media semi solid cenderung menyebar dengan serat yang memanjang dan berpusat pada satu titik.

DAFTAR ACUAN

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2003. Biologi. Fifth edition. Addison Wesley Logman, Inc., 404 hlm.

Damayanti, D., Sudarsono, Mariska, I., & Herman, M. 2007. Regenerasi pepaya melalui kultur in vitro. J. Agro Biogen, 3(2): 49–54.

Hendaryono, D.P.S. & Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur jaringan. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius Jogjakarta 139 hlm.

Huang, W. & Fujita, Y. 1997. Callus induction and thallus regeneration of the red alga Meristotheca papulosa (Rhodophyta, Gigartinales). Bot. Mar., 40: 55–61.

Liao, I.C., Su, H.M., & Lin, J.H. 1983. Larval foods for penaeid prawns In Mc Vey, J.P. & Moore, J.R. (Eds.). CRC Handbook of Mariculture, Crustacean Aquaculture volume I, CRC Press Inc. Boca Raton, Florida. p. 43–69.

Mariska, I. & Husni, A. 2006. Perbaikan Sifat Genotif melalui Fusi Protoplas pada Tanaman lada, nilam, dan terung. J. Litbang Pertanian, 25(2): 56–59.

Polne-Fuller, M. & Gibor, A. 1984. Developmental studies in Porphyra.I. Blade differentiation in Porphyra perforata as expressed by morphology, enzymatic digestion and protoplast regeneration. J. Phycol., 20: 609–16.

Riyadi, I., Tahardi, J.S., & Sumaryono. 2005. The development of somatic embryos of sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) on solid media. Menara Perkebunan, 73(2): 35–43.

Reddy, C.R.K., Kumar, G.R.K., Siddhanta, A.K., & Tewari, A., 2003. In Vitro Somatic Embriogenesis and Regeneration of Somatic Embryos from Pigmented Callus of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (Rhodophyta, Gigartinales). J. Phycol., 39: 610–616.

Suryati, E. & Rejeki, H.M.S. 2009. Regenerasi rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Melalui induksi kalus dan embrio dengan penambahan hormon perangsang tumbuh secara in vitro. J. Ris. Akuakultur, 4 (1): 39–45.

Williams, E.G. & Maheswara. 1986. Somatic embryogenesis factors influencing coordinated behaviour of cells as on embryogenic roup. Ann. Bot., 57: 443–462.

Gambar

Gambar 1. Morfologi filamen hasil induksi (A) dan organ yang tidak sempurna (B) dari rumput laut K
Gambar 3. Sintasan filamen transparan dan merah coklat dari rumput laut Kappaphycus alvarezii pada media semi solid yang diperkaya dengan IAA (Indol Acetic Acid)
Gambar 5. Morfologi filamen (A) transparan, (B) filamen berwarna coklat kemerahan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii

Referensi

Dokumen terkait

Pada kedalaman lebih dari 1300 µ m, tidak terjadi perbedaan kekerasan dengan base material yang mengindikasikan tidak ada penam- bahan Karbon selama proses karburasi sehingga

CDU karya Rohendy dan Supis (1959/60) dapat dikatakan merupakan jawaban dari ketidakpuasan orang Sunda, yang diwakili oleh perkumpulan yang bergerak dalam bidang

yang telah pesat perkembanganya, sehingga yang membuat peneliti ingin melakukan penelitian dalam masalah ini adalah sistem, akad, dan kesenjangan antara pemilik modal

Hasil studi ini adalah penggantian nazhir perseorangan kepada badan hukum mengacu kepada kemaslahatan umum yaitu penertiban aset wakaf yang dimiliki oleh badan hukum itu sendiri

d) difasilitasi untuk mendapatkan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana kegiatan sektor informal. Kebijakan pemerintah yang menertibkan tempat aktivitas atau

Variabel yang digunakan adalah: nilai tukar riil, suku bunga (BI Rate), jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO dunia, GDP Indonesia, harga olein Jakarta,

Pembuatan Media Kultur Bakteri Setelah rotifer berhasil dikultur pada media yang diberikan ikan mentah, tahap selanjutnya adalah pengkulturan bakteri yang berasosiasi pada

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Bayu Setyoko, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengkonversi