• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS SPAWNPRIM PADA PROSES OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN KOMET Carassius auratus auratus REZI HIDAYAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS SPAWNPRIM PADA PROSES OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN KOMET Carassius auratus auratus REZI HIDAYAT"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS SPAWNPRIM PADA PROSES OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN KOMET Carassius auratus auratus

REZI HIDAYAT

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

EFEKTIVITAS SPAWNPRIM PADA PROSES OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN KOMET Carassius auratus auratus

REZI HIDAYAT

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

EFEKTIVITAS SPAWNPRIM PADA PROSES OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN KOMET Carassius auratus auratus

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

REZI HIDAYAT C.14052808

(4)

ABSTRAK

REZI HIDAYAT. Efektivitas Spawnprim pada proses ovulasi dan pemijahan ikan komet Carassius auratus auratus. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan HARTON ARFAH.

Manipulasi pemijahan perlu dilakukan pada ikan yang sulit dipijahkan secara alami dalam wadah budidaya. Manipulasi pemijahan secara hormonal merupakan salah satu teknik yang sering dilakukan di pembenihan ikan. Bahan hormonal yang sering digunakan untuk pemijahan selama ini yaitu Ovaprim (20µg/mℓ sGnRH-a + 10mg/mℓ antidopamin, AD). Akhir-akhir ini, telah ditemukan juga bahan lain yaitu aromatase inhibitor (AI). Penambahan AI pada bahan rangsangan hormonal pemijahan diharapkan mampu merangsang pemijahan ikan dengan lebih efektif dan efisien. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas Spawnprim (LHRH-a + AD + AI) dalam merangsang pemijahan pada induk betina ikan komet sebagai ikan model. Spawnprim dirancang dalam empat macam kombinasi perlakuan (A, B, C, dan D) menggunakan 0-15µg/mℓ LHRH-a. Ovaprim sebagai kontrol positif dan larutan fisiologis sebagai kontrol negatif. Masing-masing perlakuan disuntikan pada 6 induk betina ikan komet dengan dosis 0,5mℓ/kg bobot ikan. Hasil menunjukkan bahwa Spawnprim A, B, C, dan D mampu merangsang terjadinya ovulasi dengan tingkat keberhasilan sama seperti pada ovaprim yakni 100% pada periode laten 6 jam pasca-suntik, sedangkan pada larutan fisiologis tidak mampu merangsang ovulasi. Spawnprim C dan D tidak menunjukkan perbedaan tingkat ovulasi dengan Ovaprim (p>0,05). Spawnprim A, B, C, dan D memberikan hasil yang sama dengan ovaprim untuk diameter telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan tingkat kelangsungan hidup larva pada umur 4 hari (p>0,05). AI dapat menggantikan peran LHRH dalam merangsang proses pematangan akhir gonad. Spawnprim C dan D memiliki kinerja yang sama efektif dengan Ovaprim dalam pematangan akhir gonad tetapi lebih ekonomis. Kata kunci: aromatase inhibitor, ovulasi, pematangan akhir gonad, Spawnprim,

(5)

ABSTRACT

REZI HIDAYAT. Spawnprim effectiveness in ovulation and spawning process of comet fish Carassius auratus auratus. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and HARTON ARFAH.

Artificial propagation is required in particular for fish that difficult to spawn naturally in the captivity. Spawning by hormonal manipulation is one of the techniques that is often done in the hatchery fish. The most common hormone used this technique is Ovaprim (20 µg/mℓ sGnRH-a + 10 mg/mℓ anti-dopamine, AD). Recently, it was also found other materials that can stimulate spawning namely aromatase inhibitor (AI). The addition of AI in hormonal compound is expected to stimulate spawning fish more effectively and efficiently. This study aimed to test the effectiveness of Spawnprim (LHRH-a + anti-dopamine + AI) in stimulating spawning in female comet-fish as a model fish. Spawnprim was designed into four different treatment combinations (A, B, C, and D) using 0-15µg/mℓ LHRH-a. Ovaprim was used as a positive control whereas physiological solution without any hormone was used as a negative control. Six female of comet fish were injected with each hormonal treatment with a dose of 0.5mℓ/kg body weigth. The results showed that Spawnprim A, B, C and D could stimulate ovulation with the same success rate as the Ovaprim which was 100% in the latent period of 6 hours post-injection, whereas control negative showed no ovulation. Spawnprim C and D did not show a significant difference in ovulation rate with Ovaprim (p>0,05). Spawnprim A, B, C and D give the same results with Ovaprim for egg diameter, fertilization level, hatching level, and survival rate of larvae at the age of 4 days (p>0,05). AI may replace the role of LHRH in stimulating final maturation process of gonads. Spawnprim C and D can be as effective as Ovaprim in the final maturation of the gonads, and yet more economical.

Key words: aromatase inhibitor, ovulation, final maturation of the gonads, Spawnprim, Ovaprim, comet-fish

(6)

Judul Skripsi : Efektivitas Spawnprim pada proses ovulasi dan pemijahan ikan komet Carassius auratus auratus Nama Mahasiswa : Rezi Hidayat

Nomor Pokok : C.14052808

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc Ir. Harton Arfah, M.Si NIP. 19640813 199103 1 001 NIP. 19661111 199103 1 003

Diketahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah azza wa jalla atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2009 s.d. Mei 2010 adalah pengembangbiakan ikan, dengan judul ”Efektivitas Spawnprim pada proses ovulasi dan pemijahan ikan komet Carassius auratus auratus”.

Banyak bantuan yang telah diberikan berbagai pihak sampai diselesaikannya karya ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Harton Arfah, M.Si selaku pembimbing II atas bimbingan, saran, dan masukannya selama ini, serta Bapak Dr. Nur Bambang P. U. selaku penguji tamu dalam ujian skripsi atas masukannya terhadap perbaikan karya ilmiah ini.

2. Ayah, Ibu, dan Kakak (Erna, Yeyen, Reza) atas segala doa dan motivasinya. 3. Pak Wawan dan Mang Entis selaku staf teknisi Kolam Percobaan Babakan

atas bantuan teknisnya.

4. Teman satu penelitian (Firman, Ahya) atas kerjasama dan dukungannya. 5. Keluarga besar Budidaya Perairan, IPB (terkhusus mahasiswa BDP’42),

atas kebersamaan dan dukungannya.

6. Teman satu kontrakan (Tedy, Herman, Amir, Dian) atas semangat dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2010

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan tanggal 12 Januari 1987 dari ayah Ucu Suliadi dan ibu Atun Yuliatun. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 2 Kuningan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, kemudian memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menempuh perkuliahnya, penulis pernah melakukan magang di PT. Central Pertiwi Bahari (breeding operation), Lampung. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Genetika semester genap 2008/2009 dan Fisiologi Reproduksi Ikan semester ganjil 2009/2010. Selain itu, penulis juga aktif menjadi pengurus Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan periode 2007 s.d. 2008. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi yang berjudul “Efektivitas Spawnprim pada proses ovulasi dan pemijahan ikan komet Carassius auratus auratus”.

(9)

 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 3

2.1 Waktu dan Tempat ... 3

2.2 Metode Penelitian ... 3

2.2.1 Persiapan Wadah ... 3

2.2.2 Pemeliharaan Ikan Uji ... 3

2.2.3 Pembuatan Spawnprim ... 4

2.2.3.1 Larutan Stok Bahan ... 4

2.2.3.2 Larutan Spawnprim ... 5

2.2.4 Seleksi Ikan Uji ... 6

2.2.5 Perlakuan ... 6

2.3.5.1 Penyuntikan Larutan ... 6

2.3.5.2 Pemijahan ... 6

2.3 Parameter yang diamati ... 7

2.3.1 Parameter Utama ... 7

2.3.1.1 Tingkat keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi ... 7

2.3.1.2 Tingkat Ovulasi ... 7

2.3.1.3 Diameter Telur ... 7

2.3.1.4 Derajat Pembuahan (Fertilization Level) ... 8

2.3.1.5 Derajat Penetasan (Hatching Level) ... 8

2.3.1.6 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 8

2.3.2 Parameter Tambahan ... 8

2.3.2.1 Efisiensi Pemakaian Spawnprim ... 8

2.3.2.2 Pengukuran Kualitas Air ... 9

2.4 Analisis Data ... 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

3.1 Hasil ... 10

3.1.1 Tingkat Keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi ... 10

3.1.2 Tingkat Ovulasi ... 11

3.1.3 Diameter Telur ... 11

3.1.4 Derajat Pembuahan (Fertilization Level) ... 12

3.1.5 Derajat Penetasan (Hatching Level) ... 13

3.1.6 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 14

3.1.7 Efisiensi Pemakaian Spawnprim ... 15

3.2 Pembahasan ... 16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

4.1 Kesimpulan ... 20

(10)

  DAFTAR PUSTAKA ... 21 LAMPIRAN ... 23                                                  

(11)

   

xi DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tingkat keberhasilan dan lama waktu ovulasi ikan komet

Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ

LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) ... 10 2. Efisiensi pemakaian berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0

µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) dibanding Ovaprim ... 15

(12)

   

xii DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Grafik tingkat ovulasi ikan komet Carassius auratus auratus

pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) ………...

11 2. Grafik diameter telur ikan komet Carassius auratus auratus pada

perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) ……….

12 3. Grafik derajat pembuahan ikan komet Carassius auratus auratus

pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) ... 13 4. Grafik derajat penetasan ikan komet Carassius auratus auratus

pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) ... 14 5. Grafik tingkat kelangsungan hidup larva umur 4 hari ikan komet

Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ

(13)

   

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Skema mekanisme hormonal dalam pemijahan ikan dengan

Spawnprim atau Ovaprim ………... 23 2. Data hasil perlakuan pada ikan komet Carassius auratus auratus. 24 3. Data kinerja reproduksi ikan komet Carassius auratus auratus

akibat perlakuan ……….. 25

4. Kualitas air ………... 26 5. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter tingkat

ovulasi ………. 26

6. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter diameter telur ... 27 7. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter derajat

pembuahan ... 27 8. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter derajat

penetasan ... 28 9. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter tingkat

kelangsungan hidup-4 ... 29

(14)

1

I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi sumber daya ikan hias yang sangat besar untuk dikembangkan. Sebagai gambaran, jumlah spesies ikan hias air tawar Indonesia mencapai 400 spesies dari 1.100 spesies ikan hias yang ada di dunia (Poernomo, 2008). Diantara sekian banyak spesies tersebut, terdapat kelompok ikan yang sangat sulit dipijahkan secara alami pada kondisi budidaya. Kelompok ikan seperti ini biasanya merupakan ikan yang baru diambil dari alam sehingga kondisi lingkungan budidaya kurang mendukung untuk ikan memijah. Sebagai solusinya, selama ini telah berkembang teknologi dengan pemijahan buatan melalui teknik manipulasi hormon. Teknik seperti ini menggunakan bahan rangsangan hormonal yang disuntikkan pada ikan yang akan dipijahkan. Bahan rangsangan hormonal yang sering digunakan yaitu Ovaprim (20 µg/mℓ salmon gonadotropin releasing hormone analogue, sGnRHa + 10 mg/mℓ antidopamin, AD) (Nandeesha et al., 1990). sGnRHa berperan menggantikan peran GnRH alami untuk memicu kelenjar hipofisa mensekresikan gonadothropin hormone (GtH) di otak, sedangkan AD berperan membantu kerja sGnRHa dengan menghilangkan pengaruh hambat dari dopamin pada sekresi GtH di otak. Ovaprim teruji efektif mampu merangsang pemijahan untuk kelompok ikan yang sulit dipijahkan secara alami seperti redfin, patin, bawal, dan lain-lain. Namun, penggunaan Ovaprim bagi sekalangan petani masih memiliki kendala yaitu harganya yang mahal dan ketersediaannya yang terbatas di pasaran.

Akhir-akhir ini, telah ditemukan bahan lain yang mampu merangsang pemijahan yaitu aromatase inhibitor (AI). AI telah terbukti mampu menstimulasi terjadinya ovulasi pada beberapa spesies ikan seperti coho salmon, maskoki, dan sumatera (Afonso et al., 1999; Basuki, 2007; Permana, 2009). Dalam mekanisme kerja hormonal pemijahan, AI berperan menghambat kerja aromatase di gonad sehingga menghentikan proses vitelogenesis dan terjadi umpan balik ke otak untuk memicu kelenjar hipofisa mensekresikan GtH II atau Leutinizing Hormone (LH) yang digunakan sebagai penginduksi proses pematangan akhir gonad dan berakhir pada ovulasi (Casper, 2006). Dengan peran tersebut, AI dapat menggantikan peran GnRHa untuk mempercepat proses pemijahan pada ikan. Di

(15)

2 pasaran, AI memiliki harga yang jauh lebih murah dibanding GnRHa. Penggunaan AI yang dikombinasikan dengan GnRHa dan AD dapat dijadikan alternatif baru dalam merangsang pemijahan ikan yang diharapkan mampu lebih efektif dan memiliki nilai ekonomis yang lebih murah dibanding Ovaprim.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas kombinasi AI, LHRHa, dan AD (Spawnprim) pada proses ovulasi dan pemijahan ikan komet Carassius auratus auratus yang digunakan sebagai ikan model.

(16)

3

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2009 s.d. Mei 2010 bertempat di Kolam Percobaan Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengembangbiakan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan adalah bak fiber ukuran 1 ton, akuarium ukuran 60 x 40 x 50 cm untuk pemeliharaan dan perlakuan induk sebanyak 10 buah serta akuarium ukuran 20 x 13 x 15 cm untuk inkubasi dan penetasan telur ikan komet. Persiapan wadah diawali dengan membersihkan bak dan akuarium dari kotoran ataupun kerak yang menempel di dinding dan dasar menggunakan sabun. Setelah bak dan akuarium bersih, dicek kebocorannya kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Selanjutnya bak dan akuarium didisinfeksi menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) sekitar 24 jam, kemudian diisi air tandon dan diberi aerasi yang cukup. Bak dan akuarium baru dapat digunakan setelah satu hari pengisian air.

2.2.2 Pemeliharaan Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan komet matang gonad berumur sekitar 3-6 bulan dengan bobot rata-rata 16,70±6,34 g sebanyak 46 ekor betina dan 15 ekor jantan. Induk didatangkan dari petani di daerah Depok dan Sukabumi. Setelah diaklimatisasi, induk ikan komet ditebar dalam bak fiber dengan pemisahan antara jantan dan betina. Selanjutnya induk dipelihara dengan pemberian pakan setiap hari berupa pelet udang sekitar 3% bobot tubuh frekuensi 2 kali sehari.

(17)

4 2.2.3 Pembuatan Spawnprim

Spawnprim adalah kombinasi dari tiga bahan yaitu Leutinizing Hormone Releasing Hormone analogue (LHRH-a), anti dopamin (AD), dan aromatase inhibitor (AI). Kombinasi bahan ini dibuat dalam bentuk larutan yang diambil dari stok masing-masing bahan yang dilarutkan.

2.2.3.1 Larutan Stok Bahan

Larutan stok bahan yang dimaksud adalah komponen bahan Spawnprim yang dilarutkan sebagai stok untuk pembuatan Spawnprim. Larutan stok bahan terdiri dari:

1) LHRH-a, diproduksi oleh perusahaan Syndel Laboratories Ltd, Kanada dalam bentuk serbuk sebanyak 5 mg dikemas dalam botol. Untuk membuat larutan LHRH-a, terlebih dahulu dilarutkan dalam etil alkohol dengan memasukkan sebanyak 5 mℓ etil alkohol ke dalam botol LHRH-a lalu dikocok hingga larut. Setelah itu, larutan LHRH-a diambil sebanyak 1 mℓ untuk kemudian diencerkan hingga 10 mℓ dengan etil alkohol lalu dimasukkan ke dalam botol baru (botol diberi label stok LHRH-a). Selanjutnya, LHRH-a ini siap dibagikan ke dalam botol-botol untuk bahan perlakuan sesuai dosis.

2) AD, produk komersil yang dijual dalam bentuk tablet dengan nama merk dagang “domperidone”, diproduksi oleh PT. Indofarma, Indonesia. Tiap tabletnya mengandung domperidone sebanyak 10 mg. Untuk membuat larutan AD, sebanyak 40 tablet (konsentrasi 400 mg domperidone) digerus lalu dibagi sebanyak 200 mg dan masing-masing dilarutkan dalam 16 mℓ serta 14 mℓ akuabides. Larutan tersebut diaduk dengan menggunakan magnetic stirer dalam wadah gelas piala di atas hot plate selama semalaman. Kemudian, larutan AD ini diambil sebanyak 1 mℓ dan dimasukkan dalam tube 1,5 mℓ untuk disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm sekitar 5 menit. Setelah itu, supernatan yang terbentuk diambil dan dimasukkan dalam botol gelap ukuran 10 mℓ. Supernatan yang terkumpul merupakan larutan AD dan diberi label stok [AD]1 untuk konsentrasi 200 mg AD/16 mℓ akuabides dan label stok [AD]2

(18)

5 3) AI, jenis imidazole yang diproduksi oleh Wako Pure Chemical Industries, Ltd, Japan. AI tersebut berbentuk serbuk kristal putih. Untuk membuat larutan AI, sebanyak 200 mg AI dilarutkan dalam 100 mℓ akuabides dan diaduk hingga AI larut. Selanjutnya, larutan AI diberi label stok AI.

2.2.3.2 Larutan Spawnprim

Larutan Spawnprim dirancang dalam empat macam kombinasi dengan konsentrasi LHRH-a 0-15 µg/mℓ dan konsentrasi AD serta AI tetap. Macam larutan Spawnprim yaitu:

1) Spawnprim A, yakni larutan stok [AD]1 diambil sebanyak 8 mℓ ditambah

larutan stok AI sebanyak 0,5 mℓ. Setelah tercampur larutan ini ditambahkan akuabides sebanyak 1,5 mℓ dan dikocok hingga larut. Larutan ini disimpan dalam botol gelap dan diberi label Spawnprim A. Larutan ini digunakan untuk perlakuan A (dosis LHRH-a sebanyak 0 µg/mℓ) disimpan dalam lemari pendingin.

2) Spawnprim B, yakni larutan stok LHRH-a diambil sebanyak 0,5 mℓ ditambah larutan stok [AD]1 sebanyak 8 mℓ dan larutan stok AI sebanyak 0,5 mℓ.

Setelah tercampur larutan ini ditambahkan akuabides sebanyak 1,0 mℓ dan dikocok hingga larut. Larutan ini disimpan dalam botol gelap dan diberi label Spawnprim B. Larutan ini digunakan untuk perlakuan B (dosis LHRH-a sebanyak 5 µg/mℓ) disimpan dalam lemari pendingin.

3) Spawnprim C, yakni larutan stok LHRH-a diambil sebanyak 1,0 mℓ ditambah larutan stok [AD]2 sebanyak 7 mℓ dan larutan stok AI sebanyak 0,5 mℓ.

Setelah tercampur larutan ini ditambahkan akuabides sebanyak 1,5 mℓ dan dikocok hingga larut. Larutan ini disimpan dalam botol gelap dan diberi label Spawnprim C. Larutan ini digunakan untuk perlakuan C (dosis LHRH-a sebanyak 10 µg/mℓ) disimpan dalam lemari pendingin.

4) Spawnprim D, yakni larutan stok LHRH-a diambil sebanyak 1,5 mℓ ditambah larutan stok [AD]2 sebanyak 7 mℓ dan larutan stok AI sebanyak 0,5 mℓ.

Setelah tercampur larutan ini ditambahkan akuabides sebanyak 1,0 mℓ dan dikocok hingga larut. Larutan ini disimpan dalam botol gelap dan diberi label Spawnprim D. Larutan ini digunakan untuk perlakuan D (dosis LHRH-a sebanyak 15 µg/mℓ) disimpan dalam lemari pendingin.

(19)

6 2.2.4 Seleksi Ikan Uji

Seleksi ikan uji dilakukan pada induk betina ikan komet yang telah matang gonad dan belum mengalami ovulasi. Untuk mengetahui kematangan gonad ikan dilakukan pengamatan terhadap beberapa ciri morfologi, diantaranya bentuk perut dan warna daerah lubang genital. Induk betina yang sudah matang gonad ditandai dengan bagian perut (dibawah linea lateralis) yang membesar dan cenderung lembek dan warna daerah lubang genital yang cenderung merah. Setelah dilakukan seleksi, induk ikan komet dipindahkan ke dalam akuarium masing-masing perlakuan. Selanjutnya induk diberok selama kurang lebih 24 jam. 2.2.5 Perlakuan

Penelitian ini menggunakan empat macam larutan perlakuan dan dua kontrol. Tiap perlakuan dan kontrol dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan menggunakan dosis suntik 0,5 mℓ/kg bobot induk. Macam larutan perlakuan yang digunakan yaitu Spawnprim A, B, C, dan D, sedangkan kontrol yaitu Ovaprim sebagai kontrol positif dan larutan fisiologis NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif. 2.2.5.1 Penyuntikan Larutan

Induk ikan komet hasil seleksi yang akan disuntik diukur bobot dan panjangnya terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah larutan yang akan disuntikkan (0,5 mℓ/kg bobot tubuh). Selanjutnya induk diambil untuk disuntik sesuai dosis yang sudah dihitung. Alat suntik yang digunakan yaitu syringe berukuran 1 mℓ. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular yaitu pada bagian otot punggung di bawah sirip dorsal dengan posisi jarum mengarah ke depan dan membentuk sudut 30-50o terhadap tubuh ikan. Induk betina yang telah disuntik

segera dimasukkan ke dalam wadah perlakuan. 2.2.5.2 Pemijahan

Induk ikan komet yang telah mendapat perlakuan selanjutnya dipijahkan secara buatan. Pemijahan dilakukan dengan men-stripping induk secara perlahan ke arah genital sampai telur di dalam gonad benar-benar habis untuk keluar. Selanjutnya, telur dipisahkan sekitar 100 butir sebagai sampel untuk dibuahi sperma. Sperma sebelumnya disiapkan dari hasil stripping induk jantan yang disuntik Ovaprim dan diencerkan dengan larutan fisiologis NaCl 0,9%. Campuran telur dengan sperma diaduk secara perlahan menggunakan bulu ayam dan

(20)

7 pengencer larutan fisiologis. Kemudian telur ditebar pada wadah inkubasi sekaligus untuk penetasan telur.

2.3 Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi parameter utama yaitu keberhasilan dan lama waktu ovulasi, tingkat ovulasi, diameter telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan tingkat kelangsungan hidup, serta parameter tambahan yaitu efisiensi pemakaian Spawnprim dan kualitas air.

2.3.1 Parameter Utama

2.3.1.1 Tingkat Keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi

Setelah ikan diberikan perlakuan diamati hasilnya yakni ikan berhasil ovulasi atau tidak. Pengamatan terhadap berhasil tidaknya ikan ovulasi dimulai pada 6 jam pasca penyuntikan (Afonso, 1999) dengan cara stripping perlahan ke arah genital. Jika ikan belum mengalami ovulasi pengamatan dilakukan setiap 3 jam sekali hingga 24 jam.

2.3.1.2 Tingkat Ovulasi

Tingkat ovulasi menyatakan seberapa banyak telur yang diovulasikan dibanding dengan jumlah seluruh telur di dalam gonad (fekunditas).

Derajat penetasan dihitung dengan rumus: Tingkat Ovulasi = gonad dalam di telur seluruh jumlah an diovulasik yang telur jumlah x 100% 2.3.1.3 Diameter Telur

Setelah induk berovulasi, diambil sampel telur sebanyak 30 butir untuk diamati besarnya diameter telur ikan tersebut. Sampel tersebut diletakkan pada cawan petri dan diberi larutan fisiologis sedikit lalu diamati di bawah mikroskop dengan mikrometer okuler. Pengukuran ini dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif, dimana perhitungan ukuran diameter telur ini menggunakan rumus:

D = d x 2,5 x 0,01 mm Keterangan: D = ukuran sebenarnya (mm)

d = nilai yang terlihat pada skala mikrometer okuler 2,5 = apabila pembesaran lensa objektif 4x

(21)

8 2.3.1.4 Derajat Pembuahan (Fertilization Level)

Induk-induk yang berhasil ovulasi, diambil sampel telur untuk dilakukan pembuahan buatan. Telur sampel dihitung jumlahnya kemudian dicampur dengan sperma dan ditebar pada wadah inkubasi sekaligus penetasan telur. Memasuki jam ke-8 pada suhu 34oC sudah dapat dihitung jumlah telur yang dibuahi sperma

dengan ciri-ciri telur terisi penuh dan berwarna kekuningan dan bening. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih.

Derajat pembuahan dihitung dengan rumus: FR = sampel telur jumlah dibuahi telur jumlah x 100% 2.3.1.5 Derajat Penetasan (Hatching Level)

Telur yang dibuahi mulai menetas setelah sekitar 72 jam (Anonim, 2010) pada suhu media inkubasi 34oC. Setelah mencapai 78 jam, telur yang menetas

ditandai dengan titik butiran minyak pada lempeng kaca dan telur yang tidak menetas tertinggal pada lempeng kaca.

Derajat penetasan dihitung dengan rumus: HR = dibuahi telur jumlah menetas telur jumlah x 100% 2.3.1.6 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Tingkat kelangsungan hidup menyatakan seberapa banyak jumlah larva yang masih hidup hingga kandungan kuning telur larva habis dibanding dengan jumlah seluruh larva yang menetas. Kandungan kuning telur larva komet umumnya habis pada hari ke-3 (Miley, _____), sehingga penghitungan tingkat kelangsungan hidup larva dilakukan hingga hari ke-4.

Tingkat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus: SR = awal larva jumlah t waktu pada larva jumlah x 100% 2.3.2 Parameter Tambahan

2.3.2.1 Efisiensi Pemakaian Spawnprim

Efisiensi pemakaian Spawnprim menyatakan seberapa efisien nilai ekonomi pemakaian Spawnprim dibandingkan dengan nilai ekonomi pemakaian Ovaprim. Asumsi harga komponen bahan Spawnprim berupa LHRH-a, AD, dan

(22)

9 AI per 1 mg-nya saat ini masing-masing yaitu Rp.1.000.000,-, Rp.50, dan Rp.10, sedangkan harga Ovaprim yang ada dipasaran saat ini yaitu Rp.185.000,- per 10 mℓ.

Efisiensi pemakaian Spawnprim dihitung menggunakan rumus:

Efisiensi pemakaian Spawnprim = 100% - ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 100 x Ovaprim ekonomi nilai Spawnprim ekonomi nilai

2.3.2.2 Pengukuran Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, DO, pH, amoniak, dan kesadahan yang dilakukan pada air tandon, media pemeliharaan induk, media perlakuan, dan media penetasan telur.

2.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif statistik menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk uji-F dan uji lanjut Duncan dengan menggunakan SPSS 10 for windows.

(23)

10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Tingkat Keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi

Berdasarkan pengamatan tingkat keberhasilan dan lama waktu ovulasi pada induk ikan komet dalam 24 jam setelah penyuntikan diperoleh hasil yang sama pada masing-masing perlakuan Spawnprim dan kontrol positif (Ovaprim) (Tabel 1).

Tabel 1. Tingkat keberhasilan dan lama waktu ovulasi ikan komet Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a)

Keterangan: - tidak ada ikan yang ovulasi

Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 6 induk ikan yang diberi perlakuan Spawnprim A, B, C, dan D dan kontrol Ovaprim semuanya berhasil ovulasi dengan tingkat keberhasilan ovulasi 100%, sedangkan pada kontrol negatif (larutan fisiologis) dari 6 induk ikan yang diberi perlakuan tidak ada ikan yang berovulasi dengan tingkat keberhasilan ovulasi 0%. Untuk lama waktu ovulasi, induk ikan yang diberi perlakuan Spawnprim A, B, C, dan D dan kontrol Ovaprim memiliki lama waktu ovulasi yang sama yaitu pada jam ke-6 setelah penyuntikan.

Perlakuan Σ ikan

suntik ovulasi Σ ikan

Tingkat keberhasilan ovulasi (24 jam)

Σ ikan ovulasi pada jam ke-

6 9 12 15 18 21 24 Spawnprim A 6 6 100% 6 - - - - - - Spawnprim B 6 6 100% 6 - - - - - - Spawnprim C 6 6 100% 6 - - - - - - Spawnprim D 6 6 100% 6 - - - - - - Kontrol positif (Ovaprim) 6 6 100% 6 - - - - - - Kontrol negatif (larutan fisiologis) 6 0 0% - - - - -

(24)

11 3.1.2 Tingkat Ovulasi

Induk ikan komet yang digunakan pada penelitian memiliki bobot rata-rata 16,70±6,34 g dengan fekunditas berkisar antara 2.614±843 s.d. 5.777±805 butir telur. Dari masing-masing 3 induk yang berhasil ovulasi setelah diberi perlakuan, jumlah telur yang dikeluarkan berkisar antara 162±146 s.d. 1.158±826 butir telur. Hasil yang diperoleh untuk tingkat ovulasi menunjukkan bahwa perlakuan Spawnprim C dan D tidak berbeda nyata dengan kontrol Ovaprim, sedangkan perlakuan Spawnprim A dan B berbeda nyata dengan kontrol Ovaprim. Dilihat dari nilainya, tingkat ovulasi tertinggi diperoleh kontrol Ovaprim sebesar 29,44±6,80% dan terendah perlakuan Spawnprim A sebesar 5,68±5,83%, sedang perlakuan Spawnprim B, C dan D masing-masing sebesar 14,65±5,32%, 23,39±1,26%, dan 21,28±5,09% (Gambar 1).

Keterangan: huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 1. Grafik tingkat ovulasi ikan komet Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a)

3.1.3 Diameter Telur

Hasil yang diperoleh untuk diameter telur dari induk ikan komet yang berhasil ovulasi setelah diberi perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan Spawnprim A, B, C, dan D memiliki diameter telur yang tidak berbeda nyata dengan kontrol Ovaprim. Dilihat dari nilainya, diameter telur terbesar diperoleh perlakuan Spawnprim A2 sebesar 1,34±0,04 mm dan terkecil perlakuan

a a,b

b,c

(25)

12 Spawnprim C2 sebesar 1,29±0,02 mm, sedang perlakuan Spawnprim B dan D dan

kontrol Ovaprim masing-masing sebesar 1,33±0,02 mm, 1,32±0,04 mm, dan 1,30±0,03 mm (Gambar 2).

Keterangan: huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 2. Grafik diameter telur ikan komet Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a)

3.1.4 Derajat Pembuahan (Fertilization Level)

Hasil yang diperoleh untuk derajat pembuahan telur induk ikan komet yang telah diberi perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan Spawnprim A, B, C, dan D memiliki derajat pembuahan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol Ovaprim. Dilihat dari nilainya, derajat pembuahan tertinggi diperoleh kontrol Ovaprim sebesar 60,50±21,29% dan terendah perlakuan Spawnprim B sebesar 42,59±6,60%, sedang perlakuan Spawnprim A, C, dan D masing-masing sebesar 46,60±5,74%, 57,11±10,80%, dan 59,20±10,71% (Gambar 3).

a a

(26)

13

Keterangan: huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 3. Grafik derajat pembuahan ikan komet Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a)

3.1.5 Derajat Penetasan (Hatching Level)

Hasil yang diperoleh untuk derajat penetasan telur induk ikan komet yang telah diberi perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan Spawnprim A, B, C, dan D memiliki derajat penetasan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol Ovaprim. Dilihat dari nilainya, derajat penetasan tertinggi diperoleh kontrol Ovaprim sebesar 53,48±21,75% dan terendah perlakuan Spawnprim D sebesar 28,78±13,50%, sedang perlakuan Spawnprim A, B, dan C masing-masing sebesar 48,06±14,23%, 48,23±6,22%, dan 31,23±4,45% (Gambar 4). a a a a a

(27)

14

Ket: huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 4. Grafik derajat penetasan ikan komet Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a)

3.1.6 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Hasil yang diperoleh untuk tingkat kelangsungan hidup larva ikan komet umur 4 hari yang telah diberi perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan Spawnprim A, B, C, dan D memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata dengan kontrol Ovaprim. Dilihat dari nilainya, tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperoleh kontrol Ovaprim sebesar 83,38±9,26% dan terendah perlakuan Spawnprim C sebesar 72,69±6,26%, sedang perlakuan Spawnprim A, B, dan D masing-masing sebesar 81,38±4,45%, 78,33±2,89%, dan 74,40±6,04% (Gambar 5).

a a

a

a

(28)

15

Ket: huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 5. Grafik tingkat kelangsungan hidup larva umur 4 hari ikan komet Carassius auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a)

3.1.7 Efisiensi Pemakaian Spawnprim

Hasil yang diperoleh untuk efisiensi pemakaian Spawnprim menunjukkan bahwa Spawnprim mampu mengefisienkan nilai ekonomi pemakaian bahan rangsangan hormonal pemijahan lebih rendah dibanding Ovaprim. Dilihat dari nilainya, efisiensi pemakaian Spawnprim tertinggi diperoleh pada Spawnprim A sebesar 97,03% dan terendah pada Spawnprim D sebesar 14,07%, sedang pada Spawnprim B dan C masing-masing sebesar 69,25% dan 41,85% (Tabel 2).

Tabel 2. Efisiensi pemakaian berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a); D (15 µg/mℓ LHRH-a) dibanding Ovaprim

Nama Bahan Efisiensi Pemakaian Spawnprim (%)

Spawnprim A 97,03 Spawnprim B 69,25 Spawnprim C 41,85 Spawnprim D 14,07 a a a a a

(29)

16 3.2 Pembahasan

Penyuntikan Ovaprim dosis 0,5 mℓ/kg mampu merangsang terjadinya ovulasi pada ikan komet dengan tingkat keberhasilan mencapai 100%. Komponen salmon gonadotropin releasing hormone analog (sGnRH-a) dan domperidone dalam Ovaprim (Nandeesha et al., 1990) yang diinduksikan melalui aliran darah mampu menggantikan sinyal lingkungan yang hilang untuk memicu sekresi gonadothropin hormone (GtH) di otak. sGnRH-a berperan memicu kelenjar hipofisa mensekresikan GtH sebagai peinduksi proses pematangan akhir, sedangkan domperidone merupakan dopamin antagonis berperan membantu kerja sGnRH-a dengan menghilangkan pengaruh hambat dari dopamin pada sekresi GtH di otak. GtH yang dominan disekresikan pada induk yang telah matang gonad yaitu leutinizing hormone (LH). Joy et al. (2000) menyatakan bahwa sekresi LH terjadi karena adanya umpan balik negatif terhadap sekresi follicle stimulating hormone (FSH) akibat penumpukan testosteron pada sel-sel teka setelah oosit berkembang mencapai ukuran maksimal atau matang gonad. Penumpukan testosteron pada sel-sel teka disebabkan menurunnya aktivitas aromatase untuk memproduksi estradiol-17β di dalam sel granulosa dari testosteron (Basuki, 2007). LH akan menginduksi proses pematangan akhir oosit dengan merangsang folikel memproduksi hormon steroid 17α,20β-Dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DHP). Hormon inilah yang mempunyai peranan sebagai mediator kematangan oosit lebih lanjut hingga mengalami GVBD (germinal vesicle break down) dan berakhir pada ovulasi (Nagahama et al., 1995).

Berdasarkan hasil pada Tabel 1, penyuntikan Spawnprim A, B, C, dan D juga mampu merangsang terjadinya ovulasi dengan tingkat keberhasilan yang sama dengan Ovaprim. Penambahan komponen aromatase inhibitor (AI) jenis imidazole dalam Spawnprim mampu menghambat kerja enzim aromatase di gonad untuk mengkonversi testosteron menjadi estradiol-17β pada proses vitelogenesis. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penumpukan testosteron di gonad sehingga terjadi umpan balik positif ke otak untuk memicu hipofisa mensekresikan LH. Menurut Holzer et al. (2006) bahwa AI mampu membloking produksi estrogen dengan menghambat proses aromatisasi pada aksis hipothalamus-hipophisis-gonad sehingga terjadi umpan balik negatif estrogen, dan

(30)

17 hasilnya sekresi LH akan meningkat untuk merangsang perkembangan ovari sampai terjadi ovulasi. Penyuntikan larutan fisiologis NaCl 0,9% tidak mampu merangsang terjadinya ovulasi karena larutan fisiologis hanya mengandung ion-ion garam yang bersifat isotonik dalam tubuh sehingga tidak berpengaruh terhadap sistem hormon dalam tubuh ikan.

Lama waktu ovulasi atau periode laten diasumsikan sebagai kemampuan bahan rangsangan hormonal dalam merangsang ikan untuk ovulasi. Berdasarkan hasil pada Tabel 1, Spawnprim A, B, C, dan D dan Ovaprim mampu merangsang ikan melakukan ovulasi pada waktu yang sama yaitu pada jam ke-6 pasca-penyuntikan. Komponen bahan Spawnprim dan Ovaprim yang diinduksikan melalui darah mampu berkerja pada mekanisme hormonal pemijahan sesuai organ target masing-masing hingga memicu produksi hormone steroid 17α,20β-DHP untuk merangsang ovulasi setelah jam ke-6 pasca-penyuntikan. Menurut Afonso (1999), produksi 17α,20β-DHP mulai meningkat pada jam ke-6 setelah penyuntikan AI dosis 10 mg/kg bobot tubuh ikan coho salmon.

Parameter uji tingkat ovulasi menyatakan kemampuan ikan berovulasi pada waktu tertentu setelah ada rangsangan hormonal pemijahan. Berdasarkan hasil pada Gambar 1, terjadi penurunan tingkat ovulasi pada perlakuan Spawnprim D hingga A, dimana nilai pada perlakuan Spawnprim C dan D tidak berbeda nyata dengan Ovaprim. Induk betina ikan komet yang disuntik perlakuan akan bergantung pada komponen LHRH-a untuk memijah karena stimulasi pemijahan dari lingkungan luar yang hilang. Proporsi LHRH-a pada Spawnprim yang lebih rendah dibanding Ovaprim menyebabkan terjadinya penurunan tingkat ovulasi disebabkan LH yang disekresikan menjadi berkurang sehingga terjadi atresia. Menurut Woynarovich dan Horvath (1981), apabila gonad kekurangan GtH maka akan menyebabkan terjadinya atresia. Hong dan Donaldson (1998) menambahkan bahwa implantasi AI pada gonad ikan coho salmon dengan dosis 100 mg/kg bobot tubuh telah terjadi atresia pada 44 hari setelah pemberian perlakuan. Nilai tingkat ovulasi ikan yang dirangsang oleh Spawnprim dan Ovaprim berkisar antara 5,68±5,83% s.d. 29,44±6,80%. Rendahnya nilai tingkat ovulasi tersebut menunjukkan bahwa ikan komet termasuk ikan dengan tipe

(31)

18 pemijahan parsial yaitu mengeluarkan telur secara bertahap pada satu kali periode pemijahan (Syandri, 1996).

Ukuran telur ikan berkaitan dengan tingkat kematangan gonad pada induk. Semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka ukuran telur semakin membesar dan akan berhenti setelah mencapai ukuran tertentu (maksimal). Saat kondisi tersebut menurut Abdullah (2007), nukleus tertarik ke tengah dan mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat. Tahap ini disebut tahap istirahat (dorman) dimana ikan menunggu kondisi lingkungan yang baik untuk memijah. Induk ikan yang diseleksi sebelum diberi perlakuan telah mencapai tingkat kematangan gonad akhir dengan ukuran telur dominan diduga telah mencapai ukuran tertentu (maksimal). Berdasarkan hasil pada Gambar 2, diameter telur ikan yang disuntik Spawnprim A, B, C, dan D dan Ovaprim memiliki ukuran yang tidak berbeda nyata. Dominansi telur yang telah mencapai ukuran maksimal mengalami ovulasi setelah dirangsang oleh Spawnprim dan Ovaprim sehingga telur yang dikeluarkan memiliki ukuran yang sama.

Pembuahan merupakan peleburan sel gamet jantan dengan sel gamet betina. Saat terjadi pembuahan hanya satu sel gamet jantan yang akan masuk melalui lubang mikrofil pada sel gamet betina. Pembuahan juga sering dijadikan indikator kualitas telur dimana kemampuan telur untuk berkembangan menjadi embrio setelah terjadi pembuahan hingga menetas dipengaruhi reaksi-reaksi dari dalam telur itu sendiri. Berdasarkan hasil pada Gambar 3, pembuahan telur ikan yang disuntikan Spawnprim dan Ovaprim memiliki derajat yang tidak berbeda nyata. Spawnprim dan Ovaprim memiliki kinerja yang sama untuk menghasilkan kualitas telur yang diovulasikan, sehingga kemampuan telur terbuahi setelah dicampur sperma pun sama.

Penetasan menyatakan keluarnya embrio dari cangkang telur. Berdasarkan hasil pada Gambar 4, penetasan telur ikan yang disuntikan Spawnprim dan Ovaprim memiliki derajat yang tidak berbeda nyata. Spawnprim dan Ovaprim memiliki kinerja yang sama untuk menghasilkan telur yang dibuahi, sehingga kemampuan menetas setelah inkubasi pun sama.

(32)

19 Kelangsungan hidup menyatakan jumlah larva yang bertahan hidup setelah kuning telur habis pada hari ke-4. Berdasarkan hasil pada Gambar 5, tingkat kelangsungan hidup larva yang disuntikan Spawnprim dan Ovaprim memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Spawnprim dan Ovaprim memiliki kinerja yang sama untuk menghasilkan telur yang dipijahkan, sehingga kualitas larva yang dihasilkan selama menggunakan nutrien dari kuning telur pun sama.

Tidak semua sampel yang digunakan untuk menilai derajat pembuahan, derajat penetasan, dan tingkat kelangsungan hidup larva umur 4 hari memberikan hasil yang baik. Hal ini terjadi karena terdapat faktor lain baik eksternal maupun internal yang mempengaruhi kemampuan telur hingga menghasilkan benih diantarnya kualitas sperma, konsentrasi protein telur, dan sifat genetik yang diturunkan dari induk ikan yang digunakan.

Dilihat dari segi ekonomi, Spawnprim memiliki kisaran harga yang lebih murah dibanding Ovaprim (Tabel 2). Efisiensi biaya untuk pengadaan bahan rangsangan hormonal pada penggunaan Spawnprim mampu mencapai hingga 97,03% dibanding Ovaprim. Harga Ovaprim yang ada dipasaran saat ini yaitu sekitar Rp. 185.000,- per 10 mℓ. Dengan adanya Spawnprim, maka biaya produksi untuk pengadaan bahan rangsangan hormonal pemijahan dapat berkisar antara Rp. 5.343,- s.d. Rp. 154.667,- per 10 mℓ-nya.

(33)

20

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Aromatase inhibitor terbukti mampu menggantikan peran LHRH-a untuk menstimulasi proses pematangan akhir gonad pada induk betina ikan komet yang digunakan sebagai ikan model. Perlakuan Spawnprim C dan D memiliki kinerja yang sama efektif dengan Ovaprim dalam pematangan akhir gonad, namun lebih ekonomis.

4.2 Saran

Perlakuan Spawnprim C mampu digunakan sebagai bahan alternatif rangsangan hormonal pemijahan pengganti Ovaprim. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji efektivitas Spawnprim pada jenis ikan lainnya selain Cyprinidae.

(34)

21

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2010. Komet (Carassius auratus auratus)

http://shaqlord.blogspot.com/2010/05/komet-carassius-auratus-auratus.htmℓ [19 Mei 2010 ]

Abdullah N. 2007. Efektivitas Pemberian Ovaprim Secara Topikal pada Proses Ovulasi dan Pemijahan Induk Ikan Mas Koki (Carassius auratus) [tesis]. Bogor: Prog Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Afonso LOB, Iwama GK, Smith J, Donaldson EM. 1999. Effects of the Aromatase inhibitor Fadrozole on Plasma Sex Steroid Secretion and Ovulation Rate in Female Coho Salmon,Oncorhynchus kisutch,Close to Final Maturation. Science Direct 113,2:221-229.

Basuki F. 2007. Optimalisasi Pematangan Oosit dan Ovulasi Pada Ikan Mas Koki (Carassius auratus) melalui Pengunaan Inhibitor Aromatase [disertasi]. Prog Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Casper RF, Mitwally MFM. 2006. Aromatase inhibitors for Ovulation Induction. Clinical Endocrinology & Metabolism 91,3:760-771.

Holzer H, Casper R, Tulandi T. 2006. A new era in ovulation induction. Fertility and Sterility 85,2:277-284.

Hong W, Donaldson EM. 1998. Effect of the aromatase inhibitor fadrozole on gonadal development in coho salmon, Oncorhynchus kisutch. Asian Fisheries Science 10: 339-345

Joy KP, Singh MS, Senthilkumaran B, Th Goos HJ. 2000. Pituitary-gonadal Relationship in the Catfish Clarias batrachus (L): A Study Correlating Gonadotrophin-II and Sex Steroid Dynamics. Zoological Science 17(3):395-404.

Miley M. _____. How to Breed Comet Goldfish. http:// www.ehow.com /how_4510586_breed-comet-fish.htmℓ [ 8 April 2010 ]

Nandeesha MC, Rao KG, Jayanna RN, Parker NC, Varghese TJ, Keshavanath P, Shetty HPC. 1990. Induce Spawning of Indian Major Carps Through Single Application of Ovaprim-C. The Second Asian Fisheries Forum. Asia Fisheries Society, Manila, Philippines

Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995. Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Developmental Biology 30:103-145.

(35)

22 Permana D. 2009. Efektivitas Aromatase inhibitor dalam Pematangan Gonad dan Stimulasi Ovulasi pada Ikan Sumatera Puntius tetrazona [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Poernomo SH. 2008. DKP dan LIPI kembangkan ikan hias. http://www.dkp.go.id/archives/c/.../dkp-dan-lipi-kembangkan-ikan-hias/ [ 5 Agustus 2010 ]

Syandri, H. 1996. Aspek reproduksi ikan bilih, Mystacoleucus padangensis Bleeker dan kemungkinan pembenihannya di danau Singkarak [disertasi]. Prog Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Woynarovich E, Horvath L. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Finfish. A Manual Extension. Food and Agriculture. Organization of The United Union.

(36)

23 LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema mekanisme hormonal dalam pemijahan ikan dengan

(37)

24 Lampiran 2. Data hasil perlakuan pada ikan komet Carassius auratus

auratus

Perlakuan n bobot (g) Panjang (cm)

Volume bahan yang disuntikan (mℓ) jam suntik Jam ovulasi Spawnprim A 1 10,22 9,5 0,005 20:44 03:00 2 11,01 10,5 0,006 20:45 03:05 3 19,37 11 0,010 11:31 17:35 Spawnprim B 1 27,67 12 0,014 11:36 17:40 2 22,48 12,5 0,011 20:48 03:10 3 21,47 11 0,011 8:49 15:00 Spawnprim C 1 13,39 9,5 0,007 20:49 03:10 2 18 10,5 0,009 11:39 17:45 3 9,3 10 0,005 20:50 03:13 Spawnprim D 1 12,19 10 0,006 20:55 03:20 2 24,14 12,5 0,012 11:42 17:50 3 22,05 11 0,011 8:50 15:03 kontrol postif (Ovaprim) 1 12,07 11 0,006 21:08 03:35 2 23,4 12,5 0,012 11:44 17:53 3 9,97 9 0,005 21:04 03:30 kontrol negatif (larutan

fisiologis NaCl 0,9%)

1 14,82 11 0,007 - 2 8,83 9,5 0,004 21:11 - 3 8,75 9,5 0,004 21:12 -

Keterangan: n: ulangan

(38)

25 Lampiran 3. Data kinerja reproduksi ikan komet Carassius auratus auratus akibat perlakuan

Keterangan: n: ulangan

- : tidak ada ikan yang ovulasi

Perlakuan n Tingkat keberhasila n ovulasi (24 jam) Waktu ovulasi (jam ke-) Tingkat ovulasi (%) Diameter telur (mm) FR (%) HR (%) SR-4 (%) Spawnprim A 1 100% 6 2,75 1,30 40,19 58,14 80,00 2 6 12,38 1,35 51,28 55,00 86,36 3 6 1,90 1,38 48,33 31,03 77,78 Rata-rata 6±0,00 5,68±5,83 1,34±0,04 46,60±5,74 48,06±14,23 81,38±4,45 Spawnprim B 1 100% 6 9,27 1,35 48,00 41,67 80,00 2 6 19,91 1,33 35,24 54,05 80,00 3 6 14,76 1,31 44,55 48,98 75,00 Rata-rata 6±0,00 14,65±5,32 1,33±0,02 42,59±6,60 48,23±6,22 78,33±2,89 Spawnprim C 1 100% 6 22,03 1,28 44,76 31,91 66,67 2 6 23,62 1,29 61,82 35,29 79,17 3 6 24,53 1,31 64,76 26,47 72,22 Rata-rata 6±0,00 23,39±1,26 1,29±0,02 57,11±10,80 31,23±4,45 72,69±6,26 Spawnprim D 1 100% 6 22,20 1,28 51,11 23,19 68,75 2 6 15,78 1,36 71,35 18,98 80,77 3 6 25,84 1,33 55,13 44,19 73,68 Rata-rata 6±0,00 21,28±5,09 1,32±0,04 59,20±10,71 28,78±13,50 74,40±6,04 kontrol positif (Ovaprim) 1 100% 6 26,63 1,34 73,98 57,14 75,00 2 6 37,19 1,27 71,56 30,14 81,82 3 6 24,49 1,30 35,96 73,17 93,33 Rata-rata 6±0,00 29,44±6,80 1,30±0,03 60,50±21,29 53,48±21,75 83,38±9,26 Kontol negatif (lar. Fisiologis) 1 0% - - - - - - 2 - - - 3 - - - Rata-rata - - - - - -

(39)

26 Lampiran 4. Kualitas air

Lampiran 5. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter tingkat ovulasi

deskriptif

Perlakuan N rata-rata standar deviasi standar

error

95 % selang kepercayaan

minimum maksimum batas bawah batas atas

Spawnprim A 3 5,68 5,83 3,36 -8,79 20,15 1,90 12,39 Spawnprim B 3 14,65 5,32 3,07 1,43 27,86 9,27 19,91 Spawnprim C 3 23,39 1,26 0,73 20,25 26,54 22,03 24,53 Spawnprim D 3 21,27 5,09 2,94 8,62 33,93 15,78 25,84 Ovaprim 3 29,44 6,80 3,92 12,55 46,32 24,49 37,19 Total 15 18,89 9,49 2,45 13,63 24,14 1,90 37,19 anova jumlah squares Df squares

rata-rata f tabel f hitung diantara perlakuan 989,318 4 247,330 9,092 0,002 dalam perlakuan 272,081 10 27,202

Total 1261,337 14

uji lanjut Duncan1

Perlakuan n subset alpha = 0,05

A B c Spawnprim A 3 5,68 Spawnprim B 3 14,65 14,65 Spawnprim D 3 21,27 21,27 Spawnprim C 3 23,39 23,39 Ovaprim 3 29,44 Hitung 0,061 0,078 0,097

rata-rata perlakuan dalam homogeneous subsets 1. Ukuran sampel rata-rata = 3,00

Wadah Parameter

suhu (oC) DO (mg/l) amoniak (ppm) pH kesadahan

Tandon 27-28 4,25 0,0005 6,06 83,28 Bak pemeliharaan 26,5-27 7,99 0,008 6,71 70,79

Akuarium perlakuan 26,5-27,5 7,08 0,004 6,82 81,20 Akuarium penetasan 33-34 8,19 0,005 7,09 61,42

(40)

27 Lampiran 6. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter diameter telur deskriptif perlakuan n rata-rata standar deviasi standar error 95 % selang kepercayaan Minimum maksimum batas bawah batas atas

Spawnprim A 3 1,34 4,041E-02 333E-02 1,24 1,44 1,30 1,38

Spawnprim B 3 1,33 2,000E-02 155E-02 1,28 1,38 1,31 1,35 Spawnprim C 3 1,29 1,528E-02 819E-02 1,25 1,33 1,28 1,31 Spawnprim D 3 1,32 4,041E-02 333E-02 1,22 1,42 1,28 1,36

Ovaprim 3 1,30 3,521E-02 028E-02 1,22 1,39 1,27 1,34 total 15 1,32 3,292E-02 500E-02 1,30 1,33 1,27 1,38

anova

jumlah

squares df

squares

rata-rata f tabel f hitung diantara perlakuan 4,907E-03 4 1,227E-03 1,195 0,371 dalam perlakuan 1,027E-02 10 1,027E-03

total 1,517E-02 14

uji lanjut Duncan1

perlakuan n subset alpha = 0,05 a Spawnprim C 3 1,29 Ovaprim 3 1,30 Spawnprim D 3 1,32 Spawnprim B 3 1,33 Spawnprim A 3 1,34 Hitung 0,109

rata-rata perlakuan dalam homogeneous subsets 1. Ukuran sampel rata-rata = 3,00

Lampiran 7. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter derajat pembuahan

deskriptif

perlakuan n rata-rata standar deviasi standar

error

95 % selang kepercayaan

minimum maksimum batas bawah batas atas

Spawnprim A 3 46,60 5,74 3,32 32,33 60,87 40,19 51,28 Spawnprim B 3 42,60 6,60 3,81 26,20 58,99 35,24 48,00 Spawnprim C 3 57,11 10,80 6,23 30,29 83,94 44,76 64,76 Spawnprim D 3 59,20 10,71 6,19 32,58 85,81 51,11 71,35 Ovaprim 3 60,50 21,29 12,29 7,62 113,38 35,96 73,98 total 15 53,20 12,82 3,31 46,10 60,30 35,24 73,98

(41)

28 anova

jumlah

squares Df

squares

rata-rata f tabel f hitung diantara perlakuan 781,665 4 185,416 1,284 0,340 dalam perlakuan 1522,226 10 152,223

Total 2302,890 14

uji lanjut Duncan1

Perlakuan n subset alpha = 0,05 A Spawnprim B 3 42,60 Spawnprim A 3 46,60 Spawnprim C 3 57,11 Spawnprim D 3 59,20 Ovaprim 3 60,50 Hitung 0,133

rata-rata perlakuan dalam homogeneous subsets 1. Ukuran sampel rata-rata = 3,00

Lampiran 8. Analisis anova single factor(uji-F) untuk parameter derajat penetasan

deskriptif

Perlakuan n rata-rata standar deviasi standar error 95 % selang kepercayaan minimum maksimum batas bawah batas atas

Spawnprim A 3 48,06 14,83 8,56 11,22 84,89 31,03 58,14 Spawnprim B 3 48,23 6,22 3,59 32,77 63,69 41,67 54,05 Spawnprim C 3 31,22 4,45 2,57 20,17 42,28 26,47 35,29 Spawnprim D 3 28,79 13,50 7,80 -4,76 62,33 18,98 44,19 Ovaprim 3 53,48 21,75 12,55 -0,54 107,50 30,14 73,17 Total 15 41,96 15,50 4,00 33,37 50,54 18,98 73,17 anova jumlah squares Df squares

rata-rata f tabel f hitung diantara perlakuan 1494,372 4 373,593 2,001 0,170 dalam perlakuan 1867,466 10 186,747

Total 3361,838 14

uji lanjut Duncan1

Perlakuan n subset alpha = 0,05 A

Spawnprim D 3 28,79 Spawnprim C 3 31,22 Spawnprim A 3 48,06 Spawnprim B 3 48,23 Ovaprim 3 53,48 Hitung 0,069

(42)

29 Lampiran 9. Analisis anova single factor (uji-F) untuk parameter tingkat kelangsungan hidup-4 deskriptif perlakuan n rata-rata standar deviasi standar error 95 % selang kepercayaan Minimum maksimum batas bawah batas atas

Spawnprim A 3 81,38 4,45 2,57 70,32 92,44 77,78 86,36 Spawnprim B 3 78,33 2,89 1,67 71,16 85,50 75,00 80,00 Spawnprim C 3 72,67 6,26 3,61 57,13 88,24 66,67 79,17 Spawnprim D 3 74,40 6,04 3,49 59,39 89,41 68,75 80,77 Ovaprim 3 83,38 9,26 5,35 60,37 106,40 75,00 93,33 Total 15 78,04 6,68 1,72 74,34 81,74 66,67 93,33 anova jumlah squares df squares

rata-rata f tabel f hitung diantara perlakuan 245,102 4 61,275 1,615 0,245 dalam perlakuan 379,461 10 37,946

total 624,563 14

uji lanjut Duncan1

Perlakuan n subset alpha = 0,05 a Spawnprim C 3 72,69 Spawnprim D 3 74,40 Spawnprim B 3 78,33 Spawnprim A 3 81,38 Ovaprim 3 83,38 Hitung 0,079

rata-rata perlakuan dalam homogeneous subsets 1. Ukuran sampel rata-rata = 3,00

Gambar

Tabel 1. Tingkat keberhasilan dan lama waktu ovulasi ikan komet Carassius  auratus auratus pada perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ  LHRH-a); B (5 µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a);  D (15 µg/mℓ LHRH-a)
Gambar 1. Grafik tingkat ovulasi ikan komet Carassius auratus auratus pada  perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5  µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a);  D (15 µg/mℓ LHRH-a)
Gambar 2. Grafik diameter telur ikan komet Carassius auratus auratus pada  perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5  µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a);  D (15 µg/mℓ LHRH-a)
Gambar 3. Grafik derajat pembuahan ikan komet Carassius auratus auratus pada  perlakuan berbagai dosis komposisi Spawnprim: A (0 µg/mℓ LHRH-a); B (5  µg/mℓ LHRH-a); C (10 µg/mℓ LHRH-a);  D (15 µg/mℓ LHRH-a)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Baik Kanada maupun Meksiko, yang mana merupakan importir terbesar nomer tiga untuk produk kertas sanitasi ke Amerika Serikat dengan nilai impor sebesar 13.5%, menikmati

Ayahnya seorang militer, ibunya seorang ibu rumah tangga yang aktif di Persit Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka keluarga yang sangat disiplin, dan pola komunikasinya sangat

Seperti terlihat pada tabel 4 di atas, pegawai dengan pendidikan terakhir SMK/ SMA lebih mengutamakan hubungan positif dengan orang lain (46,20 persen) sebagai faktor yang

Beragamnya produk teh dalam kemasan siap minum yang beredar di pasar, memberikan peluang besar bagi konsumen untuk melakukan brand switching atau beralih dari

Atasan saya dapat melihat dan membaca peluang yang terjadi di pasar untuk mengembangkan MAJU SPORT dengan mengikuti trend dan model pada peralatan olah raga.

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa

Kampung Malang adalah kampung yang unik dengan karakteristik yang khas yaitu adanya bangunan kuno yang berarsitektur jawa dan cina, adanya legenda atau cerita rakyat yang

Penggunaan bahasa Makean dalam lirik kesenian togal manika tentu akan semakin memperluas daerah penyebarannya seiring dengan perkembangan laju kesenian togal manika