68
BAB VI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL
6.1. Perkembangan Sosial–Ekonomi Masyarakat Desa KendelKehidupan ekonomi tertanam secara mendalam kepada kehidupan sosial serta tidak bisa dipahami terpisah dari adat, moral, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dimana proses ekonomi itu terjadi (Muller, 1992). Dengan demikian jauh di masa sebelumnya, yaitu pada abad XVIII, tatanan ekonomi dunia baru yang akan berlangsung harus tidak boleh meninggalkan keberadaan potensi dan peran keterlibatan apa yang disebut dengan istilah kontrak sosial. Unsur penting dari kontrak sosial antara lain apa yang mereka sebut sebagai karakteristik jaringan sosial, timbal balik, dan kewajiban–kewajiban bersama dimana unsur–unsur penting ini disebut dengan modal sosial (Fukuyama, 1992).
Kontrak sosial berjenjang waktu menyesuaikan dengan kondisi monografi daerah dan dari gesekan–gesekan nilai, moral, adat dan budaya. Terlebih dari itu bahwa tradisi jika beriringan dengan kegiatan perekonomian intensitas gesekan lebih sering muncul. James Coleman mengartikan modal sosial sebagai struktur hubungan antar individu-individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Menurut Coleman, modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, teman-teman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh (Field, 2005:140). Kontrak sosial merupakan awalan dari proses kegiatan dapat bertahan, CUUS Kendel dapat bertahan karena penggurus bekerjasama dengan pihak Truka Jaya selaku pendamping Desa Kendel agar masyarakat Kendel mempunyai kejelasan pemikiran tentang awal mula beroperasinya CUUS di Desa Kendel. Kontrak sosial tidak kaku dan tidak tertulis namun tampak, dilakukan secara alamiah dan lahiriah oleh masyarakat setempat. Mengacu kepada pemikiran Coleman bahwa modal sosial memungkinkan menciptakan nilai-nilai baru, fakta empiris menjelaskan bahwa masyarakat Kendel
69
yang berbudaya kejawen yang mempunyai nilai religius Islam memerlukan penjelasan dari penggurus tentang penyesuaian CUUS terhadap kearifan lokal dan hal tersebut sudah dilakukan dan dijelaskan oleh peneliti di bab sebelumnya. Dengan demikian tokoh masyarakat mempunyai pengaruh terhadap keberadaan CUUS, tokoh berperan sebagai penggerak dan penasehat ketika melakukan kegiatan CUUS. Tokoh masyarakat yang dimaksud adalah Uztads yang hadir saat RAT memberikan mengenai pengarahan dan sikap terhadap CUUS sehingga menimbulkan nilai-nilai baru terhadap kegiatan pembangunan perkonomian, selain itu suami ibu Suprapti selaku penggurus CUUS yaitu bapak Muhin adalah seseorang yang disegani oleh masyarakat Kendel. Hal tersebut berimbas kepada sikap masyarakat terhadap ibu Suprapti yang dengan rajin dan bekerja keras untuk dapat menjaga dan mengayomi masyarakat kepada sikap pembangunan melalui CUUS.
Lemahnya modal sosial menurut Coleman ketika terjadi migrasi ataupun perpindahan penduduk dan kedatangan penduduk sehingga menimbulkan nilai-nilai baru yang berakibat akomodasi penyesuaian nilai-nilai-nilai-nilai. Pergantian penggurus apabila ibu Suprapti, ibu Siti Fatnawati, bapak Suyadi dan bapak Djamari tidak bertugas kembali tidak berpengaruh terhadap pelemahan modal sosial karena semua lapisan yang tergabung anggota CUUS saling memahami mengenai dasar dan tujuan CUUS. Modal sosial yang disiapkan oleh penggurus adalah untuk mengerti dan memahami bahwa solidaritas membangun desa Kendel adalah hal yang terutama. Aturan-aturan CUUS tetap namun penerapan yang berbeda disesuaikan dengan seseorang yang mengganti dari keempat penggurus yang telah disebutkan diatas.
Masyarakat Kendel merupakan masyarakat yang serabutan ketika mengatur keuangan rumah tangga, keuangan diatur oleh istri hal tersebut tampak ketika sebagain besar anggota CUUS adalah Ibu rumah tangga. CUUS membantu mengatur manajemen keuangan menjadi lebih teratur sesuai dengan kebutuhan sehingga keuangan rumah tangga tidak serabutan. Dinamika perkembangan sosial dan ekonomi di Desa Kendel muncul ketika CUUS hadir di tengah–tengah
70
masyarakat, sebuah alat kepercayaan baru yaitu uang dapat menjadi alat kesepakatan bersama untuk membangun prinsip–prisnsip pengembangan masyarakat.
Bourdieu berulang kali menegaskan modal budaya yang dimiliki orang bukan sekadar mencerminkan sumber daya modal finansial mereka. Dibangun oleh kondisi keluarga dan pendidikan di sekolah. Modal budaya pada batas–batas tertentu dapat beroperasi secara independen dari tekanan uang, dan bahkan memberikan kompensasi bagi kekurangan uang sebagai bagian dari strategi individu atau kelompok untuk meraih kekuasaan dan status (Robbins, 2000).
Uang merupakan sesuatu alat kepercayaan baru yang timbul dari proses habitus baru, sifat masyarakat apabila dihubungkan dengan uang maka akan memunculkan sikap sensitif antar masyarakat secara khusus di Desa Kendel. Sikap sensitif tersebut mengakibatkan prasangka–prasangka buruk yang dapat mengganggu stabilitas kerukunan masyarakat. Keadaan monografi Desa Kendel yang homogen apabila dicermati tidak memungkinkan timbulnya konflik, tetapi hal tersebut dapat berubah oleh karena konsep pemikiran masyarakat tentang uang.
Modal budaya menjadi suatu penangkal untuk menghindari konflik tersebut, tenggang rasa seringkali bermanfaat secara sosial untuk mengatasi prasangka– prasangka buruk akibat dari kebutuhan bersama dalam CUUS. Sikap tenggang rasa muncul ketika penggurus maupun anggota yang lain melihat bahwa yang bersangkutan yaitu anggota yang mengalami kredit lalai atau kredit macet mempunyai modal sosial yang cukup baik yang telah terjalin diantara anggota. John Field (Bourdieu dan Waquant, 1992: 119) mendefinisikan modal sosial sebagai:
“modal sosial adalah jumlah sumber daya aktual atau maya yang berkumpul pada seseorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan”
71
Pemikiran Bourdieu bila dianalogikan dengan dinamika anggota CUUS tentang kegiatan perekonomian bahwa modal ekonomi adalah akar dari semua jenis modal lain. Bourdieu tertarik kepada bagaimana hal tersebut dapat dikombinasikan dengan bentuk modal lain untuk menciptakan dan mereproduksi ketimpangan. Modal sosial berfungsi mereproduksi ketimpangan, namun hal ini dilakukan secara independen dari modal ekonomi dan modal budaya yang menjadi bagian tak terlepaskan darinya.
Kepemilikan tiap anggota tentang konstribusi modal sosial memiliki keberagaman, tingkat kepercayaan antara anggota satu dengan yang lain memiliki perbedaan dipandang dari norma dan nilai–nilai yang berkembang di daerah penelitian. Modal sosial merupakan alat tukar ketika melakukan hubungan timbal balik, anggota yang memiliki modal sosial baik dengan dapat dipercaya maka anggota yang bersangkutan akan lebih mudah melakukan pengajuan pinjaman keuangan karena Ketua Bagian Kredit melakukan pertimbangan realisasi keuangan melalui alat tukar yaitu modal sosial yang berupa sikap, moral, dan etika. Berbanding terbalik dengan anggota yang mempunyai modal sosial rendah, anggota cenderung tidak dapat dipercaya ketika mengajukan dana pinjaman karena penggurus tidak dapat mempercayai yang bersangkutan dapat mengembalikan pinjaman sesuai waktu yang ditentukan. Anggota yang tidak dapat dipercaya tetap mendapatkan dana pinjaman namun lebih kecil dari jumlah yang diajukan peminjam.
Putnam tokoh modal sosial yang berlatar belakang ilmu politik di bawah arahan Ron Inglehart meneliti hubungan antar nilai sosial dengan sikap politik, studi utama Putnam pertama mengulas peran keterlibatan warga dalam membangun stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi. Putnam mengacu kepada tulisan Alexis de Tocqueville seorang penulis Prancis abad ke – 19 di Amerika. Alexis de Tocqueville berpandangan konservatif mempercayai bahwa kesetaraan formal di hadapan hukum pasti cenderung menghasilkan masyarakat yang terdiri
72
dari individu–individu yang teratomisasikan25, kemudian akan mengarah depotisme26.
“asosiasi – asosiasi politik bangsa Amerika dengan segala kondisi, pikiran, dan usia, sehari – hari merasakan nikmat umum dari asosiasi dan semakin terbiasa dengan penggunaan hal ini. Mereka berkumpul dalam jumlah banyak, mereka berbicara, mereka mendengar satu sama lain, dan secara timbal balik mereka tergerak untuk berbuat. Akhirnya mereka memasukan ke dalam kehidupan warga pemahaman – pemahaman yang telah mereka peroleh dan menjadikanya melayani seribu tujuan (de Tocqueville, 1932).”
Batu landasan Tocquevillian dapat menjelaskan kegiatan CUUS melalui kumpulan untuk membahas segala kegiatan yang dilaksanakan melalui sebuah forum yang diadakan rutin setiap Bulan. Kegiatan yang dilaksanakan setiap bulan bukan sekadar untuk berkumpul membagi–bagikan atau meminjam uang, mereka berdiskusi secara timbal–balik saling memberikan masukan demi tujuan yang jelas untuk gagasan yang lebih baik untuk kemandirian melalui perekonomian.
Kehidupan asosiasional merupakan landasan penting tatanan sosial dalam satu sistem yang ralatif terbuka dan jelas–jelas pascaaristokratis. Tingginya keterlibatan warga yang jauh dari mengajak ke arah despotisme, mengajarkan orang bagaimana bekerja sama dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan ini adalah tempat bagi tumbuhnya masyarakat demokrasi. Modal sosial merujuk kepada bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan, yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan–tindakan terkoordinasi (Putnam, 1993a: 167).
25 Individu yang berkumpul untuk tujuan yang sama. 26Paham kekuasaan yang tidak terbatas.
73
Gambar 9. Struktur Kinerja CUUS.
Keterangan:
Social Institutions: berperan sebagai pencetus ide pengembangan masyarakat agar lebih mandiri dan sejahtera, posisi yang menempati adalah Yayasan Trukajaya.
Corporate units: implementasi dari masyarakat mandiri dan sejahtera ialah pembentukan wadah lembaga keuangan CUUS dengan empat tempat pelayanan terkhusus Desa Kendel sebagai tempat pelayanan 3 (tiga). Categoric units: bertugas untuk kemandirian Desa dampingan Yayasan
Trukajaya yaitu Desa Kendel hadir tempat pelayanan 3 (tiga), sementara tempat pelayanan pusat, tempat pelayanan 2 (dua), dan tempat pelayanan 4 (empat) masih berada di wilayah Desa dampingan Yayasan Trukajaya namun bukan prioritas peneliti.
Encounters of face – to – face interaction: penerapan perangkat – perangkat CUUS tempat pelayanan 3 (tiga) yaitu koordinator tempat
74
pelayanan, koordinator pendidikan, bagian kredit, dan bendahara merupakan perangkat yang berinteraksi langsung dengan anggota dan calon anggota.
Robert Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu nilai
mutual trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap
pemimpinnya. Anggota berperan sebagai pemimpin di lembaga keuangan CUUS karena kedudukan dari penggurus sampai dengan anggota adalah setara. Perantara kepercayaan adalah uang namun bukan mementingkan uang dan mengesampingkan unsur budaya, keluarga, dan nilai–nilai lokal, tetapi uang sebagai perantara untuk tujuan bersama ketika dihadapkan dengan keadaan kebersamaan. Keuangan memberikan peluang yang sama kepada anggota untuk lebih sejahtera. Modal sosial merupakan institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms) yaitu ketika menghadapi masalah keterlambatan pembayaran pinjaman Ibu Suprapti27 mengatakan:
“permasalahan yang kami hadapi diselesaikan dengan partisipasi seluruh anggota CUUS, melalui pertemuan rutin setiap bulan permasalahan – permasalahan tertentu dapat diselesaikan melalui musyawarah dan kekeluargaan. Salah satu penyelesaian permasalahan lalai pengembalian pinjaman setelah melalui surat peringatan – peringatan adalah dengan seluruh anggota datang kepada yang bersangkutan untuk meminta segera membayar pinjaman. Hal itu dilakukan karena kami penuh dengan perasaan kekeluargaan dan tidak ingin berurusan dengan Hukum hanya karena persoalan lali pengembalian pinjaman”.
Kemudian kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong kolaborasi sosial (koordinasi dankooperasi) untuk kepentingan bersama. Lebih jauh Putnam memaknai asosiasi horisontal tidakhanya yang memberi desireable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan) melainkan juga undesirable outcome (hasil tambahan). Hasil tambahan yang didapatkan adalah perkembangan usaha dari anggota dengan koordinasi Ibu Suprapti.
27Wawancara dengan Ibu Suprapti selaku penggurus CUUS yang berlangsung Jumat, 26 April
75
Gambar 10. Visi dan Misi CUUS.
CUUS memberikan pengetahuan kepada masyarakat Kendel tentang kebersamaan melalui aturan–aturan yang disepakati dan mekanisme pengaturan uang dikaitkan dengan kebutuhan. Kesadaran solidaritas bertambah kuat ketika anggota diarahkan oleh CUUS untuk saling gotong royong membangun masyarakat sejahtera, selain itu CUUS merangsang perkembangan usaha–usaha kecil yang dilakukan oleh anggota melalui kredit produktif untuk pengembangan usaha. Usaha tersebut antara lain donat tiwul, susu jagung, dan criping singkong. Usaha kecil masyarakat kendel sudah melayani pemesanan hajatan dan produksi ke warung kaki lima dan kantin–kantin sekolah.
Pemahaman tentang nilai dan norma sebagai dasar untuk mengambil kebijakan sebuah forum atau perkumpulan yang diadakan masyarakat. Intensitas perkumpulan lebih sering dilakukan semenjak hadirnya CUUS yaitu dalam kurun waktu satu bulan masyarakat mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap malam senin legi dan setiap tanggal 20 setiap Bulan ditambah dengan kegiatan pendidikan dasar. Hasil tambahan yang telah diutarakan oleh Putnam selain untuk usaha produktif dapat digunakan untuk usaha konsumtif dengan dana talangan digunakan untuk biaya pembelian sepeda motor.
Kesadaran atas gotong royong dan saling memahami, toleransi demi kebaikan bersama muncul ketika membuat kebijakan di saat RAT berlangsung. Kebijakan
76
menghasilkan sebuah kesepakatan tentang penanganan anggota kredit macet yaitu dengan seluruh anggota mengunjungi anggota yang bersangkutan untuk dimintai keterangan atas kredit macet. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari urusan dengan hukum karena masyarakat menganggap perasaan senasib sepenanggungan dan gotong royong yang utama dan terutama.