• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENYAMANAN FISIK RUANG PADA PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG NAGA THE PHYSICAL COMFORT OF SPACE IN THE TRADITIONAL RESIDENCE OF NAGA VILLAGE ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KENYAMANAN FISIK RUANG PADA PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG NAGA THE PHYSICAL COMFORT OF SPACE IN THE TRADITIONAL RESIDENCE OF NAGA VILLAGE ABSTRAK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KENYAMANAN FISIK RUANG PADA PERMUKIMAN

TRADISIONAL KAMPUNG NAGA

THE PHYSICAL COMFORT OF SPACE IN THE TRADITIONAL

RESIDENCE OF NAGA VILLAGE

Doddy Anwar

1)

, Tri Harso Karyono

2)

, Rumiati R. Tobing

3) 1)

Mahasiswa S3 Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan

2)

Guru Besar Arsitektur, Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Tanri Abeng

3)

Dosen Arsitektur, Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan

*email:

1

doddyan@gmail.com

ABSTRAK

Pembangunan rumah yang tererncana dan tidak terencana telah mengubah lingkungan

fisik ruang. Sehingga kenyamanan fisik ruang terabaikan dan tidak terpenuhi. Kampung

Naga merupakan permukiman tradisional yang masih menjunjung tinggi adat istiadat.

Ketentuan-ketentuan dalam membangun dipegang kuat oleh anggota komunitas.

bagaimana kondisi tingkat kenyamanan fisik yang terjadi di hunian masyarakat

tersebut. Apakah kenyamanan fisik yang ditempati masyarakat itu baik? Penelitian ini

menggunakan Metode Kuantitatif dengan cara melakukan pengukuran terhadap

Kenyamanan Fisik Ruang di Kampung Naga, Jawa Barat. Hasil dari penelitian adalah

kenyamanan fisik ruang masyarakat Kampung Naga cukup nyaman bagi masyarakat

yang menghuni rumah-rumah di Kampung Naga Tasikmalaya.

Kata Kunci : kenyaman fisik ruang, permukiman tradisional, Kampung Naga

ABSTRACT

The construction of a planned and unplanned house has changed the physical

environment of space. So that the physical comfort of space is neglected and

unfulfilled. Kampung Naga is a traditional settlement that still upholds customs. The

rules of construction are strongly held by community members. how the level of

physical comfort that occurs in the residence of the community. Is the physical

comfort occupied by the community good? This study uses Quantitative Method by

measuring the Physical Fitness of Space in Kampung Naga, West Java. The result of

the research is the physical comfort of the living space of the people of Kampung

Naga is quite comfortable for the people who live in houses in Kampung Naga

Tasikmalaya

Keywords: physical comfort of space, traditional settlement, Kampung Naga

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kenyamanan fisik ruang yang mempengaruhi aktifitas dalam ruangan tidak hanya masalah kenyamanan termal saja. Efektifitas dan produktifitas dalam beraktifitas dalam ruangan dapat tercapai jika kualitas kenyamanan visual (visual comfort), kenyamanan udara (thermal comfort), kenyamanan audial (audial

comfort) dan kenyamanan spasial (spatial comfort)

baik. Ini berlaku umum baik di permukiman perkotaan maupun di perkampungan.

Kampung Naga merupakan permukiman tradisonal yang menolak intervensi dari pihak luar, jika dicampuri justru akan berpotensi merusak kelestarian kampung tersebut. Sejumlah pantangan atau larangan terkait dengan rancangan dan penggunaan meterial bangunan

(2)

yang mereka huni mencerminkan keyakinan-keyakinan yang positif terhadap kualitas lingkungan yang mereka harapkan bagi kehidupan mereka. Walaupun pembangunan dilakukan secara tidak terencana.

Jika dinilai menggunakan standar bangunan hijau, minimal permukiman kampung tradisional pada posisi tersertifikasi, termasuk Kampung Naga (karyono, 2010). Dengan rancangan bangunan yang sederhana dan penggunan energy yang diperkirakan rendah, seberapa besar kenyamanan fisik hunian pada permukiman ini dapat terpenuhi?

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kenyamanan fisik hunian di Kampung Naga. Kenyamanan fisik yang akan dilihat meliputi kenyamanan ruang (spatial comfort), kenyamanan penglihatan (visual comfort), dan kenyamanan suhu (thermal comfort).

METODE PENELITIAN

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Sampling yang dipiliadalah masyarakat asli Kampung Naga dan berdomisili di kampung tersebut. Selain itu untuk pangambilan data kenyamana fisik digunakan alat ukur seperti termometer, luxmeter, soundlevelmeter, dan meteran. Data ukur selanjutnya akan dibandingkan dengan standar-standar kenyamanan ruang yang ada. Selain itu juga dilakukan interview lanhgsung dengan masyarakat untuk melihat sensasi yang dirasakan pada masing-masing unit hunian.

HASIL DAN ANALISA DATA

Sebelum survei dilakukan, digunakan data awal untuk posisi hunian di Kampung Naga berdasarkan data hasil penelitian tim UI tahun 1982. Data tersebut seperti tercantum dibawah ini.

Gambar 1 : Posisi hunian Kampung Naga Sumber : Peneliti, 2016

Pada tahun 1982 terdapat 96 rumah dengan 367 jiwa (Tim Pra Penelitian Arsitektur Tradisional UI tahun 1982 dalam Rahayu, 2004 ). Pada tahun 1985, jumlah penduduk 385 jiwa. Sedangkan pada sensus penduduk tahun 1999 terdapat 99 KK dengan 319 jiwa.

Setelah dilakukan penelitian ini, didapatkan jumlah hunian baru bertambah sebanyak 14 hunian dan 1 hunian lama dibongkar. Penelitian dilakukan pada 41 hunian, ditandai dengan bagian yang diarsir pada gambar di bawah ini.

Gambar 2 : Posisi hunian Kampung Naga Sumber : Peneliti, 2016

Gambar 3 : Site plan hunian Kampung Naga Sumber : Peneliti, 2016

Dari gambar diatas seluruh bangunan sudah diukur dan diidentifikasi bahwa setiap rumah umumnya memiliki tepas, tengah imah, dapur, kamar tidur dan goah. Ukuran setiap rumah cenderung berbeda-beda. Dari rumah yang ada, ukuran rumah terkecil adalah 20 m2 ( 4 x 5 m) yaitu rumah B-23. Sedangkan rumah dengan ukuran terbesar adalah 56 m2 ( 7 x 8 m) yaitu pada rumah A-13, A-70, B-1, dan B-2. Sementara ukuran terbanyak adalah rumah dengan ukuran 31,2 m2 ( 5,2 x 6 m). Dibawah ini dilampirkan gambar denah, tampak dan potongan rumah dengan ukuran terbanyak tersebut.

(3)

Gambar 4 : Denah rumah dengan ukuran terbanyak Sumber : Peneliti, 2016

Gambar 5 : Tampak rumah dengan ukuran terbanyak Sumber : Peneliti, 2016

ukuran terbanyak

Gambar 6 : Potongan rumah dengan ukuran terbanyak Sumber : Peneliti, 2016

ukuran terbanyak

KENYAMANAN FISIK RUANG

Terdapat dua aspek kenyamanan yang perlu dipenuhi oleh suatu karya arsitektur yakni kenyamanan psikis dan fisik. Kenyamanan psikis banyak kaitannya dengan kepercayaan, agama, aturan adat dan sebagainya. Adapun kenyamanan fisik meliputi kenyamanan ruang (spatial comfort), kenyamanan penglihatan (visual comfort), kenyamanan pendengaran (audial comfort) dan kenyamanan suhu (thermal comfort), (Karyono, 1999). Penelitian mengenai kenyamanan termal dan ruang dilakukan di wilayah Kampung Naga, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada 56 responden laki-laki dan perempuan dengan rentang umur 19 - 84 tahun. Data responden yang dikumpulkan meliputi umur, gender, berat badan dan tinggi badan.

SUHU a SUHU

Untuk kenyamanan ruang, data yang diukur meliputi: Suhu (Ta) dalam oC, Kelembaban (Rh), Angin (m/s), Cahaya (lux), dan Suara (db). Penelitian dilakukan pada 41 rumah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Rumah-rumah tersebut memiliki suhu terendah 25,3 oC dan suhu tertinggi 30,2 oC dengan suhu rata-rata 27,062 oC.

Penduduk Kampung Naga mengatasi panas dalam rumah dengan usaha-usaha diantaranya dengan cara sebagian besar melakukan keluar rumah (33%), dan sisanya melakukan buka baju, kipas-kipas, serta membuka jendela. Sedangkan untuk mengatasi rasa dingin, penduduk Kampung Naga umumnya memakai

(4)

selimut (60%), sisanya memakai baju tebal/jaket dan menyalakan api di tungku.

Gambar 7 : Kegiatan mengatasi panas dalam rumah dengan cara duduk diluar

Tabel 1 : Grafik sensasi suhu responden dalam ruangan

Sumber : Peneliti, 2016

Secara rata-rata dalam rentang suhu udara antara 25,3oC – 30,2 oC, penghuni Kampung Naga merasakan sensasi sejuk dan dingin (-1,3) berdasarkan rentang nilai AMV, sehingga mereka tidak merasa kepanasan ketika menempati rumah-rumah mereka.

Jika dilihat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 6390:2011 yang menyebutkan bahwa daerah kenyamanan suhu untuk daerah tropis dengan suhu yang sejuk nyaman adalah 25.5OC +1.5 OC, maka standar tersebut tidak berlaku bagi masyarakat Kampung Naga. Beberapa studi tentang suhu sebelumnya menyatakan bahwa gedung-gedung di Indonesia mempunyai suhu nyaman di kisaran 27 OC - 28 OC.

c. ANGIN

Di dalam rumah, angin cenderung bergerak, sehingga dalam penelitian ini angka pergerakan angin 0 m/s.

Penduduk Kampung Naga merasakan hembusan udara/angin di dalam rumah dengan kondisi yang berbeda-beda. Umumnya merasakan cukup ada hembusan angin sebanyak 77% responden. Lainnya kurang dan tidak merasakan hembusan angin. Ini berarti kecepatan hembusan angin yang dirasakan responden mendekati 0 m/s.

d. CAHAYA

Pengukuran cahaya dilakukan dengan menggunakan alat Lux meter. Satuan yang dipakai adalah Lux. Hasil yang diperoleh untuk pengukuran cahaya di Kampung Naga adalah paling rendah 0 lux yang artinya sangat gelap, dan tertinggi diangka 783 lux. Cahaya rata-rata yang didapatkan 79,321 lux dengan standar deviasi 143,2865.

Untuk kondisi rumah dengan letak yang rapat antar rumah dan minimnya jendela/bukaan, mengakibatkan rumah tersebut kekurangan cahaya, sehingga diperoleh angka mendekati 0 lux. Sedangkan rumah-rumah dengan pencahayaan yang terang, biasanya dikarenakan pemilik rumah melakukan upaya-upaya seperti membuat bukaan-bukaan tambahan diatas atap.

Gambar 8 : Alternatif pencahayaan dalam rumah (eksterior)

Gambar 9 : Alternatif pencahayaan dalam rumah (interior)

Adapun tingkat pencahayaan yang direkomendasikan (SNI 2001) berbeda setiap ruangannya berkisar 60 lux untuk teras dan garasi, dan 120-250 lux untuk keperluan pencahayaan diruang tamu, ruang makan, ruang kerja, dan kamar tidur. Sedangkan untuk kamar mandi dan dapur dianjurkan 250 lux.

(5)

Pertanyaan sensasi cahaya ruangan

gelap redup cukup teran g

prosentase 2% 13% 36% 50%

Sumber : Peneliti, 2017

Untuk pencahayaan, umumnya penduduk Kampung Naga merasakan dalam ruangan terang sebanyak 50%, sisanya merasakan redup dan gelap.

Jika dilihat dari standar (SNI 2011) tentang perbandingan ideal antara luas ruang dengan luas jendela adalah 20%, maka rumah di Kampung Naga rata-rata tidak memenuhi kriteria tersebut. Bukaan paling lebar umumnya pada ruang tamu (tepas). Perbandingan antara luas ruang dan bukaan hanya berkisar antara 7 - 14%. Pada ruang-ruang yang lain memiliki sedikit bukaan. Di dapur umumnya tidak memiliki jendela. Pencahayaan umumnya berasal dari bukaan pintu karena masyarakat biasanya membuka pintu saat memasak. Pada kamar tidur dan tengah imah memiliki masing-masing satu daun jendela. Sedangkan goah rata-rata tidak memiliki bukaan.

e. SUARA

Pengukuran berikutnya meliputi pengukuran suara yang dihitung dengan Sound Level Meter (SLM) dan satuan yang digunakan adalah desibel (db). Hasil yang diperoleh dari 56 responden menyatakan nilai suara terendah 36,7 db, sedangkan hasil tertinggi adalah 92,6 db. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 59,671 db dengan standar deviasi 11,8571.

Standar ambang batas kebisingan yang diijinkan menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.48/MENLH/XI/1996, tanggal 25 November 1996, tentang kriteria batas tingkat kebisingan untuk daerah permukiman mensyaratkan tingkat kebisingan maksimum untuk ruang luar adalah sebesar 55 dBA.

Tabel 3 : Jawaban Ukuran Ruang Tidur Pertanyaan tentang Kebisingan Kadang-kadang Tidak Pernah Prosentase 32% 68% Sumber : Peneliti, 2016

Pada penelitian ini, diukur juga apakah penduduk Kampung Naga pernah terganggu dengan suara bising, dan hasilnya adalah sebagian besar tidak pernah merasa terganggu dengan suara bising sebanyak 66%. Sisanya merasa terganggu dengan suara anak kecil menangis, suara anak kecil bermain, dan suara binatang.

f. SPASIAL / RUANG

Rumah Kampung Naga umumnya terdiri dari 1 tepas (ruang tamu), 1 tengah imah (ruang tengah), 1 kamar tidur, 1 dapur dan 1 goah (gudang). Penelitian ini fokus pada kenyamanan ruang untuk kegiatan khusus seperti kamar tidur, dapur, dan ruang tamu.

Selain itu juga diteliti ukuran pintu dan tinggi plafon rumah.

Tabel 4 : Jawaban Ukuran Ruang Tidur Pertanyaan tentang

ukuran ruang Tidur

Lebih Besar Cukup Lebih Kecil prosentase 48% 48% 4% Sumber : Peneliti, 2016

Untuk kenyamanan ukuran ruang tidur, responden menginginkan ruang tidur yang lebih besar sebanyak 48%. Jumlah ini sama dengan responden yang merasa ukuran tersebut sudah cukup memadai sebanyak 48%. Untuk ukuran dapur, umumnya responden sudah merasa cukup dengan ukuran yang ada yaitu sebanyak 55%. Sisanya sebesar 45% menginginkan ukuran dapur yang lebih luas. Untuk ruang tamu, umumnya responden sudah merasa cukup dengan ukuran yang ada sebanyak 61%. Hal ini dikarenakan ruang tamu umumnya tidak mempunyai banyak perabotan sehingga terasa lebih luas. Sebagian lainnya sebanyak 39% menginginkan ruang tamu yang lebih besar.

Tabel 5 : Jawaban Ukuran Dapur Pertanyaan tentang ukuran dapur Lebih Besar Cukup Lebih Kecil prosentase 45% 55% 0% Sumber : Peneliti, 2016 Gambar 10 : Dapur

Tabel 6 : Jawaban Ukuran Tepas Pertanyaan tentang ukuran Tepas Lebih Besar Cukup Lebih Kecil prosentase 39% 61% 0% Sumber : Peneliti, 2016

(6)

Gambar 11 : Tepas

Tabel 7 : Jawaban Ukuran Pintu Pertanyaan tentang ukuran Pintu Lebih Besar Cukup Lebih Kecil prosentase 7% 93% 0% Sumber : Peneliti, 2016

Gambar 12 : Pintu Depan

Rumah di Kampung Naga mempunyai 2 pintu depan yang langsung menuju tepas (ruang tamu) dan dapur. Ukuran kedua pintu sama dengan ukuran 80 cm x 170 cm. Berbeda dengan pintu bagian dalam dengan ukuran 80 cm x 155 cm.

Untuk kenyamanan ukuran pintu, umumnya responden merasa sudah cukup nyaman yaitu sebanyak 93%. Jika dilihat tinggi badan rata-rata responden yang 150,46 cm, artinya mereka tidak bermasalah dengan tinggi pintu tersebut.

Tabel 8 : Jawaban Jendela Pertanyaan tentang Lebih Besar, Lebih Besar, Cukup Lebih Kecil Jendela lebih banyak jumlah tetap prosentase 4% 0% 96% 0% Sumber : Peneliti, 2016

Gambar 13 : Jendela Rumah

Umumnya responden merasa cukup dengan ukuran dan jumlah jendela yang ada di masing-masing rumah, yaitu sebanyak 96%. Sisanya menginginkan ukuran dan jumlah jendela yang lebih besar dan lebih banyak sebesar 4%.

Tabel 9 : Jawaban Tinggi Plafon Pertanyaan tentang tinggi Plafon Lebih Tinggi Cukup Lebih Pendek prosentase 5% 95% 0% Sumber : Peneliti, 2016

Rata-rata tinggi plafon rumah Kampung Naga lebih kurang 2,3 m. Sebanyak 95% responden, merasa tinggi tersebut sudah cukup nyaman. Terdapat rumah yang tidak menggunakan plafon, terutama diruang dapur. Ini dilakukan agar asap dari dapur bisa langsung keluar melalui celah-celah atap ijuk. Sebagian masyarakat memanfaatkan plafon yang ada sebagai alternatif tempat penyimpanan barang.

Gambar 14 : Plafon sebagai alternatif tempat penimpanan

(7)

Gambar 15 : Atap Ijuk sebagai Alternatif Penghawaan (Asap dapur keluar dari celah atap ijuk)

KESIMPULAN

1. Secara rata-rata dalam rentang suhu udara antara 25,3oC – 30,2 oC, penghuni Kampung Naga merasakan sensasi sejuk dan dingin (-1,3) berdasarkan rentang nilai AMV (Actual Mean Vote), sehingga mereka tidak merasa kepanasan ketika menempati rumah-rumah mereka.

2. Umumnya masyarakat tidak pernah merasa terganggu dengan suara bising sebanyak 68%. Kampung Naga merupakan kampung yang secara eksklusif terpisah dari kampung-kampung yang di sekitar. Jauh dari kebisingan jalan raya atau hiruk pikuk kegiatan masyarakat dan kondisi cenderung sepi. Suara yang paling sering muncul adalah suara dari orang berbicara, anak kecil bermain dan suara binatang.

3. Untuk pencahayaan dalam rumah masyarakat Kampung Naga merasakan dalam ruangan terang sebanyak 50%. Meskipun terdapat beberapa rumah yang tidak memiliki cahaya cukup bahkan mendekata 0 lux, ini tidak berpengaruh pada aktifitas mereka sehari-hari. Beberapa masyarakat ada yang mengupayakan pencahayaan tambahan

dengan cara membuka atap ijuk dan menggantinya dengan kaca bening yang berfungsi sebagai skylight untuk penerangan dalam ruangan. 4. Secara spasial masyarakat merasa nyaman dengan dimensi-dimensi yang ada pada rumah tradisional. Tinggi pintu utama rata-rata adalah 165 cm. sementara tinggi pintu antar ruangan sekitar 155 cm. Dengan tinggi pintu yang relatif pendek dibandingkan dengan pintu pada rumah di kota pada umumnya 200-220 cm, masyarakat merasa cukup nyaman. Ini disebabkan karena ukuran tinggi badan rata-rata masyarakat Kampung Naga adalah 150,46 cm. Ruang-ruang yang ada di dalam rumah cenderung kosong dan minim perabot. Semua kegiatan dalam rumah seperti bertamu, tidur dan memasak dilakukan dilantai.

DAFTAR RUJUKAN

Karyono, T.H., (1999): Arsitektur : Kemapanan, Pendidikan, Keyamanan, dan Penghematan Energi, Catur Libra Optima, Jakarta.

Karyono, Tri Harso. (2010). Green Architecture – Pengantar Pem ahaman Arsitektur Hijau, Rajawali Pers, September 2010

Mantra, Ida Bagoes (2004), Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Rahaju B.U.K., Sri (2004): ”Gagasan PengaturanTempat pada Komunitas Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat”. Disertasi Program Doktor Arsitektur, Program Pasca Sarjana- ITB, Bandung

KEPMENKES No. 261/MENKES/SK/II/1998Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

KEPMEN LH No: Kep.48/MENLH/XI/1996, tanggal 25 November 1996, tentang kriteria batas tingkat kebisingan untuk daerah permukiman

Gambar

Gambar 2 : Posisi hunian Kampung Naga  Sumber : Peneliti, 2016
Gambar 4 : Denah rumah dengan ukuran   terbanyak  Sumber : Peneliti, 2016
Gambar 7 : Kegiatan mengatasi panas dalam rumah  dengan cara duduk diluar
Tabel 4 : Jawaban Ukuran Ruang Tidur  Pertanyaan  tentang
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Melaksanakan uji lapangan model pemetaan kerentanan fungsi jalan di lokasi lain, untuk melihat kemungkinan teridentifikasinya faktor atau dimensi baru yang dapat

Kesimpulannya, peran servant leadership dan kinerja guru memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas program tahunan Sekolah Dasar Swasta di

Sinyal posisi input yang dipicu oleh rangkaian osilator yakni gelombang sinus kemudian ditransmisikan ke primer LVDT yang menjadi tegangan input untuk sensor LVDT

Sebagai iklan kosmetik halal, Mazaya menampilkan konsep kecantikan yang berbeda dengan standar kecantikan dalam iklan kosmetik pada umumnya yaitu dengan menampilkan tiga

kasus demikian anak akan ikut bekerja untuk menunjang ekonomi keluarga,. bahkan ada fenomena dimana anak melakukan suatu pekerjaan

keamanan dan keberlangsungan kegiatan usaha, memberikan kepastian hukum, serta melindungi perusahaan dari gangguan pihak lain. Salah satu metodologi untuk melakukan

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA BIDANG BINA M ARGA.. DINAS PEKERJAAN UM UM KABUPATEN KLATEN

Dalam menerapkan pertanian organik ini, Mitra Aksi mengadakan sekolah lapang yang diikuti oleh 25 kelompok tani yang terdiri dari 1537 orang petani dari 6 desa tersebut di atas.