KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DAN SOCIAL AND ENVIRONMENTAL ACCOUNTING SEBAGAI WUJUD
IMPLEMENTASI ENTERPRISE THEORY
Putu Sukma Kurniawan Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha
Abstrak
Saat ini terjadi perubahan dalam paradigma bisnis dan pengelolaan perusahaan. Konsep bisnis yang dijalankan perusahaan harus diikuti dengan adanya tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Perusahaan dituntut untuk memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan perusahaan. Praktek akuntansi juga mengalami perubahan dimana saat ini muncul konsep akuntansi sosial dan lingkungan. Akuntansi sosial dan lingkungan mencoba untuk memasukkan faktor-faktor sosial dan lingkungan ke dalam praktek akuntansi. Konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan konsep akuntansi sosial dan lingkungan perusahaan merupakan bentuk dari penerapan teori enterprise.
Kata kunci: tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, akuntansi sosial dan lingkungan, teori enterprise.
Abstract
Currently there is a change in the paradigm of business. Business concepts that run the corporate should be followed by corporate social and environmental responsibility. Corporate are required to pay attention to social and environmental impacts of corporate activities. Accounting practices also undergo a change which is currently emerging concept of social and environmental accounting. Social and environmental accounting tries to incorporate social factors and environmental factors into accounting practices. The concept of corporate social and environmental responsibility and social and environmental accounting is a form of application of enterprise theory. Key words: corporate social and environmental responsibility, social and
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Isu sosial dan lingkungan kini menjadi isu yang menarik. Isu ini telah dibahas secara global dan menjadi perhatian hampir semua negara. Isu sosial dan lingkungan ini menjadi sebuah hal yang harus diperhatikan oleh banyak pihak. Bukan saja karena isu ini sangat penting, tetapi isu sosial dan lingkungan ini sangat terkait dengan kehidupan manusia. Kehidupan manusia sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari permasalahan sosial dan lingkungan. Setiap hari terdapat pemberitaan mengenai permasalahan sosial dan lingkungan yang terkait dengan kehidupan manusia. Permasalahan yang dibahas bukan mengenai peningkatan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan tetapi isu mengenai permasalahan sosial dan kerusakan lingkungan. Tentu ini harus menjadi perhatian semua pihak bahwa pada saat ini terjadi permasalahan sosial dan lingkungan yang dampaknya dapat merusak kehidupan secara luas.
Jika kita mencari penyebab permasalahan sosial dan lingkungan tentu sangat sulit. Permasalahan sosial dan lingkungan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Terdapat banyak faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan sosial dan lingkungan. Permasalahan sosial yang terkait dengan kesejahteraan, misalnya kemiskinan, pengangguran, dan masalah sosial lainnya. permasalahan dalam bidang lingkungan, misalnya alih fungsi lahan, kebakaran hutan, erosi, dan pemanfaatan hutan lindung. Tulisan ini tidak membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan sosial dan lingkungan. Tulisan ini akan mencoba untuk memberikan pemahaman mengenai solusi yang dapat ditawarkan untuk mengurangi permasalahan sosial dan lingkungan yang terjadi. Solusi yang ditawarkan dilihat dari sudut pandang ekonomi. Bidang ekonomi sering dikatakan sebagai sumber penyebab masalah sosial dan lingkungan. Alih fungsi lahan oleh perusahaan, pencemaran sungai karena limbah perusahaan, kesehatan masyarakat yang terganggu akibat operasional perusahaan, dan efek rumah kaca yang disebabkan dari aktivitas perusahaan menjadi dalih dari beberapa pihak untuk menyatakan bahwa bidang ekonomi sebagai salah satu penyebab permasalahan sosial dan lingkungan. Tulisan ini mencoba untuk tidak membela bidang ekonomi tetapi mencoba untuk memberikan pemahaman bahwa ada banyak solusi untuk mengurangi dampak permasalahan ekonomi dan sosial. Salah satu solusinya justru datang dari bidang ekonomi, yaitu adanya konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan dan konsep akuntansi sosial dan lingkungan.
Saat ini terjadi perubahan dalam paradigma pengelolaan perusahaan. Konsep bisnis yang harus dijalankan oleh perusahaan dalam mengelola aktivitasnya mengalami perubahan
seiring dengan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan ini maknanya bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab dalam bidang sosial dan lingkungan. Dampak dari adanya tanggung jawab sosial dan lingkungan ini adalah bahwa kegiatan bisnis yang harus dilaksanakan oleh perusahaan harus juga memikirkan dampaknya terhadap kondisi sosial dan lingkungan yang ada di sekitar perusahaan.
Perubahan dalam paradigma pengelolaan perusahaan inilah yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak permasalahan sosial dan permasalahan lingkungan. Perusahaan-perusahaan yang sering disebut sebagai penyebab masalah sosial dan masalah lingkungan justru dapat dijadikan solusi. Solusi ini muncul dalam konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan akan memunculkan konsep bisnis hijau (green business) dan pada akhirnya dari konsep bisnis hijau ini akan muncul konsep akuntansi hijau (green accounting). Konsep green business dan konsep green accounting inilah yang dapat dijadikan solusi untuk mengurangi permasalahan sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi. Konsep green accounting secara luas dikenal dengan nama akuntansi sosial dan lingkungan (social and environmental accounting). Akuntansi sosial dan lingkungan muncul karena adanya perhatian yang luas dari masyarakat terhadap bidang sosial dan lingkungan, khususnya dalam menilai kinerja sosial dan kinerja lingkungan perusahaan (Qureshi et al., 2012). Akuntansi sosial dan lingkungan merupakan perubahan paradigma akuntansi konvensional. Akuntansi konvensional hanya berpusat pada indikator-indikator ekonomi yang dicapai perusahaan. Akuntansi sosial dan lingkungan memasukkan dimensi sosial dan lingkungan ke dalam pencatatan akuntansi. Hasil akhirnya adalah akuntansi sosial dan lingkungan berpusat tidak hanya pada indikator ekonomi yang dicapai perusahaan, tetapi juga memikirkan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan perusahaan.
Mengingat begitu pentingnya konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan konsep social and environmental accounting (SEA) maka sudah sepatutnya semua industri menerapkan konsep ini dan melihat manfaatnya untuk mengurangi dampak masalah sosial dan lingkungan. Tulisan ini akan membahas mengenai konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan konsep SEA serta penerapannya untuk mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan dilihat dari sudut pandang teori enterprise (enterprise theory).
2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan
Konsep bisnis dalam mengelola perusahaan kini mengalami perubahan. Saat ini manajemen perusahaan tidak hanya dituntut untuk mengelola perusahaan dari sudut pandang manajemen perusahaan saja, tetapi pengelolaan perusahaan kini juga harus dilihat dari sudut pandang stakeholders di luar perusahaan. Pihak-pihak yang berada di luar perusahaan harus juga dilihat kepentingannya terhadap operasional perusahaan. Retno dan Priantinah (2012) berpendapat bahwa sistem pengelolaan perusahaan saat ini harus berpijak pada perhatian kepada masyarakat dan lingkungan. Branco dan Rodrigues (2007) dalam tulisannya berpendapat bahwa konsep pengelolaan perusahaan saat ini tidak hanya harus memikirkan keuntungan dari sisi ekonomi (profitabilitas perusahaan) saja, namun manajemen perusahaan juga harus memastikan bahwa aktivitas perusahaan tidak mengganggu hukum dan norma yang berlaku dalam komunitas masyarakat dimana perusahaan tersebut beroperasi.
Jika dilihat dari konsep bisnis, perusahaan didirikan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dalam konsep bisnis yang lama, mencari keuntungan sebesar-besarnya diartikan bahwa perusahaan hanya mementingkan kepentingan manajemen saja tanpa memperhatikan kepentingan pihak-pihak di luar perusahaan. Konsep bisnis yang lama mulai ditingggalkan dan sekarang muncul konsep bisnis yang baru. Konsep bisnis yang baru menyatakan bahwa manajemen perusahaan harus mengelola perusahaan dengan memperhatikan kepentingan pihak-pihak di luar perusahaan. Almilia et al. (2011) dalam tulisannya mendukung adanya kepedulian sosial dan lingkungan perusahaan karena keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin bila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup yang berada di luar perusahaan.
2.2 Konsep Social and Environmental Accounting
Konsep social and environmental accounting (SEA) merupakan konsep yang muncul dari paradigma bisnis yang berkembang saat ini. Akuntansi merupakan bagian integral dari dunia bisnis sehingga perubahan apapun yang terjadi dalam dunia bisnis akan turut mempengaruhi perkembangan akuntansi. Paradigma bisnis saat ini menganut paradigma bisnis hijau (green business) dimana konsep bisnis saat ini harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Paradigma bisnis yang lama ditingggalkan dan muncul paradigma bisnis yang baru. Konsekuensi dari munculnya paradigma bisnis yang baru ini menyebabkan adanya perubahan dalam konsep akuntansi. Akuntansi yang dulunya dipergunakan untuk kepentingan pemilik perusahaan sekarang dapat dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Fungi SEA bagi pihak manajemen perusahaan adalah konsep SEA dapat dipergunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengukur dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan yang kegiatan utamanya berpotensi untuk merusak lingkungan dan mencemari sungai dapat mengukur biaya konservasi lingkungan dan biaya konservasi sungai dengan menggunakan konsep SEA. Jika dilihat dari pihak-pihak yang berada di luar perusahaan, konsep SEA dapat dipergunakan oleh stakeholders di luar perusahaan untuk melihat bentuk pertanggungjawaban manajemen dalam melakukan kegiatan perusahaan dan sebagai bentuk tanggung jawab manajemen dalam mengelola sumber daya alam. Qureshi et al. (2012) berpendapat bahwa adanya tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan serta pengembangan industri agar terus berkelanjutan menjadi faktor dasar munculnya konsep akuntansi sosial dan lingkungan. 2.3 Sudut Pandang Akuntansi dan Konsep Enterprise Theory
Soetedjo (2009) berpendapat bahwa terdapat tiga teori dalam sudut pandang akuntansi. Teori-teori tersebut adalah teori kepemilikan (proprietary theory), teori entitas (entitiy theory), dan teori enterprise (enterprise theory). Penjelasan masing-masing sudut pandang akuntansi tersebut adalah (Soetedjo, 2009):
a. Teori kepemilikan
Teori kepemilikan berpandangan bahwa akuntansi merupakan alat yang berpusat pada kepentingan pemilik perusahaan. Tujuan akuntansi berdasarkan teori kepemilikan adalah menentukan jumlah kekayaaan bersih pemilik perusahaan. Dampak dari sudut pandang ini adalah neraca menjadi laporan yang utama dalam akuntansi.
b. Teori entitas
Teori entitas berpandangan bahwa terdapat pemisahan antara kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan perusahaan. Tujuan akuntansi berdasarkan teori entitas adalah memberikan informasi kepada pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dampak dari sudut pandang ini adalah laporan laba rugi menjadi laporan yang utama dalam akuntansi.
c. Teori enterprise
Teori enterprise berpandangan bahwa perusahaan merupakan unit yang luas dan memiliki tanggung jawab kepada komunitas sosialnya. Dampak dari sudut pandang ini adalah akuntansi harus memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Nilai tambah
yang dimaksud dalam teori enterprise adalah perusahaan dalam meningkatkan income perusahaan harus melihat dampak kegiatan perusahaan terhadap komunitas sosial dan lingkungan.
Konsep akuntansi pada awalnya menganut teori kepemilikan dan teori entitas. Teori kepemilikan melihat bahwa dari sudut pandang ini prosedur pencatatan akuntansi berpusat pada kepentingan pemilik perusahaan (Soetedjo, 2009). Akuntansi menjadi alat bagi pemilik perusahaan untuk mencapai tujuan utama, yaitu meningkatkan kekayaan pemilik perusahaan. Teori entitas berpandangan bahwa terdapat pemisahan antara struktur kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan perusahaan. Dalam teori entitas, akuntansi dipergunakan untuk mencatat perilaku manajer dan memberikan informasi berupa laporan tentang kondisi ekonomi perusahaan kepada pemiliki sebagai bentuk pertanggungjawaban manajer dalam mengelola perusahaan (Soetedjo, 2009). Akuntansi saat ini cenderung menggunakan sudut pandang yang terakhir, yaitu sudut pandang teori enterprise. Teori enterprise memandang bahwa perusahaan sebagai unit ekonomi yang lebih luas. Fungsi perusahaan bukan hanya sebagai alat bagi pemilik perusahaan untuk meningkatkan kekayaan pemilik perusahaan, tetapi juga dapat dipergunakan untuk memakmurkan lingkungan sosial perusahaan (Soetedjo, 2009). Dalam konsep teori enterprise, akuntansi dipergunakan untuk mencapai kemakmuran sosial (social welfare).
3 PEMBAHASAN
3.1 Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dalam Bisnis Saat ini terjadi perubahan sudut pandang dalam konsep pengelolaan perusahaan. Konsep bisnis yang harus dijalankan oleh perusahaan dalam mengelola aktivitasnya mengalami perubahan seiring dengan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada komunitas baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Kegiatan bisnis atau aktivitas yang harus dilaksanakan perusahaan harus juga memikirkan dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap kondisi sosial dan lingkungan yang ada di sekitar perusahaan. Pada intinya perusahaan tidak hanya memikirkan kepentingan internal perusahaan saja tetapi perusahaan juga harus memikirkan komunitas sosial yang mendukung aktivitas perusahaan. Choi dan Mueller (1998) berpendapat bahwa aktivitas perusahaan, baik aktivitas produksi, distribusi, maupun operasional selalu memerlukan unsur-unsur sosial. Adanya unsur-unsur sosial inilah yang mengakibatkan manajemen perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang harus diberikan oleh pihak-pihak sosial yang mendukung aktivitas perusahaan. Arshad et al. (2012) dalam tulisannya
berpendapat bahwa peningkatan kepedulian peran bisnis terhadap komunitas sosial dan sifat dari tanggung jawab sosial perusahaan telah menimbulkan perubahan dalam peran sosial dan lingkungan perusahaan. Kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan menimbulkan permintaan baik secara sosial maupun politis kepada manajemen perusahaan agar meningkatkan aktivitas sosial perusahaan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan harus berpijak pada sebuah konsep yang dinamakan konsep triple bottom lines. Konsep triple bottom lines secara garis besar terdiri dari profit, planet, dan people. Konsep triple bottom lines kemudian dijabarkan menjadi konsep economic prosperity, konsep environmental quality, dan konsep social justice. Konsep triple bottom lines memiliki pengertian bahwa tanggung jawab perusahaan pada aspek tujuan ekonomi, aspek kualitas lingkungan, dan aspek keadilan sosial sehingga setiap perusahaan diwajibkan mengungkapkan informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Perusahaan tidak hanya dituntut untuk memikirkan laba tinggi yang harus didapatkan oleh perusahaan, tetapi juga harus memikirkan kepentingan sosial dan lingkungan dari aktivitas perusahaan. Konsep triple bottom lines memiliki pemahaman bahwa perusahaan harus melakukan analisis mengenai dampak dari aktivitas perusahaan terhadap lingkungan sosial dan lingkungan perusahaan. Nuryaman (2013) dalam tulisannya berpendapat bahwa people dalam kegiatan sosial perusahaan berarti bahwa entitas bisnis atau perusahaa harus memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan sosial (social welfare) stakeholders perusahaan, profit diartikan bahwa perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan demi kepentingan perusahaan saja namun juga harus dapat menyalurkan kemajuan ekonomi kepada stakeholders perusahaan, dan planet diartikan bahwa perusahaan harus bijak dalam menggunakan sumber daya alam atau bahan baku dalam aktivitas perusahaan dan manajemen perusahaan harus melakukan upaya untuk meminimalisasi produksi limbah yang dapat mencemari lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia pada dasarnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007. UU No. 40 tahun 2007 merupakan undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas. UU No. 40 tahun 2007 menyatakan bahwa perusahaan atau perseroan yang inti bidang usahanya terkait dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan perusahaan (Pasal 74 ayat 1). Dengan dikeluarkannya UU No. 40 tahun 2007 ini maka secara tidak langsung perusahaan-perusahaan di Indonesia yang kegiatan utamanya mungkin berdampak pada komunitas sosial dan lingkungan masyarakat harus melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Naraduhita dan Sawarjuwono (2012) berpendapat bahwa dengan dikeluarkannya
beberapa peraturan yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, maka pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan bukan menjadi sebuah pilihan bagi perusahaan tetapi telah menjadi sebuah keharusan untuk dilaksanakan.
Gambar 1. Konsep triple bottom lines
Terdapat beberapa teori yang melandasi mengapa perusahaan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Dua teori yang sering dipergunakan dalam konteks tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan adalah teori legitimasi dan teori stakeholder. Teori legitimasi memiliki konsep bahwa perusahaan harus mempunyai legitimasi atau kekuatan dalam menjalankan kegiatannya di dalam komunitasnya. Retno dan Priantinah (2012) berpendapat bahwa manajemen perusahaan akan memperoleh legitimasi yang kuat jika memiliki keberpihakan kepada komunitas sosial dan lingkungan. Manajemen perusahaan tidak harus berpikir mengenai laba yang tinggi, tetapi juga harus memastikan bahwa operasional perusahaan tidak menggangu komunitas sosial dan lingkungan. Laan (2009) dalam tulisannya berpendapat bahwa teori legitimasi menyarankan kepada manajemen perusahaan untuk memastikan bahwa kegiatan perusahaan telah sesuai dengan norma sosial yang berkembang di lingkungan perusahaan. Chariri (2008) berpendapat bahwa praktek tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan alat yang dapat dipakai oleh manajemen perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan yang mungkin muncul akibat kegiatan perusahaan. Teori legitimasi menjelaskan bahwa manajemen harus berupaya untuk mengurangi konflik yang mungkin terjadi agar legitimasi perusahaan kuat sehingga perusahaan dapat terus beroperasi dalam komunitas sosial dan lingkungannya.
Teori stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan bukanlah sebuah organisasi yang dapat berdiri sendiri dan memikirkan kepentingannya sendiri tetapi keberadaan perusahaan juga harus memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berada di luar perusahaan. Terzaghi
Konsep Triple Bottom Lines Konsep Triple Bottom Lines Profit Profit People People Planet Planet Economic Prosperity Economic Prosperity Social Justice Social Justice Environmental Quality Environmental Quality
(2012) menjelaskan bahwa tanggung jawab manajemen perusahaan yang awalnya hanya diukur dengan keberhasilan indikator ekonomi (economics focused) yang dicapai perusahaan, kini tanggung jawab manajemen tersebut harus juga memikirkan faktor-faktor sosial (social dimentions) kepada pihak-pihak internal maupun pihak-pihak eksternal perusahaan. Ditinjau dari teori stakeholder, maka manajemen perusahaan harus berupaya untuk mencari pembenaran dari sudut pandang stakeholders perusahaan dan berusaha untuk memenuhi semua kepentingan stakeholders perusahaan. Semakin kuat posisi stakeholders yang berada di luar manajemen perusahaan, maka semakin kuat pula kecenderungan manajemen perusahaan untuk berusaha beradaptasi agar kegiatan perusahaan sesuai dengan kepentingan stakeholders. Teori stakeholder ini dapat dipergunakan dalam konteks tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Semakin kuat keinginan stakeholders perusahaan agar manajemen perusahaan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, maka manajemen perusahaan akan cenderung untuk mengikuti keinginan stakeholders perusahaan dan manajemen perusahaan akan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Teori stakeholder berpendapat bahwa manajemen perusahaan harus memikirkan dampak dari kegiatan perusahaan terhadap kepentingan masing-masing stakeholders perusahaan. Jika manajemen perusahaan tidak memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan yang ada, maka hal ini dapat mengurangi legitimasi manajemen perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan (Retno dan Priantinah, 2012).
3.2 Social and Environmental Accounting dalam Bisnis
Akuntansi secara umum dikatakan memiliki tiga dimensi. Tiga dimensi dalam akuntansi, yaitu pengukuran, pencatatan, dan pemeriksaan. Proses akuntansi merupakan proses mengukur dan mencatat sedangkan auditing merupakan proses pemeriksaan. Konsep akuntansi sosial dan lingkungan merupakan sebuah proses pengukuran dan pencatatan akuntansi dimana dalam proses tersebut memperhitungkan aspek sosial dan lingkungan dari perusahaan. Qureshi et al. (2012) dalam tulisannya berpendapat bahwa proses akuntansi sosial dan lingkungan adalah proses mengukur dan mengkomunikasikan informasi terkait kinerja dan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Konsep dalam social and environmental accounting adalah bagaimana mengintegrasikan isu-isu sosial dan lingkungan kedalam bidang ekonomi dan bisnis. Aspek yang penting dalam konsep SEA adalah bagaimana memasukkan biaya sosial dan biaya lingkungan ke dalam aspek akuntansi perusahaan. Pengertian umum dari biaya sosial dan
biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi atau mengembalikan kondisi sosial dan lingkungan perusahaan ke kondisi normal akibat kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa biaya sosial dan lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi dampak pada kondisi sosial dan lingkungan akibat kegiatan perusahaan (Todea et al., 2010). Contoh-contoh biaya sosial dan lingkungan adalah biaya untuk pencegahan atau pengurangan limbah, biaya untuk mengurangi emisi udara, biaya untuk mengurangi dampak limbah pada sungai, dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk membuat alat yang berfungsi untuk mengurangi limbah. Hansen dan Mowen (2005) menjelaskan bahwa biaya lingkungan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention cost), biaya deteksi lingkungan (environmental detection cost), biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure cost), dan biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure cost). Konsep SEA merupakan bentuk komunikasi mengenai dampak sosial dan lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan perusahaan yang disampaikan oleh manajemen perusahaan kepada pihak eksternal perusahaan. Dalam konteks SEA, manajemen perusahaan tidak hanya bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan kepada pemilik perusahaan tetapi juga memiliki tanggung jawab kepada stakeholders eksternal perusahaan mengenai isu sosial dan lingkungan. Dalam konsep SEA terjadi perluasan tanggung jawab manajemen perusahaan dan ini sesuai dengan konsep teori enterprise dimana manajemen perusahaan harus berupaya untuk memenuhi kepentingan semua stakeholders perusahaan, khususnya stakeholders perusahaan yang sangat serius memperhatikan isu-isu sosial dan lingkungan. Berdasarkan konsep ini, maka perbedaan antara akuntansi sosial dan lingkungan dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi sosial dan lingkungan memasukkan akuntabilitas ekonomi dan non ekonomi kepada semua stakeholders perusahaan sedangkan akuntansi konvensional hanya memasukkan akuntabilitas ekonomi saja.
Penerapan biaya sosial dan biaya lingkungan dalam aktivitas operasional perusahaan merupakan contoh dari pelaksanaan ekoefisiensi (Hansen dan Mowen, 2005). Ekoefisiensi merupakan konsep yang menjelaskan bahwa perusahaan dapat memproduksi barang dan jasa tanpa menimbulkan dampak negatif bagi komunitas sosial dan lingkungan. Dasar yang melatarbelakangi konsep ekoefisiensi ini adalah bahwa perusahaan harus memiliki kinerja ekonomi dan kinerja sosial lingkungan yang baik. Konsep ekoefisiensi mencoba untuk menjelaskan bahwa perusahaan tidak hanya harus memikirkan kinerja ekonomi saja tetapi juga harus memikirkan kinerja sosial dan lingkungan.
3.3 Pelaporan dan Pengungkapan Sosial dan Lingkungan Perusahaan
Pelaporan sosial dan lingkungan memiliki pengertian bahwa perusahaan dapat melaporkan dan mengungkapkan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan. Pengungkapan sosial dan lingkungan di Indonesia masih dapat digolongkan sebagai pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Dampak dari pengungkapan sosial dan lingkungan ini bersifat sukarela adalah manajemen perusahaan dapat memilih informasi-informasi yang terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan yang dapat meningkatkan citra perusahaan di mata stakeholders eksternal perusahaan.
Perusahaan akan cenderung untuk melakukan pengungkapan sosial dan lingkungan jika mereka memiliki aktivitas yang baik dalam bidang sosial dan lingkungan. Sutantoputra (2009) menjelaskan bahwa manajemen perusahaan akan lebih termotivasi melakukan pengungkapan sosial dan lingkunga dan mengungkapkan tanggung jawab sosial dan lingkungannya secara lebih luas jika perusahaan memiliki kinerja yang sangat baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan merupakan suatu cara manajemen perusahaan untuk berkomunikasi dengan pihak eksternal perusahaan. Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan merupakan bagian dialog atau komunikasi antara manajemen perusahaan dengan komunitas stakeholders yang berada di luar perusahaan (Yusoff dan Lehman, 2004). Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan juga dapat dipergunakan oleh manajemen perusahaan untuk menjelaskan dampak sosial dan lngkungan dari kegiatan perusahaan. Hal ini sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada pihak eskternal perusahaan mengenai kegiatan perusahaan. Pihak eksternal perusahaan harus mengetahui seperti apa kegiatan perusahaan, dampak sosial dan lingkungan yang mungkin disebabkan oleh kegiatan perusahaan, dan langkah-langkah yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi dampak sosial dan lingkungan akibat kegiatan perusahaan. Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dapat dinyatakan sebagai proses atau cara komunikasi dari pihak manajemen perusahaan kepada pihak stakeholders perusahaan mengenai dampak sosial dan lingkungan akibat kegiatan ekonomi perusahaan dalam lingkup komunitas sosial (Branco dan Rodrigues, 2007; Gray et al., 1996).
Terdapat beberapa karakteristik perusahaan yang akan cenderung untuk melakukan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang besar akan cenderung untuk melakukan pengungkapan sosial dan lingkungan. Galani et al. (2011)
berpendapat bahwa tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan berhubungan positif dengan karakteristik perusahaan dimana perusahaan tingkat perputaran penjualan yang tinggi dan berada dalam pengawasan publik, seperti media massa dan pemerintah, akan cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil penelitian Sangle (2010) menunjukkan hasil yang menarik bahwa perusahaan-perusahaan akan cenderung untuk melaporkan kegiatan sosial dan lingkungannya jika kompetitor mereka dalam industri yang sama ikut melaporkan kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa satu perusahaan ingin terlihat sama dengan perusahaan lainnya ditinjau dari sudut pandang pasar. Penelitian Lucyanda dan Siagian (2012) menjelaskan bahwa karakteristik perusahaan yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan adalah ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, profil perusahaan, earning per share saham perusahaan, dan tingkat kepedulian perusahaan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Semua karakteristik tersebut berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
3.4 Contoh Penerapan Social and Environmental Accounting dalam Lingkup Enterprise Theory
Konsep bisnis menyatakan bahwa perusahaan didirikan untuk menghasilkan laba setinggi-tingginya. Konsep bisnis ini kini mulai berubah ke sudut pandang yang lebih luas dimana perusahaan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencari laba setinggi-tingginya tetapi juga perusahaan dipergunakan untuk memakmurkan lingkungan sosial di luar perusahaan. Konsep bisnis seperti ini didasarkan pada salah satu sudut pandang akuntansi, yaitu teori enterprise (enterprise theory). Soetedjo (2009) berpendapat bahwa jika manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaannya berusaha untuk meningkatkan income perusahaan, maka dalam konsep teori enterprise, income perusahaan tersebut tidak hanya untuk kepentingan internal perusahaan saja tetapi income tersebut dapat pula dipergunakan untuk kepentingan lingkungan sosial perusahaan. Manajemen perusahaan dalam konsep teori enterprise dipandang tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham saja tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap karyawan, pemerintah, pelanggan, dan masyarakat pada umumnya. Jika dilihat dari sudut pandang teori enterprise ini maka manajemen perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaan diharuskan memberikan nilai tambah kepada masyarakat yang berarti bahwa manajemen perusahaan harus meningkatkan nilai income perusahaan tanpa menghasilkan dampak yang negatif kepada masyarakat (Soetedjo, 2009).
Nilai income merupakan suatu ukuran nilai keberhasilan manajemen. Jika income perusahaan tinggi, maka manajemen dikatakan berhasil dalam mengelola perusahaan. Suojamen (1954) dalam Soetedjo (2009) berpendapat bahwa dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan, manajemen perusahaan perlu membuat laporan tambahan dalam pelaporan keuangan untuk menjelaskan nilai tambah atau manfaat yang didapatkan oleh lingkungan sosial perusahaan akibat kegiatan operasional perusahaan. Laporan yang berisi mengenai nilai tambah atau manfaat yang didapat komunitas sosial dari aktivitas perusahaan disebut sebagat laporan nilai tambah (added value statement). Laporan tersebut menjelaskan bahwa aktivitas perusahaan tidak hanya memberikan manfaat terhadap pihak internal perusahaan saja, tetapi juga memberikan manfaat yang luas terhadap komunitas sosial yang berada di luar lingkungan perusahaan. Jika dilihat dari teori enterprise maka pada dasarnya income atau keberhasilan lain yang diperoleh perusahaan bukan hanya usaha dari manajemen perusahaan saja tetapi terdapat juga dukungan dari lingkungan sosial yang ada di luar perusahaan, misalnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan pemahaman ini maka dalam teori enterprise, lingkungan sosial lebih berkuasa dan lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham perusahaan (Soetedjo, 2009). Soetedjo (2009) dalam bukunya memberikan contoh perbandingan antara laporan laba rugi konvensional (tidak memasukkan nilai tambah kepada lingkungan sosial) dengan laporan laba rugi yang memasukkan faktor nilai tambah kepada lingkungan sosial sebagai berikut, yaitu
PT X Laporan laba rugi
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 201X Penjualan Rp 500.000.000
Listrik, air, dan bahan bakar Rp 40.000.000 Gaji dan upah Rp 100.000.000 Biaya bunga Rp 20.000.000
Penyusutan aktiva tetap Rp 30.000.000 Rp 290.000.000
Income sebelum pajak Rp 210.000.000
Pajak (ke pemerintah) Rp 100.000.000
Income bersih Rp 110.000.000
Dividen (ke pemegang saham) Rp 50.000.000
Income tidak dibagi Rp 60.000.000
Jika dilihat secara umum, maka laporan laba rugi konvensional hanya dibuat untuk kepentingan pihak internal perusahaan saja. Sangat sedikit pihak di luar perusahaan yang menerima manfaat dari operasional perusahaan. Pihak luar perusahaan yang mendapat manfaat hanya pemerintah yang mendapat pajak dari perusahaan.
Berikut akan disajikan laporan laba rugi dengan konsep nilai tambah sebagai berikut, yaitu
PT X Laporan laba rugi
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 201X
Penjualan Rp 500.000.000
Listrik, air, dan bahan bakar Rp 40.000.000
Penyusutan aktiva tetap Rp 30.000.000 Rp 170.000.000 Nilai tambah Rp 330.000.000 Pembagian nilai tambah
Ke karyawan Rp 100.000.000 Ke penyandang dana
Dividen (ke pemegang saham) Rp 50.000.000
Bunga Rp 20.000.000 Rp 70.000.000
Pajak (ke pemerintah) Rp 100.000.000
Modal kembali ke perusahaan Rp 60.000.000
Total nilai tambah Rp 330.000.000
Konsep laporan laba rugi dengan nilai tambah memiliki perbedaan dengan konsep laporan laba rugi konvensional. Pada laporan laba rugi dengan nilai tambah, terdapat jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan. Selanjutnya nilai tambah yang dihasilkan dari operasional perusahaan dibagikan ke setiap stakeholders perusahaan, baik stakeholders internal maupun stakeholders eksternal. Pada laporan laba rugi konvensional, pembayaran gaji dan upah karyawan disebut dengan akun gaji dan upah. Pada konsep laporan laba rugi dengan nilai tambah, pembayaran gaji dan upah karyawan disebut dengan akun pembagian nilai tambah ke karyawan. Konsep laporan laba rugi dengan nilai tambah juga menjelaskan bahwa nilai tambah yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan bukan merupakan akun yang mengurangi nilai penjualan perusahaan untuk mendapatkan income perusahaan. Soetedjo (2009) berpendapat bahwa jumlah nilai tambah harus diusahakan agar meningkat dengan cara melakukan manajemen yang profesional di perusahaan. Beberapa contoh manajemen profesional di perusahaan, misalnya menekan biaya bahan baku dan biaya overhead dan efektivitas dan efisiensi produksi. Pada laporan laba rugi dengan nilai tambah, nilai penyusutan aktiva tetap dikurangkan dengan nilai penjualan karena penjualan perusahaan juga dihasilkan dari kinerja aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan, misalnya mesin-mesin produksi perusahaan (Soetedjo, 2009). Laporan nilai tambah memberikan pemahaman yang baik bahwa perusahaan mencoba untuk memuaskan kepentingan semua pihak yang terkait dengan aktivitas perusahaan. Laporan nilai tambah mencoba untuk menampilkan peranan masing-masing stakeholders perusahaan sehingga manfaat yang didapatkan oleh perusahaan akan semakin besar (Soetedjo, 2009).
Bentuk lain penerapan social and environmental accounting dalam konteks enterprise theory adalah adanya pelaporan dan pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social and environmental reporting) kepada pihak eksternal perusahaan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia umumnya melaporkan kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan (annual report). Dalam laporan tahunan perusahaan tersebut akan terdapat bagian mengenai kegiatan sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Terdapat juga beberapa perusahaan yang khusus membuat laporan tersendiri untuk kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan. Laporan khusus yang dikeluarkan perusahaan untuk menjelaskan kegiatan sosial dan lingkungannya dinamakan laporan berkelanjutan (sustainability reporting). Konsep yang dipergunakan dalam laporan berkelanjutan ini adalah bahwa kegiatan bisnis perusahaan harus terus berlanjut di masa depan (konsep going concern) dengan memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang mungkin diakibatkan oleh kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan. Aturan atau standar yang dipergunakan oleh perusahaan dalam menyusun laporan berkelanjutan perusahaan dikeluarkan oleh lembaga GRI (global reporting initiative). Standar GRI merupakan standar internasional yang dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk menyusun laporan berkelanjutan. Standar GRI membagi kinerja perusahaan menjadi tiga kinerja, yaitu kinerja ekonomi, kinerja sosial, dan kinerja lingkungan. Kinerja ekonomi perusahaan diukur dengan tingkat laba yang diraih perusahaan, tingkat penjualan, dan struktur modal. Kinerja sosial perusahaan diukur dengan tingkat kesejahteraan karyawan, adanya pelatihan dan pendidikan bagi karyawan, dan cara perusahaan mengelola pelanggannya. Kinerja ekonomi perusahaan diukur dengan dampak pencemaran lingkungan dari aktivitas perusahaan, cara perusahaan mengelola limbah, dan investasi yang dilakukan perusahaan dalam bidang lingkungan. Sutantoputra (2009) menulis mengenai sistem rating atau pemeringkatan mengenai tingkat pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Sistem pemeringkatan ini bertujuan untuk menilai pelaporan kegiatan sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan kerangka kerja pelaporan GRI 2002 sebagai dasarnya.
Konsep SEA mengindikasikan adanya sebuah pelaporan keuangan yang terintegrasi (integrated reporting). Pelaporan keuangan yang terintegrasi artinya pelaporan keuangan yang mencoba untuk menggabungan informasi keuangan dengan informasi-informasi non keuangan. Informasi-informasi-informasi non keuangan dapat berupa informasi-informasi mengenai aspek sosial dan lingkungan perusahaan. Pendapat Ersa Tri Wahyuni dalam sebuah artikel di Majalah CPA Indonesia edisi 4/ April 2015 menekankan bahwa saat ini akuntan tidak hanya harus paham dan ahli dalam hal standar akuntansi keuangan internasional tetap
juga harus memahami mengenai informasi-informasi non keuangan yang dapat bermanfaat untuk stakeholders perusahaan. Informasi-informasi non keuangan yang dimaksud, yaitu informasi mengenai kinerja sosial dan kinerja lingkungan yang telah dilakukan oleh perusahaan. Terdapat pula kerangka kerja mengenai pelaporan yang terintegrasi (The International Integrated Reporting Framework). Pada Desember 2013, IIRC (International Integrated Reporting Council) mengeluarkan kerangka kerja untuk membuat sebuah laporan yang terintegrasi. IIRC menyatakan bahwa pembuatan laporan terintegrasi untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan dalam hal pengelolaan modal perusahaan, tidak hanya modal financial tetapi juga modal sosial dan sumber daya alam. Dalam kerangka kerja ini manajemen perusahaan dituntut untuk menjelaskan mengenai isu ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dapat berdampak pada kegiatan operasional perusahaan. Pelaporan yang terintegrasi akan membantu untuk memberikan gambaran yang utuh mengenai nilai yang diberikan oleh perusahaan kepada lingkungan sosial (society). Berdasarkan pelaporan terintegrasi perusahaan dituntut tidak hanya memikirkan nilai-nilai finansial saja.
Gambar 2. Penerapan Konsep SEA dalam Teori Enterprise
Pelaksanaan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dan SEA secara umum dilandasi oleh adanya teori stakeholder dan teori legitimasi. Kedua teori ini memberikan dasar legal atas dilaksanakannya konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dan SEA oleh manajemen perusahaan. Utama (2011) berpendapat bahwa seharusnya berdasarkan konsep teori stakeholder dan teori legitimasi, manajemen perusahaan akan secara sukarela melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada stakeholders yang berada di luar perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar banyak perusahaan di Indonesia mau
Penerapan SEA dalam Teori
Enterprise
Laporan Nilai Tambah (Added Value
Statement) Pelaporan dan Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan Perusahaan Pelaporan Terintegrasi
melakukan konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dan SEA adalah melalui mekanisme corporate governance. Kuncinya adalah jika mekanisme corporate governance yang ada di dalam perusahaan mendukung kebijakan perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, maka hal ini merupakan salah satu faktor pendorong dari internal perusahaan. Selama ini faktor yang mendorong dilaksanakannya tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan hanya dari diterbitkannya Undang-Undang yang merupakan faktor eksternal dan belum terdapat juga PSAK yang secara khusus mengatur tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Diperlukan adanya faktor dari internal perusahaan agar perusahaan secara sadar melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
4. SIMPULAN
Akuntansi memiliki tujuan dalam prakteknya. Akuntansi diharapkan memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Isu sosial dan lingkungan yang berkembang saat ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk membuat akuntansi menjadi lebih bermanfaat. Akuntansi tidak hanya dipergunakan untuk kepentingan tertentu saja tetapi akuntansi dapat juga dipergunakan untuk menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan. Tujuan akhir dari praktek akuntansi adalah menuju kesejahteraan sosial (social welfare). Manajemen perusahaan harus menyadari bahwa perusahaan diberikan hak untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang mana pada dasarnya sumber daya alam tersebut merupakan milik publik. Sudah sepantasnya dalam melakukan pengelolaan perusahaan, manajemen tidak hanya memikirkan kepentingan perusahaan saja tetapi juga harus memikirkan kepentingan sosial dan lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dan konsep akuntansi sosial dan lingkungan (social and environmental accounting) merupakan suatu usaha untuk membuat akuntansi menjadi lebih bermanfaat. Konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dan konsep SEA berusaha untuk memasukkan unsur-unsur sosial dan lingkungan ke dalam praktek akuntansi. Konsep SEA berusaha untuk menggabungkan faktor ekonomi dan faktor non ekonomi ke dalam praktek akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana S., N. H. U. Dewi, dan V. H. I. Hartono. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Dampaknya Terhadap
Kinerja Keuangan dan Ukuran Perusahaan. Fokus Ekonomi. Vol. 10, No. 1, April 2011: 50-68.
Arshad, R., S. M. Mansor, and R. Othman. 2012. Market Orientation, Firm Performance and The Mediating Effect of Corporate Social Responsibility. The Journal of Applied Business Research. Vol. 28, No. 5: 851-860.
Branco, M. C. and L. L. Rodrigues. 2007. Issues in Corporate Social and Environmental Reporting Research: An Overview. Issues in Social and Environmental Accounting. Vol. 1, No. 1, June 2001: 72-90.
Chariri, A. 2008. Kritik Sosial atas Pemakaian Teori dalam Penelitian Pengungkapan Sosial dan Lingkungan. Jurnal MAKSI. Vol. 8, No. 2, Agustus 2008: 151-169.
Choi, F.D.S. dan G.G. Mueller. 1998. Akuntansi Internasional. Buku Dua Edisi Ke-2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Galani, D., E. Gravas, and A. Stavropoulos. 2011. The Relation between Firm Size and Environmental Disclosure. International Conference on Applied Economics – ICOAE 2011: 179-186.
Gray, R., D. Owen, and C. Adams. 1996. Accounting and Accountability: Changes and Challenges in Corporate Social and Environmental Reporting. Hemel Hempstead: Prentice Hall Europe.
Hansen, D. R. dan M. M. Mowen. 2005. Akuntansi Manajemen Edisi 7. Buku 2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Laan, Sandra van der. 2009. The Role of Theory in Explaining Motivation for Corporate Social Disclosures: Voluntary Disclosures vs ‘Solicited’ Disclosures. Australian Accounting Business and Finance Journal. Vol. 3, No. 4: 15-29.
Lucyanda, J. and L. G. Siagian. 2012. The Influence of Company Characteristics Toward Corporate Social Responsibility Disclosure. The 2012 International Conference on Business and Management. 6-7 September 2012, Phuket-Thailand: 601-619.
Naraduhita, Dea Cendani dan Tjiptohadi Sawarjuwono. 2012. Corporate Social Responsibility: Upaya Memahami Alasan Dibalik Pengungkapan CSR Bidang Pendidikan. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Vol. 8, No. 2, Mei 2012: 95-108.
Nuryaman. 2013. The Effect of Corporate Social Responsibility Activities on Profitability and Stock Price (Studies on The Companies Listed on Indonesia Stock Exchange). 4th International Conference on Business and Economic Research (4th ICBER 2013) Proceeding: 756-769.
Qureshi, N. Z., D. Kulshrestha, and S. B. Tiwari. 2012. Environmental Accounting and Reporting: An Essential Component of Business Strategy. Asian Journal of Research in Banking and Finance. Vol. 2 Issue 4, April 2012: 85-95.
Retno, Reny Dyah dan Denies Priantinah. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010). Jurnal Nominal. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012: 84-103.
Sangle, S. (2010). Empirical analysis of determinants of adoption of proactive environmental strategies in India. Business Strategy & the Environment (John Wiley & Sons, Inc) Vol. 19, No. 1: 51-63.
Soetedjo, Soegeng. 2009. Pembahasan Pokok-Pokok Pikiran Teori Akuntansi Vernon Kam. Surabaya: Airlangga University Press.
Sutantoputra, Aries Widiarto. 2009. Social Disclosure Rating System for Assessing Firm’s CSR Reports. Corporate Communications: An International Journal. Vol. 14, No. 1: 34-48.
Terzaghi, Muhammad Titan. 2012. Pengaruh Earnings Management dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi. Vol. 2, No. 1 Januari 2012.
Todea, N., I. C. Stanciu, and A. M. J. (Udrea). 2010. Environmental Accounting – A Tool Used by The Entity for Determining Environmental Costs. Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica. Vol. 12, No. 1, 2010: 207-217.
Utama, Sidharta. 2011. An Evaluation of Support Infrastructures for Corporate Responsibility Reporting In Indonesia. Asian Business & Management. Vol. 10, No. 3: 405-424. Yusoff, Haslinda and G. Lehman. 2004. International Differences on Corporate
Environmental Disclosure Practices: A Comparison Between Malaysia and Australia. School of Commerce, University of South Australia.