• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, dan Kelestarian Lingkungan dalam Strategi Bisnis

N/A
N/A
Nu nur

Academic year: 2024

Membagikan "Etika, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, dan Kelestarian Lingkungan dalam Strategi Bisnis"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ETIKA, TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORAT, KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN DAN STRATEGI

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Strategik) Dosen Pengampu :

Dr. Atma Hayat, Drs.Ec., M.Si, Ak., CA

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Anugerah Wilson Marpaung (2210313210008)

Muhammad Zaini Na’im (2210313210070)

Nur Zamiatul Hairina (2110313220037)

Ridho Abdillah (2210313210035)

Tia Silvia Putri A. Sidiq (2110313220069)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN 2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Atma Hayat, Drs, Ec., M.Si., Ak., CA selaku dosen pengampu pada mata kuliah Manajemen Strategik. Besar harapan kami agar makalah yang berjudul “Etika, Tanggung Jawab Sosial Korporat, Keberlanjutan Lingkungan dan Strategi” ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca, dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh adanya keterbatasan waktu dan kemampuan penulis. Masih banyak kekurangan baik dalam segi penulisan maupun isi materi. Maka dari itu besar harapan kami agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun, agar kedepannya kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Banjarmasin, 02 Mei 2024 Kelompok 2

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 1

1.3 TUJUAN ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 Pengertian Etika Bisnis ... 3

2.2 Dampak Standar Etika Pada Penyusunan Dan Pelaksanaan Strategi ... 6

2.3 Pemicu Strategi dan Perilaku Bisnis Tidak Etis ... 8

2.4 Strategi Perusahaan Harus Beretika ... 13

2.5 Strategi, Tanggung Jawab Sosial dan Keberlanjutan Lingkungan Korporat 15 BAB III PENUTUP ... 23

3.1 KESIMPULAN ... 23

3.2 SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di era globalisasi ini, dunia bisnis dihadapkan pada berbagai tantangan dan peluang baru. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk meraih keuntungan semata, tetapi juga harus memperhatikan aspek etika, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Hal ini dikarenakan aktivitas bisnis dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Etika bisnis menjadi landasan moral bagi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Perusahaan harus bertindak secara adil, jujur, dan bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan dan reputasi yang baik di mata pemangku kepentingan.

Tanggung jawab sosial korporat (CSR) merupakan komitmen perusahaan untuk berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi di masyarakat. CSR dapat diwujudkan melalui berbagai program, seperti bantuan sosial, pelestarian lingkungan, dan pengembangan pendidikan. Keberlanjutan lingkungan menjadi isu penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Aktivitas bisnis yang tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana definisi dan cakupan etika bisnis dalam konteks strategi perusahaan?

2. Apa saja dampak penerapan standar etika bisnis terhadap proses penyusunan dan pelaksanaan strategi perusahaan?

3. Faktor-faktor apa yang memicu munculnya strategi dan perilaku bisnis yang tidak etis?

4. Mengapa penting bagi perusahaan untuk menerapkan strategi bisnis yang beretika?

(5)

2

5. Bagaimana strategi perusahaan dapat diintegrasikan dengan tanggung jawab sosial dan keberlanjutan lingkungan dalam mencapai tujuan bisnis yang berkelanjutan?

1.3 TUJUAN

1 Menjelaskan pengertian dan cakupan etika bisnis dalam konteks strategi perusahaan.

2 Menganalisis dampak penerapan standar etika bisnis terhadap proses penyusunan dan pelaksanaan strategi perusahaan.

3 Mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu munculnya strategi dan perilaku bisnis yang tidak etis.

4 Menjelaskan pentingnya penerapan strategi bisnis yang beretika bagi perusahaan.

5 Merumuskan strategi perusahaan yang terintegrasi dengan tanggung jawab sosial dan keberlanjutan lingkungan untuk mencapai tujuan bisnis yang berkelanjutan.

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Etika Bisnis

Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.

Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral atau tidak berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita berpikir dan bertindak kepada orang lain dan bagaimana kita inginkan mereka berpikir dan bertindak terhadap kita.

Etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal atas pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha. Singkatnya, perilaku etis dalam situasi bisnis memerlukan kepatuhan terhadap norma-norma yang diterima secara umum tentang perilaku yang benar atau salah. Sebagai konsekuensinya, manajer perusahaan mempunyai kewajiban, bahkan kewajiban, untuk mematuhi norma-norma etika ketika menyusun dan melaksanakan strategi.

Etika bisnis memainkan peran penting dalam menciptakan dan mempertahankan budaya kerja yang sehat dalam sebuah perusahaan. Etika bisnis telah menjadi dasar untuk kebijakan internal, pengambilan keputusan, dan hubungan manajemen-karyawan. Praktik etika bisnis sangat penting untuk menjaga lingkungan kerja yang adil, inklusif, dan produktif , sebelum memulai tantangan strategi bisnis yang pada akhirnya akan mendukung kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang.Contohnya industry sparepart mobil adalah bagian integral dari industri otomatif yang terus berkembang. Sebagai pelaku bisnis di sektor ini, perusahaan berada di tengah-tengah tantangan strategis,

(7)

4

termasuk persaingan yang ketat, perubahan regulasi, dan dinamika pasar yang fluktuatif. Tantangan-tantangan ini mendorong perusahaan untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan bisnis, tetapi juga mempertimbangkan dampak etis dari keputusan startegis yang diambil.

Etika bisnis bukan sekedar tanggung jawab sosial perusahaan, tetapi juga menjadi elemen kunci dalam menghadapi tantangan strategis. Keputusan etis dapat memainkan peran vital dalam membangun kepercayaan pemangku kepentingan, memperkuat reputasi perusahaan, dan menciptakan nilai jangka panjang. Oleh karena itu, memahami peran etika bisnis dalam strategi bisnis menjadi penting untuk mencapai keberlanjutan.

Prinsip Etika Bisnis

Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan berubah-ubah, perusahaan dihadapkan pada tantangan strategis yang memerlukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan prinsip-prinsip etika bisnis.

Setidaknya ada lima prinsip yang dijadikan titik tolak pedoman perilaku dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu:

a. Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi menunjukkan suatu sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, dan ketergantungan kepada pihak lain.

b. Prinsip Kejujuran

Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan perjanjian yang telah disepakati.

c. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara adil, yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek baik dari aspek ekonomi, hukum, maupun aspek keadilan

(8)

5 d. Prinsip saling Menguntungkan

Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.

e. Prinsip Integritas Moral

Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil.

Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya. Prinsip-prinsip etika bisnis di atas tidak hanya digunakan pada sebuah perusahaan atau organisasi perdagangan, akan tetapi dapat pula di gunakan pada usaha yang dikelola pedagang kaki lima, hal ini dikarenakan setiap bisnis yang dijalankan oleh pedagang kaki lima harus didasarkan pada prinsip- prinsip tersebut agar tidak melanggar hak-hak konsumen.

Bisnis dapat dipahami sebagai suatu proses keseluruhan dari produksi yang di rumuskan sebagai usaha memaksimalkan keuntungan (laba) perusahaan dan meminimalkan biaya produksi. Oleh karena itu, bisnis sering kali menetapkan pilihan strategis berdasarkan nilai di mana pilihan tersebut didasarkan atas keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

Pentingnya etika bisnis dalam kelangsungan suatu perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Tugas utama etika bisnis dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis suatu bisnis dengan tuntunan moralitas;

2. Etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman yaitu bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika.

(9)

6

2.2 Dampak Standar Etika Pada Penyusunan Dan Pelaksanaan Strategi Standar etika memiliki dampak yang signifikan pada penyusunan dan pelaksanaan strategi dalam sebuah organisasi. Dampak ini dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :

• Meningkatkan Keputusan dan Tindakan yang Etis :

Standar etika membantu organisasi dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan yang etis dan bertanggung jawab. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dan reputasi organisasi di mata para pemangku kepentingan. Standar etika juga dapat membantu organisasi dalam menghindari pelanggaran hukum dan regulasi, yang dapat berakibat pada sanksi dan denda.

• Meningkatkan Motivasi dan Komitmen Karyawan :

Karyawan yang bekerja di organisasi yang berlandaskan etika tinggi cenderung lebih termotivasi dan berkomitmen untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini karena mereka merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki nilai dan makna. Karyawan yang merasa diperlakukan dengan adil dan hormat juga lebih cenderung untuk tetap produktif dan loyal terhadap organisasi.

• Meningkatkan Kepercayaan dan Reputasi Organisasi :

Ketika organisasi menunjukkan komitmennya terhadap etika, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dan reputasi organisasi di mata para pemangku kepentingan. Hal ini dapat menguntungkan organisasi dalam berbagai aspek, seperti menarik investor, pelanggan, dan mitra baru.

Reputasi yang baik juga dapat membantu organisasi dalam menghadapi krisis atau skandal.

• Meningkatkan Daya Saing Organisasi :

(10)

7

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, etika dapat menjadi faktor pembeda yang penting. Organisasi yang berlandaskan etika tinggi dapat menarik talenta terbaik, membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dan mencapai kesuksesan jangka panjang. Standar etika yang jelas dan konsisten juga dapat membantu organisasi dalam membuat keputusan yang lebih baik dan menghindari risiko yang tidak perlu.

Banyak perusahaan telah mengakui kewajiban etis mereka dalam kode etik resmi. Di Amerika Serikat, misalnya, Sarbanes–Oxley Act, yang disahkan pada tahun 2002, mengharuskan perusahaan yang sahamnya diperdagangkan secara publik memiliki kode etik atau menjelaskan secara tertulis kepada SEC mengapa mereka tidak memiliki kode etik. Namun ada perbedaan besar antara memiliki kode etik karena diwajibkan dan memiliki standar etika yang benar-benar memberikan panduan bagi strategi dan perilaku bisnis perusahaan.

Tanggung jawab untuk memimpin kepatuhan terhadap kode etik perusahaan adalah tanggung jawab para eksekutif senior. Mereka dapat melakukannya dengan mempertimbangkan tiga rangkaian pertanyaan setiap kali inisiatif strategis baru sedang ditinjau:

• Apakah yang kita usulkan sepenuhnya mematuhi kode etik kita?

• Apakah ada ambiguitas yang perlu dikhawatirkan?

• Apakah tindakan yang diusulkan ini selaras dengan kode etik kita?

• Apakah terdapat konflik atau potensi masalah yang nyata?

• Apakah ada sesuatu dalam usulan tindakan yang dapat dianggap tidak pantas secara etis?

• Akankah pelanggan, karyawan, pemasok, pemegang saham, pesaing, komunitas, SEC, atau media kita menganggap tindakan ini tidak pantas secara etis?

Kecuali jika pertanyaan-pertanyaan seperti ini diajukan baik dalam diskusi terbuka atau karena kebiasaan yang ada di benak para pembuat

(11)

8

strategi ada risiko bahwa inisiatif strategis akan terlepas dari kode etik perusahaan. Jika para eksekutif perusahaan sangat yakin untuk memenuhi standar etika perusahaan, mereka tanpa ragu akan menolak inisiatif strategis dan pendekatan operasional yang tidak sesuai. Namun, di perusahaan dengan pendekatan etika yang bersifat kosmetik, hubungan strategi-etika apa pun terutama berasal dari keinginan untuk menghindari risiko rasa malu dan kemungkinan tindakan disipliner untuk menyetujui inisiatif strategis yang dianggap oleh masyarakat tidak etis dan mungkin tidak etis. liar.

Meskipun sebagian besar manajer perusahaan berhati-hati untuk memastikan bahwa strategi perusahaan berada dalam batas-batas hukum , bukti menunjukkan bahwa mereka tidak selalu berhati-hati untuk memastikan bahwa semua elemen strategi dan aktivitas operasi mereka berada dalam batas-batas yang dianggap etis. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat pengungkapan pelanggaran etika yang dilakukan oleh para manajer di perusahaan seperti Koch Industries, raksasa kasino Las Vegas Sands, Hewlett-Packard, GlaxoSmithKline, Marathon Oil Corporation, Kraft Foods Inc., Motorola Solutions, Pfizer, Oracle Corporation, beberapa perusahaan perbankan investasi terkemuka, dan sejumlah pemberi pinjaman hipotek.

Konsekuensi dari menyusun strategi yang tidak lolos uji pengawasan moral diwujudkan dalam denda yang cukup besar, dampak buruk terhadap hubungan masyarakat, penurunan tajam harga saham yang merugikan pemegang saham miliaran dolar, dakwaan pidana, dan hukuman terhadap eksekutif perusahaan. Dampak dari semua skandal ini mengakibatkan meningkatnya perhatian manajemen terhadap pertimbangan hukum dan etika dalam menyusun strategi.

2.3 Pemicu Strategi dan Perilaku Bisnis Tidak Etis

Terlepas dari istilah ”bisnis adalah bisnis, bukan etis” ada tiga pendorong utama dalam bisnis tidak etis:

(12)

9

1. Pengawasan yang salah, sehingga memungkinkan orang tidak bermoral mengejar keungtungan dan kepentingan pribadi.

2. Tekanan berat terhadap manajer Perusahaan untuk memenuhi atau untuk melampaui kinerja jangka pendek

3. Budaya perusahaan yang menempatkan profitabilitas dan kinerja bisnis di atas perilaku etis.

A. Pengawasan yang Salah, Memungkinkan Pengejaran Pribadi yang Tidak Bermoral Keuntungan dan Kepentingan Pribadi

Orang-orang yang terobsesi dengan akumulasi kekayaan, kekuasaan, status, dan kepentingan pribadi sering kali mengesampingkan prinsip-prinsip etika dalam upaya mencari keuntungan pribadi. Didorong oleh keserakahan dan ambisi, mereka tidak menunjukkan keraguan dalam melanggar aturan atau melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai tujuan mereka.

Pengabaian etika bisnis secara umum dapat memicu segala macam manuver dan perilaku strategis yang tidak etis di perusahaan.

Tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab dan pengawasan oleh dewan perusahaan diperlukan untuk mencegah tindakan yang merugikan diri sendiri dan manipulasi informasi untuk menyamarkan tindakan yang dilakukan oleh manajer perusahaan.Berurusan sendiriHal ini terjadi ketika manajer mengambil keuntungan dari posisi mereka untuk kepentingan pribadi mereka sendiri dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebagaimana dibahas dalam Bab 2, tugas dewan perusahaan (dan komite kompensasi dan audit khususnya) adalah untuk mencegah tindakan seperti itu. Dewan yang kuat dan independen diperlukan untuk mengawasi praktik keuangan perusahaan dan menjaga akuntabilitas manajer puncak atas tindakan mereka.

B. Tekanan Berat pada Manajer Perusahaan untuk Memenuhi Jangka Pendek

Target kinerja Ketika personel kunci kesulitan memenuhi ekspektasi penjualan dan keuntungan triwulanan dan tahunan para investor dan analis

(13)

10

keuangan, mereka sering kali merasakan tekanan yang sangat besar untuk melakukan hal tersebut.lakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi reputasi mereka dalam memberikan hasil yang baik.

Para eksekutif di perusahaan berkinerja tinggi tahu bahwa investor akan melihat tanda sekecil apa pun dari perlambatan pertumbuhan pendapatan sebagai tanda bahaya dan menurunkan harga saham perusahaan. Selain itu, melambatnya pertumbuhan atau menurunnya laba dapat menyebabkan penurunan peringkat kredit perusahaan jika telah menggunakan banyak utang untuk membiayai pertumbuhannya. Tekanan untuk “tidak pernah melewatkan satu kuartal pun”—agar tidak mengecewakan ekspektasi para analis, investor, dan kreditor—mendorong para manajer yang berpandangan jauh ke depan untuk melakukan manuver jangka pendek untuk menghasilkan angka, terlepas dari apakah langkah-langkah tersebut benar-benar yang terbaik.

kepentingan jangka panjang perusahaan. Kadang-kadang tekanan tersebut mendorong personel perusahaan untuk terus memperluas peraturan hingga batas-batas perilaku etis terabaikan. Ketika batas-batas etika dilintasi dalam upaya untuk “memenuhi atau mengalahkan jumlah mereka,” maka ambang batas untuk melakukan kompromi etika yang lebih ekstrim menjadi lebih rendah.

Para eksekutif perusahaan seringkali merasa tertekan untuk mencapai target kinerja keuangan karena kompensasi mereka sangat bergantung pada kinerja perusahaan. Selama dua dekade terakhir, sudah menjadi hal yang lazim bagi dewan direksi untuk memberikan bonus besar, penghargaan opsi saham, dan tunjangan kompensasi lainnya kepada para eksekutif untuk memenuhi target kinerja yang ditentukan. Begitu besarnya imbalan yang diberikan sehingga para eksekutif memiliki insentif pribadi yang kuat untuk melanggar peraturan dan terlibat dalam perilaku yang memungkinkan tercapainya target. Sebagian besar manipulasi akuntansi yang menjadi akar skandal perusahaan baru-baru

(14)

11

ini melibatkan situasi di mana para eksekutif mendapatkan keuntungan besar dari akuntansi yang menyesatkan atau aktivitas curang lainnya yang memungkinkan mereka mencapai angka tersebut dan menerima penghargaan insentif mulai dari $10 juta hingga lebih dari $1 miliar untuk dana lindung nilai manajer.

Masalah mendasar dengan jangka pendek yaitu kecenderungan manajer untuk memfokuskan perhatian berlebihan pada tujuan kinerja jangka pendek—adalah bahwa hal tersebut tidak menciptakan nilai bagi pelanggan atau meningkatkan daya saing perusahaan di pasar; artinya, perusahaan mengorbankan aktivitas-aktivitas yang merupakan pendorong paling andal untuk memperoleh keuntungan lebih tinggi dan nilai tambah bagi pemegang saham dalam jangka panjang. Pemotongan sudut etika atas nama keuntungan membawa risiko yang sangat tinggi bagi pemegang saham—penurunan tajam harga saham dan tercorengnya citra merek yang menyertai penemuan perilaku keji membuat pemegang saham memiliki nilai perusahaan yang jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya dan tugas membangun kembali bisa jadi sulit, mengambil keduanya. waktu dan sumber daya yang cukup besar.

C. Budaya perusahaan yang mementingkan keuntungan dan performa bisanis di atas etika.

Ketika budaya perusahaan menimbulkan lingkungan kerja yang korup secara etis atau amoral, orang-orang mempunyai izin yang disetujui perusahaan untuk mengabaikan “apa yang benar” dan terlibat dalam perilaku atau strategi apa pun yang mereka pikir dapat mereka lakukan. Norma-norma budaya seperti “Semua orang melakukannya” dan “Tidak apa-apa melanggar aturan untuk menyelesaikan pekerjaan” tersebar luas di lingkungan kerja. Di perusahaan perusahaan seperti itu, orang-orang yang tidak bermoral pasti akan meremehkan tindakan strategis dan perilaku bisnis yang beretika. Selain itu, tekanan budaya untuk menggunakan cara-cara yang tidak etis jika keadaan menjadi sulit dapat mendorong orang-orang terhormat untuk

(15)

12

berperilaku tidak etis. Contoh sempurna dari budaya perusahaan yang salah dalam hal etika adalah Enron, sebuah perusahaan terkenal yang kini sudah tidak beroperasi namun dinyatakan bersalah atas salah satu penipuan bisnis paling luas dalam sejarah AS.

Para pemimpin Enron mendorong personel perusahaan untuk fokus pada keuntungan saat ini dan menjadi inovatif dan agresif dalam mencari cara untuk meningkatkan pendapatan saat ini, apa pun metodenya. Proses evaluasi kinerja tahunan Enron yang bersifat “rank and yank”, yang mana 15 hingga 20 persen karyawan dengan peringkat terbawah diberhentikan, memperjelas bahwa hasil laba adalah hal yang paling penting. Nama permainannya di Enron adalah merancang cara-cara cerdas untuk meningkatkan pendapatan dan pendapatan, bahkan jika hal ini terkadang berarti beroperasi di luar kebijakan yang telah ditetapkan. Faktanya, perilaku di luar lini akan dirayakan jika hal tersebut menghasilkan bisnis baru yang menguntungkan.

Iklim kinerja tinggi-imbalan tinggi mulai merasuki budaya Enron, ketika pekerja terbaik (ditentukan oleh siapa yang memberikan hasil laba terbaik) menerima insentif dan bonus yang sangat besar. Pada Car Day di Enron, serangkaian mobil sport mewah tiba untuk dipresentasikan kepada karyawan paling sukses. Dapat dimengerti bahwa para karyawan ingin terlihat sebagai bagian dari tim bintang Enron dan mengambil bagian dalam manfaat yang diberikan kepada karyawan Enron yang terbaik dan paling cerdas. Imbalan moneter yang tinggi, orang-orang ambisius dan pekerja keras yang direkrut dan dipromosikan oleh perusahaan, serta budaya kompetitif yang berorientasi pada hasil, digabungkan untuk memberikan Enron reputasi tidak hanya karena menginjak-injak pesaing tetapi juga karena kekejaman internalnya.

Pola pikir perusahaan yang menang dalam segala hal memupuk budaya yang secara bertahap dan kemudian semakin cepat mendorong terkikisnya standar etika, yang pada akhirnya menghina nilai-nilai integritas dan rasa hormat yang dinyatakan oleh perusahaan. Ketika menjadi jelas pada musim gugur

(16)

13

2001 bahwa Enron adalah sebuah rumah kartu yang didukung oleh akuntansi yang menipu dan berbagai praktik buruk, perusahaannya bangkrut dalam hitungan minggu—salah satu kebangkrutan terbesar sepanjang masa, yang menyebabkan kerugian bagi investor sebesar $64 miliar. Sebaliknya, ketika prinsip-prinsip etika yang tinggi tertanam kuat dalam budaya korporat suatu perusahaan, budaya dapat berfungsi sebagai mekanisme yang kuat untuk mengkomunikasikan norma-norma perilaku etis dan mendapatkan dukungan karyawan terhadap standar moral, prinsip-prinsip bisnis, dan nilai-nilai perusahaan.

Dalam kasus seperti ini, prinsip-prinsip etika yang dianut dalam kode etik perusahaan dan/atau dalam pernyataan nilai-nilai perusahaan dipandang sebagai bagian integral dari identitas, citra diri, dan cara beroperasi perusahaan. Pesan bahwa etika itu penting—dan sangat penting—digaungkan dengan lantang dan jelas di seluruh organisasi dan dalam strategi serta keputusannya.

2.4 Strategi Perusahaan Harus Beretika

Ada dua alasan mengapa strategi perusahaan harus etis: (1) karena strategi yang tidak etis adalah salah secara moral dan berdampak buruk pada karakter perusahaan dan personelnya, dan (2) karena strategi etis dapat menjadi bisnis yang baik dan melayani kepentingan pribadi pemegang saham.

a. Kasus Moral untuk Strategi Etis

Para manajer tidak menilai arah strategis apa yang harus diarahkan—

seberapa kuat komitmen mereka dalam mematuhi prinsip-prinsip dan standar etika yang pasti berperan dalam membuat pilihan strategis.

Pembuatan strategi etis pada umumnya merupakan hasil dari manajer yang memiliki karakter moral yang kuat (yaitu, dapat dipercaya, mempunyai integritas, dan benar-benar peduli dalam menjalankan bisnis perusahaan secara terhormat). Manajer dengan prinsip etika yang tinggi biasanya menganjurkan kode etik perusahaan dan kepatuhan etika yang

(17)

14

kuat, dan mereka benar-benar berkomitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai perusahaan dan prinsip bisnis yang beretika. Mereka menunjukkan komitmennya dengan menunjukkan nilai-nilai yang dinyatakan perusahaan dan menjalankan prinsip-prinsip bisnis serta standar etika.

Mereka memahami perbedaan antara sekadar mengadopsi pernyataan nilai dan kode etik dan memastikan bahwa pernyataan tersebut dipatuhi secara ketat dalam strategi dan perilaku bisnis perusahaan yang sebenarnya. Sebagai konsekuensinya, para manajer yang kuat secara etis secara sadar memilih tindakan-tindakan strategis yang dapat lolos dari pengawasan moral yang paling ketat—mereka tidak menunjukkan toleransi terhadap strategi-strategi yang memiliki komponen-komponen yang secara etika kontroversial.

b. Kasus Bisnis untuk Strategi Etis

Selain alasan moral untuk menerapkan strategi etis, mungkin terdapat alasan bisnis yang kuat. Menerapkan strategi yang tidak etis dan menoleransi perilaku yang tidak etis tidak hanya merusak reputasi perusahaan tetapi juga dapat mengakibatkan serangkaian konsekuensi merugikan lainnya. Gambar 9.1 menunjukkan jenis-jenis biaya yang dapat ditanggung perusahaan jika perilaku tidak etis ditemukan, kesalahan karyawan perusahaan diberitakan di media, dan perusahaan terpaksa memperbaiki perilakunya.

Semakin parah pelanggaran etika yang dilakukan suatu perusahaan, semakin tinggi pula kerugian yang harus ditanggung dan semakin besar pula kerusakan terhadap reputasinya (dan reputasi personel perusahaan yang terlibat). Dalam kasus-kasus besar, kerugian akibat pelanggaran etika dapat dengan mudah terjadi.

(18)

15

GAMBAR 9.1 Biaya yang Ditanggung Perusahaan Ketika Pelanggaran Etis Ditemukan

2.5 Strategi, Tanggung Jawab Sosial dan Keberlanjutan Lingkungan Korporat

A. Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Topik mengenai kewajiban perusahaan untuk mendorong perbaikan sosial telah menjadi pembahasan sejak 50 tahun yang lalu. H. R. Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan, membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat (Wartick dan Cochran, 1985). Pendapat tersebut yang kemudian memberikan kerangka dalam konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).

Konsep ini menitikberatkan pembahasan terhadap perlunya menyeimbangkan ekspektasi pemegang saham atas keuntungan maksimal dengan prioritas lainnya dari pelanggan, karyawan, pemasok, dan masyarakat luas. Dalam hal ini, perusahaan harus bisa menyelaraskan antara tujuan- tujuan perusahaan dan nilai-nilai perusahaan. Dengan kata lain, manajer

(19)

16

perusahaan harus menunjukan kesadaran sosial dalam menjalankan bisnis dan secara khusus mempertimbangkan bagaimana keputusan dan tindakan perusahaan mempengaruhi kesejahteraan karyawan, lingkungan, dan masyarakat secara luas.

Bertindak dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial mencakup lebih dari sekedar berpartisipasi dalam proyek layanan masyarakat atau menyumbangkan uang untuk badan amal serta tujuan bermanfaat lainnya.

Namun, menunjukkan tanggung jawab sosial juga berarti melakukan tindakan yang mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari seluruh pemangku kepentingan, dalam hal ini perusahaan beroperasi dengan cara yang terhormat dan etis, berupaya menjadikan perusahaan tempat yang baik untuk bekerja, menunjukkan rasa hormat yang tulus terhadap lingkungan, dan berusaha membuat perbedaan dalam perbaikan masyarakat.

B. Strategi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Berikut adalah lima komponen strategi tanggung jawab sosial perusahaan.

1. Berusaha untuk menerapkan strategi etis dan mematuhi prinsip-prinsip etika dalam menjalankan bisnis. Komitmen yang tulus untuk mematuhi prinsip-prinsip etika adalah suatu keharusan sebab perilaku tidak etis tidak sesuai dengan perilaku bisnis yang bertanggung jawab secara sosial.

2. Memberikan kontribusi amal, mendukung upaya pelayanan masyarakat, terlibat dalam inisiatif filantropis yang lebih luas, dan berupaya membuat perbedaan dalam kehidupan masyarakat yang kurang beruntung.

Beberapa perusahaan memenuhi kewajiban filantropis mereka dengan melalui berbagai kegiatan amal. Misalnya Wells Fargo dan Google yang mendukung beragam program komunitas, seni, dan kesejahteraan sosial.

Kemudian McDonald's yang berkonsentrasi mensponsori program Ronald McDonald House (yang menyediakan rumah kedua bagi keluarga dari anak-anak yang sakit parah yang menerima perawatan di

(20)

17

rumah sakit terdekat). Atau British Telecom yang memberikan 1 persen keuntungannya langsung kepada masyarakat, sebagian besar untuk pendidikan, pelatihan guru, lokakarya di sekolah, dan teknologi digital.

3. Mengambil tindakan untuk melindungi lingkungan, khususnya meminimalkan atau menghilangkan dampak buruk terhadap lingkungan yang berasal dari kegiatan bisnis perusahaan itu sendiri. Tanggung jawab sosial perusahaan yang diterapkan pada perlindungan lingkungan memerlukan upaya aktif untuk menjadi pengelola lingkungan yang baik.

Hal ini berarti menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaik yang tersedia untuk mengurangi aspek-aspek lingkungan hidup yang merugikan dalam operasi perusahaan hingga berada di bawah tingkat yang disyaratkan oleh peraturan lingkungan hidup yang berlaku. Hal ini juga berarti meluangkan waktu dan uang untuk memperbaiki lingkungan dengan cara yang melampaui batas-batas industri perusahaan, seperti berpartisipasi dalam proyek daur ulang, menerapkan praktik konservasi energi, dan mendukung upaya membersihkan pasokan air setempat.

Pengecer seperti Walmart dan Home Depot di Amerika Serikat dan B&Q di Inggris telah menekan pemasok mereka untuk menerapkan praktik perlindungan lingkungan yang lebih kuat guna menurunkan jejak karbon di seluruh rantai pasokan mereka.

4. Lingkungan kerja yang meningkatkan kualitas hidup karyawan. Banyak perusahaan mengerahkan upaya ekstra untuk meningkatkan kualitas hidup karyawannya di tempat kerja dan di rumah. Hal ini dapat mencakup jadwal kerja yang fleksibel, fasilitas olahraga di tempat kerja, cuti khusus bagi karyawan untuk merawat anggota keluarga yang sakit, peluang bekerja di rumah, program pengembangan karier dan peluang pendidikan, program keselamatan khusus, dan sejenisnya.

5. Membangun tenaga kerja yang beragam sehubungan dengan gender, ras, asal negara, dan aspek-aspek lain. Sebagian besar perusahaan besar di Amerika Serikat telah menerapkan program keberagaman tenaga kerja, dan beberapa di antaranya berupaya lebih keras untuk memastikan bahwa

(21)

18

tempat kerja mereka menarik bagi etnis minoritas dan inklusif bagi semua kelompok dan perspektif. Di beberapa perusahaan, inisiatif keberagaman juga meluas ke pemasok, misalnya mengambil barang dari usaha kecil milik perempuan atau anggota etnis minoritas. Mengejar keberagaman tenaga kerja juga bisa menjadi bisnis yang baik. Hal ini bisa dilihat dari perusahaan Coca-Cola, di mana keberhasilan strategis mereka bergantung pada upaya membangun kepribadian publik yang inklusif bagi orang-orang dari semua ras, agama, dan kebangsaan untuk menjadi konsumen setia minuman perusahaan.

C. Corporate Social Responsibility dan Triple Bottom Line.

CSR biasanya dilakukan untuk meningkatkan Triple Bottom Line (TBL) yang mengacu pada tiga jenis kinerja: ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Kinerja ekonomi mengacu pada aspek keuntungan sebagaimana tujuan- tujuan perusahaan. Kinerja sosial mengacu pada berbagai inisiatif sosial yang membentuk strategi CSR, seperti sumbangan perusahaan dan upaya perusahaan untuk meningkatkan kehidupan pemangku kepentingan internal dan eksternal. Kinerja lingkungan mengacu pada dampak ekologis dan praktik lingkungan perusahaan.

Salah satu kisah perusahaan yang memerhatikan triple bottom line dengan baik adalah perusahaan TOMS yang beroperasi dalam usaha sepatu. Mereka menyatakan bahwa cara berbelanja konsumen mereka dapat mengubah dunia.

Hal ini dibuktikan dengan program donasi sepasang sepatu kepada seorang anak yang membutuhkan di lebih dari 50 negara untuk setiap pembelian sepasang sepatu. Sepatu yang diproduksi pun menggunakan bahan ramah lingkungan yang mencakup kanvas organic dan bahan daur ulang yang meminimalkan jejak ekologis TOMS.

Pemilik perusahaan menganggap bahwa pertumbuhan besar TOMS bukan berasal dari kesuksesan dalam periklanan, tetapi karena kisah di balik sepatu TOMS yang diceritakan oleh pelanggan itu sendiri. TOMS berhasil

(22)

19

membangkitkan kesadaran merek melalui pelanggan yang termotivasi dan berbagi perasaan senang ketika berbelanja. Selain itu, TOMS juga mengadakan pelatihan karyawan tentang pentingnya kelestarian lingkungan.

Komitmen terhadap tujuan yang bermanfaat ini tidak hanya menciptakan karyawan yang lebih bahagia namun juga warga global yang dapat bekerja sama untuk menginspirasi perubahan. Dengan mencapai pertumbuhan ekonomi melalui penekanan pada keadilan sosial dan kelestarian lingkungan, TOMS telah mempertahankan triple bottom line dengan seimbang.

D. Keberlanjutan Lingkungan Korporat

Keberlanjutan (sustainability) merupakan istilah yang berkaitan dengan hubungan perusahaan dengan lingkungannya dan penggunaan sumber daya alam, termasuk tanah, air, udara, tanaman, hewan, mineral, bahan bakar fosil, dan keanekaragaman hayati. Karena korporasi adalah pengguna sumber daya alam terbesar, pengelolaan dan pemeliharaan sumber daya ini sangat penting untuk kepentingan ekonomi jangka panjang korporasi. Bagi beberapa perusahaan, masalah ini mempunyai implikasi langsung dan nyata terhadap kelangsungan model dan strategi bisnis mereka. Pacific Gas and Electric telah mulai mengukur seluruh jejak karbon dalam rantai pasokannya agar tidak hanya menjadi perusahaan yang “lebih ramah lingkungan” namun juga menjadi produsen energi yang lebih efisien.

Dengan demikian, praktik bisnis berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai praktik yang mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Banyak juga yang mulai memasukkan pertimbangan kelestarian lingkungan ke dalam kegiatan pembuatan strategi mereka. Strategi keberlanjutan lingkungan suatu perusahaan terdiri dari tindakan yang disengaja untuk melindungi lingkungan, menyediakan sumber daya alam yang berumur panjang, memelihara sistem pendukung ekologi untuk generasi mendatang, dan menjaga terhadap bahaya terbesar bagi planet ini.

(23)

20

Praktik bisnis berkelanjutan memiliki alasan moral, di mana dunia usaha harus bertindak dengan cara yang menguntungkan seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya kepada pemegang saham. Hal ini timbul berkaitan dengan adanya aliran pemikiran yang mengatakan bahwa bisnis beroperasi berdasarkan kontrak sosial yang tersirat di masyarakat. Menurut kontrak ini, masyarakat telah memberikan hak kepada suatu bisnis untuk menjalankan bisnisnya. Dengan demikian bisnis tersebut harus memberikan imbalan dengan bertindak secara bertanggung jawab, meningkatkan kesejahteraan umum, dan menghindari tindakan yang merugikan.

Di sisi lain, perilaku bisnis yang bertanggung jawab secara sosial juga berdampak baik terhadap aspek ekonomi perusahaan. Berikut adalah beberapa manfaat ekonomis apabila perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial dan keberlanjutan lingkungan.

1. Meningkatkan dukungan pembeli. Strategi tanggung jawab sosial atau kelestarian lingkungan yang terlihat dan kuat memberi perusahaan keunggulan dalam menarik konsumen yang lebih memilih berbisnis dengan perusahaan yang merupakan warga korporat yang baik. Ben &

Jerry's, Whole Foods Market, Stonyfield Farm, dan The Body Shop telah memperluas basis pelanggan mereka karena aktivitas mereka yang terlihat dan dipublikasikan dengan baik sebagai perusahaan yang sadar sosial.

2. Mengurangi risiko insiden yang merusak reputasi. Perusahaan yang tidak begitu mementingkan operasionalnya dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial akan lebih rentan terhadap skandal. Kelompok aktivis konsumen, lingkungan hidup, dan hak asasi manusia dengan cepat mengkritik perusahaan yang perilakunya dianggap tidak sesuai dengan aturan. Mereka juga mahir dalam menyampaikan pesan melalui media dan internet. Kelompok yang memberikan tekanan dapat menimbulkan publisitas merugikan secara luas, mendorong boikot, dan mempengaruhi

(24)

21

pembeli yang berpikiran sama atau bersimpati untuk menghindari produk pelaku.

3. Menurunkan biaya, memudahkan perekrutan karyawan dan retensi tenaga kerja. Perusahaan dengan reputasi yang baik dalam hal tanggung jawab sosial dan praktik bisnis berkelanjutan lebih mampu menarik dan mempertahankan karyawan dibandingkan dengan perusahaan dengan reputasi buruk. Beberapa karyawan merasa lebih baik bekerja di perusahaan yang berkomitmen untuk memperbaiki masyarakat. Hal ini dapat berkontribusi pada rendahnya pergantian pekerja dan produktivitas pekerja yang lebih baik. Manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung lainnya mencakup biaya perekrutan dan pelatihan staf yang lebih rendah.

4. Memperbesar peluang peningkatan pendapatan. Dorongan untuk keberlanjutan dan tanggung jawab sosial dapat memacu upaya inovatif yang pada gilirannya menghasilkan produk baru dan peluang peningkatan pendapatan. Mobil listrik seperti Chevy Volt dan Nissan Leaf adalah salah satu contohnya. Dalam kasus lain, peluang peningkatan pendapatan datang dari cara-cara inovatif untuk mengurangi limbah dan menggunakan produk sampingan produksi perusahaan.

5. Strategi CSR dan praktik bisnis berkelanjutan adalah demi kepentingan pemegang saham dalam jangka panjang. Ketika strategi CSR dan keberlanjutan meningkatkan dukungan pembeli, menawarkan peluang peningkatan pendapatan, menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi risiko insiden yang merusak reputasi, hal- hal tersebut berkontribusi pada nilai ekonomi yang diciptakan oleh perusahaan dan meningkatkan profitabilitasnya. Sebuah studi selama dua tahun terhadap perusahaan-perusahaan terkemuka menemukan bahwa meningkatkan kepatuhan lingkungan dan mengembangkan produk ramah lingkungan dapat meningkatkan laba per saham, profitabilitas, dan kemungkinan memenangkan kontrak.

Singkatnya, perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan secara serius dapat meningkatkan reputasi bisnis dan

(25)

22

efisiensi operasional sekaligus mengurangi paparan risiko dan mendorong loyalitas dan inovasi. Perusahaan yang melakukan upaya khusus untuk melindungi lingkungan, aktif dalam urusan masyarakat, dan merupakan pendukung amal dan proyek yang bermanfaat bagi masyarakat akan lebih dipandang sebagai investasi yang baik untuk berbisnis. Pemegang saham cenderung melihat alasan bisnis untuk tanggung jawab sosial sebagai alasan yang kuat, terutama ketika hal tersebut menghasilkan penciptaan nilai pelanggan yang lebih banyak, produktivitas yang lebih besar, biaya operasional yang lebih rendah, dan risiko bisnis yang lebih rendah. Hal ini yang kemudian akan meningkatkan profitabilitas perusahaan dan meningkatkan keuntungan pemegang saham.

(26)

23 BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal atas pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha.

Dampak standar etika pada penyusunan dan pelaksanaan strategi dalam sebuah organisasi adalah Meningkatkan Motivasi dan Komitmen Karyawan,Meningkatkan Keputusan dan Tindakan yang Etis,Meningkatkan Kepercayaan dan Reputasi Organisasi,Meningkatkan Daya Saing Organisasi.

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) merupakan konsep yang menekankan bahwa perusahaan memiliki kewajiban moral untuk tidak hanya mencari keuntungan maksimal bagi pemegang saham, tetapi juga memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya, seperti karyawan, konsumen, masyarakat, dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan juga terkait dengan Triple Bottom Line (TBL), yang mencakup kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Praktik bisnis yang berkelanjutan berusaha untuk meningkatkan TBL dengan memperhatikan keuntungan ekonomi sambil memperhatikan dampak sosial dan lingkungan.Keberlanjutan lingkungan korporat menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya alam dan pengurangan dampak lingkungan dalam operasi perusahaan.

Praktik bisnis yang berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masa depan.Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dan

(27)

24

praktik bisnis berkelanjutan dapat memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan, termasuk peningkatan dukungan pembeli, pengurangan risiko reputasi, penurunan biaya operasional, peningkatan produktivitas, dan peluang peningkatan pendapatan.

Ada tiga faktor utama yang mendorong perilaku tersebut dalam lingkungan bisnis yaitu Pengawasan yang Salah,Tekanan Berat pada Manajer Perusahaan,Budaya Perusahaan yang Mementingkan Keuntungan di Atas Etika. Kemudian strategi perusahaan harus beretika sangatlah penting, dan dapat dibagi menjadi dua aspek utama yaitu, Kasus Moral untuk Strategi Etis:

Strategi yang berlandaskan etika merupakan cerminan dari karakter moral dan integritas manajer perusahaan. Manajer dengan prinsip etika yang tinggi cenderung memperjuangkan kepatuhan terhadap kode etik perusahaan dan nilai-nilai yang dinyatakan. Mereka memahami pentingnya menjunjung tinggi prinsip-prinsip bisnis yang beretika dan memastikan bahwa strategi yang diadopsi tidak hanya sesuai secara hukum, tetapi juga secara moral. Para manajer yang memiliki komitmen etis yang kuat akan memilih tindakan- tindakan strategis yang sesuai dengan standar etika tertinggi, menunjukkan ketegasan dalam menolak strategi yang kontroversial secara etika.

Kasus Bisnis untuk Strategi Etis: Selain aspek moral, terdapat alasan bisnis yang kuat untuk menerapkan strategi etis. Perusahaan yang tidak mematuhi standar etika cenderung mengalami dampak negatif yang signifikan, termasuk merusak reputasi perusahaan, menanggung biaya perbaikan akibat pelanggaran etika, dan berisiko kehilangan kepercayaan dari pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya. Semakin serius pelanggaran etika yang dilakukan oleh suatu perusahaan, semakin besar pula kerugian dan risiko reputasi yang harus ditanggung. Oleh karena itu, menerapkan strategi etis tidak hanya merupakan kewajiban moral, tetapi juga keputusan bisnis yang bijaksana untuk menjaga keberlanjutan dan kesuksesan jangka panjang perusahaan.

(28)

25 3.2 SARAN

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat membantu dalam menjalankan bisnis sesuai dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial.

Sehingga suatu bisnis yang akan dijalankan dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan etika dan moral yang berlaku. Kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk makalah ini agar makalah ini semakin baik dan sebagai bahan evaluasi bagi kami untuk penulisan makalah ke depannya.

(29)

26

DAFTAR PUSTAKA

Thompson, A.A. Gamble, J. E. Peteraf, M. A. Strickland III, A. J. 2016.

CRAFTING AND EXECUTING STRATEGY: THE QUEST FOR COMPETITIVE ADVANTAGE, CONCEPTS AND READINGS, TWENTIETH EDITION. New York:McGraw-Hill Education

Darwin Lie, I.BA Dharmanegara, Saling, Zuhrinal M Nawawi, Rini Rahmawati, Novika Rosari, Ferdinand Risamasu, Rusniati. (2019).

Pengantar Bisnis. Medan. Madenatera

Gambar

GAMBAR 9.1 Biaya yang Ditanggung Perusahaan Ketika Pelanggaran Etis Ditemukan

Referensi

Dokumen terkait

berbeda dari perilaku etis dan pedoman yang berbeda dalam perilaku tanggung jawab social1. Konfrontasi praktek bisnis yang tidak begitu familiar menghadapkan

peran etika dan tanggung jawab sosial perusahaan. 2) Untuk menganalisis pengaruh dari relativisme terhadap pandangan akan. peran etika dan tanggung jawab sosial perusahaan. 3)

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,

Untuk memenuhi kontrak sosialnya terhadap masyarakat, perusahaan dihadapkan pada beberapa tanggung jawab sosial secara simultan. Tanggung jawab sosial

Tanggung jawab perushaan adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,

Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dapat dijalankan sesuai dengan etika bisnis Kristen dengan mengerjakannya di dalam kerangka penebusan dan pendamaian yang telah dilakukan

Selain etika, terdapat juga tanggung jawab sosial perusahaan atau dapat disebut dengan istilah Corporate Social Respondsibility yang dimana ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk