• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL P (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL P (2)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Definisi Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethikos, yang berarti timbul dari kebiasaan. Pengertian etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar-salah, baik-buruk, dan tanggung jawab. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.

Solihin Ismail (2009) di dalam bukunya menjelaskan perbedaan antara norma, moralitas, dan etika. Norma merupakan aturan mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Menurut norma, membunuh adalah hal yang salah dan ini berlaku secara umum di belahan dunia manapun dan dalam agama apapun. Jika norma sudah diterima oleh suatu masyarakat dan sudah menjadi budaya dalam masyarakat tersebut, maka norma tersebut telah berubah menjadi moralitas. Sedangkan yang dimaksud dengan etika adalah suatu pendekatan sistematis atas pertimbangan moral berdasarkan penalaran, analisis, sintesis, dan perenungan. Dalam melakukan pilihan etis atas pertimbangan moral tertentu maka nilai dari masing-masing pihak yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan etis akan sangat menentukan pilihan yang akan dilakukan.

1.2 Etika Bisnis

Kesadaran akan pentingya etika bisnis tengah melanda Amerika Serikat dan seluruh dunia. Para penyusun setrategi dan pengambil keputusan seperti CEO dan pemilik perusahaan merupakan individu yang paling bertanggung jawab untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip etika yang baik dianut dan dipraktikkan di dalam sebuah perusahaan. Semua perumusan strategi, implementasi, dan keputusan evaluasi memiliki konsekuensi etis.

(2)

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Menurut Fred R David etika bisnis dapat didefinisikan sebagai prinsip-prinsip etik dalam organisasi yang memandu pengambilan keputusan dan perilaku. Etika bisnis yang baik merupakan prasyarat untuk manajemen strategis yang baik.

Solihin Ismail (2009: 179) menyebutkan bahwa etika bisnis merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan oleh manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan (Griffin dan Gilbert, 1999: 82). Sedangkan menurut Epstein ( dalam Solihin Ismail, 2009:179) etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai suatu isu, dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Melalui pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memeberikan penilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak, serta memiliki kegunaan atau tidak.

Velasques (2002) berpendapat bahwa etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Sedangkan Hill dan Jones (1998) mengatakan etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks.

1.3 Pentingnya Etika Bisnis

(3)

a. Meningkatkan harapan public agar perusahaan dapat menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman.

b. Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholder lainnya. Sebagai contoh adalah kasus longsornya TPA Leuwi Gajah Kabupaten Bandung pada 2005 silam. Pengelolaan TPA yang tidak professional mengakibatkan longsornya gunungan sampah yang mengakibatkan dua kampung terhapus dari peta dan sebanyak 157 jiwa meninggal dunia.

c. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University (Post et.al, dalam Solihin Ismail, 2009:180) menunjukkan bahwa terdapat hubungan statistic yang signifikan antara pengendalian perusahaan yang menekankan pada penerapan etika dan perilaku bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain. Dalam kasus ini penerapan etika di perusahaan berupa larangan minum alcohol bagi para pegawai telah menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.

d. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis diantara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan diantara pihak-pihak yang terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lain. Sebaliknya jika salah satu pihak tidak dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.

e. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun competitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh adalah kejahatan pencurian uang perusahaan yang dilakukan oleh pemilik dan pimpinan perusahaan merupakan factor utama penyebab kebangkrutan perushaan dibanding factor-faktor lain.

f. Penerapan etika perusahaan secara baik di dalam perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekrja oleh pemberi kerja. Contohnya perusahaan dianggap tidak etis apabila di dalam perusahaan terjadi diskriminasi besaran gaji yang disebabkan oleh diskriminasi rasial.

g. Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah agar perusahaan yang diwakili oleh para pemimpinnya tidak memperoleh sanksi hokum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.

(4)

Berbagai permasalahan etika di perusahaan dapat muncul dalam berbagai bentuk sebagaimana telah dijelaskan diatas. Identifikasi terhadap berbagai faktor yang umum ditemui sebagai penyebab munculnya permasalahan etika di perusahaan, merupakan satu langkah penting untuk meminimalkan pengaruh masalah etika bisnis terhadap kinerja perusahaan.

Post et.al., (2002: 112-113) menguraikan empat faktor yang pada umumnya menjadi penyebab timbulnya masalah etika bisnis di perusahaan, yaitu: Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest); Tekanan Persaingan Terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on Profits); Pertentangan Antara Tujuan Perusahaan dengan Perorangan (Business Goal versus Personal Values); Pertentangan Etika Lintas Budaya (Cross-Cultural Contradiction)

Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest) Ambisi mengerjar keuntungan untuk diri sendiri, nbahkan sikap serakah dapat mengakibatkan masalah etika. Perusahaan kadang-kadang mempekerjakan karyawan yang memiliki nila-nilai pribadi tidak layak. Para pekeja ini akan menempatkan kepentingannya untuk memeperoleh kekayaan melebihi kepentingan lainnya meskipun dalam dalam melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan pekerja lainnya, perusahaan, dan masyarakat.

Tekanan Persaingan Terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on Profits) Ketika perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali terlibat dalam berbagai aktivitas masalah bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat profitabilitas mereka. Berbagai perusahaan makanan dan minuman di Indonesia ditenggarai menggunakan bahan pewarna makanan dan minuman yang tidak aman untuk dikonsumsi manusia tetapi harganya murah, agara mereka bisa menekan biaya produksi dan mendapatkan harga jual produk yang rendah. Bahkan industry makanan berani menggunakan formalin yang menjadi bahan pengawet mayat sebagai pengawet makanan.

(5)

1.5 Etika Bisnis pada Berbagai Fungsi Perusahaan

Permasalahan etika yang terjadi di perusahaan bervariasi antara fungsi perusahaan yang satu dan fungsi perusahaan lainnya. Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat terspesialisasi dalam berbagai bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung memiliki masalah etika tersendiri.

Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika yang terjadi di beberapa bidang fungsi perusahaan, yaitu: etika di bidang akuntansi (accounting ethics), keungan (finance ethics), produksi dan pemasaran (produvtion and marketing ethics), dan teknologi informasi (information technology ethics).

Etika di bidang akuntansi (accounting ethics) Fungsi akuntansi merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan, investor luar, pemerintah, instansi pajak, dan serikat pekerja membutuhkan data-data akuntansi untuk membuat berbagai keputusan penting. Dengan demikian kejujuran, integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi merupakan syarat mutlak yang harus diterapkan oleh fungsi akuntansi.

Salah satu Pratik akuntansi yang dianggap tidak etis misalya penyusunan laporan keuangan yang berbeda untuk berbagai pihak yang berbeda dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan keuangan seperti itu. Dalam realita kegiatan bisnis sering kali ditemukan perusahaan yang menyususn laporan keuangan yang berbeda untuk pihak-pihak yang berbeda. Ada laporan keuangan internal perusahaan, laporan keunagan untuk bank, laporan keuangan untuk kantor pajak. Dengan melakukan praktik ini, bagian akuntansi perusahaan secara sengaja memanipulasi data-data akuntansi dengan tujuan memperoleh manfaat/keuntungan fonansial dari penyusunan laporan palsu tersebut.

(6)

Etika di bidang produksi dan pemasaran (produvtion and marketing ethics) Hubungan yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan berbagai permasalahan etika di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari Pelakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dalam Bab IV Undang-undang dijelaskan berbagai perbuatan ayng dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, antara lain, pelaku usaha dilarang memproduksi barang dan jasa yang :

a. Tidak memnuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih/netto dan jumlah hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau eiket barang tersebut

c. Tidak seusai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah hitungan menurut ukuran sebenarnya

d. Tidak sesiau dengan kondisi, jaminan, kesitimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, eiket, atau keterangan barang dan jasa tersebut

Etika di bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics) Salah satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika yang paling besar di era 1990 an sampau awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi : serangan terhadap wilayah privasi seseorang; pengumpulan, penyimpanan,, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transasksi e-commerce; perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, musik, dan hak kekayaan intelektual (Spinello, 1997)

1.6 Tanggung Jawab Perusahaan

(7)

a. Inside Stakeholders

Terdisri dari orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisai perusahaan. Termasuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang saham (stakeholders), para manajer (Managers) dan karyawan (employees).

b. Outside stakeholders

Terdisri dari orang-orang maupun pihak-pihak (constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan dan bukan pula karyawan perusahan tetapi memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Termasuk ke dalam kategori outside stakehoders adalah pelanggan (customers), pemasok (suppliers), pemerintah (goverment), masyarakat lokal (local communities) dan masyarakat secara umum (general public)

Stakeholders akan memberikan dukungan terhadap operasi perusahaan apabila mereka memperoleh imbalan dari perusahaan, yang sebanding atau lebih besar dibandingkan dengan konstribusi yang mereka berikan kepada perusahaan (donaldson dan preston, 1995). Imbalan yang diharapkan akan diterima stakeholders dari perusahaan bermacam-macam dan sangat bergantung ppada kepentingan dan tuntutan stakeholders tersebut. Imbalan yang diharapkan dapat berupa dividen (bagi pemegang saham), gaji dan bonus memadai (bagi manajer dan karyawan), produk yang berkualitas dengan harga terjangkau (bagi konsumen/pelanggan). Memasok bahan baku yang kontinu dengan harga yang kompetitive (bagi pemasok), pembayaran pajak (bagi pemerintah) serta keberadaan perusahaan yang dapat membantu menyelesaikan masalah masyarakat (bagi masyarakat lokal)

(8)

Table 15.1 Imbalan dan Kontribusi Stakeholders

Stakeholders Kontribusi ke perusahaan Imbalan dari perusahaan Inside Stakeholders

Pemegang saham Uang dan modal Dividen, peningkatan harga saham

Manajer Kemampuan dan keahlian Gaji, bonus, kekuasaan Karyawan Kemampuan dan keahlian Upah, gaji, bonus, promosi

dan pekerjaan yang stabil Outside Stakeholders

Pelanggan Pembelian barang dan jasa Kualitas dan harga barang dan jasa

Pemasok Input berkualitas tinggi Pembelian input dengan harga yang wajar

Pemerintah Peraturan Pajak

Menurut Post (2002;69) perusahaan secara silmutan akan menjalankan tiga kenis tanggung jawab kepada staleholders yang berbeda-beda, dimana ketiga tanggung jawab ini harus dijalankan secara seimbang. Penekanan ke salah satu jenis tanggung jawab saja akan menyebabkan perusahaan tidak akan berjalan secara optimal. Ketiga jenis tanggung jawab tersebut meliputi : economic responbility, legal responbility dan social responbility. Post dkk menggambarkan pelaksanaan ketiga jenis tanggung jawab tersebut secara berimbang pada bidang irisan diantara ketiga jenis tanggung jawab perusahaan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 15.1

Tanggung jawab Ekonomi

Perusahaan korporasi dibentuk dengan tujuan untuk menghasilakn laba secara optimal. Dalam kegiatan ini para pengelola korporasi memiliki tanggung jawab ekonomi (economic responsibility), diantara nya kepada para pemegang saham (stakeholders) dalam bentuk pengelolaan perusahaan yang menghasilkan laba, dimana laba tersebut sebagian diantaranya akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan sebagian laba lainya merupakan laba ditahan yang akan diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan.

(9)

Kendati perusahaan korporasi didirikan untuk menghasilkan laba,dalam melaksanakan operasinya korporasi harus memeatuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab hukum perusahaan

Hukum dan peraturan dibuat agar perusahaan berjalan sesuai dengan harapan yang dimiliki masyarakat. Selain itu hukum dan peraturan juga membantu menciptakan “arena permainan bisnis” yang relatif adli bagi semua pemain bisnis dalam suau industri yang saling bersaing satu dengan lainya. tujuan ingin dicapai melalui penegakan hukum dan peraturan adalah agar perusahaan yang satu tidak dirugikan oleh tindakan perusahaan pesaing lainya.

Tanggung jawab Sosial

Tanggung jawab ketiga yang harus dijalankan perusahaan adalah tanggung jawab sosial perusahaan, Kotler dan Lee(2005) memberikan rumusan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebagai berikut

“corporate social responsibility is a commitment to improve community well being through duscretionary bisiness practices and contribution of corporat resources”

Dalam definisi tersebut kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata discretionary, dalam arti bahwa kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan akttivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau juga memberikan nuansa bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas CSR harus menaati hukum dalam pelaksanaan bisnisnya, artinya sangatlah tidak tepat bila kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan yang tidak baik dalam memperlakukan karyawan atau melakukan berbagai kecurangan baik dalam membuat laporan keuangan maupun merusak lingkungan hidup.

Pandangan Milton Friedman mengenai tanggung Jawab Sosial Perusahaan

(10)

perundang-undangan. Dengan demikian tujuan utama dari suatu perusahaan korporasi adalah memaksimalkan laba atau nilai pemegang saham . bahkan Friedman memandang para manajer yang memiliki pendapat bahwa pimpinan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat secra luas, merupakan para manajer yang bertindak tidak sejalan dengan keinginan pemegang saham.

Konsepsi Friedman menunjukkan bahwa pemegang saham (stakehoders) merupakan pemilik perusahaan dan mempunyai hak kepemilikian terhadap laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Sementara itu para manajer merupakan agen (agents) yang bertindak untuk kepentingan pemilik perusahan. Para manajer dapat pula bertindak tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham, dan untuk memastikan bahwa para manajer bisa bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham maka harus dilakukan pengawasan terhadap para manajer tersebut yang akan menjadi beban bagi perusahaan dan dikenal sebagai agency cost (baron, 2005)

Di dalam pasar modal yang efisien,, pemegang saham secara mutlak akan sepakat bahwa mereka lebih menyukai maksimalisasi laba yang akan meningkatkan nilai perusahan. Dengan demikian, jika manajemen tidak melalukan maksimalisasi laba maka pasar akan melakukan koreksi di pasar baik malalui pengambilalihan perusahaan maupun melalui mekanisme proxy test

1.7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Lima puluh tahun yang lalu, H. R Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan, membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat (Watrick dan Cochran, 1985). Pendapat Bowen tersebut ialah memberikan kerangka dasar bagi pengembangan konsep Tanggung Jawab sosial perusahaan (Corporate social Responsibility-CSR)

(11)

sejalan dengan perubahan kondisi masyarakat. Tetapi apapun perubahan yang terjadi kontrak sosial ini pula yang akan menjadi wahana bagi perusahaan untuk menyesuaikan tujuan-tujuan perusahaan dengan tujuan-tujuan masyarakat yang pelaksanaanya dimanifestasikan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.

Premis kedua, yang mendasari tanggung jawab sosial adalah bahawa pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral (moral agent) dalam suatu masyarakat. Pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan puncak perusahaan senantiasa melibatkan pertimbanagn nilai atau mencerminkan nilai-nilai yang dimiliki oleh manajemen puncak. Oleh sebab itu agar terjadi keselarasan antara nilai-nilai yang dimiliki perusahaan dengan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, maka manajer perusahaan haruss berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Premis kedua ini memuat dimensi etis dari tanggung jawab sosial.

1.8 Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Social Dan Etika Bisnis a. Pelaksanaan hubungan industrial pancasila

Banyak pengusaha yang telah menyusun dan melaksanakan hubungan industrial pancasila ini dalam bentuk yang sering dikenal sebagai “kesepakatan kerja bersama atau KKB”. KKB ini merupakan sebuah aturan hubungan kerja yang akan menjadi pedoman tentang hubungan antara pengusaha dengan para pekerja atau karyawan perusahaan yang biasanya dituangkan dalam sebuah buku. Dalam buku KKB tersebut dadakan berbagai ketentuan hak-hak serta kewajiban karyawan. Kewajiban karyawan tentu saja sudah jelas yaitu melaksanakan tugas pekerjaan yang dipikulnya sesuai dengan jabatan yang disandangnya.

Sedangkan hak-hak karyawan meliputi hak atas gaji maupun bentuk-bentuk penerimaan yang lain sepeerti kesejahteraan baginya. Misalnya saja berbentuk hak cuti hamil, cuti melahirkan, cuti tahunan, uang rekreasi, premi kerja lembur, bonus, tunjangan hari raya, pakaian kerja, tunjangan kesehatan serta hak untuk mengembangkan bakat serta kehidupan agama dan kerohaniannya.

b. Analisis dampak lingkungan

(12)

akan menimbulkan pencenaran lingkungan atau polusi, baik polusi udara, polisu air, maupun polusi suara dan sebagainya. Dalam hal ini masih banyak pula perusahaan yang belum menyadari akan tanggung jawabnya terhadap pengolahan limbah industry ini. Hal ini pada umunya disebabkan karena kurangnya kesadaran pengusaha terhadap pencemaran lingkungan.

c. Penerapan prisnsip kesehatan dan keselamatan kerja

Penerapan prinsip K3 telah banyak dilaksanakan pula oleh pengusaha kita. Seperti kita ketahui bahwa ada beberapa perusahaan yang telah memperoleh penghargaan “Zero Accident” atau “Tidak Pernah Terjadi Kecelakaan Kerja”. Perusahaan yang memperoleh penghargaan ini berarti telah menjalankan proses peroduksinya sedemikian lama tanpa mengalami kecelakaan kerja bagi karyawannya. Hal ini merupakan prestasi yang cukup bagus dalam menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Guna menjalankan praktek K3 tersebut tentu saja memerlukan banyka peralatan pelindung bagi para pekerja dalam menjalankan tugasnya baik berupa topi pengaman, masker, maupun pakaian kerja khusus.

d. Perkebunan inti rakyat

Pelaksanaan program pemerintah yang berupa Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dimana dalam hal ini yang merupakan perkebunan besar seperti halnya milik Negara atau BUMN berfungsi sebagai perusahaan inti yang akan berfungsi sebagai motor penggerak pembangunan perkebunan rakyat di sekitarnya yang akan merupakan plasma, dan plasma itu akan bertindak sebagai pemasok bahan baku bagi perkebunan milik Negara, sehingga sistem ininakan terjadi hubungan timbal balik yang bersifat “win-win” antara perusahaan besar dengan perusahaan milik rakyat yang pada umunya kecil. Dengan demikian maka pembangunan bangsa akan dapat berjalan secara seimbang dan sailing topang menopang.

e. Sistem bapak angkat - anak angkat

Gambar

Table 15.1 Imbalan dan Kontribusi Stakeholders

Referensi

Dokumen terkait

Viera Handayani: Etika bisnis dan tanggung jawab sosial pada PT... Viera Handayani: Etika bisnis dan tanggung jawab sosial

Dalam lingkungan alam, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial, yaitu tidak mencemari lingkungan di sekitarnya dengan limbah produksi agar tidak merugikan masyarakat yang

Bentuk-bentuk tanggung jawab sosial yang dipikul oleh perusahaan dapat berupa : sosial yang dipikul oleh perusahaan dapat berupa : (a) Tanggung jawab fsik, dan (b) Tanggung jawab

Mereka tidak melihat kenyataan di lapangan bahwa perusahaan yang menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari perencanaan strategis perusahaan

Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum untuk menghindarkan diri atau menolak

Pengungkapan tujuan/kebijakan perusahaan secara umum berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.. Informasi berhubungan dengan tanggung jawab sosial

Selain kode tanggung jawab yang ditetapkan oleh perusahaan dan arus konsumerisme, pemerintah mencoba untuk memastikan bahwa perusahaan memenuhi tanggung jawabnya terhadap

BIDANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL • Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Polusi udara, polusi air, polusi tanah, pembuangan limbah beracun, daur ulang • Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan