• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelainan kongenital

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kelainan kongenital"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kelainan kongenital

• Merupakan kelainandalam pertumbuhan struktur janin, yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi

• Faktor etiologi

– Kelaianan genetik kromosom – Kelainan mekanik

– Faktor infeksi – TORCH

– Faktor obat – sitostatik, transkuilaiser – Faktor umum ibu

– Faktor hormonal – Faktor radiasi – Faktor gizi – Faktor lain-lain

KELAINAN KONGENITAL PADA TRAKTUS GINETALIA WANITA

VULVAANOMALI PADA VULVA DAN LABIA Duplikasi vulva

Merupakan suatu keadaan yang jarang ditemukan dan sering bersama-sama dengan duplikasi traktus urinaria dan traktus intestinal

Hipertrofi labia minora

Ukuran dan bentuk labia minora bervariasiSalah satu labia minora dapat lebih besar

Pasien harus diyakinkan bahwa ukuran yang tidak simetri hanya merupakan suatu variasi, tidak perlu diterapi, kecuali jika perbedaan ukuran tersebut sangat jelas mengganggu saat berhubungan

VAGINA

(2)

Pada gadis, vagina tertutup lapisan tipis bermukosa : selaput dara / hymen

Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasiAkibat coitus atau trauma lain, hymen robek & menjadi tidak beraturanHymen imperforata : tidak terdapat lubang

Merupakan kelainan kongintal yang paling banyak ditemukanBiasanya diagnosis ditegakkan setelah usia dewasa

Gejala : amneorea primer, nyeri abdomen siklik, bulging hymenMenyebabkan hematokolpos, hematometra

Penanganan : pembedahan

SEPTUM VAGINA

Terdapat sekat pada vagina

Dapat transversal maupun longitudinalDapat di daerah mana saja di vagina

Tetap ditemukan lubang vagina. Labium intak dan terpisahPada anak-anak : kadang-kadang asimptomatik

Keluhan baru dirasaakan saat mendapat haid

ATRESIA VAGINA

Curiga bila tidak ditemukan lubang vagina

Kadang-kadang terdapat lubang vagina tetapi dangkal

(3)

Labia tetap intak, vagina bgn atas, serviks dan uterus tetap normalPemeriksaan : palpasi vagina yang alami distended pada RTPerlu pemeriksaan USG, MRI

Terapi : Pembedahan ANOMALI UTERUS

Umumnya asimptomatik sehingga sulit didiagnosis sewaktu masa kanak-kanak

Keluhan biasanya mulai ditemukan saat menars atau saat berhubungan dengan kehamilan

Duplikasi uterus dapat tejadi hanya pada korpus uteri dan serviks dan vaginaUterus bidelfis sering dihubungkan dengan persalinan prematur

Saat kehamilan sering mengalami abortus, kelainan presentasi dan prematurUterus unikornu disebabkan karena gangguan perkembangan dari duktus

mullerian

Uterus unikornu seringkali asimptomatik

Uterus rudimenter : darah dapat terkumpul di uterus yang rudimenter sehingga kadang-kadang membutuhkan tindakan pembedahan emergensi, utamanya bila tidak ada saluran yang menghubungkan dengan uterus yang normal atau vaginaBila terjadi kehamilan pada uterus yang rudimenter dapat terjadi ruptur

(4)

OVARIUM

Dapat berupa tidak ada ovarium, salah satu atau keduanya.Jarang ditemukan

Ovarium tambahan

SISTEM GENITAL DAN TRAKTUS URINARIUS

Dalam pertumbuhannya mempunyai hubungan yang dekat sehingga dapat terjadi kelainan dalam pertumbuhannya yang dapat mengenai kedua sistem tersebutKloaka persistem : tidak terbentuk septum urorektale

Ekstrofi kandung kencing :vagina terdorong ke depan di daerah suprapubik dan klitoris terbagi dua karena dinding perut bagian bawah tidak terbentuk

KELAINAN KONGENITAL KARENA KELAINAN KROMOSOMSebagian besar karena kelainan kromosom seks

Kelainan kromosom autosom jarang

SINDROM TURNER (DISGENESIS GONAD)Tidak jarang ditemukan

Tidak ditemukan sel-sel kelamin primordial

Tidak ada pertumbuhan korteks atau medulla pada gonad

Gonad hanya dijumpai sebagai suatu jaringan ikat putih seperti pita (streak gonad)

Fisik : bertubuh pendek ( <>Amenorea primer

Pterigium kolli (webbed neck)Nevus banyak ditemukanKoarktasi aorta

Kubitus valgus

Ciri-ciri kelamin sekunder tidak tumbuhKecerdasan normal

Pemeriksaan endokrinologi : kadar FSH meningkat dan kadar estrogen rendah karena tidakadanya ovarium

Kelainan genetik : satu kromosom X, sehingga susunannya : 44 otosom dan i kromosom X (45-XO)

(5)

Pada pemeriksaanbuccal smear : kromatin X negatif

60-80% : 45 – XO, 20 – 40% 46 – XX dengan 1 X tidak normal, atau tipe mosaik XO/XX

Pengelolaan :

Biasanya teruskansejak kecil diasuh sebagai wanita

Pemberian estrogen secara siklik untuk menimbulkan withdrawal bleeding, mempengaruhi pembesaran mammae, tubuh lebih menyerupai wanita dan secara mental lebih puas dan tenang

SUPERFEMALE (47,XXX)

1 : 1000 kelahiran bayi wanitaDisebabkan karena non-dysjunction

Penampilan : wanita biasa, perkembangan seks normal, subur hanya kecerdasannya rendah.

Dengan kariotipe 47,XXX dapat ditemukan 2 kromatin X

SINDROM KLEINEFELTER (47,XXX)

Ditemukan pada penderita dengan fenotipe pria

Tumbuh sebagaia pria, pada masa pubertas tumbuh ginekomastiBadanberbentuk eneukhoid dan rambut badan dan muka berkurangGenitalia eksterna berkembang baik

Fungsi seksual juga baik

Testis atrofi, azospermia, dan pada biopsi testis ditemukan sel-sel leydig dan hialinisasi tubulus seminiferus

Terjadi sebagai akitab nondisjunction

HERMAFRODITISMUS VERUSJarang ditemukan

Genitalia eksterna tampak dominasi pria sehingga seringkali diasuh sebagai pria, tetapi bila ditemukan secara dini, maka sebaiknya anak diasuh sebagai wanita

Masa pubertas : mamma mulai tumbuh dan seringkali terjadi haidTerdapat jaringan testis pada sisi yang satudan ovarium pada sisi lainSebagian besar menunjukan kromatin seks dan gambaran karitipe wanitaPrinsip penanganan : pola asuh dari kecil dipertahankan. Cenderung untuk

mengangkat testis karena cenderung menjadi ganas

(6)

1 :670 kelahiran hidupKelainan kromosom otosom

Terutama dialami oleh ibu usia tua

Terjadi tranlokasi kromosom 21, biasanya dari kromosom DKecerdasan rendah

Mulut terbuka dengan lidah yang menonjol. Oksiput dan muka gepengHipotoni tubuh yang jelas

Refleks moro negatif

SINDROM EDWARDS (TRISOMI 18)JARANG DITEMUKAN

Pertumbuhan anak lambat

Kepala memanjang dengan kelainan pada telingaSering disertai kelainan jantung

Dada dengan sternum pendek

SINDROM PATAU (TRISOMI 13)Jarang ditemukan

BBLR

Pertumbuhan lambatPalatoskisis, labioskisisMikrosefal, polidaktili

Sering ditemukan kelainan jantung

KELAINAN KONGENITAL AKIBAT HORMONAL

MASKULINISASI PADA WANITA DENGAN KROMOSOM DAN GONAD WANITASindrom adrenogenital kongenital : sering ditemukan

Pengaruh virilisasi pleh androgen akibat gangguan metabolisme pada kelenjar adrenal

Kedua kelenjar adrenal membesar : hiperplasia dari zona retikularis, sedang zona glomerulosa kurang berkembang

Ovarium : folikel normal, tetapi bila tidak diobati aktivitas folikel mundur dan folikel primordial menghilang

Gangguan terletak pada biosintesis kortisol sehingga umpan balik tidak jalanGambaran klinik :

Waktu lahir : lipatan labium mayus kiri dan kana menjadi satu, klitoris membesar Di dalam lipatan yang menjadi skrotum tidak ada kelenjar kelamin

(7)

Uterus, tuba dan ovarium normal

Anak dapat tumbuh dengan cepat, tetapi pada umur 10 thn, epifisis menutup, pertumbuhan berhenti, sehingga cenderung pendek

Rambut pubis dan ketiak tumbuh cepat, tidak haid Untuk menegakkan diagnosis :

Kadar 17 ketosteroid dalam urin meningkat Kadar pregnanetriol urin meningkat

Gangguan keseimbangan elektrolit, turunnya natrium di serum Kromosom seks positif

Gambaran kromosom 46,XXPenanganan :

kortikosteroid

SINDROM FEMINISASI TESTIKULERGenotip pria dan fenotip wanitaGenitalia eksterna seperti wanitaSering ditemukan dalam suatu keluargaGangguan metabolisme endokrinTidak ditemukan kelainan kromosom

Klinis : ciri khas wanita, tetapi tidak mempunyai genitalia interna wanita, terdapat testis yang kurang tumbuh dan ditemukan di rongga abdomen, di kalais inguinalis atau di labium mayus

Testis tidak menunjukkan spermatogenesis

Mempunyai wajah wanita, tinggi, pertumbuhan mamma baikRambut pubis dan ketiak kurang atau tidak ada

Genitalia eksterna ada, tetapi vagina pendek atau menutup

PENGELOLAAN INTERSEKS

Tentukan morfologi alat genitalia eksterna dan ke arah mana berkembangnyaPemeriksaan kromatin pada anak kecil tidak terlalu diperlukan

Pengobatan hormonal saat dewasaPembedahan

(8)

SINDROM FEMINISASI TESTIKULAR

Sindrom feminisasi testikular (SFT) adalah salah satu bentuk pseudohermafroditisme. Kelainan ini terjadi pada 1 di antara 20.000-64.000 laki-laki yang dilahirkan. Individu tersebut karyotip 46XY, dengan genitalia eksterna perempuan. Akibatnya sebagian besar kasus luput dari deteksi slama periode neonatus. Secara genetik, hasil konsepsi akan berjenis laki-laki (XY) atau perempuan (XX) ditentukan pada saat pembuahan, apakah mengandung kromosom X atau Y. Kromosom Y yang membawa TDF (Testis

Determining Factor), memacu perkembangan gonad primer membentuk testis. Testis memproduksi hormon dehydroepiandosteron dan MIS (Mullerian Inhibiting Substance) yang secara aktif akan mempengaruhi perkembangan morfologi traktus genetalia. Sindrom ini akibat mutasi domain steroid binding pada reseptor androgen,

mengakibatkan reseptor tidak dapat mengikat androgen atau reseptor dapat mengikat androgen tapi tidak normal dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Insensitivitas

androgen disebabkan oleh adanya mutasi gen reseptor androgen yang terdiri atas 8 ekson, berlokasi pada kromosom X dekat sentromer antara Xq 13 dan Xp 11. Testosteron dan dehydroepiandrosteron diproduksi secara normal, tetapi reseptor di organ target tidak sensitif terhadap hormon tersebut sehingga alat kelamin luar dan tanda-tanda kelamin sekunder laki-laki tidak muncul. Sementara itu perkembangan kearah fenotip perempuan tumbuh secara pasif tanpa dipengaruhi hormon, oleh karena pada fase embryogenesis bila gonad tidak ada atau rusak maka perkembangan genitalia eksterna kearah perempuan. Kekurangan atau gangguan fungsi reseptor menyebabkan gejala klinik yang dapat dibedakan menjadi 6 kelainan: Sindrom feminisasi testikular komplit dan inkomplit, Sindrom reifenstein, Sindrom infertilitas laki-laki Sindrom terundervirilisasi fertilitas laki-laki, dan Spinal terkait-X dan atrofi otot bulbar. Pembedaan/klasifikasi digunakan berkaitan dengan perlakukan terapi meski tidak berpengaruh secara signifikan, karena sebagian besar terapinya tidaklah berbeda.

1) DIAGNOSIS

Diagnosis Sindrom Feminisasi Testikular dapat dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penilaian psikologis, kromosomal seks, dan hormon seks.

a) Anamnesis

Riwayat kehamilan: anamnesis harus meliputi semua endokrin pada ibu selama kehamilan, derajat maturitas/prematuritas umur kehamilan, serta hormon yang ibu konsumsi dari luar.

(9)

Riwayat keluarga: digunakan untuk menskrining beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anomali organ genital, pubertas dini, amenorrhea, infertilitas pada keluarga dekat atau keterkaitan keluarga. Virilisasi

(maskulinisasi) atau tampilan cushingoid (moon face/bengkak) pada ibunya, harus diperhatikan. Juga riwayat adanya kelainan yang tampak pada saat USG (Ultrasonografi) prenatal atau ketidaksesuaian kariotip fetus dengan genitalia pada saat USG.

b) Pemeriksaan fisik

Genitalia eksterna penderita sindrom feminisasi testikular adalah perempuan. Vagina tampak membesar dengan lubang vagina yang dangkal. Tanda-tanda seksual sekunder tampak pada membesarnya pinggul, payudara tumbuh dengan baik, namun rambut pubis dan aksila sangat tipis atau tidak ada. Testis dapat ditemukan didalam labia mayora, kanalis inguinalis ataupun intraabdominal. Pada gambar 3 ditunjukkan genitalia eksterna pasien dan falus yang merupakan sebutan untuk keambiguan genital pada pasien Sindrom Feminisasi Testikular.

c) Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi (USG): dilakukan pemeriksaan ada tidaknya uterus dan kedua adnexa, testis intraabdomen, pemeriksaan batas organ dalam abdomen, klitoris dan penampakan vagina.

d) Penilaian Psikologis

Penilaian psikologis dilakukan untuk memeriksa kecenderungan psikologis pasien ke arah perempuan atau laki-laki. Penilaian ini difungsikan nantinya untuk menentukan tindakan selanjutnya. Bila cenderung ke arah perempuan dengan konseling bersama keluarga dan pasien, dapat dilakukan orchidectomy dan vaginoplasti sebagai langkah pembedahan.

e) Kromosomal seks: Analisis dengan buccal smear menunjukkan kromatin seks negatif dengan jenis karyotip 46XY.

(10)

Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH.

Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen/Progesteron Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim.

Menurut data Kajian penatalaksanaan sidrom feminisasi testis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 1984-1994. Didapatkan sebagian besar pasien datang oleh karena belum haid (71,4%), usia antara 20-24 tahun (42,8%) dan belum menikah

(85,7%). Semua pasien yang ditanyakan mempunyai perasaan bahwa dirinya wanita. Payudara pasien 78,5% berkembang baik, tetapi tidak ada pasien yang putingnya berkembang serta rambut aksila dan pubis sebagian besar tidak tumbuh (57,2%). Ditemukan 21,5% kasus klitoris membesar, 64,3% mempunyai vagina berupa kantong buntu. Berdasarkan analisis hormonal didapatkan peningkatan FSH (42,8%), LH (64,3%), testosteron (50%), sedangkan estrogen rendah (64,3%). Laparoskopi dan orkidektomi sudah dilakukan pada 64,3% kasus dimana hasil pemeriksaan patologi anatomi menyatakan sesuai dengan testis, sedangkan lokasi testis terbanyak rongga abdomen (42,8%). Dari hasil tersebut di atas ternyata 57,1% merupakan SFT lengkap, 1 kasus (7,1%) data tidak lengkap untuk disimpulkan.

2) PENANGANAN

Penanganan Sindrom Feminisasi Testikular dapat dilakukan dengan orkhidektomi, ERT (Estrogen Replacement Therapy), dan Vaginoplasti.

a) Orkhidektomi

Adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat kedua testis. Hal ini dapat dilakukan melalui potongan skrotum (insisi scrotal) atau selangkangan (insisi inguinal).

Prosedur dimulai dengan melakukan penilaian pre-operatif klinis. Klinisi akan

mendiskusikannya dengan pasien. Pasien kemudian akan diikutkan beberapa tes secara rutin sebelum operasi dilaksanakan (mis. ECG, x-ray, tes darah). Pasien akan diminta untuk tidak makan, mengunyah atau merokok minimal selama 6 jam sebelum operasi. Pasien juga diharuskan untuk tidak minum selama 3 jam sebelum operasi. Pasien akan diberi inform consent mengenai kondisi kesehatan pasien pada hari itu secara umum, obat-obatan yang akan dikonsumsi dan ada tidaknya riwayat alergi serta komplikasi. Persetujuan wajib dimintakan pre operasi.

(11)

b) ERT (Estrogen Replacement Therapy)

Hormone replacement Therapy: (estrogen, progesteron, atau keduanya) diberikan pada wanita postmenstrual dan penyakit-penyakit hormonal. Hormone diberikan untuk mengganti estrogen yang tidak diproduksi oleh ovarium. Berikut adalah kondisi-kondisi yang menggunakan terapi penggantian estrogen sebagai bentuk terapi:

1) Kelainan yang menggunakan estrogen replacement therapy adalah; • Sindrom feminisasi testikular

• Anovulation • Atrophic rhinitis • Cystocele • Maskulinisasi • Osteoporosis • Hot flashes • Rhinitis • Urinary Incontinence • Vulvitis

2) Sedangkan hormone replacement therapy digunakan pada kelainan; • Penyakit autoimun

• Kolesterol tinggi • Hot flashes

• Keringat pada malam hari • Septo-Optic Dysplasia • Turner Syndrome • Vaginitis

c) Vaginoplasti

Indikasi mutlak dilakukannya Vaginoplasti pada kelainan vagina, sebagai berikut:

1. Tidak terbentuknya vagina yang disebut dengan atrisia atau agenesis vagina, sehingga secara fisik yang bersangkutan kerap diragukan identitasnya sebagai perempuan.

Untungnya kasus-kasus seperti ini sangat jarang.

2. Vagina yang hanya terbentuk sebagian (agenesis partial), vagina memiliki batas antara bagian atas dan bawah (septum transversal) atau kiri dan kanan (septum longitudinal) dan selaput dara tak memiliki lubang (himen inferforata). Begitu juga bila labia atau bibir vagina terlalu lebar atau malah mengalami perlekatan satu sama lain.

(12)

Kelainan-kelainan itu umumnya terjadi, sebagai berikut:

1. Secara bawaan akibat gangguan saat pembentukan dan pertumbuhan vagina. 2. Bisa juga didapat akibat infeksi, semisal keputihan menahun yang tidak ditangani secara tuntas.

3. Bisa juga karena trauma akibat persalinan di antaranya penonjolan dinding vagina bagian depan (sistokel), penonjolan dinding bagian belakang (rektokel), pelebaran saluran vagina maupun pelebaran mulut vagina (introitus vagina) karena adanya ruptura perinei (perobekan perineum).

Bukan tidak mungkin pula akibat terjadinya fistula atau ketidaknormalan antara vagina dengan saluran cerna maupun antara vagina dengan saluran kemih bawah (vesiko vagina fistula) yang membuat air kemih atau malah feses mencemari vagina. Normalnya, antara vagina dan lubang anus setidaknya berjarak 0.

Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alamu terhadap

kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan

kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan

kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya

diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin

A. Angka Kejadian

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan

(13)

kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil,

kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.

B.Faktor Etiologi

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

[1] Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.

Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat

dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

[2] Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu

(14)

organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot) [3] Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus

sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti

hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia. [4]Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama

kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan

kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang

dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

(15)

Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus

kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua

dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan

kongenital.

Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

C.Diagnosa

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko:

misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause. Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele.

(16)

Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia.

Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil D.Penanganan

Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.

Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

Referensi

Dokumen terkait