• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melatihkan Literasi Sains

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Melatihkan Literasi Sains"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. Judul

“Melatihkan Literasi Sains Siswa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi”

B. Bidang Kajian Pendidikan Kimia

C. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan lampiran peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 Tahun 2006 mengenai standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran IPA (Kimia) pada kurikulum 2006, disebutkan bahwasanya siswa harus dapat menunjukkan kemampuannya dalam menganalisis gejala alam (Permendikbud, 2013). Pernyataan tersebut menunjukkan kepada kita bahwa IPA bukan hanya penguasaan pengetahuan yang berupa konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, akan tetapi dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah.

Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena fenomena alam yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Pada taksonomi Bloom, literasi sains ini hampir sama dengan aplikasi konsep (C4) dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains menurut (PISA, 2000) adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

PISA (Programme For International Student Assessment) adalah studi internasional tentang prestasi literasi dan sains siswa. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organisatiom for Economy Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis. PISA melakukan penilaian setiap tiga tahun sekali, dimulai pada tahun 2000 dan dilanjutkan pada tahun 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Tujuan dari PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi dan literasi sains siswa negara-negara peserta (Balitbang, 2015). Literasi sains dirasa penting karena dapat mengembangkan beberapa kemampuan diri, salah satunya adalah mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah dipahami, serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar literasi sains memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuwan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

(2)

PISA (2003) menetapkan tiga dimensi besar literasi sains, yaitu: konten (pengetahuan sains), konteks (aplikasi sains) dan proses sains. Tiga kompetensi ilmiah yang diukur dalam literasi sains yaitu: (1) mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah; (2) menjelaskan fenomena ilmiah; (3) menggunakan bukti ilmiah.

Hasil studi PISA mengenai literasi sains menunjukkan bahwa, literasi sains siswa Indonesia dari beberapa tahun berada dibawah rata-rata skor internasional (Balitbang, 2015). Rendahnya rata-rata skor literasi sains siswa di Indonesia ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah masih mengabaikan pembentukan literasi sains siswa. Kondisi ini menuntut adanya perbaikan proses pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah. Karena proses pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah menjadi faktor utama yang menentukan mutu hasil belajar sains siswa (Toharudin, 2011).

Hal ini didukung pula dari hasil pra-penelitian kami pada tanggal 9 Juni 2015 di SMA Widya Dharma Surabaya, peneliti menyebarkan angket kepada 20 siswa dan dapat disimpulkan bahwa 85% siswa menganggap bahwa mata pelajaran kimia dirasa sulit untuk dipahami; 65% siswa mengatakan bahwa dalam belajar kimia tidak menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari, sehingga menyebabkan pembelajaran kimia menjadi kurang bermakna dimata siswa; 65% siswa menganggap bahwa materi laju reaksi adalah salah satu materi yang sulit dipahami. Hal ini diperkuat dengan hasil diskusi kami dengan guru mata pelajaran kimia di SMA Widya Dharma Surabaya yang mengatakan bahwa hanya 65% siswa yang mencapai nilai diatas KKM untuk materi ini. Hasil ini dianggap kurang memuaskan karena sekolah hanya menetapkan nilai KKM untuk mata pelajaran kimia adalah ≥ 70. Dari hasil penyebaran angket dan wawancara tersebut diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi ini.

Perbaikan proses pembelajaran menjadi salah satu solusi untuk mengatasi rendahnya literasi sains siswa Indonesia. Terdapat beberapa model yang bisa digunakan dalam melatihkan kemampuan literasi sains. Menurut Oktarisa (2012) model pembelajaran yang melatihkan kemampuan literasi sains adalah model pembelajaran berbasis inkuiri. Salah satu strategi pembelajaran sains menurut Sanjaya (2009) adalah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran ini dapat membantu siswa utuk menguasai konsep yang dipelajari. Siswa bisa terlibat secara aktif dalam menemukan konsepnya sendiri dengan bantuan yang diberikan oleh guru. Adanya pembelajaran ini membuat siswa bisa lebih mudah dalam mengingat apa yang telah dipelajari karena konsep yang diperoleh berasal dari

(3)

penemuannya sendiri. Dengan begitu, proses pembelajaran sains menjadi lebih bermakna bagi siswa dan juga dapat meningkatkan literasi sains siswa (Toharudin, 2011).

Dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan literasi sainsnya melalui observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Zuriyani, 2011).

Pembelajaran yang berbasis literasi sains dapat diterapkan dalam konsep kimia, karena kimia merupakan bagian dari sains. Dalam penelitian ini konsep kimia yang akan disampaikan adalah konsep faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Konsep faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi dirasa memenuhi tiga prinsip dasar dalam menentukan konten PISA yang dikemukakan oleh Hayat dan Yusuf (2010) yaitu: (1) Konsep yang diujikan harus relevan dengan situasi kehidupan yang nyata. Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat ditemukan dilingkungan atau kehidupan kita sehari-hari, contoh aplikasi dari lemari es dan pematangan buah pisang menggunakan karbit; (2) Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi diperkirakan masih akan terus digunakan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan; dan (3) Konsep harus berkaitan dengan kompetensi proses yaitu: (1) Mengidentifikasi isu ilmiah; (2) Menjelaskan fenomena ilmiah; dan (3) Menggunakan bukti ilmiah. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah salah satu konsep kimia yang bersifat kontekstual, artinya siswa dapat memahami makna materi yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut maka konsep laju reaksi dirasa cocok digunakan sebagai materi untuk melatihkan kemampuan literasi sains siswa.

Beberapa penelitian terdahulu yang cukup relevan dengan pembelajaran inkuiri dan juga literasi sains adalah diantaranya; penelitian oleh Islami (2013) yang menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan literasi sains siswa pada kategori sedang, namun secara statistik tidak berbeda signifikan antara rata-rata literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian Ngertini (2013) juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan literasi sains antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction).

(4)

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Melatihkan Literasi Sains Siswa melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Laju Reaksi”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan literasi sains siswa dengan menerapkan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi?

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa setelah diterapkannya strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan secara umum penelitian ini adalah untuk melatihkan literasi sains siswa. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi mengenai kemampuan literasi sains siswa dengan menerapkan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi.

2. Memperoleh informasi hasil belajar siswa setelah diterapkannya strategi strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi laju reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu pendidikan khususnya pendidikan kimia.

Secara empiris penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi Siswa

a. Siswa dapat melatih kemampuan literasi sains dengan baik. b. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran kimia.

c. Siswa lebih berminat dengan pelajaran kimia. d. Siswa mendapatkan pengalaman belajar bermakna. 2. Bagi Guru

a. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran sehingga pembelajaran kimia lebih menarik.

b. Sebagai sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

3. Bagi Peneliti

(5)

b. Dapat mengembangkan kemampuan melakukan penelitian.

c. Mendapatkan masukan mengenai keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing. 4. Bagi Sekolah

a. Penelitian ini memberikan sumbangan positif dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan khususnya literasi sains siswa.

b. Penelitian ini memberikan wacana baru bagi sekolah untuk menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai pembelajaran yang inovatif dan lebih tepat untuk meningkatkan literasi sains siswa.

5. Bagi Dunia Pendidikan

Strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran inovatif.

G. Definisi Operasional, Asumsi dan Batasan Masalah 1. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi terjadi kesalahan dalam menafsirkan judul atau permasalahan, maka peneliti perlu memberikan definisi sebagai berikut:

a. Literasi Sains

Literasi sains yaitu kemampuan seseorang dalam memahami serta mengaplikasikan suatu konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang dapat dikembangkan dalam literasi sains adalah siswa mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah dipahami, serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengukuran literasi sains, PISA menetapkan tiga dimensi besar literasi sains, yakni konten sains, konteks sains, dan proses sains. Konten sains merujuk pada konsep-konsep ilmiah yang diperlukan untuk memahami fenomena alam atau kejadian yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Konteks aplikasi sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-sehari-hari. Proses sains merujuk pada metode ilmiah yang digunakan siswa untuk menjawab suatu pertanyaan atau dalam memecahkan masalah. Tiga kompetensi ilmiah yang diukur dalam literasi sains yaitu: (1) mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah; (2) menjelaskan fenomena ilmiah; (3) menggunakan bukti ilmiah. Literasi sains siswa dikatakan baik jika nilai yang diperoleh siswa adalah  70 (Toharudin, 2011). b. Inkuiri Terbimbing

Inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran berbasis inkuiri yang menekankan keterlibatan aktif peserta didik dalam pembelajaran untuk

(6)

membangun pengertian dan pengetahuan yang baru. Metode inkuiri terbimbing digunakan untuk siswa yang belum berpengalaman belajar dengan metode inkuiri, untuk menemukan suatu konsep siswa memerlukan bimbingan bahkan memerlukan pertolongan guru sedikit demi sedikit. Langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri: 1) Orientasi; 2) Merumuskan Masalah; 3) Mengajukan Hipotesis; 4) Mengumpulkan Data; 5) Menguji Hipotesis dan 6) Merumuskan Kesimpulan (Sanjaya, 2009).

c. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan dinilai dalam periode tertentu. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah, karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi (Sudjana, 2006). Hasil belajar dikatakan baik jika siswa memperoleh nilai  70.

d. Laju Reaksi

Laju reaksi merupakan materi kimia yang diajarkan di SMA Kelas XI semester gasal. Kompetensi Dasar dalam materi ini adalah menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi melalui percobaan dan menjelaskan pengaruh faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi terhadap laju reaksi. Indikator yang harus dicapai oleh siswa adalah mengidentifikasi pertanyaan ilmiah; Menjelaskan fenomena ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah. Materi laju reaksi erat kaitannya dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari atau yang ada di dalam lingkungan sekitar kita, sehingga materi laju reaksi ini cocok digunakan untuk melatihkan literasi sains siswa. Konsep faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi dirasa memenuhi tiga prinsip dasar dalam menentukan konten PISA yang dikemukakan oleh Hayat dan Yusuf (2010) yaitu: (1) Konsep yang diujikan harus relevan dengan situasi kehidupan yang nyata. Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat ditemukan dilingkungan atau kehidupan kita sehari-hari, contoh aplikasi dari lemari es dan pematangan buah pisang menggunakan karbit; (2) Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi diperkirakan masih akan terus digunakan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan; dan (3) Konsep harus berkaitan dengan kompetensi proses yaitu: (1) Mengidentifikasi isu ilmiah; (2) Menjelaskan fenomena ilmiah; dan (3)

(7)

Menggunakan bukti ilmiah. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah salah satu konsep kimia yang bersifat kontekstual, artinya siswa dapat memahami makna materi yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut maka konsep laju reaksi dirasa cocok digunakan sebagai materi untuk melatihkan kemampuan literasi sains siswa.

2. Asumsi

Dalam penelitian ini hal-hal yang diasumsikan adalah:

a. Siswa dalam menjawab soal bersikap objektif berdasarkan kemampuan yang dimiliki.

b. Pengamat dalam melakukan pengamatan bersikap obyektif. 3. Pembatasan Masalah

a. Penelitian ini akan dilakukan empat kali pertemuan. Dengan rincian agenda, pertemuan pertama pemberian materi pengaruh Konsentrasi terhadap laju reaksi. Pertemuan kedua diberikan materi pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Pertemuan ketiga diberikan materi pengaruh luas permukaan dan pertemuan keempat diberikan materi pengaruh katalis terhadap laju reaksi.

b. Dimensi literasi sains yang diukur yaitu : konten (pengetahuan sains), konteks (aplikasi sains) dan proses sains.

(8)

H. Kajian Pustaka

1. Teori Konstruktivis

Teori belajar yang mendasari pembelajaran Inkuiri adalah teori belajar kontruktivis. Teori belajar ini dikembangkan oleh Piaget. Menurut Piaget, pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Sejak kecil, menurut Piaget, setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya. Skema itu secara terus-menerus diperbarui dan diubah melalui proses asimilasi dan akomodasi (Toharudin, 2011).

Menurut Arifin (2000) pandangan belajar menurut paham konstruktivisme adalah:

a) Suatu proses dimana pengetahuan diperoleh dengan jalan mengkaitkan informasi baru kepada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (Prior knowledge) secara individual.

b) Pengetahuan baru memiliki beragam makna tergantung pada bagaimana pengetahuan itu diperoleh.

c) Internalisasi dari suatu pengetahuan terjadi bila seorang menangkap informasi baru, setelah dikaitkan dengan pengetahuan yang lama tidak cocok, terjadi miskonsepsi dan kondisi disequilibrium.

d) Belajar merupakan konteks sosial yang menstimulasi untuk mendapatkan kejelasan.

e) Berbahasa memberi dorongan orang untuk berpikir. 2. Teori Belajar Kognitivisme

Teori kognitivisme mementingkan proses belajar dibandingkan dengan hasil belajar. Dalam teori ini lebih menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamnnya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan proses internal yang mencakup ingatan, retensi pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Ada beberapa teori belajar berbasis kognitivisme antara lain, teori kognitif Gestalt dan teori kognitif Piaget. Gestalt memandang bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Sedangkan Teori perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif

(9)

membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman -pengalaman dan interaksi – interaksi mereka.

3. Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.

Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran (Sanjaya, 2011).

4. Strategi Pembelajaran Inkuiri a) Pengertian Inkuiri

Inkuiri artinya mencari kebenaran, informasi, dan pengetahuan dengan bertanya atau mencari tahu. Pada dasarnya rasa ingin tahu manusia ini sudah ada sejak lahir. Proses pembelajaran menjadi kunci utama siswa untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Proses pembelajaran inkuiri adalah salah satu cara yang melibatkan siswa secara aktif untuk membangun pengertian dan pengetahuan yang baru. Pengetahuan tersebut, bagi siswa, dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dan mengembangkan solusi atau mendukung pandangan tertentu terhadap suatu masalah. Pembelajaran berbasis inkuiri dapat membantu siswa untuk lebih kreatif dan berpikir luas (Toharudin, 2011).

(10)

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mendorong siswa agar dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran diberikan secara tidak langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar (Suyanti, 2010).

Metode inkuiri terbimbing biasanya digunakan bagi siswa-siswa yang belum berpengalaman belajar dengan menggunakan metode inkuiri. Pada tahap permulaan diberikan lebih banyak bimbingan, sedikit demi sedikit bimbingan itu dikurangi seperti yang dikemukakan oleh Zuriyani (2011), bahwa dalam usaha menemukan suatu konsep siswa memerlukan bimbingan bahkan memerlukan pertolongan guru setapak demi setapak. Siswa memerlukan bantuan untuk mengembangkan kemampuannya memahami pengetahuan baru. Walaupun siswa harus berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi pertolongan guru tetap diperlukan.

Ciri utama pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2011) adalah:

1) Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya siswa ditempatkan sebagai subjek belajar sehingga mampu menemukan sendiri inti dari materi pelajaran.

2) Seluruh aktivitas dilakukan oleh siswa diarahkan untuk menemukan jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan sehingga timbul rasa percaya diri. Dalam hal ini guru adalah sebagai fasilitator atau motivator belajar bagi siswa. 3) Tujuan dari strategi pembelajaran inkuiri terbimbing adalah mengembangkan

kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Pembelajaran berbasis inkuiri akan efektif apabila:

1) Seorang guru harus berusaha agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan jadi proses belajar lebih penting daripada konten materi pelajaran.

2) Bahan pembelajaran merupakan sebuah kesimpulan yang perlu dibuktikan. 3) Proses pembelajaran dimulai dari rasa ingin tahu siswa tehadap sesuatu. 4) Siswa memiliki kemauan dan kemampuan berpikir

5) Agar mudah dikendalikan, maka jumlah siswa sebaiknya tidak terlalu banyak 6) Guru seharusnya memiliki waktu yang banyak untuk melakukan pendekatan

yang berpusat pada siswa (Sanjaya, 2011).

(11)

1) Berorientasi pada pengembangan intelektual

Proses pembelajaran inkuiri memiliki tujuan utama dalam pengembangan kemampuan berpikir dan berorientasi pada proses belajar.

2) Prinsip Interaksi

Interaksi siswa dengan guru yang berperan sebagai pengatur lingkungan dan pengatur interaksi belajar merupakan proses pembelajaran. Dan guru harus dapat mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. 3) Prinsip Bertanya

Guru diharapkan berperan sebagai penanya yang handal dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk semakin banyak berpikir dan bertanya dengan kritis.

4) Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar untuk memikirkan sesuatu yang memaksimalkan seluruh potensi otak. 5) Prinsip Keterbukaan

Tugas guru sebagai fasilitator adalah dengan memberikan ruang untuk siswa dalam mengemukaan pendapatnya juga analisisnya terhadap hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya (Sanjaya, 2011).

Secara umum langkah-langkah dalam strategi pembelajaran inkuiri terdiri dari enam tahap sebagai berikut:

1) Orientasi

Langkah orientasi merupakan langkah pembinaan suasana belajar yang kondusif dan responsif. Guru memberikan rangsangan dan mengajak siswa untuk memecahkan sebuah permasalahan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi adalah menjelaskan topik, tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai oleh siswa, menjelaskan kegiatan pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pembelajaran, menjelaskan pentingnya topik yang akan dipelajari dan kegiatan belajar sebagai motivasi bagi siswa.

2) Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang diberikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir, teka-teki dalam inkuiri harus merupakan konsep yang jelas dan pasti. Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa.

3) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Guru harus dapat memberikan pertanyaan yang membuat siswa

(12)

berhipotesis untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan hipotesis tersebut harus diuji kebenarannya.

4) Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data membutuhkan motivasi yang kuat dalam belajar, ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Tugas guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk mencari informasi yang dibutuhkan

5) Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis merupakan proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data sehingga guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir rasional siswa. Artinya, kebenaran jawaban bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.

6) Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk memperoleh kesimpulan (Suyanti, 2010 dan Sanjaya, 2011).

5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri

Menurut Suyanti (2010) pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan kelemahan disajikan dalam Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri

No Kelebihan Kelemahan

1. Dianggap membantu siswa dalam mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa

Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini

2. Strategi penemuan

membangkitkan gairah siswa

Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar 3. Memberi kesempatan pada

siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya

Harapan yang dilimpahkan pada

strategi ini mungkin

mengecewakan guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan

(13)

No Kelebihan Kelemahan

perencanaan dan pengajaran secara tradisional

4. Siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya

Metode ini dianggap terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang diperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan

5. Membantu memperkuat pribadi siswa

Fasilitas untuk mencoba ide-ide mungkin belum lengkap

6. Strategi berpusat pada anak Strategi pembelajaran inkuiri sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa

7. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat dan menemukan kebenaran akhir dan mutlak

Strategi pembelajaran inkuiri akan sulit dilakukan jika berbenturan dengan kebiasaan belajar siswa

8. Strategi pembelajaran inkuiri dianggap lebih bermakna. Dalam pembelajaran inkuiri

menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif, apektif dan psikomotorik secara seimbang

Untuk menerapkan strategi

pembelajaran inkuiri

memerlukan waktu yang relatif panjang.

9. Strategi pembelajaran inkuiri memberikan ruang gerak kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka

Jika yang diukur dalam pembelajaran di kelas adalah pengusaan materi pelajaran, strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh guru

10. Strategi pembelajaran inkuiri sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman.

(14)

No Kelebihan Kelemahan 11. Strategi pembelajaran inkuiri

dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

12. Strategi inkuiri mengembangkan berbagai macam kompetensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa

Berdasarkan pembahasan mengenai strategi pembelajaran inkuiri dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran inkuiri berpusat pada siswa yang lebih menekankan pada proses belajar di kelas daripada hasil belajar. Proses pembelajaran inkuiri menekankan pada aktivitas siswa di kelas dengan mengikuti tahap orientasi, penyajian masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan perumusan kesimpulan. Sedangkan pada pembelajaran inkuiri terbimbing, penyajian masalah dapat diberikan oleh guru atau bersumber dari buku teks.

6. Literasi Sains

a) Pengertian Literasi Sains

Literasi sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin yaitu literatus yang artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan, dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut C.E de Boer (1991) dalam Toharudin (2011), orang pertama yang menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart Hurt dari Stanford University. Menurut Hurt, Science literacy berarti tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat (Toharudin, 2011).

Literasi sains menurut (PISA, 2000) adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena fenomena alam yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari akan menciptakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu. Pada taksonomi Bloom,

(15)

literasi sains ini hampir sama dengan aplikasi konsep (C4) dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan yang dapat dikembangkan dalam literasi sains adalah salah satunya mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah dipahami, serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar literasi sains memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuwan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Pada PISA 2009 definisi literasi sains tidak berbeda dengan PISA 2006, hanya saja pada PISA 2009, domain sikap tidak dimasukan dalam tes item seperti terlampir pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Tes Item PISA 2009

(PISA, 2010) Berdasarkan pembahasan mengenai literasi sains dapat diambil sebuah definisi mengenai literasi sains yaitu kemampuan seseorang dalam menguasai konsep sains dan kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep-konsep sains tersebut dalam kesehariannya untuk mengambil sebuah keputusan dalam bertindak maupun bersikap terhadap lingkungan sekitarnya.

b) Dimensi Literasi Sains

PISA 2000 dan 2003 menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yakni aspek konten sains, konteks sains, dan proses sains. PISA 2006 mengembangkan dimensi literasi sains menjadi empat dimensi, tambahannya yaitu aspek sikap siswa akan sains (OECD, 2007).

Empat dimesi besar literasi sains tersebut adalah: 1) Aspek Konten Sains

Aspek konten sains merujuk pada konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami fenomena alam. PISA tidak membatasi konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains di sekolah, tapi juga termasuk

(16)

pengetahuan yang dapat diperoleh dari sumber lain. Dalam hal ini konten sains yang dinilai adalah merupakan pokok bahasan dari materi laju reaksi pada sub materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

2) Aspek Konteks Sains

Aspek konteks sains menurut PISA, lebih menekankan pada aplikasi konsep-konsep sains pada kehidupan sehari-hari. Konteks sains yang digunakan pada PISA (2000) terdiri dari kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, bahaya, sains dan teknologi. Dalam hal ini konteks sains yang dinilai adalah aplikasi dari materi laju reaksi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

3) Aspek Proses

Proses sains didefinisikan sebagai aktivitas yang berpusat pada kemampuan untuk memperoleh, menafsirkan dan bertindak atas bukti. Lima proses dalam OECD/PISA adalah:

a. Mengenali pertanyaan ilmiah b. Mengidentifikasi bukti c. Menarik kesimpulan

d. Mengkomunikasikan kesimpulan

e. Menunjukkan pemahaman konsep ilmiah c) Kompetensi Literasi Sains

Ada tiga kompetensi ilmiah yang diukur dalam literasi sains.

1. Pertama, mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah: mengenali masalah yang mungkin untuk penyelidikan ilmiah, mengidentifikasi kata kunci untuk mencari informasi ilmiah, Indikator literasi sainsnya yaitu mengenali fitur kunci dari penyelidikan ilmiah. Indikator pencapaian yang dinilai pada kompetensi ini adalah ketepatan dalam menuliskan hasil pengamatan pada percobaan. Kompetensi ini melatih kemampuan siswa untuk mengidentifikasi fakta berdasarkan hasil dari percobaan, sehingga siswa mengetahui hasil dari suatu reaksi kimia.

2. Kedua, menjelaskan fenomena ilmiah: menerapkan ilmu pengetahuan dalam situasi tertentu, menggambarkan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan memprediksi perubahan, mengidentifikasi deskripsi yang tepat, memberikan penjelasan, dan prediksi. Indikator pencapaian yang dinilai pada kompetensi ini adalah pemahaman siswa terhadap materi, untuk mengukur sejauh mana siswa memahami suatu konsep sehingga dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ketiga, menggunakan bukti ilmiah: menafsirkan bukti lmiah dan membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan, mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan di balik kesimpulan, berkaca pada implikasi sosial dari ilmu pengetahuan dan

(17)

perkembangan teknologi (Toharudin, 2011). Indikator pencapaian yang dinilai dalam kompetensi ini adalah ketepatan siswa dalam menuliskan kesimpulan. d) Literasi Sains dalam Kimia

Menurut standar kompetensi lulusan yang terdapat pada Kurikulum (2006), terdapat dua tujuan mata pelajaran kimia di sekolah yang sejlan dengan literasi sains, yaitu:

1) Kemampuan untuk dapat mengembangkan pengalaman agar dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

2) Mengembangkan kemampuan bernalar untuk memahami hukum dasar serta menggunakan konsep kimia untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari

Dengan dua tujuan dari pelajaran kimia diatas, diharapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dapat menciptakan lingkungan pembelajaran demi tercapainya tujuan pelajaran kimia tersebut. Untuk itu sebagai seorang guru tentu kita harus memiliki wawasan pembelajaran seperti apa yang bisa diaplikasikan agar kemampuan literasi sains siswa dapat meningkat. Komponen-komponen pembelajaran mulai dari perencanaan, proses dan evaluasi harus dikuasai oleh guru agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

e) Prinsip-prinsip penting dalam pembelajaran untuk melatihkan literasi sains Menurut Oktarisa (2012) prinsip-prinsip penting yang harus ada dalam sebuah pembelajaran yang bertujuan untuk melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa antara lain:

1) Membuat pembelajaran lebih konseptual, sehingga siswa mampu mengintegrasikan konsep dengan kehidupan sehari-hari. Setelah siswa memahami konsep, siswa dituntun agar dapat melihat aplikasi dari konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

2) Agar siswa lebih termotivasi dalam belajar, maka guru harus dapat menyediakan pembelajaran yang interaktif.

3) Buat pembelajaran lebih konseptual, siswa selalu terpapar dengan informasi dan peristiwa terbaru yang terjadi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.

(18)

4) Buat topik yang dipelajari ada kaitannya dengan isu sosial yang sedang hangat dibicarakan.

5) Siswa diajak untuk memahami topk-topik secara lebih mendalam sehingga siswa benar-benar mengerti mulai dari konsep sampai aplikasi mengenai topik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima prinsip diatas adalah hal-hal minimal yang harus ada dalam sebuah pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan literasi sains.

7. Laju Reaksi

Kecepatan suatu laju reaksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini materi yang digunakan yaitu faktor luas permukaan dan faktor suhu. a) Faktor Luas Permukaan terhadap Laju Reaksi

Pengaruh faktor luas permukaan berlaku untuk reaksi yang melibatkan zat padat dan gas, zat padat dan zat cair, dan termasuk kasus dimana zat padat berlaku sebagai katalis. Semakin zat padat terbagi menjadi bagian kecil-kecil, semakin cepat reaksi berlangsung. Peluang zat-zat untuk saling berinteraksi adalah semakin besar ketika permukaan-permukaan yang saling berinteraksi/bersentuhan semakin besar, walaupun tidak semua sentuhan menyebabkan terjadinya reaksi. Dengan demikian, laju reaksi akan semakin cepat jika luas bidang sentuh semakin besar.

Padatan berbentuk serbuk halus menghasilkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan bongkahan zat padat walaupun dengan massa yang sama. Hal ini dikarenakan padatan berbentuk serbuk memiliki luas permukaan bidang sentuh yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng ayau butiran. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:

Gambar 2.1 Semakin kecil ukuran zat, luas permukaan semakin besar (Justiana, 2009) Sesuai dengan Gambar 2.1 dapat diketahui jika ukuran partikel suatu benda semakin kecil, maka akan semakin banyak jumlah total permukaan benda tersebut. Oleh karena itu, luas permukaan semakin banyak maka kemungkinan terjadinya

(19)

tumbukan antarpermukaan partikel semakin sering dan kemungkinan terjadinya sutu reaksi semakin besar. Sehingga dapat diketahui bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan luas permukaan reaktan (Sugiharto, 2007).

b) Faktor Suhu terhadap Laju Reaksi

Suatu partikel dikatakan dapat bereaksi apabila ketika antar partikel itu bertumbukan. Jika dilakukan pemanasan suatu zat, maka partikel-partikelnya akan bergerak lebih cepat sehingga frekuensi tumbukan akan semakin besar.

Gambar 2.2 : Tumbukan Antar Partikel pada (a) Suhu Rendah dan (b) Suhu Tinggi

(Justiana, 2009) Tumbukan – tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi energi minimum yang diperlukan disebut dengan energi aktivasi (Ea).

Gambar 2.3 : Energi Partikel dan Suhu

(Glencoe science, 2009) Pada gambar 2.3 hanya partikel aksiran yang akan bereaksi ketika partikel-partikel itu bertumbukan. Sebagian besar dari partikel-partikel tidak memiliki energi yang cukup dan tidak menghasilkan reaksi. Untuk memperbesar laju reaksi, harus meningkatkan jumlah partikel-partikel energik, yaitu partikel- yang memiliki energi yang sama atau lebih besar dari energi aktivasi.

Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah dan semakin cepat gerakannya maka akan semakin besar

(20)

energi kinetiknya. Ketika molekul-molekul bertumbukan, sebagian dari energi kinetiknya diubah menjadi energi vibrasi. Jika energi kinetik awalnya besar, molekul yang bertumbukan akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Putusnya ikatan merupakan langkah pertama pembentukan produk. Jika energi kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan terpental tetapi masih utuh. Dari segi energi, ada semacam energi tumbukan minimum yang harus tercapai agar reaksi terjadi. Untuk bereaksi, molekul yang bertumbukan harus memiliki energi kinetik total sama dengan atau lebih besar dari pada energi aktivasi (activation energy) (Ea), yaitu jumlah minimum energi yang diperlukan untuk mengawali reaksi kimia.Apabila energinya lebih kecil dari pada energi aktivasi, molekul tetap utuh dan tidak ada perubahan akibat tumbukan. Spesi yang terbentuk sementara oleh molekul reaktan sebagai akibat tumbukan sebelum membentuk produk dinamakan kompleks teraktifkan (activated complex) atau juga dinamakan keadaan transisi. Ketika energinya kinetik yang dimiliki besar akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari energy aktivasi (Ea). Dengan demikian, lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain laju reaksi menjadi lebih besar (Chang, Raymond: 2005).

Banyak reaksi berlangsung dua kali lebih cepat jika suhu dinaikkan 100C. Hal itu menunjukkan bahwa jumlah molekul pereaksi yang mencapai energi pengaktifan menjadi dua kali lebih banyak pada kenaikan suhu 100C. Dengan demikian, apabila laju reaksi awalnya diketahui, kita dapat memperkirakan besarnya laju reaksi berdasarkan kenaikan suhunya.

c) Faktor Katalis terhadap Laju Reaksi

Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan tujuan untuk memperbesar laju reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang tetap (permanen). Dengan kata lain pada akhir reaksi katalis umumnya akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi. Energi minimum yang diperlukan disebut dengan energi aktivasi (Ea). Bagaimana hubungan antara katalis dengan laju reaksi? Telah dipahami bahwa untuk meningkatkan laju reaksi harus

(21)

ditingkatkan jumlah tumbukan-tumbukan yang berhasil. Salah satu alternatif cara untuk mewujudkan upaya itu adalah dengan menurunkan energi aktivasi.

Gambar 2.5: Energi aktivasi reaksi berkatalis dan tanpa katalis

(Glencoe science, 2009) Penambahan katalis kepada suatu reaksi memberikan perubahan yang berarti pada energi aktivasi. Katalis menyediakan suatu tahap atau rute alternatif bagi suatu reaksi. Rute alternatif ini memiliki energi aktivasi rendah. Adanya katalis meyebabkan jumlah tahap reaksi bertambah, karena katalis ikut serta di dalam suatu tahap dan terbentuk kembali dalam salah satu tahap berikutnya.

Tanpa Katalis: A + B  AB + C Dengan Katalis: K + BC  KB + C KB + A  AB + K

A+ BC  AB + C

Dengan adanya katalis laju reaksi diperbesar dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat dan umumnya terjadi karena adanya tahap-tahap reaksi yang baru. Kehadiran katalis dapat merubah laju reaksi dengan kelipatan 10 kali (Sugiarto, 2007).

8. Penelitian yang Relevan

a. Penelitian Islami (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing yang berorientasi pada literasi sains dapat meningkatkan literasi sains siswa pada kategori sedang.

b. Penelitian Ngertini (2013) menunjukkan bahwa pemahaman konsep dan literasi sains siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction).

(22)

c. Penelitian Haristy (2011) menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis literasi sains mengalami peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

d. Penelitian Fitriani menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model inkuiri dapat melatihkan kemampuan literasi sains siswa.

e. Gormally et al. (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh pembelajaran berbasis inkuiri terhadap literasi sains dan kepercayaan diri mahasiswa biologi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat lebih meningkatkan literasi sains mahasiswa dan kepercayaan diri mahasiswa secara signifikan, walaupun kelas konvensional mengalami peningkatan kepercayaan diri yang lebih baik dari kelas eksperimen. Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk meningkatkan literasi sains.

f. Hasil penelitian Holbrook (2009) menunjukkan bahwa literasi sains adalah cara terbaik untuk mengajarkan ilmu pengetahuan.

(23)

9. Kerangka konseptual

Fakta

1.Penyampaian materi didominasi Teacher-Centered yang berpusat pada guru, sehingga siswa tidak dapat membangun konsepnya sendiri.

2.65% siswa belajar kimia tanpa menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari, sehingga menyebabkan pembelajaran kimia menjadi kurang bermakna dimata siswa 3. Hasil studi PISA menunjukkan literasi

sains siswa Indonesia berada dibawah skor rata-rata

4. Literasi Sains masih belum dilatihkan kepada siswa

Harapan

1.Dengan model pembelajaran inkuiri diharapkan siswa dapat menemukan sendiri konsep dalam pembelajaran kimia, sehingga konsep tersebut dapat masuk ke memori jangka panjangnya, sehingga pembelajaran dikatakan bermakna

2. Siswa dapat menerapkan materi yang telah dipelajari disekolah dalam kehidupan sehari-hari

3. Literasi Sains dapat dilatihkan kepada siswa.

Identifikasi Masalah

1. Guru masih menekankan perannya sebagai penyampai materi, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna dimata siswa, karena siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran.

2. Pembelajan kimia belum melatihkan kemampuan literasi sains siswa dengan baik

Penelitian yang sesuai

1. Penelitian Islami (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing yang berorientasi pada literasi sains dapat meningkatkan literasi sains siswa pada kategori sedang.

2. Penelitian Ngertini (2013) menunjukkan bahwa pemahaman konsep dan literasi sains siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction).

3. Penelitian Haristy (2011) menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis literasi sains mengalami peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Teori

1. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa (Toharudin, 2011).

2. Teori kognitivisme menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamnnya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Solusi

Menerapkan model pembelajaran inkuiri yang dapat melatihkan kemampuan literasi sains dan hasil belajar siswa pada materi

(24)

I. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-experimental. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas saja tanpa adanya kelas pembanding.

J. Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Widya Dharma tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 19 orang.

K. Desain Penelitian

Desain rancangan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah One Shot Case Study. Dimana tes dilakukan sebanyak satu kali di akhir pertemuan dan penelitian ini dilakukan selama empat kali pertemuan. Secara sederhana, desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(Sugiyono, 2013) Keterangan :

X = Perlakuan yang diberikan

O = Kemampuan literasi sains, hasil belajar siswa L. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Widya Dharma pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.

M. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus

Silabus adalah garis besar bahan pengajaran atau program pengajaran yang sifatnya umum. Silabus berisi tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian hasil belajar. Komponen yang ada didalam silabus adalah standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (PP No.19 th 2005 Pasal 20).

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang selanjutnya disingkat dengan RPP adalah perangkat pembelajaran yang dibuat guru untuk bahan acuan pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Komponen RPP terdiri dari: satuan pendidikan, deskripsi mata pelajaran, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, ringkasan materi pembelajaran, model pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penilaian.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa atau yang selanjutnya disingkat dengan LKS adalah perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pegangan siswa pada saat kegiatan

(25)

praktikum atau penyelidikan konsep. LKS berisi materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu: konsentrasi, suhu, dan luas permukaan. Komponen LKS terdiri dari: Kompetensi Inti, Kompetensi dasar, indikator, fenomena, dan metode ilmiah.

N. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Soal Tes Literasi Sains

Tes literasi sains digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa ditinjau dari aspek konten sains, konteks sains, dan proses sains. Tes literasi sains berupa tes pilihan ganda dengan materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Selanjutnya untuk mengukur aspek proses sains. Berbeda dengan soal-soal yang biasa kita jumpai dalam buku-buku teks. Soal-soal literasi sains memiliki beberapa karakteristik tertentu. Pertama, soal-soal yang mengandung konsep tidak langsung terkait dengan konsep-konsep dalam kurikulum manapun, tetapi lebih diperluas. Kedua, soal-soal literasi sains menyediakan sejumlah informasi atau data dalam berbagai bentuk penyajian untuk diolah oleh siswa yang akan menjawabnya. Ketiga, soal-soal literasi sains meminta siswa menghubungkan informasi dalam soal. Keempat, soal-soal literrasi sains mencakup konteks aplikasi yang dapat dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari (Rustaman, 2006b). Dalam penelitian ini tes literasi sains dilakukan sebanyak empat kali pertemuan pada tiap akhir proses pembelajaran. 2. Soal Tes Hasil belajar Siswa

Lembar tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui ranah kognitif siswa pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi setelah diterapkannya strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

3. Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

Lembar pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan dan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan dikelas saat proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Lembar pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran ini didesain sesuai dengan strategi pembelajaran yang digunakan saat penelitian yaitu strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

4. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

Lembar pengamatan aktivitas siswa ini digunakan untuk mengetahui keaktifan siswa saat proses pembelajaran. Ini perlu dilakukan karena didalam strategi

(26)

pembelajaran inkuiri siswa adalah tokoh utama yang harus berperan didalam proses pembelajaran (student center). Aktivitas siswa yang dinilai oleh pengamat antara lain: mendengarkan penjelasan guru, membaca (mencari informasi), bertanya kepada guru, bertanya kepada siswa lain, menyampaikan ide/pendapat.

O. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Perencanaan

a. Melakukan pra penelitian ke sekolah untuk mengetahui gambaran mengenai pembelajaran yang sering dilakukan dikelas dengan cara wawancara dengan guru kimia, dan menyebar angket pra penelitian kepada siswa.

b. Membuat kesepakatan dengan guru kimia mengenai waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian, serta menyiapkan peralatan dan bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran.

c. Menyusun perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran yang terdiri dari:

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2) Lembar Kerja Siswa

d. Menyusun instrumen penelitian yang digunakan dalam proses penelitian yang terdiri dari:

1) Tes Literasi Sains 2) Hasil belajar siswa

3) Lembar pengamatan aktivitas siswa

4) Lembar pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran 3. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Siswa diberi materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dalam empat kali pertemuan. Pada pertemuan pertama siswa diberikan materi pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Pertemuan kedua diberikan materi pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Pertemuan ketiga diberikan materi pengaruh luas permukaan dan pertemuan keempat diberikan materi pengaruh katalis terhadap laju reaksi. Pada saat pembelajaran berlangsung, pengamat mengamati aktivitas siswa melalui lembar pengamatan aktivitas siswa dan keterlaksanaan sintaks pembelajaran. Setelah dilakukan proses pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing, dilakukan tes literasi sains untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa. Pada akhir pembelajaran diberikan tes hasil belajar, tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkannya strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

(27)

Setelah data yang diperoleh pada tahap pelaksanaan terkumpul, langkah yang selanjutnya adalah dilakukan analisis untuk mengetahui hasil penelitian yang dilakukan yakni meliputi: kemampuan literasi sains siswa, hasil belajar siswa, keterlaksanaan sintaks pembelajaran, dan juga aktivitas siswa

P. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Tes Literasi Sains

Metode tes literasi sains bertujuan untuk mengumpulkan data berupa hasil tes literasi sains untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa ditinjau dari aspek konten dan konteks sains, dan aspek proses sains pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Tes literasi sains ini dilakukan dengan pemberian soal dua tahap. Tahap pertama tes digunakan untuk mengukur aspek konten dan konteks sains, dan tahap yang selanjutnya untuk mengukur aspek proses sains. Tes literasi sains dilakukan pada akhir proses pembelajaran sesudah diterapkannya strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Metode Pengamatan

Metode pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari: pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan pengamatan aktivitas siswa.

Q. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Tes Literasi Sains

Analisis tes literasi sains siswa dilakukan dengan melihat hasil skor yang diperoleh dalam mengerjakan soal tes literasi sains yang ditinjau dari aspek konten sains, konteks sains, dan proses sains. Selanjutnya, skor yang diperoleh siswa tersebut dikonversikan dalam bentuk nilai literasi sains yang ditinjau dari aspek konten sains, konteks sains, dan juga proses sains yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai yang diperoleh = skor yang diperole h siswaskor maksimal

(Riduwan, 2013) Setelah diperoleh nilai literasi sains siswa kemudian nilai tersebut di kategorikan dengan kriteria penguasaan literasi sains siswa sebagai berikut:

(28)

Nilai Kategori 81-100 Sangat Baik 61-80 Baik 41-80 Cukup 21-40 Kurang 1-20 Sangat Kurang (Riduwan, 2013) Pada penelitian ini, literasi sains siswa dikatakan baik jika siswa mendapatkan nilai  70 atau pada kriteria baik.

2. Analisis Tes Hasil Belajar Siswa

Analisis hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil perhitungan tes hasil belajar siswa pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. perhitungan dilakukan dengan mencari persentase hasil belajar siswa baik secara individu maupun secara klasikal. Seorang siswa dikatakan hasil belajarnya baik apabila nilai yang yang diperoleh  70 atau pada kriteria baik.. Perhitungan hasil belajar siswa dapat diperoleh dengan memasukkan kedalam rumus berikut ini:

Nilai siswa = skor yang diperole h siswatotal skor maksimum

Hasil perhitungan yang didapatkan dapat dikategorikan kedalam interval nilai dan predikat dibawah ini:

Tabel 3.2 Interval Nilai Hasil Belajar

Nilai Kategori 81-100 Sangat Baik 61-80 Baik 41-80 Cukup 21-40 Kurang 1-20 Sangat Kurang (Riduwan, 2013) 3. Analisis Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

Data keterlaksanaan sintaks pembelajaran ini digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Keterlaksanaan sintaks pembelajaran di kelas diamati melalui lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola kelas dan menjalankan pembelajaran berdasarkan RPP yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan. Adapun kriteria penilaian untuk keterlaksanaan pembelajaran diadaptasi dari riduwan 2011 dan disajikan dalam tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Pengelolaan Pembelajaran oleh Guru

(29)

Skor Kriteria 4 Sangat baik 3 Baik 2 Cukup 1 Kurang baik 0 Tidak dilakukan (Riduwan, 2011) Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mencari rata-rata penilaian dari masing-masing aspek yang diamati. Selanjutnya, hasil tersebut dianalisis menggunakan konversi skor keterlaksanaan sintaks pembelajaran.

Skor Keterlaksanaan = Ʃ skor yang diperole h

Ʃ total skor aspek penilaian x 100%

Selanjutnya skor keterlaksaan tersebut kemudian dimasukkan kedalam kriteria keterlaksanaan sintaks pembelajaran dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran

No Batasan Kriteria 1 0% < x  25% Kurang 2 25% < x  50% Sedang 3 50% < x  75% Cukup 4 75% < x  100% Baik (Adaptasi Sudjana, 2006) Sintaks pembelajaran dikatakan efektif apabila kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berada pada kriteria cukup dan baik.

4. Analisis Data Aktivitas Siswa

Data aktivitas siswa ini digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Analisis data aktivitas siswa dapat dilihat dari lembar pengamatan aktivitas siswa yang dinilai oleh pengamat pada saat proses pembelajaran. Data yang diperoleh dianalisis dan diubah kedalam bentuk persentase dengan persamaan sebagai berikut:

NP = Σ frekuensi yang didapat siswa

Skor kr iterium X 100%

(Riduwan, 2011) Keterangan:

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M (2000). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung:

Aunurrahman (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Balitbang. (2015). Survei Internasional PISA. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan kebudayaan (online).

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa (diakses tanggal 4 Januari 2015)

Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The Exercise of Control. W. H. Freeman and Company, New York

Bybee, R. W. (2009). PISA’S 2006 Measurement of Scientific Literacy: An Insider’s Perspective for the U.S. A Presentation for the NCES PISA Research Conference. Washington: Science Forum and Science Expert Group

Gormally, et al. (2009). Effects of Inquiry-based learning on students’ science literacy skills and confidence”. Journal for the scholarship of teaching and learning. 3, (2), 1931-4744

Hayat, B. Dan Yusuf S. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Islami. (2013). Pembelajaran Inkuiri terbimbing Untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Kepercayaan Diri Siswa pada Konsep Larutan Asam Basa. UPI Bandung: tidak diterbitkan

Justiana, S. (2009). Kimia 2 Sesuai Standar Isi 2006 KTSP. Jakarta: Yudhistira

Permendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republika Indonesia Nomor 23 Tahu 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Unuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasioal

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. (2015). Pedoman Penelitian Mahasiswa EDISI 01. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Ngertini, W. (2013). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuri Terbimbing terhadap Kemampuan Pemahamaan Konsep dan Literasi Sains Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Amlapura. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha

OECD. (2000). Measuring Student Knowledge and Skills: The PISA 2000 Assessment of Reading, Mathematical and Scientific Literacy. tidak diterbitkan

(31)

OECD. (2007). Executive Summary PISA 2006: Sceince Competencies for Tomorrow’s World: tidak diterbitkan

OECD. (2015). Draft Science Framework. tidak diterbitkan

Oktarisa, Yuvita. (2012). Makalah Literasi Sains. (Online)

https://vivitmuzaki.wordpress.com/2012/07/09/literasi-sains/, diakses 11 Oktober 2015.

Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang. (2015). Survei Internasional PISA. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Rustaman, N. Y. (2006b). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 dan 2003. Seminar Sehari

Hasil Studi Internasional Prestasi Peserta Didik Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, Dan Membaca. Jakarta: Puspendik

Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

Sudjana, Nana. (2006). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sugiharto, Bambang dkk.2007. Kimia Dasar I. Surabaya: Unesa University Press

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Suyanti, R. D. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu (online).

https://ppmplp.files.wordpress.com/2010/10/strategi-pembelajaran-kimia.pdf

(diakses tanggal 29 Mei 2015)

Suyono dan Hariyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rodakarya Toharudin, U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Pesserta Didik. Bandung :

humaniora

(32)

Wenning, J Carl. (2007). “Assessing Inquiry Skills As A Component of Scientific Lietracy”. Journal of Physics Teacher Education. (Online)

Zuriyani, Elsy. (2011). Strategi pembelajaran inkuiri pada Mata Pelajaran IPA. Palembang: Widiyaiswara BDK Palembang (online).

http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/umvt1331613361.pdf (diakses tanggal 29 Mei 2015)

Zuriyani, Elsy. (2011). Literasi Sains dan Pendidikan. Palembang: Widiyaiswara BDK Palembang (online).

http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/wagj1343099486.pdf (diakses

Gambar

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri
Gambar 2.1 Tes Item PISA 2009
Gambar 2.2 : Tumbukan Antar Partikel pada (a) Suhu Rendah  dan (b) Suhu  Tinggi
Gambar 2.5: Energi aktivasi reaksi berkatalis dan tanpa katalis
+3

Referensi

Dokumen terkait

IMPLEMENTASI MOD EL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN D IRI SISWA D ALAM AKTIVITAS SENAM AEROBIK.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas tahun 2017 menunjukkan bahwa waktu kejadian paling sering terjadi kecelakaan selama tahun 2017 di Kabupaten Pati adalah

Sedangkan defisiensi atau kekurangan hormon melatonin akan menyebabkan kesulitan tidur atau insomnia, tidur tidak nyenyak, pembesaran prostat, depresi, kelelahan, siklus haid

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI KERJA GURU DI SMK PGRI 2 CIMAHI.. Uni versitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Μελετήθηκε στο εργαστήριο στους 25 °C η επίδραση της πυκνότητας των προνυμφών κατά την ανάπτυξή τους: (1) στην επιβίωση και διάρκεια ανάπτυξης

a. Keterbukaan informasi tentang transaksi efek di bursa efek oleh semua perusahaan efek dan semua pihak. Ketentuan ini wajib memuat persyaratan kererbukaan kepada Ketua

Jika sebuah layer ditampilkan, dengan cara mencentang kotak kecil sebelum nama layer pada kotak Table Of Contents, maka ArcMap akan menampilkan layer tersebut pada jendela Data

Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal dari menyusun teks eksplanasi, model pembelajaran yang dapat diterapkan sebagai alternatif dalam meningkatkan