• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Tambahan Mengenai ATP Dan WTP Dalam Ekonomi Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Materi Tambahan Mengenai ATP Dan WTP Dalam Ekonomi Kesehatan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MEMBAYAR

ANALISIS KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MEMBAYAR

TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA KULI

TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA KULI

BANGUNAN

BANGUNAN

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada kesehatannya tentu akan mempunyai

kesehatannya tentu akan mempunyai demand demand yang lebih tinggi akan status kesehatannya. Pendekatan ekonomiyang lebih tinggi akan status kesehatannya. Pendekatan ekonomi menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja. Pelayanan kesehatan merupakan menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja. Pelayanan kesehatan merupakan suatu

suatu input input dalam menghasilkan haridalam menghasilkan hari –  – hari sehat dengan berbasis pada konsep produksi, pelayanan kesehatanhari sehat dengan berbasis pada konsep produksi, pelayanan kesehatan

merupakan salah satu input yang digunakan untuk proses produksi yang menghasilkan merupakan salah satu input yang digunakan untuk proses produksi yang menghasilkan kesehatan.

kesehatan. Demand  Demand terhadap pelayanan kesehatan tergantung terhadapterhadap pelayanan kesehatan tergantung terhadap demand demand akan kesehatan (Trisnantoro,akan kesehatan (Trisnantoro, 2006).

2006).

Kegiatan pengembangan dan operasional sarana pelayanan kesehatan primer dipastikan membutuhkan biaya. Kegiatan pengembangan dan operasional sarana pelayanan kesehatan primer dipastikan membutuhkan biaya. Biaya dapat berasal dari bermacam-macam sumber, misalnya pemerintah, sumbangan maupun dari klien. Biaya dapat berasal dari bermacam-macam sumber, misalnya pemerintah, sumbangan maupun dari klien.  Namun

 Namun demikian demikian seringkali seringkali kita kita tidak tidak mengetahui mengetahui besaran besaran biaya biaya yang yang dibutuhkan dibutuhkan untuk untuk kegiatan-kegiatankegiatan-kegiatan tersebut, juga berapa besar tarif yang akan diberlakukan di sarana tersebut. Kebijakan penetapan tarif tanpa tersebut, juga berapa besar tarif yang akan diberlakukan di sarana tersebut. Kebijakan penetapan tarif tanpa memperhitungkan besarnya biaya satuan (

memperhitungkan besarnya biaya satuan ( unit unit cost cost ) setiap pusat pendapatan akan mengakibatkan kerugian yang) setiap pusat pendapatan akan mengakibatkan kerugian yang tidak kecil.

tidak kecil.

Kegiatan analisis biaya mencakup analisis jumlah, sumber d

Kegiatan analisis biaya mencakup analisis jumlah, sumber d an komponen biaya. Analisis biaya ini dimaksudkanan komponen biaya. Analisis biaya ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai biaya total, sumber pembiayaan, komponen biaya serta biaya satuan. untuk memperoleh informasi mengenai biaya total, sumber pembiayaan, komponen biaya serta biaya satuan. Untuk melakukan penetapan tarif rasional diperlukan pemahaman mengenai konsep dan jenis biaya, pengertian Untuk melakukan penetapan tarif rasional diperlukan pemahaman mengenai konsep dan jenis biaya, pengertian analisis biaya, manfaat analisis biaya, manfaat analisis biaya, metode dan cara perhitungan dalam melakukan analisis biaya, manfaat analisis biaya, manfaat analisis biaya, metode dan cara perhitungan dalam melakukan analisis biaya,

analisis biaya, cost cost  Recovery Rate, Abillity to pay Recovery Rate, Abillity to pay , konsep, konsep demand demand dandanelastisitaselastisitas, serta konsep pentarifan. Untuk , serta konsep pentarifan. Untuk  mendapatkan suatu ukuran kemampuan membayar dan kemauan membayar suatu keluarga atau masyarakat mendapatkan suatu ukuran kemampuan membayar dan kemauan membayar suatu keluarga atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dapat ditelusuri dari

terhadap pelayanan kesehatan dapat ditelusuri dari pendapatan atau pengeluaran keluarga tersebut.pendapatan atau pengeluaran keluarga tersebut.

B. Tujuan B. Tujuan

1. Mengukur kemampuan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam 1. Mengukur kemampuan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam membiayai pelayanan kesehatan.

membiayai pelayanan kesehatan.

2. Mengukur kemauan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam 2. Mengukur kemauan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam membiayai pelayanan kesehatan.

membiayai pelayanan kesehatan.

C. Manfaat C. Manfaat

1. Mengetahui kemampuan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam 1. Mengetahui kemampuan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam membiayai pelayanan kesehatan.

membiayai pelayanan kesehatan.

2. Mengetahui kemauan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam 2. Mengetahui kemauan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam membiayai pelayanan kesehatan.

membiayai pelayanan kesehatan.

BAB II BAB II

(2)

TINJAUAN PUSTAKA A. Ability to Pay (ATP)

Ability To Pay(ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk pemenuhan terhadap kebutuhan sehari-hari dari pendapatan rutin. Secara garis besar ATP dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu ATPNon food expenditure, ATPnon esensial expenditure, dan ATPesensial expenditure. Dalam konsep ATP, besar kemapuan membayar untuk pelayanan kesehatan adalah jumlah pengeluaran untuk barang non esensial tersebut. Asumsinya adalah kalau seseorang mampu mengeluarkan belanja untu k barang – barang non esensial maka tentu ia  juga mampu mengeluarkan biaya untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya essensial (Adisasmita, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP, yaitu : 1. Harga barang (Biaya Kesehatan)

Kecenderungan biaya kesehatan yang konsisten dalam kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan dapat disebabkan antara lain oleh :

a. Kenaikan yang tajam dalam biaya pelayanan kesehatan, termasuk obat-obatan. b. Perubahan dalam struktur penduduk.

c. Peningkatan utilisasi dari berbagai jenis pelayanan kesehatan.

d. Peningkatan kualitas tindakan medis, termasuk teknik pengujian dan diagnosis lanjut yang semakin canggih, perlengkapan alat bantu, transplantasi organ dan teknologi perawatan kesehatan lain yang semakin maju.

2. Pendapatan konsumen

Biaya pelayanan kesehatan umumnya meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan. Disamping biaya dokter umumnya dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi pasien, responden yang berpendapatan tinggi cenderung lebih sering dan lebih ekstensif dalam pelayanan kesehatan, responden yang berpendapatan tinggi  juga lebih sering memeriksa dan memelihara kesehatan dibanding kelompok responden yang berpendapatan rendah. Begitu pula dengan biaya pelayanan kesehatan, mereka menuntut lebih banyak pelayanan lanjutan sehingga biaya kesehatan lebih tinggi faktor yang mempengaruhinya antara lain, pengetahuan dan kesadaran terhadap kesehatan dari kelompok responden yang memiliki pendapatan tinggi lebih baik dibandingkan yang  berpendapatan lebih rendah.

3. Jumlah anggota keluarga

Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin banyak pula kebutuhan untuk memenuhi kesehatannya dan secara otomatis akan semakin banyak alokasi dana dari penghasilan keluarga per bulan yang harus disediakan.

(Faiz, 2006)

Dua batasan ATP yang dapat digunakan sbb:

a. ATP 1 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan 5 % dari pengeluaran pangan non esensial dan non makanan. Batasan ini didasarkan bahwa pengeluaran untuk non makanan dapat diarahkan untuk keperluan lain, termasuk untuk kesehatan.

(3)

b. ATP 2 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan jumlah pengeluaran untuk  konsumsi alkohol, tembakau, sirih, pesta/upacara. Batasan ini didasarkan kepada pengeluaran yang sebenarnya dapat digunakan secara lebih efesien dan efektif untuk kesehatan. Misalnya dengan mengurangi pengeluaran alkohol / tembakau / sirih untuk kesehatan.

(Adisasmita, 2008)

B. Willingnes to Pay (WTP)

Willingness to payatau dikenal dengan WTP, yaitu besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk  kesehatan. Data pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan didalam data susenas dapat digunakan sebagai proksi terhadap WTP.

Faktor – faktor yang mempengaruhi WTP, yaitu : 1. Harga barang

2. Pendapatan

Bila seseorang responden mempunyai pendapatan yang semakin meningkat tentunya kemauan membayar tarif pelayanan kesehatan pun semakin besar. Hal ini disebabkan karena alokasi biaya kesehatan lebih besar sehingga akan memberikan kemampuan dan kemauan yang lebih be sar pula untuk  membayar tarif pelayanan kesehatan tersebut.

3. Selera

4. Persepsi terhadap barang/jasa (variabel non ekonomi)

Kondisi hubungan antara tarif resmi pelayanan kesehatan yang berlaku dengan menyertakan fakor  – faktor ATP dan biaya operasional.

1. Tarif lebih kecil dari ATP

Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat baik, karena tarif yang diberlakukan ternyata lebih kecil dari daya beli masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa dan barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain.

2. Tarif hampir sama dengan ATP

Pada kondisi ini pemakai jasa berkemampuan hampir sama dengan tarif yang diberlakukan, tidak semua masyarakat mampu membeli jasa dana barang tersebut, ada kemungkinan sebagian masyarakat yang menggunakan alternatif lainnya.

3. Tarif lebih besar dari ATP

Apabila terjadi kondisi seperti ini maka kemampuan dari masyarakat sangat jelek, karena tarif yang diberlakukan ternyata lebih besar dari daya beli masyarakat, maka sebagian besar masyarakat tidak mampu membeli barang atau jasa yang ditawarkan (Hadi, 2008).

Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP dan ATP, kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif yang terdapat pada gambar di bawah ini :

(4)

Gambar 1. Kurva ATP dan WTP 1. ATP lebih besar dari WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap  jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebutchoiced riders.

2. ATP lebih kecil dari WTP

Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebutcaptive riders.

3. ATP sama dengan WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut (Depkes, 2000).

Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem pelayanan kesehatan. Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Pengguna (User )

2. Operator (Pelayanan Kesehatan) 3. Pemerintah ( Regulator )

(5)

Gambar 2. Kondisi ATP Lebih Rendah dari Tarif Berlaku

Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut:

1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP.

2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan kesehatan, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan.

3. Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai tarif baru (Depkes, 2000).

BAB III

METODE PRAKTIKUM A. Deskripsi Sasaran

Sasaran pengukuran kemampuan dan kemauan dalam membayar pelayanan kesehatan adalah kuli bangunan. Kuli bangunan adalah seseorang yang bekerja untuk membangun bangunan seperti perumahan, perkantoran, maupun gedung lainnya. Kuli bangunan biasanya bekerja hanya pada saat ada panggilan untuk bekerja saja, bila tidak ada panggilan bekerja maka mereka tidak bekerja. Kuli bangunan mendapat upah di hitung per minggunya, rata-rata upah kuli bangunan adalah Rp 245.000 sampai Rp 280.000 per minggunya. Lama bekerja kuli  bangunan pada suatu proyek tergantung selesainya pengerjaan proyek pembangunan tersebut. Sasaran  pengukuran kemampuan dan kemauan membayar pelayanan kesehatan yang dilakukan pada kuli bangunan  berjumlah 40 orang tersebar pada beberapa daerah yaitu Banyumas, Cilacap, dan Cirebon.

B. Deskripsi Kesulitan Pengambilan Data

Proses pengambilan data terhadap responden dilakukan pada tanggal 15 November sampai 4 Desember 2010 yang tersebar di berbagai daerah. Pada proses pengambilan data, tim mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan yang dialami diantaranya pencarian responden yang sulit, karena pada saat mereka istirahat, kita melakukan kegiatan perkuliahan sehingga tidak bisa ditemui, dan harus mencari kuli bangunan ke rumahnya langsung. Sehingga masing-masing anggota tim harus pulang ke rumah asal untuk mencari kuli bangunan di sekitar  rumahnya. Ada juga kuli bangunan yang dapat ditemui di tempat pekerjaan, namun karena tidak didampingi istrinya sehingga ketika ditanya tentang biaya pengeluaran rumah tangga secara rinci kurang mengetahuinya, karena yang mengelola pengeluaran rumah tangga adalah sang istri, suami hanya memberikan sejumlah uang untuk pengeluaran rumah tangga.

(6)

C. Pembagian Tugas dalam Tim

 No Nama Tanggal Kegiatan

1 Fakih Hidayat 15 November-4 Desember 2010 5-10 Desember 2010 11-12 Desember 2010

Pencarian dan pengumpulan data Mencari referensi

Menyusun laporan 2 Ari Indah K 15 November-4

Desember 2010 5-10 Desember 2010 11-12 Desember 2010

Pencarian dan pengumpulan data Mencari referensi

Menyusun laporan 3 Feri Yuda A 15 November-4

Desember 2010 5-10 Desember 2010 11-12 Desember 2010

Pencarian dan pengumpulan data Input data SPSS

Menyusun laporan 4 Desi Damayanti 15 November-4

Desember 2010 5-10 Desember 2010 11-12 Desember 2010

Pencarian dan pengumpulan data Input data SPSS

Menyusun laporan 5 Imma Hibatul M 15 November-4

Desember 2010 5-10 Desember 2010 11-12 Desember 2010

Pencarian dan pengumpulan data Mencari referensi Menyusun laporan 6 Sudiono 15 November-4 Desember 2010 5-10 Desember 2010 11-12 Desember 2010

Pencarian dan pengumpulan data Mencari referensi

Menyusun laporan

BAB IV HASIL

A. Karakteristik Respoden

Hasil analisis dengan menggunakan software SPSS dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan distribusi frekuensi menurut daerah asal, jenis kelamin, umur, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendidikan. a. Daerah asal responden

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan daerah asal

 No Daerah

Jumlah responden Persentase (%)

(7)

2

Cilacap

14

35

3

Cirebon

4

10

Total

40

100

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui sebagian besar (55%) responden berasal dari daerah Banyumas, dan paling sedikit (10%) dari daerah Cirebon.

 b. Jenis kelamin responden

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin

 No Jenis kelamin

Jumlah responden

Persentase (%)

1

Laki-laki

40

100

2

Perempuan

0

0

Total

40

100

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui semua responden yang bekerja sebagai kuli bangunan berjenis kelamin laki-laki.

c. Umur responden

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden menurut umur 

 No Umur (tahun)

Jumlah responden

Persentase (%)

1

30-39

18

45

2

40-49

17

42,5

3

50-59

4

10

4

60-69

1

2,5

Total

40

100

Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar (45%) responden berumur antara 30 -39 tahun, kemudian diikuti (42,5%) responden berumur 40-49 tahun, responden yang berumur 50-59 tahun (10%), dan hanya (2,5%) responden yang berumur 60-69 tahun.

d. Jumlah anggota keluarga responden

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

 No Jumlah

Anggota

keluarga responden

Jumlah responden

Persentase (%)

1 < 4

12

30

2 = 4

28

70

Total

40

100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (70%) responden mempunyai jumlah anggota keluarga lebih  besar sama dengan 4 orang, hanya (30%) responden yang mempunyai anggota keluarga kurang dari 4 orang.

(8)

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan

 No Pendidikan responden

Jumlah responden

Persentase (%)

1

SD

22

55

2

SMP

13

32,5

3

SMA

5

12,5

Total

40

100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (55%) responden yang bekerja sebagai kuli bangunan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah hanya tamat SD, sedangkan yang tamat SMP (32,5%) dan (12,5%) responden tamat SMA.

B. ATP

Tabel 4.6 Rata-rata pengeluaran pangan dan non pangan per bulan

 No Jenis Pengeluaran

Rata-rata

pengeluaran

 perkapita perbulan (Rp)

I

Pengeluaran Pangan

a. padi-padian

151.000,00

 b. umbi-umbian

2.850,00

c. ikan

33.300,00

d. daging

42.000,00

e. telur dan susu

39.700,00

f. sayuran

70.900,00

g. kacang-kacangan

11.100,00

h. buah-buahan

19.100,00

i. minyak dan lemak

34.300,00

. bahan minuman

44.700,00

k. bumbu-bumbu

31.400,00

l. konsumsi lain

11.100,00

m. makanan dan minuman

41.400,00

n. tembakau / sirih

80.000,00

Jumlah

612.850,00

II

Pengeluaran Non Pangan

a. perumahan

0,00

 b. listrik/telepon/gas

70.000,00

c. pemeliharaan rumah

0,00

d. aneka barang

60.500,00

e. pendidikan keluarga

37.300,00

f. kesehatan

9.600,00

g. pakaian

1.575,00

h. bahan tahan lama

1.500,00

i. arisan

25.300,00

. iuran/sumbangan

2.950,00

k. rekreasi

0,00

l. perawatan kecantikan

2.537,50

(9)

n. pajak

7.413,75

o. asuransi kesehatan

625,00

 p. asuransi pendidikan

0,00

q. keperluan pesta

30.500,00

Jumlah

257.776,25

Tabel 4.6 dapat diketahui rata-rata pengeluaran pangan responden satu bulan sebesar Rp 612.850,00 dan  pengeluaran non pangan responden dalam satu bulan sebesar Rp 257.776,25.

Tabel 4.7 Rata-rata pengeluaran rumah tangga responden

 No Rata-rata

pengeluaran

rumah

tangga

responden (Rp)

 Nilai

1

2

3

4

5

Jumlah

responden

Rata-rata

pengeluaran

rumah

tangga

Standar

deviasi

Pengeluaran

rumah

tangga

terendah

Pengeluaran rumah tangga tertinggi

40

904.000

262.853,419

436.400

1.419.700

Tabel di atas dapat menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran responden dalam satu bulan adalah Rp 904.000, dengan standar deviasi Rp 262.853,419. Pengeluaran rumah tangga responden yang terendah adalah Rp 436.400, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 1.419.700.

Tabel 4.8 kategori pengeluaran rumah tangga responden

 No

Rata-rata pengeluaran

Jumlah

Persentase (%)

1

2

<

904.000

= 904.000

19

21

47,5

52,5

Total

40

100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (52,5%) memiliki pengeluaran rumah tangga tangga yang lebih besar sama dengan pengeluaran rumah tangga rata-rata responden yaitu Rp 904.000. Sedangkan 47,5% responden memiliki pengeluaran rumah tangga yang kurang dari Rp 904.000.

Tabel 4.9 ATP responden terhadap pelayanan kesehatan

 No

ATP Pelayanan Kesehatan

Nilai

1

Jumlah responden

40

2

Rata-rata ATP

19.500

3

Standar deviasi ATP

10.312,493

4

ATP minimum

6.050

(10)

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 40 responden, rata-rata kemampuan membayar pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500, dengan standar deviasi Rp 10.312,493. Kemampuan membayar pelayanan kesehatan minimum adalah Rp 6.050, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 50.675.

C. WTP

Tabel 4.10 Kesedian membayar responden terhadap pelayanan kesehatan

 No Kesediaan Membayar

Jumlah

Persentase (%)

1

Ya

26

65

2

Tidak

14

35

Total

40

100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (65%) bersedia membayar tarif pelayanan kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap, dan sisanya (35%) tidak bersedia membayar tarif pelayanan kesehatan.

Tabel 4.11 WTP rawat jalan

 No

WTP Rawat Jalan

Nilai

1

Jumlah responden

40

2

Rata-rata WTP

3.875

3

Standar deviasi WTP

5.575,530

4

WTP minimum

0

5

WTP maksimum

35.000

Dari tabel 4.11 dapat diketahui rata-rata kemauan membayar responden terhadap pelayanan kesehatan rawat  jalan adalah Rp 3.875, dengan standar deviasi Rp 5.575,530. Kemauan membayar minimum adalah Rp 0,

sedangkan yang maksimum adalah Rp 35.000. Tabel 4.12 WTP rawat inap

 No

WTP Rawat Inap

Nilai

1

Jumlah responden

40

2

Rata-rata WTP

77.800

3

Standar deviasi WTP

81.074,119

4

WTP minimum

0

5

WTP maksimum

300.000

Dari tabel di atas dapat diketahui rata-rata kemauan membayar responden terhadap tarif pelayanan kesehatan rawat inap (3-5 hari) adalah Rp 77.800, dengan standar deviasi Rp 81.074,119. Kemauan membayar minimum adalah Rp 0, sedangkan yang maksimum adalah Rp 300.000.

BAB V

PEMBAHASAN

Daerah asal yang dijadikan sampel dalam responden ini yaitu Banyumas, Cilacap dan Cirebon, sebagian besar  yaitu 22 orang dari 40 responden responden berasal dari Banyumas. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua

(11)

responden berjenis kelamin laki-laki sebagai kepala keluraga yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan. Responden lebih banyak berumur antara 30-39 tahun. Jumlah anggota keluarga responden sebagian besar (70%)  berjumlah lebih dari sama dengan 4 orang. Responden kebanyakan mempunyai tingkat pendidikan akhir SD yaitu sejumlah 22 orang. Sebagian besar responden (52,5%) mempunyai pengeluaran rumah tangga dalam satu  bulan lebih dari sama dengan Rp 904.000. ATP responden rata-rata adalah Rp 19.500 dengan menggunakan

rumus pada software SPSS :

ATP = (pengeluaran pangan non esensial + pengeluaran non pangan) x 5%

Tarif pelayanan kesehatan menurut responden rata-rata mengatakan Rp 5.000 atau Rp 6.000, sebagai contoh tarif di daerah Cilacap yaitu Rp 6.000, dengan rata-rata ATP sebesar Rp 19.500, artinya nilai tarif lebih kecil dari pada nilai ATP. Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat baik, karena tarif yang diberlakukan ternyata lebih kecil dari daya beli masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa dan barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain. Penghasilan juga mempengaruhi kemampuan membayar pelayanan kesehatan. Meningkatnya jumlah pendapatan maka memiliki kecenderungan  pula meningkatnya jumlah biaya pengeluaran rumah tangga. Sebagaian besar responden yang memiliki  pengeluaran rumah tangga lebih dari sama dengan Rp 904.000, dengan nilai ATP rata-rata responden sebesar Rp 19.500 maka dapat dikatakan mampu membayar pelayanan kesehatan dengan tarif yang sudah ditetapkan tersebut.

Pendapatan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh dalam kesediaan membayar pelayanan kesehatan, meningkatnya pendapatan akan meningkatkan disposable incomeatau pendapatan untuk konsumsi bukan pajak. Bila seseorang responden mempunyai pendapatan yang semakin meningkat tentunya kemauan membayar tarif   pelayanan kesehatan pun semakin besar. Hal ini disebabkan karena alokasi biaya kesehatan lebih besar sehingga

akan memberikan kemampuan dan kemauan yang lebih besar pula untuk membayar tarif pelayanan kesehatan tersebut. Sebanyak 21 responden (52,5%) memiliki pengeluaran rumah tangga tangga yang lebih besar sama dengan pengeluaran rumah tangga rata-rata responden yaitu Rp 904.000. Sedangkan 19 responden (47,5%) responden memiliki pengeluaran rumah tangga yang kurang dari Rp 904.000. Hal ini sejalan dengan kemauan responden dalam membayar pelayanan kesehatan, sebanyak 26 responden (65%) bersedia membayar pelayanan kesehatannya.

Rata-rata kemampuan membayar pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500. Kemampuan membayar pelayanan kesehatan minimum adalah Rp 6.050, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 50.675. Hasil analisis menunjukan  bahwa rata- rata responden mau membayar pelayanan rawat jalan dengan biaya Rp 3.875, jadi bila dibandingkan

dengan kemampuan membayar pelayanan kesehatan, masyarakat mampu membayar namun tidak mau untuk  membayar (masyarakat ATP namun tidak WTP) maka pelayanan kesehatan termasuk underutilization. Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif  rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders. Faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi tersebut adalah persepsi responden terhadap kualitas pelayanan kesehatan kurang memuaskan. Selain itu, selera responden dalam mengakses pelayanan kesehatan berbeda-beda. ATP yang didapat lebih besar dari WTP, jadi dapat diperkirakan pendapatan responden lebih besar dari pengeluaran responden sehingga responden mampu untuk mengakses pelayanan kesehatan (rawat jalan). Harga barang dan jasa juga dapat mempengaruhi kondisi ini, jika harga barang dan jasa (pelayanan kesehatan rawat jalan) rendah maka responden mampu mengakses  pelayanan kesehatan tersebut.

Rata-rata kemampuan membayar pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500. Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata responden mau membayar pelayanan rawat inap dengan biaya Rp 77.800, jadi bila dibandingkan dengan kemampuan membayar pelayanan kesehatan, masyarakat mau membayar namun tidak mampu untuk membayar  (masyarakat WTP namun tidak ATP) maka pelayanan kesehatan termasuk overutilization. Kondisi ini menunjukan bahwa keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders.Faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi tersebut adalah persepsi responden terhadap kualitas pelayanan kesehatan khususnya rawat inap sudah memuaskan. Selain itu, selera responden tinggi dalam mengakses pelayanan kesehatan (rawat inap) karena responden sadar terhadap status kesehatannya, tetapi kemampuan responden rendah. . Harga barang dan jasa juga dapat mempengaruhi kondisi ini, jika harga barang dan jasa (pelayanan kesehatan rawat inap) tinggi maka responden tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan tersebut.

(12)

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

1. Kemampuan membayar masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan terhadap  pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500.

2. Kemauan membayar masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan terhadap  pelayanan kesehatan terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Pelayanan kesehatan rawat jalan sebesar Rp 3.875  b. Pelayanan kesehatan rawat inap sebesar Rp 77.800

B. Saran

Sebaiknya pihak pemberi pelayanan kesehatan melakukan studi pengukuran ATP dan WTP dengan cermat pada masyarakat dalam menentukan tarif pelayanan yang akan diberikan, agar tarif yang diberikan tidak  memberatkan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Wiku. 2008. Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan . FKM UI: Jakarta.

http://staff.blog.ui.ac.id/wiku-a/files/2009/02/rpd-penyelenggaraan-pelayanan-kesehatan-swasta.pdf. Diakses tanggal 6 Desember 2010.

 Depkes. 2000. Pedoman Penetapan Premi JPKM. www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 30 November 2010. Faiz, Achmad.2006. Studi Kemampuan Kemauan Membayar di Kota Surabaya.http://diplomasipil.its.ac.id/ejournal/Artikel-3%20Faiz%20JP%2008-06.pdf. Diakses tanggal 8 Desember 2010.

Hadi, Yudariansyah. 2008. Analisis Keterjangkauan Daya beli Masyarakat Terhadap Tarif Bersih (PDAM)  Kota Malang (Studi Kasus perumahan Sarwojajar) . http://eprints.undip.ac.id/5263/1/Hadi.pdf. Diakses tanggal

6 Desember 2010.

Trisnantoro, L. 2006. Memahami Penggunaaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit . Gadjah Mada Univesity Press: Jogjakarta.

LAMPIRAN

Alamat Responden

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Banyumas 22

55.0

55.0

55.0

Cilacap

14

35.0

35.0

90.0

Cirebon

4

10.0

10.0

100.0

Total

40

100.0

100.0

(13)

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 40

100.0

100.0

100.0

kategori responden menurut umur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 30-39 18

45.0

45.0

45.0

40-49 17

42.5

42.5

87.5

50-59 4

10.0

10.0

97.5

60-69 1

2.5

2.5

100.0

Total 40

100.0

100.0

kategori menurut jumlah anggota keluarga responden

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid kurang dari 4

12

30.0

30.0

30.0

lebih dari sama dengan

4

28

70.0

70.0

100.0

Total

40

100.0

100.0

Pendidikan Terakhir responden

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid SD

22

55.0

55.0

55.0

SMP 13

32.5

32.5

87.5

SMA 5

12.5

12.5

100.0

Total 40

100.0

100.0

Descriptive Statistics

 N

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

konsumsi

padi-padian

responden

dalam

1

 bulan

40

14000

285600

1.51E5

56674.965

konsumsi umbi-umbian

responden

dalam

1

 bulan

40

0

20000

2850.00 5356.759

konsumsi

ikan

responden

dalam

1

 bulan

40

0

120000

3.33E4

29257.111

konsumsi

daging

responden

dalam

1

 bulan

40

0

176000

4.20E4

44788.363

konsumsi telur dan susu

responden

dalam

1

 bulan

40

0

140000

3.97E4

32843.154

konsumsi sayur-sayuran

responden

dalam

1

 bulan

40

28000

140000

7.09E4

27497.051

(14)

konsumsi

kacang-kacangan

responden

dalam 1 minggu

40

4000

35000

1.11E4

5757.383

konsumsi buah-buahan

responden

dalam

1

 bulan

40

0

200000

1.91E4

35705.203

konsumsi minyak dan

lemak responden dalam

1 bulan

40

20000

92000

3.43E4

14259.621

konsumsi

bahan

minuman

responden

dalam 1 bulan

40

10000

88000

4.47E4

19972.685

konsumsi

bumbu- bumbu responden dalam

1 bulan

40

5200

84000

3.14E4

20614.483

konsumsi

lain

responden

dalam

1

 bulan

40

0

42000

1.11E4

10327.459

konsumsi makanan dan

minuman

jadi

responden

dalam

1

 bulan

40

0

160000

4.14E4

42181.506

konsumsi tembakau dan

sirih responden dalam 1

 bulan

40

0

532000

8.00E4

100301.329

 biaya sewa atau kontrak 

rumah responden dalam

1 bulan

40

0

0

.00

.000

 biaya rekening listrik,

telepon, gas, minyak 

tanah, kayu bakar dll

responden

dalam

1

 bulan

40

17500

202000

7.00E4

36395.158

 biaya pemeliharaan dan

 perbaikan ringan rumah

responden

dalam

1

 bulan

40

0

0

.00

.000

 biaya aneka barang dan

asa responden dalam 1

 bulan

40

20000

350000

6.05E4

54031.033

 biaya

pendidikan

keluarga

responden

dalam 1 bulan

40

0

300000

3.73E4

67350.118

 biaya

pengobatan

responden

dalam

1

 bulan

40

1500

50000

9600.00 12540.294

(15)

 belanja pakaian, alas

kaki, dan tutup kepala

responden

dalam

1

 bulan

40

0

30000

1575.00 5058.060

 belanja barang tahan

lama

meliputi

alat

rumah tangga, perkakas,

alat dapur dll responden

dalam 1 bulan

40

0

40000

1500.00 6998.168

 pengeluaran

untuk 

arisan responden dalam

1 bulan

40

0

175000

2.53E4

32940.739

iuran

RT/RW,

sumbangan

masjid,

mushola, panti asuhan

dll dalam 1 bulan

40

0

13000

2950.00 2958.690

 pengeluaran

rekreasi

responden

dalam

1

 bulan

40

0

0

.00

.000

 pengeluaran

potong

rambut, make up, lulur 

dll dalam 1 bulan

40

0

30000

2537.50 5490.537

tabungan

responden

dalam 1 bulan

40

0

60000

7975.00 16296.118

 pengeluaran untuk pajak 

PBB,

kendaraan

dll

responden

dalam

1

 bulan

40

0

150000

7413.75 24513.725

 pengeluaran

untuk 

asuransi

kesehatan

responden

dalam

1

 bulan

40

0

25000

625.00

3952.847

 pengeluaran

untuk 

asuransi

pendidikan

responden

dalam

1

 bulan

40

0

0

.00

.000

keperluan

pesta

dan

upacara

responden

dalam 1 bulan

40

0

300000

3.05E4

57865.893

Valid N (listwise)

40

Descriptive Statistics

 N

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

 pengeluaran

rumah

tangga responden satu

 bulan

40

436400

1419700 9.04E5

262853.419

Valid N (listwise)

40

(16)

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 1

19

47.5

47.5

47.5

2

21

52.5

52.5

100.0

Total 40

100.0

100.0

Descriptive Statistics

 N

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

Ability To Pay rawat

alan dan rawat inap

40

6050

50675

1.95E4

10312.493

Valid N (listwise)

40

kesediaan responden membayar tarif pelayanan kesehatan di

Rawat jalan dan Rawat Inap

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 14

35.0

35.0

35.0

Ya

26

65.0

65.0

100.0

Total 40

100.0

100.0

Descriptive Statistics

 N

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

tarif yang diinginkan

responden

dalam

membayar

pelayanan

kesehatan

di

Rawat

Jalan

40

0

35000

3875.00 5575.530

Valid N (listwise)

40

Descriptive Statistics

 N

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

tarif yang diinginkan

responden

dalam

membayar

pelayanan

kesehatan di Rawat Inap

40

0

300000

7.78E4

81074.119

Valid N (listwise)

Gambar

Gambar 1. Kurva ATP dan WTP 1. ATP lebih besar dari WTP
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan daerah asal
Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar (45%) responden berumur antara 30 -39 tahun, kemudian diikuti (42,5%)  responden  berumur  40-49  tahun,  responden  yang  berumur  50-59  tahun  (10%),  dan  hanya  (2,5%) responden yang berumur 60-69 tahun.
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Metode pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan lebih menekankan pada aspek enabling. Enabling adalah proses menciptakan suasana yang kondusif agar potensi

[r]

• Untuk mencegah serangan penyakit layu fusarium, sebelum ditanam benih bawang merah diberi perlakuan dengan fungisida Mankozeb (100 kg benih + 100 g fungisida), selanjutnya

Penelitian ini dilaksanakan dikandang unggas Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.Puyuh tetua didapatkan dengan cara menetas telur puyuh bibit dari

Penelitian yang penulis lakukan yakni untuk mengkaji nilai pendidikan moral yang terdapat dalam wayang kulit dan relevansinya dalam Pendidikan Agama Islam dengan

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia, Yogyakarta, 17 Januari 2005.. Yogyakarta : Pusat Studi Ilmu Teknik UGM,

Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.. Keyakinan

Pengusaha-pengusaha tambang di Australia bergerak melalui komunitas pertambangan yang ada di Australia melalui saluran-saluran seperti misalnya demonstrasi, media massa serta