• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap manusia mempunyai hak yang sama sebagai warga Negara, salah satunya adalah pendidikan yang layak sampai waktu wajib yang telah ditentukan oleh pemerintah. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan tentang anak berkebutuhan khusus dimaksud adalah khususnya anak tunanetra.

Pradopo (1977) mencatat bahwa pandangan masyarakat terhadap peranan pendidikan untuk anak tunanetra mulai berubah sejak pertengahan abad ke 18. Pada abad-abad yang sebelumnya masyarakat memandang bahwa anak tunanetra adalah manusia tidak berguna. Bayi-bayi yang baru lahir apabila ternyata ia buta tidak akan diberi hak hidup. Ia akan segera dibunuh. Mereka yang ternyata menderita buta setelah besar, akan diasingkan atau akan diperalat sebagai kedok untuk mencari untung. Pandangan tersebut mulai berubah sejalan dengan kemajuan peradaban manusia. Pada waktu tersebut pandangan masyarakat terhadap nasib anak tunanetra sudah lebih lunak. Bayi yang dilahirkan tunanetra tidak lagi dibunuh, mereka diberi hak hidup. (p.27).

Berdasarkan kebutuhan akan pendidikan, salah satu hal yang paling penting dalam pendidikan adalah membaca karena dengan membaca semua informasi yang tertuang dalam bentuk tulisan bisa diketahui. Penyandang cacat tunanetra tentu saja mempunyai kesulitan dalam hal membaca karena mengalami gangguan indera penglihatan. Informasi yang diperoleh pun tentunya sangat terbatas dibanding orang awas.

Penyandang cacat tunanetra biasanya menerima pendidikan formal di sekolah luar biasa. Pendidikan luar biasa adalah pendidikan kepada orang-orang yang dalam

(2)

keadaan kekurangan maupun kelebihan pada pertumbuhan dan perkembangan dari segi fisik, intelegensi, sosial dan emosinya. SLB adalah sekolah yang dirancang khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus dari satu jenis kelainan.

Menurut Sunanto (2003), di Indonesia dikenal ada SLB A khusus menangani pendidikan anak tunanetra, SLB B khusus menangani pendidikan anak tunarungu (anak penderita gangguan indera pendengaran), SLB C khusus menangani pendidikan anak tunagrahita (penderita keterbelakangan mental) SLB D khusus menangani pendididkan anak penderita tunadaksa (cacat tubuh), SLB E khusus menangani pendididkan anak penderita tunalaras (individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya dan sebagainya), SLB F khusus menangani pendidikan bagi anak penderita autis (suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal, yang mengakibatkan anak terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif) SLB G khusus menangani pendidikan anak tunaganda (anak tunaganda adalah anak yang memiliki dua ketunaan atau lebih yang masing-masing perpaduan ketunaan tersebut memiliki ciri khas dalam belajar sehingga diperlukan pelayanan pendidikan khusus dan alat bantu belajar yang khusus). SLB H adalah sekolah yang khusus menangani anak penderita Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Karakteristik untuk kelainan ini adalah hiperaktif, tidak bisa istirahat, tidak kenal lelah, perilaku tidak sabaran dan impulsif, tetapi masih punya kemampuan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab, serta sering menghabiskan waktu untuk mengerjakan sesuatu yang menarik perhatian mereka, kelas pendidikan untuk anak-anak gifted (anak yang cerdas istimewa), kelas pendidikan untuk anak-anak talented (anak-anak yang memiliki bakat istimewa), dan kelas pendidikan untuk anak-anak indigo (anak yang mempunyai kemampuan khusus). Setiap unit SLB biasanya memiliki program jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP hingga lanjutan.

Wujud kepedulian pemerintah terhadap tunanetra patut dipuji dengan didirikannya lembaga pendidikan khusus bagi tunanetra. Istilah tunanetra yang mulai popular dalam dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan keadaan

(3)

penderita yang mengalami kelainan indera penglihatan, baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan.

Berbicara tentang kebutuhan informasi tunanetra tentunya memiliki cakupan yang cukup luas. Sebagaimana diketahui informasi sangatlah penting bagi masyarakat pada era teknologi seperti sekarang ini, termasuk kelompok masyarakat tunanetra. Kebutuhan informasi ini bahkan sangat beragam jenis, tingkatan maupun bentuknya. Masa kejayaan teknologi seperti saat ini menjadikan informasi semakin hari semakin cepat berkembang dan silih berganti sehingga masyarakat bisa ketinggalan informasi dalam hitungan menit atau bahkan detik. Penyandang cacat tunanatra pastinya mengalami beberapa keterbatasan dalam mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Banyak hal yang menjadi penyebab keterbatasan sumber informasi selain dari faktor-faktor yang berasal dari dalam diri tunanetra. Salah satunya adalah minimnya fasilitas yang tersedia bagi penyandang tunanetra, termasuk terbatasnya kemasan informasi yang sesuai dengan kebutuhan tunanetra. Begitu juga dengan penyedia layanan perpustakaan. Sangat jarang ditemukan perpustakaan yang menyediakan fasilitas, koleksi dan layanan yang memungkinkan pengguna tunanetra mendapatkan informasi dengan mudah. Perhatian terhadap pengelolaan perpustakaan serta penyediaan media informasi yang sesuai dengan masyarakat tunanetra sangatlah penting karena tunanetra mempunyai hak mendapatkan informasi seperti halnya orang awas sesuai dengan hukum yang telah diatur dalam undang-undang.

Suatu peristiwa bersejarah yang berpengaruh bagi dunia, khususnya dalam dunia tunanetra, yaitu kisah hidup seorang tunanetra sekaligus tunarungu, Helen Adams Keller. Biografi Helen sebagaimana dituliskan dalam situs resmi organisasi kemanusiaan American Foundation for the Blind (2013) yang juga merupakan salah satu organisasi besar ciptaannya, adalah sebagai berikut: Helen Keller adalah seorang penulis, aktivis politik dan dosen Amerika. Ia menjadi pemenang dari Honorary

University Degrees Women's Hall of Fame, The Presidential Medal of Freedom, The Lions Humanitarian Award, bahkan kisah hidupnya meraih 2 piala Oscar. Ia menulis

artikel serta buku-buku terkenal, diantaranya The World I Live In dan The Story of My

(4)

dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa. Ia berkeliling ke 39 negara untuk berbicara dengan para presiden, mengumpulkan dana untuk orang-orang buta dan tuli. Ia mendirikan American Foundation for the Blind dan American Foundation for the

Overseas Blind. Orang tuanya mempercayai Anne Sullivan menjadi guru pribadi dan

mentor Hellen. Helen diajar membaca lewat huruf Braille sampai mengerti apa maksudnya. Dengan tekun, Annie mengajar Helen untuk berbicara lewat gerakan mulut. Ia belajar bahasa Perancis, Jerman, Yunani dan Latin lewat Braille. Pada usia 20 tahun, ia kuliah di Radcliffe College, cabang Universitas Harvard khusus wanita. Annie menemani Hellen untuk membacakan buku pelajaran, huruf demi huruf lewat tangan Helen dalam huruf Braille. Hanya 4 tahun, Helen lulus dengan predikat magna cum

laude. Kisah diatas menjelaskan beberapa hal, yakni bahwa seorang tunanetra pun bisa

menjadi manusia yang produktif dan berdampak hidupnya bagi orang banyak, selain itu hal ini juga menyiratkan bahwa tunanetra pun membutuhkan informasi ketika ia memiliki keinginan untuk mengetahui sesuatu. Informasi menjadi suatu kebutuhan ketika rasa ingin tahu ada dalam diri seorang manusia.

Tingkah laku manusia, dalam hal ini termasuk perilaku pencarian dan penggunaan informasi, terdiri dari berbagai bentuk interaksi dengan sistem informasi, baik interaksi dengan komputer maupun keputusan memilih buku yang relevan diantara sederetan buku di rak perpustakaan.

Sumber-sumber informasi yang dimiliki perpustakaan terus bertambah sejalan dengan berkembangnya informasi. Oleh karena itu sudah menjadi tugas perpustakaan menjamin setiap koleksi atau informasi yang dimiliki untuk mudah digunakan secara optimal oleh pemustakanya dan menyesuaikan dengan kondisi pemustakanya. Sehingga proses temu kembali di perpustakaan tersebut dapat tercipta. Termasuk di dalamnya adalah pemustaka yang berkebutuhan khusus yakni tunanetra.

Seperti siswa pada umumnya, siswa tunanetra juga memiliki kebutuhan informasi. Baik informasi yang berhubungan dengan pelajaran maupun informasi yang di luar pelajaran. Perbedaannya terdapat pada kemampuan dalam pencarian informasi saja, karena kurang berfungsinya indera penglihatan mereka.

Sekolah Luar Biasa (SLB) A Karya Murni Medan adalah salah satu SLB khusus anak-anak penyandang tunanetra yang telah memulai menerapkan beberapa

(5)

tehnik baru dalam usaha pemenuhan kebutuhan informasi siswanya. Sekalipun sumber utama informasi tertulis yang mereka dapatkan dan tersedia lebih banyak adalah buku-buku umum dan buku-buku penunjang kurikulum pembelajaran bertuliskan huruf Braille yang ada di perpustakaan sekolah, namun ada juga beberapa tehnik lain yang diterapkan. Tehnik penunjang pemenuhan kebutuhan informasi tersebut antara lain; koleksi rekaman audio dalam pita-pita magnetik yang diputar dengan menggunakan tape, koleksi compact disc (CD) yang diputar dengan menggunakan disc player, penggunaan victor reader stratus dan plex talk (pemutar/ perekam buku bicara berformat daisy) serta penggunaan komputer dan jaringan internet yang telah terinstal program Job Acces With Speech yang selanjutnya disingkat dengan JAWS dalam kelas belajarnya.

SLB ini terletak di Jl. Karya Wisata No.6, Medan Johor Medan dan berada dibawah yayasan perguruan Katolik. Yayasan perguruan Katolik ini, membina Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di SLB A Karya Murni Medan, siswa mulai diperkenalkan dengan komputer sejak duduk di kelas 4 SD, sedangkan pemanfaatan informasi internet dimulai di kelas 8 hingga kelas 9 SMP dengan jumlah 2x pertemuan minggu. Komputer yang dilengkapi dengan jaringan internet untuk digunakan saat kegiatan pembelajaran ada 10 terminal.

Saat ini seluruh siswa yang duduk di bangku SMP SLB A Karya Murni Medan ada 12 orang mulai dari kelas 7-9. Jumlah siswa ini tergolong sedikit dibandingkan dengan siswa disekolah umum. Perbandingan jumlah siswa per kelas di sekolah umum dengan siswa tunanetra adalah 4:1. Jadi menangani satu orang siswa tunanetra sama sulitnya dengan menangani 4 orang siswa yang belajar disekolah umum.

Observasi awal peneliti menunjukkan ketika siswa tunanetra melakukan pencarian informasi di perpustakaan, mereka melakukan pencarian langsung (browsing) ke rak buku, sebelumnya mereka sudah hafal setiap subjek buku yang digabungkan dalam satu rak, dimana masing-masing rak berisi buku dari subjek yang berbeda. Mereka berjalan ke rak dan menarik keluar satu persatu buku, kemudian meraba sampulnya untuk membaca judul buku yang di tarik keluar. Jika sesuai dengan yang mereka inginkan, buku itu langsung dikeluarkan, jika tidak, pencarian berulang kembali. Kadang-kadang siswa kesulitan menemukan buku yang mereka inginkan, mungkin

(6)

karena buku tersebut telah berpindah tempat ke rak lain atau sedang dipinjam oleh pengguna yang lain, maka dalam hal ini lah peran pegawai perpustakaan dibutuhkan. Pegawai yang bertugas mengelola perpustakaan ataupun guru yang berada di ruang perpustakaan akan menolong siswa mencari buku yang dibutuhkan. Setelah buku ditemukan, maka siswa boleh menggunakan buku tersebut di ruang perpustakaan atau di ruang kelas, tetapi tidak boleh dibawa pulang ke rumah atau ke unit asrama untuk menghindari kehilangan.

Pada observasi awal, peneliti juga berkesempatan melihat siswa tunanetra yang sedang menggunakan komputer, siswa duduk didepan komputer dan menggunakan

headphone sebagai alat bantu dengar yang menerjemahkan teks ke dalam audio. Ketika

menelusur informasi, guru atau instruktur komputer yang berada di ruangan selalu siap menolong siswa yang mengalami kesulitan ketika menelusur informasi. Jika orang awas kebanyakan menggunakan mouse pada komputer untuk memindahkan kursor pada layar atau menginstruksikan perintah pada layar komputer, tunanetra lebih banyak menggunakan tombol keyboard untuk menginstruksikan perintah dan menghafal setiap fungsi tombol. Cara mereka menelusur halaman internet seperti yang biasa dilakukan oleh orang awas, mengetik alamat web atau web browser kemudian melakukan pencarian dan memilih informasi yang relevan.

Siswa jarang ke perpustakaan, dua atau tiga orang saja yang memilih ke perpustakaan di jam istrahat. Siswa biasanya ke perpustakaan pada saat jam belajar kosong dikarenakan guru yang mengajar pada jam pelajaran tersebut berhalangan untuk hadir. Menggunakan komputer untuk menelusuri informasi internet pun jarang, siswa menggunakan komputer yang sudah terinstal dengan JAWS dan internet hanya pada jam belajar komputer. Keterbatasan siswa dalam mencari informasi memerlukan bantuan dari orang lain (misalnya guru, pustakawan atau pegawai perpustakaan), sehingga efektivitas temu kembali informasi bagi siswa tunanetra dapat tercipta.

Selain itu, pengaruh pengetahuan/pendidikan dasar teknologi sebelumnya terhadap keberhasilan pencarian informasi tidak kalah pentingnya dalam proses temu kembali informasi. Bekal pengetahuan teknologi informasi yang dimiliki siswa tunanetra juga akan berpengaruh dalam pencarian informasi yang relevan, khususnya interaksi dengan sistem informasi yang ada di perpustakaan. Bekal pengetahuan

(7)

teknologi tersebut, akan mengantarkan siswa tunanetra dalam pencarian informasi secara mandiri.

Berdasarkan uraian di atas, untuk memahami perilaku pencarian informasi siswa tunanetra, tidak cukup dengan menganalisis dari satu aspek saja, namun harus bersifat menyeluruh dengan dimensi yang dihadapi. Dengan cara ini, maka informasi tepat dan lengkap mengenai perilaku pencarian informasi siswa tuna netra bisa diperoleh dan dirumuskan dengan mudah.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Perilaku Pencarian Informasi Siswa Tunanetra SLBA Karya Murni Medan”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana perilaku pencarian informasi oleh siswa tunanetra SLB Karya Murni Medan dalam usaha memenuhi kebutuhan informasinya.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pencarian informasi oleh siswa tunanetra SLB Karya Murni Medan ketika mencari informasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain:

1. Memberikan informasi tambahan bagi pihak perpustakaan SLBA Karya Murni Medan dalam hal penyediaan pelayanan yang lebih baik terhadap Tunanetra.

2. Masukan bagi pihak SLB A Karya Murni Medan dalam melakukan pengembangan pembelajaran pemanfaatan internet bagi siswa

3. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian dengan topik yang sama tetapi dengan metode dan aspek penelitian yang berbeda.

4. Menambah wawasan dan pemahaman penulis tentang pelayanan informasi yang lebih baik bagi pengguna tunanetra untuk diaplikasikan kelak ketika mengabdi di tengah-tengah masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah disebutkan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui berapa besarnya PP, NPV, IRR, PI dan mengetahui apakah rencana pembangunan usaha yang dilakukan oleh Optik Menara layak atau

Faktor –faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda karena Belanda ingin berkuasa kembali di Indonesia Peran dunia internasional dalam

Cahaya Rent Car, Seperti pada pengisian Data penyewa, data Mobil, Data transaksi yang masih menggunakan cara manual sehingga masih sering terjadi kesalahan, seperti lambatnya

The papers in this volume have a wide range of topics, which are ethno pedagogy, ethnic rela i ons, culture and changes, gender and human rights, iden i ty and social

Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar yang lebih tinggi pada kelas yang menggunakan multimedia model tutorial pada Kompetensi Dasar

(2012 : 62) di dalam proses belajar mengajar yaitu:bahwa manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran akan