• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PULAU JAWA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PULAU JAWA TAHUN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PULAU JAWA TAHUN 2006 – 2015

Oleh:

Hindun Nurzahara (nurzaharahindun@gmail.com)

133401021

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi

(Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya PO BOX 164)

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of economic growth, investment, fiscal decentralization, human development index and unemployment to regional disparities in Java period 2006 – 2015. The data used in this study was crossection 6 provinces in Java and time series period 2006-2015. Analysis of the data in this study uses panel data regression with Fixed Effect method.

Based on the result using partial test (t test) with 5% of significance level in the investment, human development index and unemployment has a positive and significant impact on the regional disparities in Java. While, economic growth and fiscal decentralization has positive but not significant impact on regional disparities in Java. Simultaneously (Test F) economic growth, investment, fiscal decentralization, human development index and unemployment aim of having a significant influence on the regional disparities in Java period 2006-2015.

Keyword : Economic growth, investment, fiscal decentralization, human development index, unemployment and regional disparities.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, indeks pembangunan manusia dan pengangguran terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa tahun 2006-2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossection 6 provinsi di Pulau Jawa selama 10 tahun penelitian. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Regresi Data Panel dengan metode Fixed Effect.

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji parsial (Uji t) dengan taraf nyata 5% adalah investasi, indeks pembangunan manusia dan pengangguran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh positif namun tidak secara signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa. Secara bersama-sama

(2)

(Uji F) pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, indeks pembangunan manusia dan pengangguran mempunyai pengaruh signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa tahun 2006-2015.

Kata kunci : Pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, indeks pembangunan manusia, penggangguran dan ketimpangan antar wilayah.

PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi pada prosesnya tak jarang memunculkan polemik dalam menentukan startegi pembangunan. Polemik yang dihadapi yakni memprioritaskan pertumbuhan ekonomi atau mengurangi ketimpangan.

Ketimpangan distribusi pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima oleh masyarakat tidak merata. Ketimpangan bukan hanya ketimpangan antar individu dimasyarakat, ketimpangan pendapatan antar wilayah menjadi salah satu permasalahan yang sangat serius yang harus dieliminir. Ketimpangan antar wilayah ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan potensi dan kemampuan yang dimiliki suatu wilayah dimana perbedaan wilayah ini yang menimbulkan adanya wilayah maju dan wilayah terbelakang. Ketimpangan antar wilayah memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan antar wilayah akan mendorong daerah yang terbelakang untuk berusaha meningkatkan kualitas pembangunannya agar tidak tertinggal dengan daerah yang sudah maju. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh ketimpangan antar wilayah yakni akan terjadi inefisiensi ekonomi dan melemahnya stabilitas dan solidaritas sosial (Todaro, 2006).

Dalam Sjafrizal (2014) disebutkan bahwa ketimpangan antar wilayah disebabkan karena setiap wilayah memiliki kandungan sumber daya alam yang berbeda, perbedaan kondisi demografis, kurangnya mobilitas barang dan jasa, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah dan alokasi dana pembangunan antar wilayah.

Ketimpangan antar wilayah dapat diukur dan diketahui dengan menggunakan Indeks Williamson. Indeks Williamson Indonesia pada 2 tahun terakhir mencapai angka 0,76, angka tersebut menunjukan ketimpangan antar wilayah di Indonesia masuk dalam kategori tinggi. Selain itu ketimpangan antar wilayah di Indonesia dapat dilihat dari sebaran kontribusi PDRB setiap pulau dalam pembentukan PDB Nasional, dimana pada tahun 2015 peranan yang paling besar diberikan oleh Pulau Jawa sebesar 58,92 %. Sebagaimana yang diketahui memang pembangunan cenderung lebih pesat di Pulau Jawa. Melihat kondisi Pulau Jawa yang memberikan peranan yang besar untuk PDB Nasional, bukan berarti kondisi pembangunan di Pulau Jawa sendiri antar wilayahnya sudah merata. Dari hasil perhitungan

(3)

peranan setiap provinsi dalam pembentukan PDRB Pulau Jawa didominasi oleh DKI Jakarta yang memiliki peranan yang relatif lebih besar, lalu Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sedangkan Banten dan DI Yogyakarta masing masing hanya berkontribusi sebesar 7% dan 2%. Selain dengan melihat sebaran kontribusi PDRB setiap provinsi di Pulau Jawa melihat ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa dapat menggunakan Indeks Williamson sebagai berikut :

Indek Williamson Provinsi-provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006-2015

Tahun

Provinsi DKI

Jakarta Jawa Barat

Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten 2006 0.50 0.69 0.75 0.42 1.09 0.66 2007 0.51 0.69 0.74 0.43 1.09 0.69 2008 0.51 0.70 0.66 0.43 1.05 0.76 2009 0.51 0.70 0.73 0.44 1.05 0.80 2010 0.53 0.63 0.72 0.45 1.03 0.79 2011 0.49 0.72 0.69 0.48 0.94 0.64 2012 0.49 0.72 0.68 0.48 0.95 0.64 2013 0.49 0.73 0.67 0.48 0.95 0.64 2014 0.50 0.61 0.67 0.48 0.95 0.64 2015 0.50 0.71 0.66 0.48 0.96 0.63

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, indeks pembangunan manusia, pengangguran di 6 provinsi di Pulau Jawa tahun 2006-2015.

a) Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data panel, yaitu penggabungan dari data silang tempat (cross section) dan runtun waktu (time series). Data yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), PUSDALISBANG Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

b) Model Penelitian

Berdasarkan operasional variabel dan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya maka penulis mendefinisikan permasalahan yang diteliti kedalam sebuah fungsi matematika sebagai berikut:

(4)

Ketimpangan antar wilayah (Indeks Williamson) = f (PE, I, DF, IPM, TPT) …...…(1) Yit = + PEit + log Iit + DFit + IPMit + TPTit + ...(2)

Dimana:

Yit : Ketimpangan antar wilayah : DKI Jakarta; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI Yogyakarta; Jawa Timur; Banten. (Indeks Williamson)

PEit : Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI Yogyakarta;

Jawa Timur; Banten. (dalam persen)

Iit : Investasi DKI Jakarta; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI Yogyakarta; Jawa Timur;

Banten. (dalam rupiah)

DFit : Desentralisasi Fiskal DKI Jakarta; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI Yogyakarta;

Jawa Timur; Banten. (dalam persen)

IPMit : Indeks Pembangunan Manusia DKI Jakarta; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI

Yogyakarta; Jawa Timur; Banten. (indeks)

TPTit : Tingkat pengangguran terbuka DKI Jakarta; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI

Yogyakarta; Jawa Timur; Banten. (dalam persen) β0 : Konstanta

β1…β5 : Koefisien pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, IPM dan Pengangguran.

i : Cross section t : time series e : error term

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil Chow Test atau Redundant Fixed Effect Test dan Hausmant Test, maka metode yang pilihan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Metode Fixed Effect. Dari hasil pengolahan data regresi data panel didapat persamaan regresi dalam bentuk persamaan ekonometrika sebagai berikut :

IWPULAUJAWA = -0,611636+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

IWDKIJAKARTA = -0,850476+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

IWJAWABARAT = -0,600101+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

(5)

IWJAWATENGAH = -0,544181+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

IWDIYOGYAKARTA = -0,818664+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

IWJAWATIMUR = -0,234012+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

IWBANTEN = -0,622383+0,004179PEit+0,021396Log Iit + 0,0000617DFit + 0,007667IPMit + 0,009942TPTit + eit

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila Pertumbuhan Ekonomi (PE), Investasi (I), Desentralisasi Fiskal (DF), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Pengangguran (TPT) sama dengan nol atau (X=0) maka Ketimpangan Antar wilayah (IW) di Pulau Jawa sebesar -0,611636, artinya ketimpangan daerah di Pulau Jawa relatif rendah.

Jika melihat hasil dari cross section nya yang pada penelitian ini adalah 6 provinsi di Pulau Jawa, apabila semua variabel bebas yakni pertumbuhan ekonomi (PE), investasi (I), desentralisasi fiskal (DF), indeks pembangunan manusia (IPM) dan pengngguran (TPT) sama dengan nol atau (X=0) provinsi yang nilai ketimpangan antar wilayahnya paling tinggi adalah Provinsi Jawa Timur terlihat dari nilai intersepnya yang paling tinggi, lalu disusul oleh Provinsi Jawa Tengah yang nilai ketimpangan antar wilayahnya kedua tertinggi setelah Jawa Timur. Sedangkan untuk provinsi yang memiliki nilai ketimpangan paling rendah adalah provinsi DKI Jakarta terlihat dari nilai intersepnya paling rendah dari ke 6 provinsi.

Dari persamaan tersebut pun diketahui bahwa koefisien tiap variabel bebas masing-masing di ke Pulau Jawad an ke 6 provinsi adalah 0,004179 untuk variabel pertumbuhan ekonomi, 0,021396 untuk variabel investasi, 0,0000617 untuk variabel desentralisasi fiskal, 0,007667 untuk variabel IPM dan 0,009942 untuk variabel pengangguran.

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Pulau Jawa.

Berdasarkan hasil regresi dengan derajat keyakinan 95% bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa pada kurun waktu 2006-2015 dan memiliki hubungan yang positif. Artinya, setiap kali pertumbuhan ekonomi (PE) di provinsi i pada tahun ke-t mengalami kenaikan sebesar 1 persen akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah (IW) sebesar 0,004179. Hubungan searah tersebut menunjukan jika kenaikan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa tidak diikuti dengan penyelesaian masalah ketimpangan namun pertumbuhan ekonomi justru diikuti dengan naiknya angka ketimpangan di Pulau Jawa.

(6)

Merujuk pada fenomena di Pulau Jawa memang kegiatan ekonomi cenderung padat di kota-kota besar yang kondisinya lebih maju seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten dibanding provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Jika dibandingkan DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten memiliki angka laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, rata-rata berada diatas angka 5,50% sedangkan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta pertumbuhan ekonominya relatif rendah di Pulau Jawa. Dengan masih adanya perbedaan angka pertumbuhan ekonomi antar provinsi dan provinsi-provinsi yang tertinggal belum dapat mengoptimalkan faktor produksi daerahnya hal tersebut akan meningkatkan angka ketimpangan.

Sesuai dengan hipotesis Kuznets “U-Terbalik” dimana hipotesis ini mengatakan bahwa ada hubungan positif antara pertumbuhan dan ketimpangan antar wilayah. Hubungan ini sering terjadi dinegara-negara berkembang, begitu pun di Indonesia. Hipotesis tersebut ternyata berlaku di Pulau Jawa pada periode penelitian. Hal tersebut dikarenakan pada saat tersebut kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih maju. Sedangkan daerah-daerah yang baru berkembang belum mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan sarana dan prasarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga akibatknya ketimpangan antar wilayah cenderung meningkat karena pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat didaerah dengan kondisi yang lebih maju sedangkan daerah yang berkembang tidak banyak mengalami kemajuan.

Namun meskipun hipotesis Kuznets “U-terbalik” berlaku di Pulau Jawa tetapi pada kurun waktu penelitian pengaruh tersebut tidak terlalu signfikan karena untuk kurun waktu 2006-2015 ketimpangan antar wilayah lebih dominan dipengaruhi oleh variabel lain yang angka pengaruhnya lebih besar jika dibandingkan dengan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan antar wilayah. Selain itu rentang angka perbedaan pertumbuhan ekonomi setiap provinsi pada periode penelitian tidak terlalu jauh menjadikan pertumbuhan ekonomi bukan faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah secara signifkan.

Hasil dari penelitian di Pulau Jawa ini sejalan dengan penelitian Susi Lestari tahun 2016 dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Jawa timur tahun 2008-2012”. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah penduduk dan Indeks Williamson sebagaim ukuran ketimpangan antar wilayah. Pada hasil penelitian ini dengan menggunakan regresi data panel dengan cross section kota dan kabupaten di Jawa Timur, variabel pertumbuhan ekonomi pun berpengaruh positif terhadap ketimpangan antar wilayah di Jawa Timur. Dimana pada kurun

(7)

waktu tersebut di Jawa Timur pertumbuhan ekonomi justru meningkatkan disparitas antar wilayah.

Pengaruh Investasi Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Pulau Jawa.

Berdasarkan hasil regresi dengan derajat keyakinan 95% bahwa investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa pada kurun waktu 2006-2015 dan memiliki hubungan yang positif. Artinya, setiap kali Investasi (I) di provinsi i pada tahun ke-t mengalami kenaikan sebesar 1 persen akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah (IW) sebesar 0,021396.

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Ni’matush Sholikhah 2013 dengan judul “Pengaruh pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dan tingkat pendidikan terhadap disparitas pendapatan di Jawa Timur”. Dalam penelitian ini pengaruh penanaman modal terhadap disparitas pendapatan di Jawa Timur periode 2001-2010 positif dan signifikan.

Dalam analisis teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar menjelaskan bahwa pembentukan modal mempunyai peran positif dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembentukan modal yang dimaksud adalah investasi, sehingga investasi yang masuk kedalam suatu daerah dapat meningkatkan kemampuan daerah tersebut untuk menghasilkan output sehingga pertumbuhan ekonomi pun akan menunjukkan peningkatan.

Meskipun pada dasarnya investasi merupakan faktor yang penting terhadap pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan mengurangi ketimpangan antar wilayah namun hal ini tidak terjadi di Pulau Jawa pada kurun waktu penelitian 2006-2015. Pengaruh positif antara investasi swasta dalam penelitian ini dengan ketimpangan antar wilayah terjadi karena tidak meratanya alokasi dana pembangunan yakni investasi swasta pada daerah daerah seluruh Pulau Jawa. Alokasi penanaman modal yang hanya berpusat di daerah-daerah maju dengan sektor modernnya, tercatat investasi yang tinggi yakni di Banten, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sedangkan investasi yang nilainya relatif rendah di Pulau Jawa yakni Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Perbedaan alokasi investasi ini akan menimbulkan perbedaan produktivitas antar provinsi. Seperti yang diketahui ke empat provinsi yang memiliki angka investasi tinggi kegiatan ekonominya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier karena potensi dan keunggulan yang dimiliki provinsi-provinsi tersebut dan dapat menarik banyak investasi. Seperti halnya Banten yang memiliki potensi sumber daya alam yakni logam serta sarana prasarana yang mendukung, karena potensi ini menarik penanam modal untuk berinvestasi di Provinsi Banten. Sedangkan provinsi yang investasinya terendah di Pulau Jawa adalah DI Yogyakarta, tercatat akumulasi investasi PMA dan PMDN di DI

(8)

Yogyakarta relatif kecil diantara enam provinsi di Pulau Jawa. Hal tersebut dikarenakan DI Yogyakarta pertumbuhan industrinya tidak sebesar provinsi lain, struktur prekonomian di DI Yogyakarta di dominasi oleh pertanian.

Fenomena tersebut didukung oleh teori dimana investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan dalam menarik investor kesuatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Keuntungan lokasi tersebut ditentukan oleh ongkos transpor baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan oleh pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah.

Daerah yang dapat menarik lebih banyak investasi ke daerahnya akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih cepat, kondisi ini pun akan mendorong proses pembangunan daerah dalam penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Sedangkan daerah yang pertimbangan keuntungan lokasinya kurang dan tidak menarik banyak investasi ke daerahnya maka kegiatan ekonomi dan pembangunannya pun kurang berkembang dengan baik.

Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Pulau Jawa. Berdasarkan hasil regresi dengan derajat keyakinan 95% bahwa desentralisasi fiskal memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa pada kurun waktu 2006-2015 dan memiliki korelasi positif atau searah Artinya, setiap kali desentralisasi fiskal (DF) di provinsi i pada tahun ke-t mengalami kenaikan sebesar 1 persen akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah (IW) sebesar 0,0000617.

Dari hasil regresi menunjukan bahwa selama kurun waktu penelitian kebijakan desentralisasi fiskal belum berhasil menurunkan angka ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa, dimana memperkecil angka kesenjangan merupakan tujuan dari kebijakan desentralisasi fiskal menurut UU No 22 dan No 25 tahun 1999. Korelasi positif tersebut dikarenakan setiap Provinsi di Pulau Jawa memiliki derajat kemampuan keuangan yang berbeda yang dilihat dari perbandingan pendapatan asli daerah (PAD) dengan total penerimaan daerah. Perbedaan tersebut dikarenakan setiap provinsi tidak memiliki taxing power yang sama.

Selain derajat kemampuan keuangan yang berbeda-beda, ketidak berhasilan kebijakan desentralisasi fiskal untuk menurunkan ketimpangan karena kinerja masing-masing provinsi dalam mengalokasikan dana pembangunan yang di dapat dari taxing power tersebut belum optimal. Atau dapat dikatakan permasalahan ketimpangan sendiri memang sudah terjadi di

(9)

provinsinya karena alokasi penerimaan daerah untuk pembangunan tidak terdistribusi dengan baik dan hanya terpusat di beberapa kelompok saja. Selain itu, penggunaan PAD pada realitanya tidak semua digunakan untuk pembangunan daerahnya guna memperkecil ketimpangan atau mengejar ketertinggalan dengan daerah lain namun sebagian PAD digunakan untuk belanja pegawai yang tidak memberikan dampak secara langsung terhadap pembangunan ekonomi daerah tersebut.

Desentralisasi fiskal memang berpengaruh positif dalam peningkatan ketimpangan di Pulau Jawa, namun tidak secara signifikan karena dari hasil regresi angka pengaruh desentralisasi fiskal terhadap ketimpangan antar wilayah terbilang kecil pengaruhnya ini artinya untuk ketimpangan di Pulau Jawa lebih kuat dipengaruhi oleh faktor lain seperti investasi yang memiliki angka pengaruh yang besar terhadap ketimpangan antar wilayah. Sejalan dengan penelitian Dewi Rosdyana, E.Sussy Suhendra dan Rowland yang berjudul “Pengaruh desentralisasi fiskal, terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa tahun 2009-2013”. Pada kurun waktu penelitian tersebut pun desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa.

Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Pulau Jawa.

Berdasarkan hasil regresi dengan derajat keyakinan 95% bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah pada kurun waktu 2006-2015 dan memiliki korelasi positif atau searah. Artinya, setiap kali IPM di provinsi i pada tahun ke-t mengalami kenaikan akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah (IW) sebesar 0,007667.

Dalam teori penyebab ketimpangan antar wilayah salah satunya adalah ketimpangan antar wilayah disebabkan karena perbedaan kondisi demografis yang cukup besar. Penyebab tersebut berlaku di Pulau Jawa pada periode penelitian 2006-2015, dimana peningkatan angka IPM justru akan meningkatkan angka ketimpangan. Hal tersebut dikarenakan IPM disetiap provinsi di Pulau Jawa memiliki rentang perbedaan angka yang cukup besar. Tercatat IPM tertinggi di Pulau Jawa adalah DKI Jakarta kemudian diikuti oleh DI Yogyakarta dengan rata-rata IPM diatas angka 75. Sedangkan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timr dan Banten berada cukup jauh dibawah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Perbedaan IPM ini dikarenakan terdapat perbedaan angka indikator sebagai pembentuk IPM.

Kondisi IPM yang berbeda ini akan menyebabkan ketimpangan antar wilayah, karena hal ini akan berpengaruh pada produktivitas kerja masyarakat provinsi bersangkutan. Provinsi

(10)

yang memiliki IPM yang tinggi akan cenderung mempunyai tingkat produktivitas kerja yang tinggi karena provinsi tersebut memiliki kualitas manusia yang baik. Dari produktivitas kerja yang tinggi akan menunjang pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi pula. Sedangkan provinsi yang memiliki IPM yang relatif rendah mempunyai produktivitas kerja yang rendah dan pertumbuhan ekonominya pun akan lebih rendah dibanding provinsi yang memiliki angka IPM yang tinggi. Maka dari itu perbedaan angka IPM dan jika kenaikan angka IPM suatu daerah tidak diikuti dengan kenaikan IPM daerah lain dapat menyebabkan ketimpangan antar wilayah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yosi Eka Putri, dkk (2013) dengan judul Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Indonesia tahun 2008-2012. Dimana pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan adalah pertumbuhan ekonomi, produktivitas tenaga kerja, investasi dan IPM. Hasil dari penelitian tersebut pada periode penelitian di Indonesia Indeks Pembangunan Manusia atau IPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan, hal tersebut karena setiap provinsi di Indonesia memiliki IPM yang berbeda-beda yang mendorong hasil pembangunan yang berberbeda-beda-berbeda-beda pula antar provinsinya.

Pengaruh Pengangguran Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Pulau Jawa.

Berdasarkan hasil regresi dengan derajat keyakinan 95% bahwa tingkat pengangguran terbuka memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah pada kurun waktu 2006-2015 dan memiliki korelasi positif atau searah. Artinya, setiap kali tingkat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi i pada tahun ke-t mengalami kenaikan sebesar 1 persen akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah (IW) sebesar 0,009942.

Pada periode 2006-2015 di Pulau Jawa angka tingkat pengangguran berpengaruh terhadap ketimpangan antar wilayah hal tersebut karena setiap provinsi mempunyai angka tingkat pengangguran terbuka yang berbeda-beda. Seperti halnya Banten yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi di Pulau Jawa yang menyebabkan pertumbuhan ekonominya tidak sebaik provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur yang memiliki angka tingkat pengangguran yang lebih rendah. Karena provinsi yang tingkat penganggurannya rendah berarti provinsi tersebut dapat mengoptimalkan faktor produksinya dan produktivitasnya pun akan lebih baik dibanding provinsi yang tingkat penganggurannya tinggi produktivitasnya pun akan relatif lebih rendah.

Hasil penelitian iini sejalan dengan teori yang diungkap Sjafrizal (2014) dimana faktor yang menyebabkan ketimpangan antar wilayah adalah perbedaan kondisi demografis

(11)

yang meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur penduduk, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan etos kerja yang dimiliki masyarakat yang akan berpengaruh pada produktivitas wilayah tersebut.

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Desentralisasi Fiskal, Indeks Pembangunan Manusia, Pengangguran Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Pulau Jawa.

Secara bersama-sama pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, IPM dan pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa tahun 2006-2105. Artinya, secara bersama-sama semua variabel bebas ini berbanding lurus dengan ketimpangan antar wilayah, ketika pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, IPM dan pengangguran naik maka ketimpangan antar wilayah pun ikut naik.

Dari hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Sjafrizal (2008) bahwa ketimpangan antar wilayah disebabkan karena alokasi dana pembangunan yang pada penelitian ini adalah investasi swasta yakni PMA dan PMDN dimana perbedaan alokasi penanaman modal akan mendorong ketimpangan antar wilayah karena jika investasi disuatu wilayah dapat menarik investasi lebih banyak akan cenderung mempunyai tingakt pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, yang tentunya akan mendorong pembangunan daerahnya melalui penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian sebaliknya bila suatu wilayah investasinya rendah sehingga kegiatan ekonomi dan pembangunan daerahnya kurang begitu berkembang.

Setelah perbedaan alokasi dana pembangunan, perbedaan kondisi demografis antar wilayah pun menyebabkan ketimpangan antar wilayah dimana dalam penelitian ini kondisi demografis dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia dan kondisi ketenagakerjaan yaitu tingkat pengangguran terbuka suatu wilayah. Dari perbedaan tersebut jika suatu wilayah memiiki kualitas hidup manusia yang baik maka produktivitas wilayah tersebut pun akan tinggi, sebaliknya jika kualitas hidup manusianya rendah maka tingkat produktivitas masyarakat diwilayah tersebut pun cenderung rendah. Seperti halnya DKI Jakarta yang memiliki IPM yang tinggi di Pulau Jawa melihat angka pertumbuhan ekonomiya pun relatif tinggi.

Begitupun dengan kondisi pengangguran di suatu wilayah, jika tingkat pengangguran terbuka disuatu wilayah tinggi, produktivitas masyarakat tidak optimal dan pertumbuhan

(12)

ekonominya cenderung tertinggal jika dibanding dengan wilayah memiiki tingkat pengangguran terbuka yang rendah produktivitas masyarakatnya pun akan lebih baik. Lihat saja kondisi tingkat pengangguran terbuka di Jawa Timur yang angka ketimpangannya relatif rendah dibanding dengan provinsi lain di Pulau Jawa, rendahnya tingkat pengangguran di Jawa Timur menunjukan sudah relatif optimal yang mendorong pertumbuhan ekonominya pun relatif lebih baik dibanding dengan provinsi yang memiliki tingkat pengangguran diatas Jawa Timur.

Dari beberapa hal yang menyebabkan ketimpangan antar wilayah yang di kemukakan oleh Sjafrizal (2014) berujung pada optimalisasi produktivitas yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal tersebut menguatkan bahwa secara bersama-sama pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, IPM dan pengangguran dapat mempengaruhi ketimpangan antar wilayah pada periode penelitian di Pulau Jawa.

PENUTUP Simpulan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiska, IPM dan Pengangguran terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa tahun 2006-2015 baik secara parsial atau bersama-sama. Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil dari regresi data panel menggunakan metode fixed effect variabel investasi, IPM dan pengangguran memiliki hubungan positif dan pengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah. Di sisi lain variabel pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi fiskal memiliki hubungan positif namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa pada tahun penelitian. 2. Variabel pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, IPM dan

pengangguran secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa tahun 2006-2015.

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan, berikut penulis memberikan saran kepada berbagai pihak berkaitan dengan ketimpangan antar wilayah :

1. Berkaitan dengan penyebab ketimpangan antar wilayah yakni karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Pulau Jawa, angka ketimpangan dapat ditekan

(13)

dengan menerapkan kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan (Growth Poles) secara tersebar dimana cara tersebut untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus dapat mengurangi ketimpangan antar wilayah. Dengan adanya pusat pertumbuhan yang tersebar ini provinsi-provinsi yang cenderung masih berkembang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya dan dapat menurunkan angka ketimpangan antar wilayah karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menurun. Selain itu setiap provinsi harus lebih mengoptimalkan faktor produksi karena ketika suatu wilayah sudah mengoptimalkan faktor produksinya perbedaan laju pertumbuhan output antar wilayah cenderung menurun.

2. Untuk hasil penelitian investasi yang lebih dominan mempengaruhi ketimpang antar wilayah di Pulau Jawa karena alokasi investasi yang tidak merata di Pulau Jawa, pemerintah setiap provinsi sebaiknya merencanakan kebijakan yang dapat menarik investor untuk menanamkan modal didaerahnya. Dengan mengoptimalkan potensi daerah yang dimiliki dan membuat iklim usaha dan berinvestasi yang baik akan menarik para pemilik modal untuk berinvestasi dan meningkatkan lapangan kerja didaerah tersebut.

3. Terkait kebijakan desentralisasi fiskal yang bertujuan untuk memperkecil ketimpangan antar daerah belum secara efektif mengurangi ketimpangan antar wilayah di Pulau Jawa pada kurun waktu penelitian pemerintah harus lebih memaksimalkan pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai sumber pemasukan daerah dan digunakan untuk membangun daerahnya secara tepat sasaran guna ketimpangan antar wilayah dapat teratasi.

4. Pemerintah harus memperhatikan kondisi demografis wilayahnya, terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan berpengaruh terhadap produktivitas dan proses pembangunan daerah tersebut. Peningkatan kualitas SDM dengan cara mensukseskan program wajib belajar serta didukung dengan memberikan kemudahan-kemudahan untuk masyarakat mengakses pendidikan dan mengadakan program khusus untuk mengasah keterampilan masyarakat. Hal tersebut dapat menanggulangi masalah pengangguran dimana masyarakat yang menjadi penganggur karena kualifikasi tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat pun harus ditingkatkan. Dengan meningkatkan kualitas fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan membangun kesadaran akan penting kesehatan pada masyarakat guna meningkatkan angka harapan hidup. Menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat pun penting dalam suatu wilayah

(14)

dimana untuk kebijakan untuk mengatasi rendahnya beli masyarakat pemerintah bisa melakukan transfer cash namun dengan pengawasan yang lebih ditingkatkan lagi agar transfer cash tersebut sampai pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. selain itu juga akses permodal yang dipermudah dapat menjaga daya beli masyarakat. Dari peningkatan ketiga indikator tersebut diantaranya pendidikan, kesehatan dan daya beli dapat meningkatkan angka IPM suatu wilayah, jika masing-masing wilayah dapat meningkatkan IPMnya maka ketimpangan antar wilayah akan menurun.

5. Bagi para peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang variabel pertumbuhan ekonomi, investasi, desentralisasi fiskal, IPM dan pengangguran. Selain itu juga pihak-pihak yang hendak melakukan penelitian lanjutan dari masalah tersebut diharapkan memasukan variabel lain yang diduga mempunyai pengaruh signifikan terhadap ketimpangan antar wilayah dilingkup yang lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ma’ruf. 2015. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : Aswaja Pressindo. Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.Edisi

Pertama. Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. ---..2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta. STIM YKPN

Badan Pusat Statistik. 2010. Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota 2006-2009 Pulau Jawa – Bali. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

---. 2013. Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota 2009-2012 Pulau Jawa – Bali. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

---. 2016. Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota 2011 – 2015 Pulau Jawa – Bali. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

---. 2016. Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2015. Jakarta. Badan Pusta Statistik No. 16/12/Th.XIX.

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. Jakarta Dalam angka. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat Dalam angka . Jakarta : Badan Pusat

Statistik.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah Dalam angka . Jawa Tengah : Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik DI Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakata Dalam angka . D.I.Y : Badan Pusat Statistik.

(15)

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur Dalam angka . Jawa Timur : Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik Banten. Banten Dalam angka . Banten : Badan Pusat Statistik.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan Sumarno Zain. Jakarta : Erlangga. Hidayat, H.M. (2014). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan IPM

terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2012. Semarang. FEB UNDIP.

Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan D. Guritno. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Kuncoro, Mudjarad. 2006. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Edisi ke Tiga ---. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta : Erlangga

Lessmann, C. 2006. Ficsal Decentralization and Regional Disparity: Panel data Approach for OECD Countries. Ifo Working Paper No.25 March 2006.

Sidik, Machfud. 2002. Kebijakan, Implementasi dan pandangan ke depan perimbangan keuangan pusat dan daerah, Makalah disampaikan pada seminar nasional: Menciptakan Good Governance Demi mendukung otonomi daerah dan desentralisasi fiscal. Yogyakarta, 20 April 2012.

Sjafrizal. 2014. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Slinko. 2002. Fiscal Decentralization on the budget revenue inequality among munipacalities and growth Russian region. http://www.econpapers.repec.org

Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar, edisi 3. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sumarsono. 2009. Ekonomi Sumber daya manusia teori dan kebijakan pubkik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suparmoko. 1998. Ekonomika Pembangunan, edisi ke lima. Yogyakarta. BPFE.

Todaro. M.P. 2006. Ekonomi Pembangunan jilid 1. Terjemahan Puji A.L. Jakarta : Erlangga ---. 2003. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga jilid 2. Terjemahan Haris Munandar.

Jakarta : Erlangga.

---. 1994. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga jilid 1. Terjemahan Haris Munandar. Jakarta : Erlangga.

Referensi

Dokumen terkait

Agar kawat tersebut dapat digunakan pada mesin press untuk menghasilkan ukuran paku yang dikehendaki, maka diameternya perlu diperkecil yang dapat dilakukan dengan menggunakan

Pada Hari ke-2 mendapat bantuan dari Tim Water Canon Brimob dan Helikopter dari Polda Metro Jaya Kebutuhan spektrum frekuensi untuk kejadian kebakaran di Pasar Senen dapat

penelitian Illing (1916), yang menunjukkan bahwa endapan sedimen dalam cekungan tertentu cenderung mengandung kumpulan mineral berat tertentu, telah mendorong munculnya apa

Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berbentuk empat persegi panjang dalam posisi vertikal dengan kertas berukuran 33 cm x 21,5 cm (tiga puluh tiga sentimeter

Pendidikan Seni Drama, Tari Dan Musik Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris.. Universitas

Protozoa pada sampel sebelum dan sesudah pembentukan biogas menunjukan jenis yang sama tetapi berkurang cukup banyak hal ini dikarenakan ketika masuk ke dalam digester

Fasilitas dan peralatan praktik klinik untuk kegiatan pelaksanaan bagi peserta didik praktik klinik di RSUD Kabupaten Sumedang disesuaikan dengan kebutuhan standar alat-alat

Pertama, nilai akurasi yang dihasilkan dari pengenalan wajah dengan citra pelatihan tunggal menggunakan algoritme VFI5 berbasis histogram baik. Dengan nilai