• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Tahun 2008"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

Penyajian Data Informasi

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga

Tahun 2008

(2)

Penyajian Data Informasi

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga

Tahun 2008

(3)

PENYAJIAN DATA INFORMASI

KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA

TAHUN 2008

ISBN:

Ukuran Buku: 15,7 cm x 24 cm Jumlah Halaman: 163 + xii

Naskah:

Tim Penyusun

Gambar Kulit:

Tim Penyusun

Diterbitkan oleh:

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga

(4)

PENYAJIAN DATA INFORMASI

KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA

TAHUN 2008

Tim Penyusun Naskah

Penangung Jawab : Wynandin Imawan

Penyunting : Wien Kusdiatmono

Nur Syahrizal

Penulis : Wien Kusdiatmono

Retno Harisah

Dewa Ayu Eka Sumarningsih Suhariadi

Penyiapan Data : Wien Kusdiatmono Retno Harisah

Dewa Ayu Eka Sumarningsih Suhariadi

(5)

Kata Pengantar

Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga 2008 merupakan publikasi yang menyajikan informasi mengenai kepemudaan dan keolahragaan di Indonesia. Data dan Informasi pemuda yang disajikan meliputi kependudukan, pendidikan, kesehatan, angkatan kerja, pemberdayaan pemuda, proyeksi penduduk, serta pemuda dan pengentasan kemiskinan. Informasi kependudukan mencakup jumlah dan persebaran pemuda, pemuda menurut jenis kelamin, status perkawinan dan partisipasi pemuda dalam keluarga berencana. Informasi aspek pendidikan antara lain mencakup partisipasi sekolah, dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Informasi aspek kesehatan meliputi angka kesakitan dan jenis keluhan kesehatan. Pembahasan angkatan kerja meliputi tingkat partispasi angkatan kerja pemuda dan angka pengangguran di kalangan pemuda. Informasi pada aspek pemberdayaan pemuda mencakup ketersediaan fasilitas olah raga, prestasi olah raga dan sains yang dicapai pemuda Indonesia dan Sarjana Pembangunan di Pedesaan (SP-3). Publikasi ini juga menyajikan proyeksi pemuda sampai tahun 2015. Pembahasan pemuda dan pengentasan kemiskinan, meliputi kemiskinan dan umur dan peranan pemuda dalam pengentasan kemiskinan.

Sumber data dan informasi yang digunakan dalam publikasi ini berasal dari berbagai sumber antara lain: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2005 dan Susenas Panel Maret 2007, Susenas Kor Juli 2007, Survei Potensi Desa (PODES) 2005 dan PODES 2008, dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2007. Ketiga sumber data tersebut berasal dari kegitan survei/sensus yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS). Selain ketiga sumber data tersebut, dalam publikasi ini menggunakan pula

(6)

data yang bersumber dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga khususnya mengenai pencapaian prestasi olah raga dan Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan.

Publikasi ini merupakan publikasi tahunan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini, disampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga publikasi ini bermanfaat. Kritik dan saran sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Jakarta, Desember 2008

(7)

Sambutan

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...iii

Sambutan ...v

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel...ix

Daftar Gambar ...xi

Daftar Lampiran ...xii

Bab 1 Pendahuluan ...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Tujuan...3 1.3 Sumber Data ...5 1.4 Sistematika Penyajian...6 Bab 2 Kependudukan...7

2.1 Jumlah dan Persebaran Pemuda...7

2.2 Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Propinsi dan Kelompok Umur ...10

2.3 Status Perkawinan Pemuda...11

2.4 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana ...12

Bab 3 Pendidikan...15

3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah ...16

3.2 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ...18

3.3 Buta Aksara ...20

Bab 4 Kesehatan ...23

4.1 Angka Kesakitan Pemuda...25

4.2 Jenis Keluhan Kesehatan ...27

Bab 5 Pemuda dan Angkatan Kerja...29

5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda ...31

(10)

Bab 6 Pemberdayaan Pemuda ...37

6.1 Pembangunan Olahraga ...39

6.2 Prestasi Pemuda ...42

6.2.1 Prestasi Pemuda di Pekan Olahraga Nasional ...43

6.2.2 Prestasi Pemuda di SEA Games ...44

6.2.3 Prestasi Pemuda di ASIAN Games ...48

6.2.4 Prestasi Pemuda di Olimpiade...51

6.2.5 Prestasi Pemuda di Bidang Sains ...53

6.2.6 Prestasi Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan...57

Bab 7 Proyeksi Pemuda...63

7.1 Metode Proyeksi ...63

7.2 Hasil Proyeksi...64

Bab 8 Pemuda dan Pengentasan Kemiskinan ...69

8.1 Rata-rata Umur Kepala Rumah Tangga Miskin ...71

8.2 Distribusi Kemiskinan Pemuda Sebagai Kepala Rumah Tangga...76

8.3 Peran Pemuda dalam Program Penanggulangan Kemiskinan ...81

8.3.1 Program Terpadu Program Keluarga Sejahtera (PROKESRA)...82

8.3.2 Program Pembangunan Keluarga Sejahtera ...83

8.3.3 Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) ...84

8.3.4 Program Kesejahteraan Sosial (PROKESOS)...85

8.3.5 Program Terkait Lainnya...87

Daftar Pustaka ...89

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah

Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...12

Tabel 2.2 Persentase Pemuda Pernah Kawin menurut Partisipasi dalam Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2007 ...13

Tabel 3.1 Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...17

Tabel 3.2 Angka Buta Aksara menurut Daerah Tempat Tinggal Kelompok umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...21

Tabel 4.1 Angka Kesakitan Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Pulau/Kepulauan, Tahun 2007 ...26

Tabel 4.2 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...28

Tabel 4.3 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan , Kelompok Umur Tahun 2007 ...28

Tabel 5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda menurut Propinsi, Jenis Kelamin dan Daerah, Tahun 2007 ...33

Tabel 5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda menurut Propinsi, Daerah dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...36

Tabel 6.1 Perolehan Medali SEA Games Tahun 2007 ...46

Tabel 6.2 Lokasi ASEAN ParaGames...46

Tabel 6.3 Perolehan Medali ASEAN ParaGames III ...47

Tabel 6.4 Perolehan Medali ASEAN ParaGames IV ...47

Tabel 6.5 Perkembangan Peringkat Indonesia dalam ASEAN Games ...49

(12)

Tabel 6.7 Perolehan Medali Tim Indonesia, menurut Cabang

Olahraga, Olimpiade Tahun 1952-2008 ...51

Tabel 6.8 Perolehan Medali Tim Indonesia menurut Tahun

Kejuaraan...52

Tabel 7.1 Jumlah Pemuda 2005 dan Proyeksi Pemuda 2006-2015

menurut Kelompok Umur (dalam ribuan) ...66

Tabel 7.2 Perbandingan Jumlah Pemuda 2005 dan Proyeksi

Pemuda, Tahun 2015 ...68

Tabel 8.1 Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin menurut Daerah,

Tahun 2007 ...72

Tabel 8.2 Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin menurut Daerah,

Tahun 2005 ...73

Tabel 8.3 Persentase Rumah Tangga Miskin, Tidak Miskin dan Head Count Index menurut Jenis Kelamin Kepala

Rumah Tangga, Tahun 2007 ...75

Tabel 8.4 Persentase Rumah Tangga Miskin, Tidak Miskin dan Head Count Index menurut Jenis Kelamin Kepala

Rumah Tangga, Tahun 2005 ...76

Tabel 8.5 Persentase Rumah Tangga Miskin menurut Jenis

Kelamin Kepala Rumah Tangga, Tahun 2007...77

Tabel 8.6 Distribusi Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga Miskin menurut Provinsi dan Pendidikan,

Tahun 2007 ...79

Tabel 8.7 Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga Miskin menurut Provinsi dan Lapangan Pekerjaan,

Tahun 2007 ...80

Tabel 8.8 Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga Tangga menurut Status Pekerjaan dan Provinsi,

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Persentase Pemuda menurut Pulau, Tahun 2007 ... 9

Gambar 2.2 Rasio Pemuda menurut Kelompok Umur, Tahun2007...11

Gambar 2.3 Persentase Pemuda dalam Keluarga Berencana

menurut Kelompok Umur, Tahun 2007 ...14

Gambar 3.1 Partisipasi Sekolah Pemuda menurut Daerah Tempat

Tinggal, Tahun 2007 ...18

Gambar 3.2 Persentase Pemuda menurut Tingkat Pendidikan

Tertinggi yang Ditamatkan, Tahun 2007...19

Gambar 4.1 Angka Kesakitan Pemuda menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...26

Gambar 5.1 Persentase Pemuda menurut Kegiatan, Tahun 2007...30

Gambar 5.2 Persentase Pemuda Bekerja dan Mengurus Rumah

Tangga, Tahun 2007 ...30

Gambar 5.3 Persentase Pemuda Bekerja menurut Jenis Kelamin, dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2007 ...31

Gambar 6.1 Jumlah SP-3 menurut Angkatan ...59

Gambar 7.1 Proyeksi Pemuda menurut Kelompok Umur,

2005-2015 ...65

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Jumlah Pemuda menurut Propinsi dan Jenis

Kelamin, Tahun 2007 ...92

Lampiran 2 Jumlah Pemuda menurut Propinsi dan Kepadatan

Pemuda, Tahun 2007 ...93

Lampiran 3 Rasio Pemuda menurut Propinsi, Tahun 2007 ...94

Lampiran 4 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana

menurut Propinsi dan Tipe Daerah, Tahun 2007 ...95

Lampiran 5 Persentase Pemuda menurut Propinsi dan

Partisipasi Sekolah, Tahun 2007 ...97

Lampiran 6 Persentase Pemuda menurut Propinsi, Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, dan

Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...98

Lampiran 7 Persentase Pemuda menurut Kemampuan

Baca-Tulis dan Propinsi, Tahun 2007 ...100

Lampiran 8 Angka Kesakitan Pemuda menurut Propinsi dan

Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...101

Lampiran 9 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis

Keluhan Kesehatan dan Propinsi, Tahun 2007 ...102

Lampiran 10 Persentase Desa menurut Keberadaan Lapangan Olahraga, Propinsi dan Jenis Lapangan

Olahraga, Tahun 2005 ...104

Lampiran 11 Persentase Desa menurut Keberadaan Lapangan Olahraga, Propinsi dan Jenis Lapangan

Olahraga, Tahun 2008 ...106

Lampiran 12 Persentase Desa yang Memiliki Kelompok Kegiatan Olahraga menurut Propinsi dan Jenis Olahraga,

(15)

Lampiran 13 Persentase Desa yang Memiliki Kelompok Kegiatan Olahraga menurut Propinsi dan jenis Olahraga,

Tahun 2008 ...110

Lampiran 14 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi,

Jenis Medali dan Peringkat, Tahun 1993 ...112

Lampiran 15 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi,

Jenis Medali dan Peringkat, Tahun 1996 ...113

Lampiran 16 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi,

Jenis Medali dan Peringkat, Tahun 2000 ...114

Lampiran 17 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi,

Jenis Medali, dan Peringkat, Tahun 2004 ...115

Lampiran 18 Jumlah Perolehan Medali PON XVII menurut

Propinsi, dan Jenis Medali, Tahun 2008 ...116

Lampiran 19 Jumlah Perolehan Medali SEA Games XXI menurut Cabang Olahraga dan Jenis Medali,

Tahun 2001 ...117

Lampiran 20 Jumlah Perolehan Medali dari Medali Emas yang Diperebutkan SEA Games XXII menurut Cabang

Olahraga dan Jenis Medali, Tahun 2003 ...118

Lampiran 21 Jumlah Perolehan Medali SEA Games XXIV menurut Negara, Jenis Medali, Jenis Kelamin,

dan Peringkat, Tahun 2007 ...119

Lampiran 22 Banyaknya Nomor yang Dipertandingkan, Nomor yang Diikuti dan Perolehan Medali SEA Games XXIII menurut Cabang Olahraga,

Events, dan Jenis Medali, Tahun 2005 ...120

Lampiran 23 Banyaknya Nomor yang Dipertandingkan, Nomor yang Diikuti dan Perolehan Medali SEA Games XXIII menurut Cabang Olahraga,

(16)

Lampiran 24 Banyaknya Events SEA Games XIX-XXIV

menurut Cabang Olahraga, Tahun 1997-2007 ...126

Lampiran 25 Jumlah Perolehan Medali dan Nama Atlet menurut Cabang Olahraga, Events, Jenis Medali, dan

Nama Pelatih SEA Games XXIV, Tahun 2007 ...128

Lampiran 26 Jumlah Perolehan Medali Asian Beach Games Bali menurut Peringkat, Negara, dan Jenis Medali,

Tahun 2008 ...152

Lampiran 27 Jumlah Perolehan Medali Olimpiade menurut Event Olahraga, Cabang Olahraga, Atlet Peraih

Medali, dan Jenis Medali, Tahun 1988-2008 ...153

Lampiran 28 Data Realisasi SP-3 Angkatan I s/d XVII ...154

Lampiran 29 Proyeksi Pemuda Berumur 18-35 Tahun menurut

Propinsi, Tahun 2005-2015 (dalam ribuan) ...156

Lampiran 30 Proyeksi Pemuda Laki-Laki Berumur 18-35 Tahun menurut Propinsi, Tahun 2005-2015

(dalam Ribuan) ...158

Lampiran 31 Proyeksi Pemuda Perempuan Berumur 18-35 Tahun menurut Provinsi, Tahun 2005-2015

(dalam Ribuan) ...160

Lampiran 32 Proyeksi Pemuda Indonesia menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2005 – 2015

(dalam Ribuan) ...162

Lampiran 33 Jumlah Pemuda 2005 dan Proyeksi Pemuda Tahun 2006-2015 menurut Kelompok Umur

(17)

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pemuda dan olahraga mempunyai peran strategis dalam menunjang terciptanya masyarakat Indonesia yang berkualitas di masa mendatang. Pemuda merupakan kelompok masyarakat yang memiliki peranan penting dalam pembangunan serta memiliki nilai dan posisi strategis dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kelompok pemuda selalu mengambil peran penting, mulai dari sebagai pelopor organisasi modern Budi Utomo, Sumpah Pemuda, pelaksanaan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) 1945, peristiwa sekitar tahun 1965 sampai pelopor reformasi di tanah air. Siapakah pemuda yang dimaksud? Pemuda merupakan sebutan bagi penduduk yang berusia 18 hingga 35 tahun.

Pada publikasi Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun 2006 dan 2007 yang disebut dengan pemuda adalah penduduk yang berumur 15-35 tahun. Namun, berdasarkan Rancangan Undang-Undang Kepemudaan tahun 2008, penyebutan pemuda ditujukan untuk penduduk yang berusia 18-35 tahun. Dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 tentang Perlindungan Anak disebutkan secara jelas bahwa usia di bawah 18

BAB

1

(18)

tahun dikategorikan sebagai anak. Sehingga definisi pemuda yang digunakan pada publikasi tahun 2008 tidak memasukkan anak (15-17 tahun) sebagai bagian dari pemuda.

Peranan pemuda tidak berhenti sampai perjalanan sejarah bangsa di masa lalu. Kini pemuda merupakan generasi penerus, penanggung jawab dan pelaku pembangunan. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia khususnya kelompok pemuda yang berkualitas di masa depan sangat dibutuhkan.

Untuk menunjang terciptanya manusia yang berkualitas, maka olahraga merupakan salah satu instrumen pembangunan nasional yang akan mewujudkannya. Dalam UU No. 3 Tahun 2005 secara jelas disebutkan bahwa tujuan keolahragaan nasional adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional disebutkan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.

Mengingat peran penting pemuda dalam pembangunan serta proporsinya yang mencapai 32,4 persen penduduk Indonesia (Angka Proyeksi, BPS) menjadikan pembangunan pemuda sebagai fokus perhatian pemerintah. Keberhasilan pembangunan pemuda sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing, merupakan salah satu kunci untuk membuka peluang keberhasilan di berbagai sektor pembangunan lainnya. Di samping itu, berbagai tantangan yang muncul dalam mempersiapkan, membangun, dan

(19)

memberdayakan pemuda dapat mengganggu kesinambungan, kestabilan dalam pembangunan nasional, bahkan mungkin akan mengancam integrasi bangsa. Seperti tawuran dan kriminalitas lainnya, penyalahgunaan Narkoba dan Zat Adiktif lainnya (NAZA), minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular, penyaluran aspirasi dan partisipasi, serta apresiasi terhadap kalangan pemuda.

Pembangunan di bidang kepemudaan secara khusus ditangani oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Kementerian ini mempunyai tugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pemuda dan olahraga.

Untuk mendukung pembangunan di bidang kepemudaan dan olahraga yang terarah dan tepat sasaran, maka diperlukan perencanaan berbasis data pemuda dan olahraga yang akurat. Data pemuda dan olahraga ini dapat menjadi pijakan dalam mempersiapkan, membangun, dan memberdayakan pemuda. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu melakukan kegiatan penyediaan data pemuda dan olahraga yang berkelanjutan dan mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan data ini diharapkan dapat membantu berbagai program pembangunan pemuda dan olahraga di masa mendatang yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.2 Tujuan

Penyajian data dan informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, tahun 2008 ini bertujuan untuk:

1. Menyajikan gambaran kondisi (profil) pemuda Indonesia dilihat

dari aspek jenis kelamin, umur, pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan. Profil ini akan memberikan gambaran tentang sumber daya pemuda Indonesia. Sehingga diharapkan dapat

(20)

diketahui kualitas pemuda dari aspek pendidikan dan kesehatan. Melalui profil ini diharapkan pula dapat mengetahui angka penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran di kalangan pemuda.

2. Menyajikan data ketersediaan fasilitas olahraga di setiap propinsi.

Ketersediaan fasilitas merupakan syarat mutlak memasyarakatkan olahraga di masyarakat. Adalah suatu kemustahilan apabila mengharapkan prestasi olahraga yang tinggi tanpa memperhatikan ketersediaan fasilitas, karena itu perlu diketahui ketersediaan fasilitas olahraga di setiap propinsi.

3. Menyajikan data tingkat pencapaian prestasi keolahragaan pemuda

Indonesia. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang olahraga adalah tingkat pencapaian prestasi. Pada dasarnya semua kegiatan pembangunan bidang olahraga, baik yang berupa sarana dan prasarana, regulasi dan kebijakan bermuara pada tujuan meningkatnya prestasi di bidang keolahragaan.

4. Menyajikan data proyeksi pemuda Indonesia sampai tahun 2015.

Proyeksi penduduk diperlukan terutama terkait dengan perencanaan program pembangunan di masa mendatang. Sehingga diharapkan dapat disusun suatu program yang tepat guna dan tepat waktu.

5. Menyajikan karakteristik rumah tangga miskin, termasuk di

(21)

1.3 Sumber Data

Sumber data dan informasi yang digunakan dalam publikasi ini sebagian besar bersumber dari survei atau sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu meliputi:

1. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2005 dan

Susenas Panel Maret 2007 dan Kor Juli 2007. Susenas adalah survei rutin tahunan yang diselengarakan BPS melalui pendekatan rumah tangga. Sampel Susenas mencakup seluruh wilayah Indonesia. Data yang dicakup meliputi variabel sosial dan ekonomi.

2. Potensi Desa (Podes) 2005 dan Podes 2008. Podes adalah suatu

kegiatan pencacahan lengkap (sensus) terhadap seluruh desa/kelurahan di Indonesia.

3. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2007. Sakernas

merupakan kegiatan survei tahunan khusus mengenai angkatan kerja. Sampel Sakernas mencakup seluruh wilayah Indonesia.

4. Data tingkat pencapaian prestasi pemuda Indonesia dalam arena

olahraga bersumber dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Kementerian Pemuda dan Olahraga serta website-website yang berhubungan.

5. Data Sarjana Pendamping Penggerak Pembangunan di Perdesaan

tahun 2006.

6. Data Proyeksi Pemuda 2008 yang diolah dari Proyeksi Penduduk

(22)

1.4 Sistematika Penyajian

Publikasi ini dibagi menjadi 8 bab. Bab pertama adalah pendahuluan, yang membahas mengenai latar belakang, tujuan, sumber data dan sistematika penulisan. Bab ke dua menyajikan masalah kependudukan yang meliputi jumlah dan persebaran pemuda, pemuda menurut jenis kelamin, status perkawinan dan partisipasi pemuda dalam keluarga berencana. Bab ke tiga mengenai pendidikan yang mengulas tentang partisipasi sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan buta aksara. Bab ke empat membahas tentang kesehatan yang mencakup angka morbiditas dan pemuda yang mempunyai keluhan kesehatan. Bab ke lima membahas pemuda dan angkatan kerja yang meliputi partisipasi pemuda dalam angkatan kerja, dan angka pengangguran. Bab ke enam tentang pemberdayaan pemuda yang meliputi peran serta pemuda dalam keolahragaan, di bidang sains, serta prestasi sarjana penggerak pembangunan di perdesaan. Bab ke tujuh mengenai proyeksi jumlah pemuda sampai tahun 2015. Dan bab ke delapan yang merupakan bab terakhir membahas mengenai pemuda dan pengentasan kemiskinan, kemiskinan dan umur dan peranan pemuda dalam pengentasan kemiskinan.

(23)

Kependudukan

Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peranan penting. Data kependudukan yang lengkap dan akurat akan mempermudah pembuatan perencanaan pembangunan serta diperoleh perencanaan pembangunan yang tepat.

Data kependudukan, khususnya kelompok usia 18-35 tahun yang dikategorikan sebagai pemuda juga sama pentingnya dengan data kependudukan keseluruhan, karena terkait dengan peran strategis mereka di dalam pembangunan bangsa.

Data kependudukan, khususnya kelompok pemuda akan membahas masalah jumlah dan persebaran pemuda di Indonesia, rasio jenis kelamin pemuda menurut kelompok umur, status perkawinan pemuda, dan partisipasi pemuda dalam Keluarga Berencana (KB).

2.1 Jumlah dan Persebaran Pemuda

Berdasarkan angka proyeksi BPS, penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 225,64 juta jiwa, 32,4 persen di antaranya adalah kelompok pemuda. Jumlah pemuda yang cukup besar merupakan salah satu potensi yang dimiliki bangsa Indonesia dalam rangka membangun

BAB

2

(24)

Indonesia di masa kini dan mendatang. Dari 73,12 juta jiwa, ternyata persentase pemuda perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, namun selisihnya tidak berbeda jauh, yaitu hanya 0,11 persen dengan perbandingan 50,37 persen berbanding 50,48 persen.

Di samping jumlah, persebaran penduduk juga perlu mendapat perhatian khusus para perencana pembangunan. Informasi mengenai persebaran penduduk, khususnya pemuda dapat menjadi pijakan dalam menentukan tingkat konsentrasi pembangunan. Wilayah dengan konsentrasi pemuda tinggi memerlukan perhatian khusus agar sesuai dengan daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat meminimalisasi arus urbanisasi maupun perpindahan penduduk ke satu wilayah saja.

Data Susenas tahun 2007 menunjukkan lebih dari 50 persen (tepatnya 52,62%) pemuda bertempat tinggal di perdesaan. Hal tersebut merupakan suatu kewajaran mengingat jumlah penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di perdesaan mencapai 56 persen dan wilayah di Indonesia masih berstatus perdesaan sekitar 87,8 persen (Podes 2005).

Jika persebaran pemuda dilihat menurut kepulauan, tampak persebaran yang sangat tidak merata. Sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang masing-masing mencapai 57,69 persen dan 21,32 persen (lihat Gambar 2.1.). Kedua pulau tersebut termasuk sebagai kawasan barat Indonesia (KBI). Seperti diketahui selama ini bahwa pembangunan di Indonesia lebih banyak terkonsentrasi di kawasan tersebut. GBHN 1999 secara eksplisit menyebutkan bahwa salah satu arah kebijakan pembangunan daerah adalah meningkatkan pembangunan di seluruh daerah terutama kawasan timur Indonesia (KTI). Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di kawasan barat Indonesia lebih maju dibanding kawasan timur sehingga KTI perlu

(25)

perhatian khusus. Menurut garis Wallace, KBI meliputi seluruh propinsi di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, sedangkan KTI meliputi seluruh propinsi di Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, NTB, dan NTT.

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Berdasarkan hasil proyeksi, propinsi-propinsi yang menjadi pusat konsentrasi pemuda di Pulau Jawa adalah Jawa Barat (13,26 juta), Jawa Tengah (9,77 juta), dan Jawa Timur (11,46 juta), untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1.

Besarnya konsentrasi pemuda (lihat Lampiran 2) di Pulau Jawa menyebabkan kepadatan yang tinggi dibanding pulau-pulau utama lainnya. Pulau Jawa yang hanya 7 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia dan memiliki jumlah pemuda tertinggi menyebabkan sangat tingginya kepadatan pemuda di Pulau Jawa yaitu mencapai 326 jiwa

setiap 1 km2. Sedangkan, Propinsi Papua yang luasnya mencapai 16,70

persen dari total wilayah Indonesia (merupakan propinsi terluas), pada setiap kilometer perseginya hanya didiami sekitar 2 pemuda. Propinsi-propinsi dengan kepadatan pemuda tertinggi semuanya berada di Pulau

Jawa, yaitu DKI Jakarta (5.285 jiwa/ km2) dengan kepadatan tertinggi

(26)

Jawa dengan kisaran di atas 200 pemuda per kilometer persegi. Untuk propinsi di luar Pulau Jawa, Bali merupakan propinsi dengan kepadatan

tertinggi (191 jiwa/ km2).

2.2 Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Propinsi dan Kelompok Umur

Rasio jenis kelamin adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan 100 penduduk perempuan. Data ini berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender, terutama berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil.

Rasio jenis kelamin di Indonesia secara keseluruhan menunjukkan angka 98 yang berarti bahwa untuk setiap 98 pemuda laki-laki dibarengi dengan 100 pemuda perempuan atau dengan kata lain pemuda yang berjenis laki-laki jumlahnya lebih sedikit dibanding pemuda yang berjenis kelamin perempuan. Namun, rasio ini tidak menggambarkan keadaan setiap wilayah di Indonesia. Seperti Propinsi Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua menunjukkan hal yang sebaliknya, yaitu jumlah pemuda laki-laki yang lebih banyak dibanding pemuda perempuan (lihat Lampiran 3).

Menurut kelompok umur (lihat Gambar 2.2.), terlihat pola yang menarik. Semakin tua, rasio jenis kelamin pemuda semakin menurun yang berarti semakin tua, jumlah pemuda laki-laki semakin berkurang dibanding pemuda perempuan. Pada kelompok umur 18-19 tahun dan 20-24 tahun, jumlah pemuda laki-laki lebih banyak dibanding pemuda perempuan (rasio di atas 100). Pada kelompok umur yang lebih tua, yaitu

(27)

25-29 tahun dan 30-35 tahun, terjadi kodisi sebaliknya, jumlah pemuda perempuan lebih banyak dibanding pemuda laki-laki (rasio di bawah 100).

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

2.2 Status Perkawinan Pemuda

Mengingat definisi pemuda adalah penduduk yang berumur 18-35 tahun, maka sesuatu yang wajar jika ditemukan ada pemuda yang telah berstatus kawin. BPS mendefinisikan seseorang berstatus kawin apabila mereka terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik yang tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri.

Dari Tabel 2.1 terlihat sebagian besar pemuda di Indonesia telah berstatus kawin. Seperti di perkotaan, lebih dari 50 persen penduduk yang berusia 18-35 tahun telah berstatus kawin. Di perdesaan bahkan hampir mencapai 66 persen.

Pola yang cukup menarik terlihat dalam Tabel 2.1 pemuda perempuan yang berstatus kawin, cerai hidup, dan cerai mati menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibanding pemuda laki-laki

(28)

baik yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan, begitu juga halnya dengan pola nasional. Tingginya persentase pemuda perempuan yang berstatus kawin dibanding pemuda laki-laki terkait dengan keberadaan UU Perkawinan No. 1 Tahun 2004 mengijinkan perempuan dapat melakukan perkawinan dengan umur terendah 16 tahun, sedangkan laki-laki harus berumur 21 tahun ke atas. Serta adanya stigma dalam masyarakat bahwa menjadi perawan tua merupakan sesuatu yang harus dihindari dapat menjadi pemicu tingginya perkawinan pemuda perempuan.

Tabel 2.1: Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2007

Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin

Belum kawin Kawin Cerai hidup Cerai mati (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan 45,70 52,60 1,40 0,40 Laki-laki 54,90 44,30 0,70 0,10 Perempuan 36,90 60,60 2,00 0,60 Perdesaan 31,90 65,80 1,80 0,50 Laki-laki 43,80 54,80 1,10 0,20 Perempuan 20,40 76,40 2,40 0,70 Perkotaan + Perdesaan 38,40 59,60 1,60 0,40 Laki-laki 49,00 49,90 0,90 0,20 Perempuan 28,20 68,90 2,20 0,70 Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

2.3 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana (KB)

Program keluarga berencana (KB) merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam rangka menekan jumlah penduduk. Program yang mulai diluncurkan pada 29 Juni 1970 ini telah menunjukkan keberhasilan yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas, yaitu mulai dari 5,61 anak per wanita pada tahun 1968 menjadi

(29)

4,68 tahun 1977, dan mencapai 2,27 anak per wanita pada tahun 2000 (www.datastatistik-indonesia.com).

Pelaku KB adalah pasangan usia subur yaitu pasangan suami istri yang istrinya berusia 15-49 tahun. Hal ini berarti pemuda yang merupakan penduduk berusia 18-35 tahun (termasuk penduduk usia subur) merupakan salah satu pelaku KB. Jumlah yang mencapai sepertiga penduduk Indonesia, pemuda dapat menunjukkan perannya sebagai pelaku KB dalam rangka mengendalikan jumlah serta meningkatkan kualitas penduduk.

Tabel 2.2: Persentase Pemuda Pernah Kawin menurut Partispasi dalam Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2007

Partisipasi dalam Keluarga Berencana Daerah Tempat Tinggal Sedang menggunakan Tidak menggunakan lagi Tidak pernah menggunakan (1) (2) (3) (4) Perkotaan 59,20 18,60 22,20 Perdesaan 60,80 17,40 21,80 Total 60,10 17,90 22,00

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Hasil Susenas 2007 menunjukkan jumlah pemuda yang sedang menggunakan alat KB atau yang sedang berpartispasi dalam KB telah mencapai lebih 60 persen yang merupakan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal, ternyata selisih antara pemuda yang sedang menggunakan KB yang tinggal di perkotaan dengan yang tinggal di daerah perdesaan hanya 1,6 persen. Ini merupakan indikasi bahwa kesadaran pemuda untuk mengikuti program KB di perdesaan hampir sama dengan di perkotaan.

Pencapaian partisipasi KB secara nasional yang mencapai 60 persen tidak searah dengan pencapaian di KTI seperti di Nusa Tenggara

(30)

Timur (NTT), Maluku, Papua, dan Papua Barat (lihat Lampiran 4). Di keempat propinsi tersebut keikutsertaan pemuda dalam program KB termasuk rendah. Pemuda yang tidak pernah menggunakan KB di NTT mencapai 48,6 persen, di Maluku mencapai 52,4 persen, di Papua mencapai 52,7 persen dan di Papua Barat mencatat angka tertinggi yaitu sebesar 54,7 persen.

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Partisipasi KB menurut kelompok umur dari kelompok umur 18-19 tahun ke kelompok 30-35 tahun tampak meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, yaitu dari 40,89 persen menjadi 62,37 persen. Kelompok umur 18-19 tahun adalah kelompok pasangan usia perkawinan muda yang pada umumnya menginginkan punya anak sehingga mereka belum menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Sebaliknya pada umur perkawinan tua, mereka sudah memiliki anak yang mungkin lebih dari 10 orang, sehingga mereka banyak menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.

(31)

Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

(http://id.wikipedia.org). Proses pembelajaran yang dilalui melalui pendidikan merupakan salah satu cara dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya pemuda yang merupakan tulang punggung pembangunan nasional.

Pendidikan sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan yang selalu disertai dengan terobosan secara konsisten dan berkelanjutan akan mampu menghasilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas, dan kompetitif. Pendidikan merupakan pondasi dasar untuk menyiapkan SDM bangsa yang berkualitas, khususnya bagi pemuda yang notabene merupakan SDM potensial yang akan menjadi penggerak aktif pembangunan bangsa.

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan angka buta aksara. Ketiga indikator yang

BAB

3

(32)

disebutkan di atas akan dibahas pada bab ini, baik menurut jenis kelamin maupun daerah tempat tinggal.

3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah

Susenas 2007 membedakan tingkat partisipasi sekolah menjadi tiga, yaitu tidak atau belum pernah bersekolah, masih bersekolah, dan tidak bersekolah lagi. Partisipasi sekolah di sini merujuk kepada jenjang pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

Pemuda masih termasuk penduduk aktif di pendidikan formal, yaitu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi berdasarkan usia yang dijadikan standar menurut jenjang pendidikan di Indonesia atau rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan umum. Usia 18 tahun merupakan bagian dari kelompok usia standar untuk jenjang pendidikan SMA dan usia 19 tahun ke atas merupakan kelompok usia standar untuk jenjang perguruan tinggi.

Tingkat partisipasi sekolah menggambarkan bagaimana status pemuda dalam jenjang pendidikan formal. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa lebih dari 90 persen pemuda berumur 18-35 tahun sudah tidak duduk di bangku sekolah formal lagi atau tidak bersekolah lagi baik laki-laki maupun perempuan.

Pada penduduk usia 18-35 tahun ini, ternyata ada yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal, baik laki-laki mapun perempuan. Dalam Tabel 3.1 terlihat sebesar 1,34 persen pemuda laki-laki belum pernah mengenyam bangku sekolah. Bias gender dalam dunia pendidikan masih kentara terlihat di Indonesia. Masih ditemukan sebesar

(33)

2,12 persen (lebih tinggi dari pemuda laki-laki) pemuda perempuan yang juga belum pernah mencicipi bangku sekolah.

Tabel 3.1: Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah

dan Jenis Kelamin, Tahun 2007

Jenis Kelamin Belum/Tidak Pernah Sekolah Masih/Sedang Sekolah Tidak Bersekolah Lagi (1) (2) (3) (4) Laki-laki 1,34 7,38 91,28 Perempuan 2,12 6,53 91,35 Total 1,74 6,94 91,32

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Sekitar 7 persen pemuda, tepatnya pemuda laki-laki 7,38 persen dan pemuda perempuan 6,53 persen masih berstatus sekolah. Pada usia ini (18-35 tahun) umumnya pemuda bersekolah di pendidikan menengah (SMA) atau perguruan tinggi.

Fakta menarik terlihat pada partisipasi sekolah pemuda di propinsi-propinsi di Indonesia (lihat Lampiran 5). Pemuda yang tidak/belum pernah sekolah antar propinsi secara umum tidak terlalu bervariasi, angkanya berkisar antara 0,50 s.d. 5,80 persen, kecuali Papua. Persentase pemuda yang tidak pernah sekolah di Propinsi Papua mencapai 22,60 persen, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya. Dengan propinsi tetangga pun menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan, yaitu Papua Barat yang hanya 5,80 persen.

Sesuai dengan julukan yang disematkan ke Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu kota pelajar, pemuda yang tidak pernah sekolah termasuk rendah, yaitu hanya 0,60 persen dan jumlah pemuda

(34)

yang masih berstatus sekolah merupakan yang tertinggi dibanding propinsi lain, yakni mencapai 21,50 persen.

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Selama ini ada wacana mengenai ketimpangan pendidikan antara masyarakat perdesaan dengan perkotaan. Data Susenas 2007, secara jelas menunjukkan hal tersebut (lihat Gambar 3.1). Persentase pemuda yang belum sempat mengenyam pendidikan formal di perdesaan jauh lebih rendah dibanding yang tinggal di perkotaan, yaitu 0,72 persen berbanding 2,65 persen. Di sisi lain, pemuda yang masih/sedang bersekolah di perdesaan hanya mencapai separuhnya (4,32%) dari pemuda yang tinggal di perkotaan (9,86%).

3.2 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Angka pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pemuda dapat menjadi acuan dalam membuat perencanaan tenaga kerja dan memberi gambaran tentang kualitas sumber daya tenaga kerja yang tersedia di suatu wilayah, serta dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan pendidikan di wilayah tersebut.

(35)

Data pendidikan tertinggi yang ditamatkan pemuda merupakan persentase pemuda yang menamatkan jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah pemuda.

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa sumber daya pemuda Indonesia lebih dari sepertiganya (31,81%) berpendidikan SMA; 29,20 persen berpendidikan SD, dan 24,02 persen telah berpendidikan SMP dan hanya 7,15 persen yang telah menyelesaikan perguruan tinggi.

Pola serupa dapat ditemukan di hampir semua propinsi di Indonesia (lihat Lampiran 6), tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pemuda rata-rata SD, SMP, dan SMA. Dibanding dengan angka nasional, pemuda yang berpendidikan sampai tingkat perguruan tinggi di Propinsi DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta mencapai lebih dari 10 persen, yaitu masing-masing 15,40 persen dan 13,10 persen. Di samping itu, ternyata cukup banyak pemuda yang tidak punya ijazah, yang berarti belum pernah menamatkan pendidikan SD sekalipun.

(36)

3.3 Buta Aksara

Ukuran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan adalah kemampuan baca tulis penduduk dewasa. Kemampuan baca tulis tercermin dari data angka melek huruf. Sebaliknya buta aksara menunjukkan kondisi yang berlawanan. Angka buta aksara merupakan indikator yang mengukur persentase penduduk (pemuda) yang tidak bisa membaca dan menulis huruf latin. Tinggi rendahnya angka buta aksara di suatu wilayah dapat menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan.

Kualitas pemuda pun dapat dicerminkan oleh data buta aksara ini. Persentase pemuda dengan angka buta aksara yang tinggi perlu mendapat perhatian. Kemampuan baca tulis adalah modal dasar pemuda untuk mengembangkan diri dan membangun bangsanya.

Berdasarkan data Susenas 2007, secara nasional persentase pemuda yang tidak bisa membaca dan menulis huruf latin mencapai 2,60 persen. Meskipun angka buta aksara secara nasional hanya 2,60 persen, namun masih ada propinsi dengan angka buta aksara di atas angka nasional. Sebanyak 14 propinsi memiliki persentase pemuda yang buta aksara di atas 2,6 persen. Di antara 14 propinsi tersebut, Propinsi Papua mempunyai angka buta aksara tertinggi yaitu mencapai 22,60 persen. Secara keseluruhan angka buta aksara untuk pemuda di propinsi-propinsi di Indonesia kurang dari 8 persen dan predikat propinsi dengan angka buta aksara pemuda terendah terdapat di Propinsi DKI Jakarta yang hanya 0,6 persen.

(37)

Tabel 3.2: Angka Buta Aksara menurut Daerah Tempat Tinggal, Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2007

Kategori Perkotaan Perdesaan Total (1) (2) (3) (4) Kelompok Umur 18-19 1,39 2,36 1,91 20-24 1,07 2,81 1,95 25-29 1,27 3,62 2,50 30-35 1,67 4,85 3,40 Jenis Kelamin Laki-laki 1,14 2,91 2,07 Perempuan 1,56 4,44 3,07 Total 1,35 3,69 2,58

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Mengamati angka buta aksara menurut kelompok umur, tampak pola yang wajar. Angka buta aksara pemuda yang berada pada kelompok umur yang lebih muda cenderung lebih rendah dibanding pemuda pada kelompok umur lebih tua. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.2, angka buta aksara pemuda yang berumur 30-35 tahun lebih tinggi dibanding yang berumur 25-29 tahun, begitu juga angka buta aksara pada kelompok umur 25-29 tahun lebih tinggi dibanding pada kelompok umur 20-24 tahun. Namun, pola yang sedikit berbeda diperlihatkan angka buta aksara pemuda di perkotaan. Angka buta aksara pemuda umur 18-19 tahun lebih tinggi dibanding yang berumur 20-24 tahun.

Secara keseluruhan memperlihatkan bahwa pemuda yang buta aksara di perdesaan jauh lebih tinggi dibanding di perkotaan, pemuda yang buta aksara di perdesaan mencapai dua kali lipat dibanding perkotaan, yaitu 3,69 persen berbanding 1,35 persen.

Angka buta aksara menurut jenis kelamin masih memperlihatkan ketertinggalan dan keterbatasan kesempatan bagi perempuan dalam

(38)

mengenyam pendidikan. Di perkotaan maupun di perdesaan menunjukkan kesenjangan tersebut. Seperti di perdesaan, persentase perempuan yang buta aksara mencapai 4,44 persen dan laki-laki hanya 2,91 persen. Sebenarnya pola serupa terlihat di perkotaan, namun kesenjangan tersebut tidaklah terlalu tinggi. Walaupun persentase pemuda yang buta aksara lebih rendah dibanding pemudi, namun selisihnya tidak terlalu jauh, yaitu hanya 0,42 persen.

(39)

Kesehatan

Sebagai generasi penerus bangsa, kaum muda harus siap mengahadapi persaingan hidup. Untuk itu, sudah selayaknya pemuda senantiasa meningkatkan kemampuannya agar tidak terlindas oleh roda kemajuan zaman. Peningkatan kualitas kesehatan di kalangan pemuda menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sekarang dan di masa yang akan datang.

Pada bulan April 2007, Menteri Kesehatan mencanangkan pembentukan Pemuda Siaga Peduli Kesehatan. Dalam sambutannya, dikatakan bahwa pemuda yang tergabung dalam Pemuda Siaga Peduli Kesehatan akan dibekali pengetahuan dan keterampilan mengenai berbagai hal tentang kesehatan seperti penanggulangan bencana, wabah demam berdarah, flu burung dan lain-lain. Sehingga diharapkan organisasi kepemudaan dan mahasiswa dapat berperan aktif menangani masalah kesehatan yang terjadi. Isi Deklarasi Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai berikut:

BAB

4

(40)

Sumber: http://www.ppk-depkes.org/index.php?option=com_content&view=article& id=275:pemuda-siaga-peduli-kesehatan&Itemid=151

DEKLARASI PEMUDA SIAGA PEDULI KESEHATAN

Pemuda sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai hak hidup sehat berkewajiban untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Menyadari bahwa Indonesia masih dilanda berbagai masalah kesehatan yang perlu segera ditanggulangi.

Pemuda Indonesia sebagai pejuang bangsa dengan potensi pengetahuan dan keterampilan memiliki kewajiban untuk ikut berperan aktif dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan berperan sebagai pelopor, penggerak, pelaksana pembangunan kesehatan bangsa.

Untuk itu kami:

- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai pelopor pembangunan kesehatan siap memprakarsai dan memberdayakan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatannya.

- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai penggerak pembangunan kesehatan siap menggerakkan sumber daya yang ada dalam membantu penanganan masalah kesehatan.

- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai pelaksana pembangunan siap bersama masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan khususnya menjadi mitra pelaksana di desa siaga.

- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan bersama dengan komponen masyarakat lainnya ikut mengkritisi jalannya pembangunan kesehatan.

Dalam rangka merealisasikan kegiatan-kegiatan tersebut dibentuk kelompok Pemuda Siaga Peduli Kesehatan yang anggota-anggotanya adalah organisasi kepemudaan dan mahasiswa yang dikoordinasi dan difasilitasi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

(41)

Deklarasi ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar menyadari betapa pentingnya peran pemuda dalam pembangunan bangsa.

4.1 Angka Kesakitan Pemuda

Informasi status kesehatan pemuda memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan pemuda yang dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan. Angka ini menyatakan persentase pemuda yang mengalami gangguan kesehatan hingga menggangu aktivitas sehari-hari.

Secara nasional, angka kesakitan pemuda di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding di daerah perkotaan. Hal ini mungkin disebabkan kesadaran untuk menjaga pola hidup sehat di perdesaan relatif masih rendah. Sedangkan jika dilihat menurut propinsi yang disajikan pada Lampiran 7, ada 4 propinsi yang angka kesakitan pemuda di daerah perkotaannya justru lebih tinggi dibanding perdesaan. Keempat propinsi tersebut beruturt-turut dari yang angka kesakitan pemudanya paling tinggi adalah Banten (kota = 11,56% - desa = 11,11%), Nusa Tenggara Barat (kota = 18,22% - desa = 17,96%), Papua Barat (kota = 23,09% - desa = 14,36%), dan Papua (kota = 17,34% – desa = 16,16%). Angka kesakitan pemuda menurut tipe daerah dan jenis kelamin Tahun 2007 disajikan pada Gambar 4.1

(42)

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa secara nasional tingkat kesakitan pemuda laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal serupa juga tergambar pada angka kesakitan pemuda menurut pulau dan jenis kelamin tahun 2007 yang disajikan pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1: Angka Kesakitan Pemuda menurut Jenis Kelamin

dan Pulau/Kepulauan, Tahun 2007

Angka Kesakitan Pulau/Kepulauan

Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4) Sumatera 13,40 13,20 13,30 Jawa 11,10 10,50 10,76 Nusa Tenggara 19,50 18,80 19,10 Kalimantan 12,50 12,90 12,67 Sulawesi 17,40 17,00 17,20 Maluku 18,10 18,10 18,08 Papua 17,20 16,40 16,79 Total 12,70 12,30 12,49

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Secara nasional, pada tahun 2007 pemuda yang mengalami gangguan keluhan kesehatan sebesar 12,49 persen. Angka kesakitan laki-laki lebih tinggi 0,40 persen dibanding angka kesakitan perempuan.

(43)

Tidak ada perbedaan signifikan antara pemuda laki-laki dengan perempuan.

Jika dilihat menurut pulau, angka kesakitan pemuda tertinggi berada di Kepulauan Nusa Tenggara sebesar 19,1%, Maluku di urutan kedua sebesar 18,08% dan Pulau Jawa pada urutan terendah sebesar 10,76%.

Dilihat menurut propinsi (Lampiran 8), 5 propinsi dengan angka kesakitan tertinggi berturut-turut adalah Nusa Tenggara Timur (24%), Gorontalo (21,9%), Maluku Utara (21,7%), Sulawesi Tengah (21,5%), dan Sulawesi Barat (21,1%). Tahun 2007, Propinsi Jawa Tengah mencetak angka kesakitan terendah sebesar 9,3%.

Dari daerah tempat tinggal, angka kesakitan pemuda pada daerah perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Angka kesakitan di daerah perdesaan sebesar 14,07 persen, sedangkan di daerah perkotaan hanya 10,7 persen. Hal ini dimungkinkan karena di daerah perdesaan pada umumnya prasarana kesehatan dan kesadaran terhadap pentingnya hidup sehat masih lebih rendah dibanding perkotaan, sehingga berdampak pada rendahnya tingkat kesehatan pemuda.

4.2 Jenis Keluhan Kesehatan

Pada umumnya, semua orang pernah merasakan gangguan kesehatan. Hasil Susenas 2007 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan pilek dan batuk paling banyak diderita pemuda dibandingkan penyakit yang lain. Persentase pemuda yang sakit menurut jenis keluhan kesehatan disajikan pada Tabel 4.2.

(44)

Tabel 4.2: Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin, Tahun 2007

Jenis Keluhan Jenis

Kelamin Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit Kepala Sakit Gigi Lain- nya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Laki-laki 35,10 45,10 46,20 3,90 5,80 21,80 7,60 31,10 Perempuan 30,10 38,30 41,60 4,20 5,40 26,90 8,10 34,20 Total 32,50 41,60 43,80 4,10 5,60 24,50 7,90 32,70

Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS

Dari Tabel 4.2 terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara persentase pemuda laki-laki dan perempuan yang mengalami keluhan kesehatan dari setiap jenis keluhan. Jika melihat tingkat keluhan kesehatan menurut kelompok umur yang disajikan pada Tabel 4.3, relatif tidak ada perbedaan.

Tabel 4.3: Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan

Kesehatan dan Kelompok Umur, Tahun 2007

Jenis Keluhan Kelompok

Umur Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit Kepala Sakit Gigi Lain- nya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 18-19 35,20 41,00 44,50 3,70 5,40 21,30 7,40 31,40 20-24 33,00 41,20 44,00 3,70 5,40 22,40 7,50 32,20 25-29 32,50 41,20 43,70 4,20 5,60 25,30 8,10 32,40 30-35 31,70 42,20 43,60 4,30 5,70 25,90 8,10 33,60 Total 32,50 41,60 43,80 4,10 5,60 24,50 7,90 32,70

(45)

Pemuda dan

Angkatan Kerja

Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Untuk itu pemerintah terus berusaha menciptakan program pembangunan pada sektor ekonomi dan sektor ketenagakerjaan, terutama ditujukan pada kelompok penduduk yang tergolong miskin. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.

Penduduk usia kerja (PUK) dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Di Indonesia, PUK adalah penduduk yang telah berusia 15 tahun ke atas. Angka PUK ini terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Jumlah PUK pada bulan Agustus 2007 mengalami peningkatan sekitar 1,05 persen dibandingkan kondisi Februari 2007 (Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS). Dari seluruh PUK pada Agustus 2008, sekitar 67 persennya adalah pemuda berusia 18-35 tahun. Persentase pemuda menurut jenis kegiatannya sehari-hari disajikan pada Gambar 5.1.

BAB

5

(46)

Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS

Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa kegiatan pemuda terkonsentrasi pada kegiatan bekerja dan mengurus rumah tangga. Jika ditinjau menurut jenis kelamin, ada perbedaan yang cukup signifikan pada dua kegiatan ini. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS

Dari Gambar 5.2 terlihat bahwa hampir semua pemuda yang mengurus rumah tangga adalah perempuan. Pemuda laki-laki mendominasi dalam kegiatan bekerja, dari semua pemuda yang bekerja, sekitar 63 persennya adalah laki-laki. Persentase pemuda yang bekerja berdasarkan jenis kelamin dan daerah tempat tinggal disajikan pada Gambar 5.3.

(47)

Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS

Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa dalam kegiatan bekerja, laki-laki tidak hanya mendominasi secara keseluruhan, tapi juga di daerah perkotaan dan perdesaan. Hal ini sangat wajar karena secara umum, tanggung jawab menopang kebutuhan keluarga ada di pundak laki-laki.

Peran angkatan kerja sebagai faktor penting dalam proses produksi, kedudukannya lebih penting daripada sarana produksi yang lainnya, seperti; bahan mentah, tanah, air dan sebagainya. Hal itu tidak lain karena manusialah yang menggerakkan semua sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang.

Besarnya partisipasi angkatan kerja digambarkan melalui indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Dua indikator ini merupakan indikator utama ketenagakerjaan yang sering dipakai untuk melihat perkembangan suatu wilayah di bidang ketenagakerjaan.

5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menyatakan persentase jumlah penduduk angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Angka TPAK menunjukkan besaran relatif dari pasokan

(48)

tenaga kerja yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan pemuda memasuki angkatan kerja. Salah satu alasan di antaranya karena sudah tidak bersekolah lagi, baik sukarela maupun terpaksa. Sukarela, misalnya apabila seseorang telah menamatkan jenjang pendidikan tertentu. Sedangkan yang terpaksa, misalnya karena alasan ekonomi seseorang memilih putus sekolah sementara masih mempunyai keinginan untuk melanjutkan. Dengan kondisi tersebut terpaksa harus bekerja/mencari pekerjaan.

Angka TPAK pemuda menurut jenis kelamin dan wilayah per propinsi disajikan dalam Tabel 5.1. Secara nasional, TPAK pemuda tahun 2007 sebesar 69,76, lebih tinggi 3,57 poin dibandingkan angka TPAK untuk PUK yang nilainya 66,19. Angka TPAK pemuda laki-laki adalah 88,88 persen, sedangkan perempuan sebesar 51,65 persen. Perbedaan antara TPAK pemuda laki-laki dengan perempuan cukup signifikan, yaitu sebesar 37,23 poin. Angka yang cukup bisa menggambarkan bahwa di Indonesia, laki-laki masih mendominasi peran sebagai tulang punggung keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Menurut propinsi, TPAK tertinggi ada di Bali yaitu sebesar 80,46. Untuk pemuda laki-laki, TPAK pemuda tertinggi ada di Kalimantan Tengah sebesar 94,96, sedangkan terendah ada di DI Yogyakarta sebesar 81,26. Untuk TPAK pemuda perempuan, TPAK tertinggi ada di Papua sebesar 71,23, sedangkan terendah ada di Propinsi Riau sebesar 31,48.

(49)

Tabel 5.1: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda menurut Propinsi, Jenis Kelamin dan Daerah Tahun 2007

Wilayah Jenis Kelamin PROPINSI Per- kotaan Per- desaan Laki-laki Perem-puan Total NAD 59,35 69,95 84,07 51,02 66,76 Sumatera Utara 70,42 73,75 89,19 55,74 72,16 Sumatera Barat 66,34 68,98 87,04 49,68 68,07 Riau 57,32 58,72 87,24 31,48 58,27 Jambi 69,90 72,36 91,16 53,09 71,63 Sumatera Selatan 63,34 79,99 90,85 58,59 74,17 Bengkulu 77,46 79,93 92,89 67,27 79,20 Lampung 65,57 72,36 89,87 52,00 70,77 Kep Bangka Belitung 73,91 71,30 94,04 49,80 72,40 Kepulauan Riau 80,85 60,16 94,13 61,59 76,29 DKI Jakarta 67,41 - 85,78 50,11 67,41 Jawa Barat 63,63 62,93 89,49 39,26 63,32 Jawa Tengah 74,60 75,34 89,57 60,68 75,02 DI Yogyakarta 68,63 78,30 81,26 62,71 71,92 Jawa Timur 67,89 71,88 87,81 52,48 70,09 Banten 66,88 65,39 89,42 44,25 66,26 Bali 75,50 86,18 90,48 70,83 80,46

Nusa Tenggara Barat 69,93 74,76 89,12 60,06 72,87 Nusa Tenggara Timur 64,56 80,60 89,27 67,12 77,24 Kalimantan Barat 68,03 82,33 92,75 64,13 78,27 Kalimantan Tengah 74,29 81,60 94,96 64,21 79,32 Kalimantan Selatan 64,45 76,54 90,99 54,22 72,00 Kalimantan Timur 63,77 71,05 87,42 46,42 66,99 Sulawesi Utara 73,59 68,74 92,90 50,67 70,65 Sulawesi Tengah 63,16 69,01 87,18 50,48 67,67 Sulawesi Selatan 63,31 66,22 86,84 45,11 65,11 Sulawesi Tenggara 63,37 73,35 91,53 53,57 71,16 Gorontalo 62,37 71,16 89,16 48,73 68,68 Sulawesi Barat 73,78 64,90 89,80 47,29 66,76 Maluku 64,10 64,46 81,48 48,13 64,35 Mauku Utara 65,85 75,16 90,05 55,36 72,31 Papua Barat 70,66 77,33 92,29 59,14 75,10 Papua 62,68 85,54 89,58 71,23 79,99 Total 67,58 71,64 88,88 51,65 69,76

(50)

5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka

Sampai saat ini, pengangguran masih menjadi isu sentral sebagai salah satu faktor terbesar penyebab kemiskinan. Penyebab umum pengangguran antara lain adalah karena jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mampu mengimbangi kian meningkatnya jumlah pencari kerja, tidak sesuainya kompetensi pencari kerja dengan kebutuhan pasar, masalah besaran gaji yang ditawarkan dan masalah-masalah lainnya. Peningkatan angka pengangguran juga diperparah dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja oleh perusahan yang gulung tikar atau melakukan efisiensi karena peningkatan biaya produksi.

Angka pengangguran digambarkan dengan indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menunjukkan persentase jumlah

pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Tingginya angka

pengangguran tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, melainkan berimbas juga pada masalah sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan

sosial. Tabel 5.2menyajikan angka TPT pemuda Indonesia menurut jenis

kelamin dan wilayah perkotaan/perdesaan per propinsi tahun 2007.

Ada hal yang menarik jika mengamati angka TPAK menurut jenis kelamin. Angka TPT pemuda di tingkat nasional sebesar 15,30 persen, dengan TPT laki-laki sebesar 13,52 persen dan perempuan 18,20 persen. Hampir di semua propinsi, angka TPT laki-laki lebih rendah dari TPT perempuan kecuali di tiga propinsi yaitu DI Yogyakarta, NTB, dan Papua. Lebih tingginya angka TPT perempuan dimungkinkan karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang ditawarkan serta tidak sesuainya kompetensi dan kualifikasi pencari kerja perempuan dengan kebutuhan pasar kerja yang tersedia.

Di tingkat propinsi, TPT tertinggi ada di Propinsi Maluku sebesar 24,29 persen, sedangkan terendah ada di Propinsi Sulawesi Barat sebesar

(51)

6,07 persen. Jika dipisahkan pengamatan TPT pada daerah perkotaan dan perdesaan, secara umum angka TPT di perkotaan relatif lebih tinggi kecuali di Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur. Angka TPT di perkotaan sebesar 19,7 persen, sedangkan di perdesaan 11,71 persen. Angka-angka ini membantah anggapan banyak orang bahwa di kota selalu lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

Sejalan dengan angka TPT nasional, angka TPT di tingkat propinsi

juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu angka TPTdi perkotaan

relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Angka TPT perkotaan per

propinsi berkisar antara 9,54 persen (Bali) dan 29,47 persen (Sumatera

Selatan). Di perdesaan, angka TPT berkisar antara 3,01 persen (NTT)

dan 23,18 persen (Maluku). Diduga penyebab angka pengangguran

terbuka di perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja, kompetensi dan kualifikasi pencari kerja.

(52)

Tabel 5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda menurut Propinsi, Daerah, dan Jenis Kelamin, Tahun 2007

Wilayah Jenis Kelamin PROPINSI Per- kotaan Per- desaan Laki-laki Perem- puan Total NAD 20,99 13,32 8,64 25,46 15,37 Sumatera Utara 18,45 13,05 11,65 21,61 15,57 Sumatera Barat 22,10 15,78 13,94 24,63 17,90 Riau 25,22 10,25 11,22 24,60 14,97 Jambi 14,80 8,86 8,43 14,04 10,56 Sumatera Selatan 29,47 8,42 13,72 16,12 14,70 Bengkulu 13,64 5,24 6,09 9,61 7,69 Lampung 21,41 10,88 8,95 20,32 13,16 Kep Bangka Belitung 15,12 5,78 7,35 14,61 9,79 Kepulauan Riau 9,73 13,85 9,42 11,73 10,45 DKI Jakarta 17,65 - 17,47 17,93 17,65 Jawa Barat 24,41 18,63 19,38 27,00 21,84 Jawa Tengah 16,23 12,75 14,11 14,46 14,25 DI Yogyakarta 15,97 6,13 12,45 12,18 12,33 Jawa Timur 17,91 9,85 12,67 14,50 13,36 Banten 21,91 20,03 19,92 23,51 21,14 Bali 9,54 6,77 7,80 8,60 8,16

Nusa Tenggara Barat 16,46 8,84 12,60 10,65 11,70 Nusa Tenggara Timur 20,68 3,01 3,42 9,10 6,10 Kalimantan Barat 20,80 6,54 8,36 12,44 10,05 Kalimantan Tengah 14,59 4,30 5,62 9,69 7,30 Kalimantan Selatan 19,34 4,96 9,12 10,88 9,80 Kalimantan Timur 17,90 20,29 15,30 26,07 19,02 Sulawesi Utara 29,41 17,12 11,37 39,93 22,16 Sulawesi Tengah 20,12 8,37 6,39 17,72 10,89 Sulawesi Selatan 24,88 14,03 12,31 28,29 18,07 Sulawesi Tenggara 16,74 8,68 5,48 17,30 10,25 Gorontalo 13,68 7,31 4,13 17,51 8,95 Sulawesi Barat 12,27 4,20 5,43 7,09 6,07 Maluku 26,86 23,18 16,72 36,42 24,29 Mauku Utara 23,46 8,28 8,73 18,37 12,50 Papua Barat 28,12 7,70 9,74 20,46 14,12 Papua 19,57 5,28 8,11 7,87 8,00 Total 19,70 11,71 13,52 18,20 15,30

(53)

Pemberdayaan

Pemuda

Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang terkendali dan berkualitas, akan sangat mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Selanjutnya, pemuda sebagai generasi penerus, penanggung jawab, dan pelaku pembangunan di masa depan, memiliki proporsi yang relatif besar dari penduduk Indonesia, yaitu 32,4% (Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2015, BPS, 2007). Pemuda sebagai pemegang peran potensi pembangunan dan merupakan generasi penerus bangsa, tenaga kerja produktif bangsa, memiliki peran penting di dalam menggerakkan arah pembangunan dan menentukan masa depan bangsa, sehingga perlu diupayakan peningkatan kualitasnya. Pemuda dituntut untuk menjadi sumber daya yang bermutu, yang memiliki kemampuan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kemampuan tersebut meliputi penguasaan ilmu pengetahuan yang terus berkembang, teknologi dan seni, bekerja secara profesional, dan menghasilkan karya unggul yang mampu bersaing di pasar global. Oleh karena itu, diperlukan penyusunan kebijakan dalam program-program pembangunan pemuda. Program-program kebijakan pembangunan pemuda ini perlu mendapat perhatian

BAB

6

(54)

dan pemikiran prioritas di dalam agenda pembangunan melalui penyusunan kebijakan dan program, dan bila tidak ditangani dengan baik, maka akan merugikan perkembangan negara di masa yang akan datang.

Oleh karena itu, pembangunan pemuda memiliki peran stategis dalam peningkatan kualitas SDM. Upaya untuk meningkatkan kualitas SDM juga dilakukan malalui pembangunan olahraga yang bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, ulet dan berjiwa sportif. Kebijakan di bidang olahraga diarahkan untuk mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga; meningkatkan budaya dan prestasi olahraga secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan dan pengembangan bakat; dan meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung pembangunan olahraga. Saat ini telah ditunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pembangunan pemuda. Hasil yang dicapai pembangunan pemuda dan olahraga di antaranya adalah disahkan dan disosialisasikannya UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 17/2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, serta Peraturan Pemerintah No. 18/2007 tentang Pendanaan Keolahragaan; disusunnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kepemudaan; dilaksanakannya pelatihan kepemimpinan pemuda; dioptimalkannya peran sarjana penggerak pembangunan di perdesaan; disusunnya Sport Deevelopment Index (SDI) sebagai indikator keberhasilan keolahragaan nasional; dicapainya prestasi di beberapa cabang olahraga internasional, seperti meningkatnya peringkat Indonesia dari lima pada SEA Games tahun 2005 di Manila ke peringkat empat pada tahun 2007 di Thailand; dan dilaksanakannya pembinaan keolahragaan melalui event Olahraga Pelajar Nasional. Penyusunan dan pembinaan ini merupakan sinyal kuat bahwa adanya keseriusan

(55)

pemerintah dalam pengembangan dan peningkatan peran pemuda dan olahraga sebagai dua pilar bangsa dalam menunjang pembangunan nasional.

Bab ini mengulas tentang pemuda serta prestasi pemuda baik lingkup nasional maupun internasional. Pembahasan difokuskan pada peran serta kegiatan pemuda dalam olahraga dan prestasi yang telah dicapai pemuda Indonesia. Pembahasan kegiatan pemuda terbatas pada peran serta pemuda dalam olahraga. Prestasi pemuda dilihat dari bidang olahraga, sains dan prestasi kepeloporan pemuda di tingkat nasional dalam program Sarjana Penggerak di Perdesaan (SP-3).

6.1 Pembangunan Olahraga

Pembangunan negara membutuhkan pemuda yang berkualitas, yaitu pemuda yang sehat dan cerdas. Pemuda yang berkualitas, antara lain ditentukan oleh derajat kesehatan dan kebugaran jasmani, serta perilaku terpuji seperti kejujuran dan sportivitas. Namun demikian, penerapan hidup sehat dan kebiasaan olahraga secara teratur dan berkesinambungan, belum menjadi budaya di tengah masyarakat, termasuk di kalangan pemuda.

Dalam rangka mengukur kemajuan pembangunan olahraga pemuda di Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga menyusun suatu indeks yang disebut Sport Development Index (SDI). Ada empat dimensi yang diukur yaitu ruang terbuka, sumber daya manusia, partisipasi, dan kebugaran. Keempat dimensi indeks tersebut merupakan ukuran indikator input dalam keolahragaan. Ada tiga aktegori penilaian yang dihasilkan dari SDI yaitu kategori tinggi jika indeks yang diperoleh antara 0,800 – 1, menengah jika indeks antara 0,500 – 0,799, dan rendah jika antara 0 – 0,499.

(56)

Pada tahun 2006 SDI nasional sebesar 0,280 dengan rincian dimensi ruang terbuka sebesar 0,226, dimensi sumber daya manusia sebesar 0,099, dimensi partisipasi sebesar 0,422, dan dimensi kebugaran sebesar 0,335. Dari semua indeks yang diperoleh menunjukkan bahwa semua masuk dalam ketegori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya perhatian semua pihak terhadap olahraga. Masyarakat lebih mementingkan membangun prasarana perekonomian daripada prasarana umum untuk olahraga. Di sisi lain peduduk juga belum menjadikan kegiatan olahraga sebagai kebutuhan hidup sehari-hari, apa lagi untuk berprestasi sehingga partisipasi penduduk dalam keolahragaan masih kurang. Tidak tersedianya prasarana umum untuk olahraga, belum membudayanya olahraga, dan pasifnya penduduk terhadap keolahragaan maka mengakibatkan kebugaran penduduk yang rendah.

Salah satu upaya untuk melindungi pemuda dari aktifitas yang bersifat destruktif adalah melalui kegiatan positif, seperti olahraga. Olahraga yang terarah dan terbina memerlukan waktu dan keseriusan. Oleh karena itu, waktu luang pemuda dapat dialihkan kepada kegiatan olahraga dengan didukung pengembangan sarana dan prasarana olahraga.

Berdasarkan data Podes 2008, untuk ketersediaan fasilitas lapangan olahraga, lapangan sepakbola banyak terdapat di desa/kelurahan di wilayah Propinsi Bangka Belitung (93,02%), Riau (85,72%), Kalimantan Barat (83,75%) dan Kepulauan Riau (83,44%).

Lapangan bola voli relatif lebih banyak dibanding lapangan sepakbola. Terdapat 5 propinsi yang memiliki persentase desa/kelurahan yang memiliki lapangan voli lebih dari 95 persen, yaitu Riau (97,92%), D.I. Yogyakarta (97,72%), Bangka Belitung (96,57%) dan Kalimantan Barat (95,25%). Sedangkan ketersediaan lapangan bulu tangkis paling banyak ditemui di desa/kelurahan wilayah Propinsi DKI Jakarta.

Gambar

Tabel 2.1:  Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah  Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Tabel 2.2:  Persentase  Pemuda  Pernah  Kawin  menurut  Partispasi  dalam  Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2007
Tabel 3.1: Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah   dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa sumber daya pemuda Indonesia  lebih dari sepertiganya (31,81%) berpendidikan SMA; 29,20 persen  berpendidikan SD, dan 24,02 persen telah berpendidikan SMP dan hanya  7,15 persen yang telah menyelesaikan perguruan tinggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya konstruksi tangga dari batu digunakan untuk : (1) tangga luar yang menghubungkan tanah dengan lantai dasar bangunan, terutama untuk bangunan tempat tinggal, (2)

Adapun data dalam penelitian ini adalah data-data kualitatif berupa kata, frase, klausa, atau kalimat dalam bentuk kohesi leksikal dan gramatikal dalam lirik lagu

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan yang terdapat di dalam ketiga belas video komedi Kamil Onte Pon Tv yang di dalamnya memuat penyimpangan prinsip kerja

With the Decision Support System employees who han- dle credit services in Cooperative enough input data required by the systems, then the system will process these data by the

Tabel yang sama juga menunjukkan bahwa konfigurasi yang memiliki biaya investasi paling rendah adalah konfigurasi-8 (konfigurasi dengan sistem gasifikasi yang dilakukan pada tekanan

Majalah Farmasi Indonesia, 13(4), 2002 193 Minyak Atsiri Hasil Destilasi Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.) Dari Beberapa Daerah Di Yogyakarta Dan Aktivitas Antijamur

Terkait dengan proses hermeneutik yang akan digunakan untuk menganalisis berbagai teks yang dianggap bias gender tersebut, berikut adalah paparannya : Seperti