• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Pemilihan wilayah Jakarta Timur sebagai lokasi yang merepresentasikan permukiman di wilayah DKI Jakarta, didasarkan atas pertimbangan data demografis di mana daerah tersebut adalah daerah yang paling luas lahan perumahannya, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) dan jumlah rumah yang paling banyak di antara daerah lain yang ada di DKI Jakarta, seperti diperlihatkan pada Tabel 4 berikut, Tabel 4. Luas Lahan Perumahan, Jumlah Kepala Keluarga (KK) dan Jumlah

Rumah di DKI Jakarta (2001)

No. Kotamadya Luas Lahan

Perumahan (Ha) Jumlah Kepala Keluarga (KK) Jumlah Rumah 1 Jakarta Selatan 10.431,35 462.237 456.438 2 Jakarta Timur 13.445,22 613.034 612.533 3 Jakarta Pusat 3.097,69 245.826 243.856 4 Jakarta Barat 8.559,27 511.425 510.015 5 Jakarta Utara 8.147,13 394.618 393.288

Sumber : BPS DKI Jakarta, 2005

Di wilayah Jakarta Timur, dipilih secara sengaja tiga Kecamatan yang relatif dapat merepresentasikan seluruh wilayah Jakarta Timur, yaitu (1) Kecamatan Duren Sawit, (2) Kecamatan Kramat Jati, dan (3) Kecamatan Ciracas. Melalui informasi spasial, dilakukan penyusunan tipologi permukiman yang cukup rinci, sehingga setiap kecamatan hanya diwakili oleh satu kelurahan. Pada Kecamatan Duren Sawit dipilih Kelurahan Pondok Kelapa, pada Kecamatan Kramat jati dipilih Kelurahan Kramat Jati, dan pada Kecamatan Ciracar dipilih Kelurahan Cibubur. Selain itu, untuk kajian model partisipasi yang telah berjalan, dilakukan studi kasus di Banjarsari, Cilandak Barat-Jakarta Selatan dan Rawajati, Pancoran-Jakarta Selatan (bottom-up planning) serta Rawasari-Jakarta Pusat (top-down planning). Penelitian dilaksanakan selama sepuluh bulan (Januari 2006 – Oktober 2006).

(2)

3.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan beberapa pendekatan sekaligus, yaitu (a) analisis spasial untuk penentuan tipologi permukiman dengan sebagian besar data berasal dari data spasial/Sistem Informasi Geografi, (b) pendekatan kuantitatif, (c) pendekatan Kualitatif dan (d) pendekatan Multicriteria Decision Analysis (MCDA) atau Multicriteria Decision

Making (MCDM) melalui penggunaan teknik AHP. Pada pendekatan dengan

menggunakan analisis spasial, digunakan pembuatan peta tematik (Martin, 1991) yang menggabungkan beberapa faktor analisis untuk kebutuhan penyusunan tipologi permukiman perkotaan di DKI Jakarta, berdasarkan pada aspek-aspek yang berkaitan dengan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, termasuk aspek partisipasi masyarakat.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei, yaitu suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial melalui penjaringan pendapat dan aspirasi masyarakat atau entitas penduduk, melalui pendekatan sampel populasi. Melalui survei dapat diketahui struktur masyarakat berdasarkan persepsi, sikap, perilaku dan partisipasi dalam pengelolaan sampah permukiman. Pengambilan contoh populasi (sampling) yang heterogen menjadi bagian-bagian yang relatif homogen (homogeneous subsets) atau disebut juga strata, dilakukan untuk dapat menjaring seluruh lapisan dalam masyarakat, baik secara proporsional maupun disproporsional. Kemudian pengambilan contoh secara acak dilakukan pada setiap strata tersebut. Dengan kata lain, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling (Cochran, 1984; Walsh, 1990).

Pendekatan kualitatif dilakukan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam (detail) tentang berbagai aspek kultural masyarakat yang kemungkinan tidak dapat dijaring melalui pendekatan kualitatif, sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang aspek-aspek sosial budaya secara lebih positivistik, terukur dan kuantitatif. Pada pendekatan kualitatif, digunakan pendekatan etnografi dekonstruktif. Dengan pendekatan tersebut akan diketahui kondisi riil suatu komunitas, baik sosial, maupun kultural. Etnografi tersebut semata-mata berciri deskriptif kualitatif, tanpa interpretasi-interpretasi kultural dan analisis budaya peneliti. Dengan kata lain, etnografi sekedar memberikan potret dari suatu komunitas kecil yang dikaji,

(3)

dengan menelaah dimensi-dimensi kultural masyarakat secara rinci, untuk mendukung kajian dalam penelitian kuantitatif (Faisal, 2004; Basrowi dan Sukidin, 2002).

Pendekatan Multicriteria Decision Making (MCDM) digunakan untuk penilaian dan pembobotan pada pembuatan peta tematik. Penggunaan Multicriteria Decision Making (MCDM) diperlukan untuk menjaring pendapat dari pakar dan stakeholders dengan lebih sistematis (Marimin, 2004). Selain itu, data sekunder yang diperlukan dalam studi dihimpun melalui penelusuran sumber-sumber tertulis (pustaka) di berbagai tempat yang relevan, khususnya di DKI Jakarta, sedangkan data lapang dihimpun melalui beberapa tahap penelitian berdasarkan urutan keperluan data hasil penelitian.

3.3. Kajian Tipologi Permukiman

3.3.1. Penggunaan Sistem Informasi Geografi dalam Penetapan Tipologi Kawasan

Saat ini, isu-isu kunci dalam sistem informasi adalah bagaimana cara membuat dan memperbaharui (updating) informasi, bagaimana mengorganisasikan dan menyimpan informasi, dan bagaimana memanggil dan menganalisis informasi. Kebutuhan dalam mengelola informasi spasial secara efisien telah lama muncul sebelum kelahiran komputer digital. Pada Sistem Informasi Geografi tradisional (peta), digunakan prosedur-prosedur manual untuk membuat dan mengelola sistem (Prahasta, 2005).

Proses produksi basis data secara manual membuat peta-peta di atas scribe coats, kertas, film, dan hardcopy lainnya. Proses tersebut berjalan lambat, dan media penyimpanannya relatif besar dan kebanyakan kurang stabil. Proses pemanggilan dan analisis informasi spasial kemungkinan besar menjadi masalah utama yang selalu dijumpai pada penggunaan sistem konvensional. Pemanggilan biasanya dilakukan dengan cara pencarian secara visual, suatu proses yang tidak efisien dan tidak dapat diandalkan. Proses tersebut kemudian ditingkatkan dengan pembuatan indeks atas unsur-unsur (features) peta, meneliti rujukan (cross-reference) masing-masing unsur dan lembar-lembar peta, dan melibatkan sistem file yang kompleks. Kompleksitas masalah analisis hampir selalu tidak dapat diatasi untuk aplikasi yang rumit, bahkan pada

(4)

aplikasi-aplikasi yang sederhana pun, seperti menghitung panjang suatu segmen-segmen garis yang membentuk sungai atau luas suatu poligon provinsi, jumlah tenaga kerja yang dilibatkan terkadang menjadi kendala. Untuk aplikasi-aplikasi lain, seperti mencari semua area yang memiliki kepadatan penduduk 1000 jiwa per kilometer persegi dengan curah hujan di bawah 1000 mm pertahun, kadang-kadang diperlukan usaha yang sebanding dengan pembuatan peta yang baru (Prahasta, 2005).

Ketika penggunaan komputer dalam aplikasi-aplikasi geometrik memungkinkan, masalah-masalah di atas dapat diatasi oleh sistem informasi spasial yang berbasiskan teknologi digital. Masalah-masalah pembuatan data spasial, update, pemanggilan, dan analisis juga dapat ditangani dengan mudah oleh teknologi yang sama (Prahasta, 2005). Aplikasi Sistem Informasi Geografi saat ini meluas sampai kepada aspek sosial ekonomi melalui pembuatan peta-peta tematik sesuai dengan kebutuhan, seperti kependudukan, kesehatan dan lain-lain, sehingga disebut Geodemografi (Martin, 1991).

Pelaksanaan penelitian tipologi permukiman yang berbasis data spasial, dilakukan dengan menetapkan karakteristik tipologi yang berkaitan erat dengan pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman. Satuan terkecil dari tipologi tersebut adalah wilayah Rukun Warga (RW) yang terdiri atas Kepala Keluarga pada tiga kelurahan di Jakarta Timur yang direpresentasikan menjadi jumlah rumah pada wilayah tersebut. Oleh karena itu, data di tingkat kelurahan menjadi penting untuk menentukan batas wilayah RW dan aspek sosial ekonomi di tingkat RW sebab data di BPS hanya tersedia sampai tingkat kelurahan. Selain itu, kelembagaan dalam masyarakat terutama dalam pengelolaan sampah, satuan terkecilnya dikelola di tingkat RW. Pada Tahap I untuk penyusunan tipologi permukiman, terlebih dahulu disusun faktor yang akan dianalisis untuk mendukung karakteristik tipologi (kawasan) permukiman, baru kemudian dilakukan overlay secara berjenjang sehingga terpetakan seluruh wilayah yang diteliti menurut tipe permukimannya. Faktor analisis untuk mendukung karakteristik permukiman tersebut diperlihatkan pada Tabel 5.

(5)

Tabel 5. Faktor Analisis dalam Penentuan Tipologi Permukiman

Faktor Analisis Jenis Data Sumber Data 1. Luas Bangunan Poligon SIG

2. Infrastruktur pengelolaan sampah permukiman

Atribut SIG, Dinas Kebersihan DKI Jakarta

3. Keteraturan Kawasan dan Kepadatan ruang :

- Keteraturan Kawasan - Rasio Kepadatan Penduduk

terhadap Luas Ruang - Rasio Luas bangunan terhadap Luas Ruang

Atribut dan poligon

SIG, BPS DKI Jakarta, Data Potensi Kelurahan

4. Partisipasi :

- Tingkat Retribusi Sampah - Tipe Partisipasi Masyarakat

Atribut Data Potensi Kelurahan, Data Primer

3.3.2. Luas Bangunan

Penentuan klasifikasi dalam luas bangunan dilakukan berdasarkan tipe permukiman yang merujuk pada Final Report Japan International Cooperation

Agency (JICA) dan Upah Minimum Pekerja berdasarkan Indikator Tingkat Hidup

Pekerja tahun 2000-2002 (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005) sebagai berikut,

a. Kelas Atas (High Income) :

• Luas rumah ± halaman rata-rata > 250 m2

• Pemakaian listrik besar > 4.400 watt • Susunan perumahan tertata rapi • Mempunyai halaman.

b. Kelas Menengah (Medium Income) :

• Luas rumah ± 80-250 m2

• Pemakaian listrik sedang 1.300-4.400 watt • Rumah tertata baik

• Mempunyai halaman.

c. Kelas Rendah (Low Income) :

• Luas rumah rata-rata < 80 m2

• Pemakaian listrik kecil < 1.300 watt • Letak rumah tidak beraturan

• Tidak mempunyai halaman (tidak jelas batasnya).

Dari rujukan tersebut, kemudian disusun klasifikasi tipologi permukiman berdasarkan luas bangunan, dengan membagi dua setiap strata dalam

(6)

klasifikasi tersebut seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Dengan menggunakan data spasial dan software ArcGIS 9.1, maka proses klasifikasi permukiman berdasarkan luas bangunan dilakukan dengan menggolongkan (query) data luas bangunan berdasarkan penggolongan tersebut.

Tabel 6. Klasifikasi Permukiman berdasarkan Luas Bangunan di DKI Jakarta

Klasifikasi Luas Bangunan Skor

• Kawasan non permukiman

• Kawasan permukiman dengan luas bangunan x < 40 m2

• Kawasan permukiman dengan luas bangunan 40 ≤ x < 80 m2

• Kawasan permukiman dengan luas bangunan 80 ≤ x < 165 m2

• Kawasan permukiman dengan luas bangunan 165 ≤ x < 250 m2

• Kawasan permukiman dengan luas bangunan 250 ≤ x < 300 m2

• Kawasan permukiman dengan luas bangunan x ≥ 300 m2

0 1 2 3 4 5 6

3.3.3. Infrastruktur Pengelolaan Sampah Permukiman

Penentuan klasifikasi infrastruktur pengelolaan sampah permukiman dilakukan berdasarkan data jenis fasilitas yang ada dengan karakteristik pelayanan tertentu. TPA/TPST tidak termasuk dalam jenis infrastruktur yang menjadi fasilitas di lokasi permukiman, sebab keduanya merupakan fasilitas pengelolaan sampah yang digunakan untuk seluruh wilayah di DKI Jakarta. Sistem pengangkutan sampah dan tingkat pelayanan pemerintah daerah melalui Dinas Kebersihan menjadi faktor lain yang menentukan klasifikasi tersebut. Secara umum, klasifikasi infrastruktur pengelolaan sampah permukiman diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Infrastruktur Pengelolaan Sampah Permukiman

Infrastruktur Pengelolaan Sampah Skor

Tidak terdapat TPS/dibuang sendiri/dibakar 1 Terdapat TPS dengan kapasitas rendah-sedang dan

frekuensi pengambilan belum memadai/tidak tentu

2 Terdapat TPS dengan kapasitas sedang-tinggi dan

frekuensi pengambilan sampah 2 hari sekali

3 Terdapat TPS dengan kapasitas tinggi dan

frekuensi pengambilan sampah setiap hari

(7)

3.3.4. Keteraturan Kawasan dan Kepadatan Ruang

Keteraturan kawasan disusun klasifikasinya berdasarkan aspek tata ruang, yang meliputi penilaian infrastruktur jalan utama dan jalan dalam lokasi permukiman, serta keteraturan penataan bangunan. Kepadatan ruang dilihat dua aspek, yaitu kepadatan penduduk dalam suatu wilayah (jiwa/ha) dan ketersediaan fasilitas pendukung permukiman, seperti ruang terbuka hijau, fasilitas sosial dan fasilitas umum. Tingkat kepadatan tinggi ditandai dengan jumlah penduduk lebih dari 600 jiwa/ha, tingkat kepadatan sedang 200-400 jiwa/ha dan tingkat kepadatan rendah dengan jumlah penduduk kurang dari 200 jiwa/ha (Apsari, 2005). Selanjutnya, klasifikasi dari seluruh aspek tersebut ditentukan sebagai berikut,

Tabel 8. Klasifikasi Keteraturan Kawasan dan Kepadatan Ruang Permukiman

Aspek Klasifikasi Skor

Rasio Luas Bangunan/Ruang (P1) 1:1 ≤ x < 1:2 1 1:2 ≤ x < 1:3 2 1:3 ≤ x < 1:4 3 1:4 ≤ x < 1:5 4 Rasio Penduduk/ Ruang (P2) x ≥ 600 jiwa/ha 1 400 ≤ x < 600 jiwa/ha 2 200 ≤ x < 400 jiwa/ha 3 x < 200 jiwa/ha 4 Keteraturan

Kawasan (K) Tidak teratur dan lebar jalan lingkungan <1.5m 1

Tidak teratur dan lebar jalan lingkungan 2 s/d 5m 2 Teratur dan lebar jalan lingkungan 2 s/d 5m 3 Teratur dan lebar jalan lingkungan 5 s/d 7m 4 Teratur dan lebar jalan lingkungan >7m 5 Tertata baik dengan lebar jalan > 7m dan

ruang terbuka hijau yang memadai 6

3.3.5. Aspek Partisipasi dalam Pengelolaan Sampah

Aspek partisipasi yang dinilai memberikan pengaruh yang signifikan pada perilaku dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman, antara lain adalah tingkat pendapatan dari Kepala Keluarga (KK) yang direpresentasikan dengan besarnya pembayaran iuran (retribusi) untuk

(8)

pengelolaan sampah di lingkungannya masing-masing. Tingkat retribusi juga menggambarkan partisipasi remuneratif masyarakat dalam pengelolaan sampah. Dengan data yang berasal dari data primer yang berasal dari wawancara dengan informan, yaitu petugas kelurahan dan pengurus RT/RW, kemudian disusun kisaran (rank) dari tingkat retribusi sampah serta pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah saat ini dan diberi bobot. Klasifikasi berdasarkan tingkat retribusi dilakukan dengan terlebih dahulu melaksanakan penelitian pendahuluan di beberapa RW yang cukup mewakili permukiman dengan tingkat pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Dari hasil survei tersebut kemudian dibuat klasifikasi iuran atau retribusi sampah seperti diperlihatkan pada Tabel 9 berikut,

Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Retribusi Sampah di Kawasan Permukiman

Tingkat Retribusi Sampah Skor

Tidak ditentukan/sukarela 1

Rp 1.000 ≤ x < Rp 10.000 2

Rp 10.000 ≤ x < Rp 15.000 3

Rp 15.000 ≤ x < Rp 25.000 4

≥ Rp. 25.000 5

Pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di kawasan permukiman yang berjalan saat ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat keterlibatan dan koordinasi dalam sistem pengelolaan tersebut, seperti diperlihatkan pada Tabel 10 berikut,

Tabel 10. Klasifikasi Tipe Partisipasi Masyarakat di Kawasan Permukiman

Tipe Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Skor

Partisipasi terbatas 1

Tidak ada koordinator 2

Ada koordinator tetapi belum efektif 3

Terkoordinasi/mudah digerakkan 4

Ada percontohan pengomposan/pemilahan 5

Penentuan bobot dan nilai dari setiap faktor analisis tersebut (weighting) dilakukan melalui teknik AHP dengan tiga orang pakar dari kalangan akademisi, yaitu pakar geografi dan kajian perkotaan, pakar Antropologi dan pakar Planologi Perkotaan dan Lingkungan. Setelah dilakukan pembobotan faktor analisis, kemudian dikalikan dengan nilai setiap faktor tersebut di masing-masing

(9)

lokasi. Secara garis besar, proses penentuan tipologi permukiman dan pola partisipasi masyarakat diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rancangan Operasi Analisis Tipologi Permukiman di DKI Jakarta

Data Spasial Luas Bangunan Data Spasial Infrastruktur Pengelolaan Sampah Data Spasial dan Atribut Keteraturan Kawasan Data Atribut Pola Partisipasi Seleksi

Seleksi Seleksi Seleksi

Tipologi Permukiman Scoring

Model Matematika dan Penentuan Kisaran

Union

Overlay 01

Scoring Scoring Scoring

Overlay 02 Overlay 03 Seleksi Union Union Data Spasial dan Atribut Kepadatan Ruang Seleksi Scoring Union Overlay 04

(10)

Proses tersebut di atas merupakan proses overlay dengan metode union atau penggabungan yang dilakukan secara berjenjang atau bertahap dan hasil akhirnya adalah setiap lokasi memiliki nilai tertentu berdasarkan faktor analisis dalam tipologi tersebut. Setelah proses overlay, dapat dilakukan penggolongan yang lebih sederhana dengan menggabungkan nilai-nilai di atas dalam kisaran tertentu. Proses tersebut dilakukan dengan merujuk pada hasil penelitian kualitatif, sehingga aspek sosial pada masing-masing tipologi permukiman dijadikan masukan dan terjadi pemahaman yang baik tentang kondisi di lapangan.

3.4. Kajian Persepsi, Sikap, Perilaku dan Partisipasi Masyarakat

3.4.1. Penelitian Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif dalam metode penelitian pertama kali dikembangkan oleh Descartes dengan istilah pendekatan deduktif. Pendekatan tersebut kemudian dikembangkan oleh Comte (1896) yang kemudian dikenal dengan “pendekatan positivisme”. Pendekatan kuantitatif bermula dari studi tentang ilmu-ilmu alam (natural sciences) yang mengharuskan semua kajian penelitian diukur dengan angka-angka kuantitatif secara ontologis dan diletakkan pada tatanan realisme (Basrowi dan Sukidin, 2002). Sparringa (2000) menyatakan bahwa semangat utama positivisme adalah memetakan pola-pola dan kecenderungan umum tentang bagaimana struktur sosial yang ada menghasilkan disposisi dan perilaku individu yang berbeda. Produk akhir dari upaya intelektual tersebut adalah ditemukannya dalil-dalil umum sebagai upaya generalisasi atas fakta-fakta empirik dari berbagai pengamatan yang terukur (Basrowi dan Sukidin, 2002).

Analisis statistik merupakan salah satu alat yang digunakan dalam penelitian kuantitatif. Salah satu faktor terpenting dalam analisis statistik adalah pemilihan metode statistik yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Saat ini, cukup banyak software yang tersedia, mulai dari Genstat, Minitab, Statistica, Systat, Stat-200 sampai Lisrel 8.3. Meskipun demikian, satu hal yang perlu disadari adalah bahwa analisis statistik hanya suatu alat saja, tidak lebih dari itu. Analisis statistik dapat mengungkapkan kebenaran dari

(11)

serangkaian data, tetapi pemahaman, pengalaman, intuisi dan penalaran tetap menjadi kekuatan peneliti (Greenfield, 2002).

Dalam pendekatan kuantitatif melalui metode survei, pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan responden berdasarkan instrumen yang telah disediakan, yaitu berupa kuesioner. Pendekatan kuantitatif tersebut digunakan dalam studi tentang persepsi, sikap dan perilaku masyarakat terhadap sampah dan pengelolaan sampah permukiman, yang dilakukan di wilayah Jakarta Timur.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Duren Sawit, Kecamatan Kramat Jati dan Kecamatan Pasar Rebo, kemudian pada masing-masing kecamatan dipilih secara sengaja satu kelurahan, sehingga seluruhnya menjadi tiga kelurahan. Pemilihan sampel responden dilakukan dengan teknik Stratified Random Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara proporsional berdasarkan strata yang ditentukan, yaitu wilayah administratif pada lokasi penelitian. Penentuan jumlah sampel responden yang diambil dari populasi Kepala Keluarga (KK), dilakukan berdasarkan SK SNI 19-3964-1994 (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005) sebagai berikut,

S = Cd √ P

Dimana : Cd = Koefisien untuk Kota Metropolitan = 1 P = Populasi Jiwa di lokasi penelitian

Berdasarkan data Monografi Kelurahan tahun 2005, jumlah penduduk di Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit adalah 47.853 jiwa, dengan jumlah KK 12.867 KK dan rata-rata jumlah jiwa/KK 3,80 (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2005), maka berdasarkan rumus di atas, jumlah sampel responden adalah sebagai berikut,

S = 1√ 47.853 = 218,75 jiwa

Apabila rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga sebesar 3,80 maka jumlah sampel KK pada kelurahan tersebut adalah sebagai berikut,

218,75/3,80 = 57,6 KK ~ 58 KK

Apabila dilakukan hal yang sama untuk dua kelurahan lainnya, maka proporsi sampel responden pada ketiga kelurahan dapat dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut,

(12)

Tabel 11. Struktur Pengambilan Sampel Responden

No. Unit Contoh Responden Jumlah Responden (KK)

1. Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit

58 2. Kelurahan Kramat Jati

Kecamatan Kramat Jati

55 3. Kelurahan Cibubur

Kecamatan Ciracas 57

Total 170

Responden ditentukan secara acak, yang jumlahnya dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah KK pada setiap RW sebab unit terkecil penelitian adalah RW. Data yang dihimpun melalui survei (wawancara) kuesioner ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif, serta sebagian data lainnya dianalisis dengan Path Analysis. Meskipun pada prinsipnya analisis jalur (path analysis) merupakan rangkaian analisis regresi berganda, tetapi pada analisis regresi berganda tidak diuji hubungan sebab akibat yang diasumsikan antar variabel. Kelebihan analisis jalur (path analysis) adalah memungkinkan peneliti menguji kausalitas antar variabel (Walsh, 1990). Analisis jalur (path analysis) adalah alat analisis statistik untuk menguji eksistensi variabel antara terhadap hubungan antara variabel X dan Y. Dalam analisis jalur, pertama kali yang dilakukan adalah mencari pengaruh X1 dan X2 terhadap X3. Kedua,

mencari pengaruh X1, X2, dan X3 terhadap Y. Ketiga, membandingkan koefisien

jalur (path) dari variabel X1 dan X2 terhadap Y, X1 dan X2 terhadap X3 dan X3

terhadap Y. Apabila koefisien jalur (path) X1 dan X2 terhadap X3 lebih besar dari

koefisien X3 terhadap Y, maka X3 bukan sebagai variabel antara. Namun apabila

koefisien jalur X1 dan X2 terhadap X3 lebih kecil dari koefisien X3 terhadap Y,

maka X3 sebagai variabel antara, artinya bahwa perubahan pada variabel Y juga

dipengaruhi oleh variabel X3 (Bungin, 2005).

Alasan-alasan penggunaan analisis jalur atau path analysis adalah : (1) apabila data yang akan dianalisis adalah skala interval atau rasio dan data ordinal. (2) Plot-plot dari distribusi nilai variabel-variabel membentuk garis lurus. (3) Ada kesamaan varian yaitu distribusi nilai dari variabel-variabel di sepanjang garis lurus mempunyai jarak yang kira-kira sama, (4) Persebaran nilai dari variabel-variabel apabila digambarkan akan membentuk grafik normal (Bungin,

(13)

2005). Sebagian data yang dianalisis dengan Path Analysis diperlihatkan pada Gambar 6 berikut,

X1 : Persepsi X2 : Sikap

X1.1 : Aksesibilitas terhadap informasi X2.1 : Norma/Keyakinan

X1.2 : Pendapatan X2.2 : Status/Peranan Sosial

X1.3 : Pendidikan X3 : Perilaku/Tindakan

X1.4 : Pengetahuan Y : Partisipasi

X1.5 : Pengalaman

X1.6 : Lingkungan Sosial

Gambar 6. Jalur antar Variabel dalam Penelitian Perilaku dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Permukiman di Kotamadya Jakarta Timur

Prasyarat partisipasi adalah adanya kesempatan, kemauan dan kemampuan. Persepsi akan memperlihatkan seberapa jauh seseorang melihat kesempatan, sikap akan menggambarkan kemauan seseorang dan kemampuan seseorang digambarkan melalui perilaku (Sumardjo, 1988). Ketiga faktor yang mempengaruhi partisipasi tersebut dikaji melalui metode kuantitatif dengan teknik Path Analysis. Pemilihan daerah sampel ditentukan berdasarkan hasil tipologi permukiman secara proporsional, sehingga dapat merepresentasikan masing-masing tipologi tersebut. Data kemudian dianalisis dengan Path analysis yang merupakan bagian dari Structural Equational Model (SEM) dengan menggunakan software Lisrel 8.3 (Loehlin, 2004).

X1 X2 X3 Y X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X1.5 X2.2 X1.6 X1.1

(14)

3.4.2. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya. Miles dan Huberman (1994) menyatakan bahwa penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat dan atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penggunaan penelitian kualitatif didasarkan atas dua pertimbangan, yaitu karakterisitik masalah yang akan diteliti mengharuskan untuk menggunakan pendekatan kualitatif, dan penelitian bertujuan untuk memahami apa yang tersembunyi di balik suatu fenomena (Basrowi dan Sukidin, 2002).

Pendekatan kualitatif merupakan salah satu ciri postmodernisme yang tidak terikat dengan aturan konvensional dalam penelitian seperti validitas, reliabilitas dan generalisasi. Salah satu argumennya adalah bahwa representasi yang otentik dari setiap fenomena merupakan hal yang mustahil dan tidak dapat digeneralisasikan (Harris et al., 1995). Pendekatan kualitatif sangat bermanfaat untuk menggali fenomena perubahan sosial yang kompleks dalam masyarakat. Salah satu pendekatan kualitatif adalah Etnografi, yaitu suatu pendekatan metodologis dalam disiplin antropologi, yang menampilkan atau mengungkap situasi dan relasi-relasi budaya dalam suatu komunitas. Secara konseptual Hammersley dan Atkinson (1996) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis pendekatan etnografi, yaitu Etnografi Reflektif (Self-reflective Ethnographic approach), dan Etnografi Dekonstruktif (Deconstructive Ethnography).

Etnografi reflektif menekankan pada upaya pemahaman masalah-masalah kultur dengan mengedepankan interpretasi kreatif peneliti. Dengan pendekatan tersebut pembaca dan peneliti (etnografer) sama-sama mengembangkan pengetahuan dan asumsi-asumsi serta interpretasi hermeneutik terhadap objek pengetahuan atau orang-orang yang dipelajari. Pemahaman terhadap sebuah segmen komunitas digambarkan secara detail di lapangan melalui interpretasi-interpretasi menyeluruh, baik secara intelektual (kognitif), maupun psikologis (emosional). Dengan demikian pembaca dipacu untuk memahami proses hermeneutik terhadap hasil karya identifikasi etnografer. Hal ini mengandaikan adanya kolusi antara pembaca dan etnografer

(15)

untuk memisahkan orang-orang yang dikaji tersebut sebagai subyek pengetahuan, karena pengetahuan itu sendiri pada dasarnya adalah apa yang telah dicapai oleh etnografer. Pada etnografi dekonstruktif, penekanannya adalah pada upaya memahami masalah-masalah kultur (manusia) dengan tidak melakukan penjelasan (interpretasi). Pendekatan tersebut menolak pendekatan kolutif (etnografer dan pembaca) untuk memisahkan obyek pengetahuan. Etnografi Dekonstruktif menempatkan teori-teori dekonstruktif tanpa interpretasi dalam menampilkan penulisan etnografinya. Pengetahuan diasumsikan bersumber dari orang-orang yang diwawancara, bukan dari etnografer (Spradley, 1997).

Dalam pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan pertama-tama dengan menggunakan teknik observasi (pengamatan). Observasi adalah pencermatan langsung secara visual terhadap kondisi obyek yang diteliti. Observasi dilakukan setelah mencermati data sekunder serta memperoleh masukan dari berbagai narasumber, dengan melakukan pengamatan terhadap suatu keadaan, suasana, peristiwa dan atau tingkah laku masyarakat. Menurut Guba dan Lincoln (1981), ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya, yaitu (1) teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya; (2) pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang sebenarnya daripada pengetahuan yang diperoleh dari data sekunder dan (3) dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lain tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat (Qomari et al., 2004).

Pelaksanaan penelitian etnografi (kualitatif) dilakukan untuk mendukung data kuantitatif pada penelitian survei, dengan menekankan pada telaah tentang faktor penghambat dan pendorong dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat dan pola partisipasi yang dapat dikembangkan pada setiap tipologi permukiman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik observasi-partisipasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) yang bersifat terbuka berdasarkan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan informan kunci terpercaya, yang kemudian merekomendasikan informan lainnya. Proses bola salju

(Snow-ball Sampling) tersebut berlangsung terus sampai peneliti memperoleh data

(16)

Pada penelitian kualitatif tersebut, pengumpulan data dilakukan pertama-tama dengan menggunakan teknik observasi (pengamatan). Selain observasi, pengumpulan data lapang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan kunci yang dipandang menguasai masalah (informasi). Wawancara dilakukan secara intensif berdasarkan instrumen berupa “Pedoman Wawancara”. Penelitian dilakukan di lokasi yang sama dengan penelitian kuantitatif, yaitu di wilayah Jakarta Timur. Untuk perbandingan stratifikasi masyarakat kelas bawah, dilakukan studi kasus dengan pendekatan kualitatif di sebagian wilayah RW 01 Kelurahan Pondok Kelapa, RW 04 Kelurahan Kramat Jati dan RW 02 Kelurahan Cibubur (Wirutomo, 2004). Selain itu, untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam program yang telah berjalan selama ini, dilakukan studi kasus di Kampung Banjarsari, Kelurahan Cilandak Barat-Jakarta Selatan dan Rawa Jati, Pancoran-Jakarta Selatan (bottom-up planning) serta proyek percontohan sistem pengelolaan sampah terpadu berbasis zero waste di Kelurahan Rawasari-Jakarta Pusat (top-down planning).

3.5. Perumusan Pola Partisipasi, Strategi dan Mekanisme Perencanaan Sosial Partisipatif dalam Pengelolaan Sampah Permukiman

Hasil penelitian tipologi permukiman serta persepsi, sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman merupakan data yang mendasari kajian tipologi partisipasi dan tipologi otoritas. Tipologi partisipasi disusun berdasarkan data kuantitatif yang dihubungkan dengan tipologi permukiman yang telah tersusun. Penentuan tipe partisipasi didasarkan pada karakteristik tipe keterlibatan yaitu moral, kalkulatif dan alienatif dengan tiga tipe pelancaran pengaruhnya, yaitu normatif, remuneratif dan koersif (Etzioni, 1964).

Kajian tipologi otoritas dilakukan secara kualitatif dengan melihat aspek fungsional dari pemerintah daerah dan aspek kekuatan institusi pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah permukiman. Selanjutnya, penyusunan strategi dan mekanisme perencanaan sosial dalam pengelolaan sampah permukiman di Kotamadya Jakarta Timur dilakukan melalui analisis dan sintesis secara kualitatif dengan mempertimbangkan aspek-aspek berikut :

(17)

1. Interaksi sosial antar warga dalam kawasan permukiman

2. Jenis kontribusi warga saat ini dalam pengelolaan sampah permukiman 3. Peran agent of change

4. Kelembagaan dalam masyarakat

5. Peluang kemitraan baik dengan berbagai pihak dan atau pemberdayaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR)

6. Jenis partisipasi dalam setiap tahap mulai dari perencanaan/pengambilan keputusan, implementasi, monitoring dan evaluasi sampai dengan partisipasi dalam menikmati hasil/manfaat dari program tersebut.

Tahap analisis dan sintesiis tersebut disusun dengan merujuk pada hasil penelitian, wawancara pakar serta sumber-sumber lainnya. Klasifikasi pakar ditentukan berdasarkan kategori sebagai berikut,

• Dari kalangan akademisi pada Perguruan Tinggi di Indonesia.

• Dari kalangan Birokrat, yaitu para pejabat di lingkungan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.

• Dari kalangan Praktisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti dari Asosiasi Persampahan Indonesia, Pusat Industri Daur Ulang Sampah (PIDUS) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Pada perumusan strategi dan mekanisme perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di DKI Jakarta, yang digunakan sebagai rujukan adalah metode SWAP (Solid Waste

Achievement Program) yang telah dimodifikasi untuk penyusunan mekanisme

perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah di permukiman. Metode tersebut pertama kali dikembangkan oleh Morrissey pada tahun 2004 di Irlandia, dan sesuai dengan kebutuhan, dilakukan modifikasi sehingga tahap-tahap pada metode tersebut disusun sebagai berikut,

1. Penentuan tujuan dan elemen-elemen penting dalam program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan merujuk pada analisis kedua hasil penelitian terdahulu. Untuk menjaring opini stakeholders sebagai pakar, dilakukan survei pakar atau expert survey. Hasil wawancara akan menjadi bahan untuk merumuskan sejumlah strategi partisipasi dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di DKI Jakarta. 2. Pembangkitan (generating) sejumlah strategi partisipasi untuk setiap pola

partisipasi dan tipe otoritas yang ditetapkan dalam tahap sebelumnya, melalui wawancara pakar. Rujukan untuk wawancara pakar adalah tipologi

(18)

permukiman yang telah tersusun serta hasil penentuan tujuan dan elemen-elemen penting dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat pada tahap sebelumnya.

3. Pemilihan strategi dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang terbaik untuk setiap tipe permukiman.

4. Penyusunan mekanisme perencanaan partisipatif dari seluruh strategi partisipasi yang telah disusun untuk setiap tipe partisipasi dan tipe permukiman tersebut.

Secara umum, keseluruhan tahapan dalam penelitian diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Tahapan Penelitian Perencanaan Sosial Partisipatif dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat

KajianTipologi Permukiman berkaitan dengan Pengelolaan Sampah

Permukiman

Metode SWAP (Kualitatif) yang telah dimodifikasi

Pemilihan strategi partisipasi masyarakat yang paling sesuai

untuk setiap tipe permukiman

Penyusunan Mekanisme Perencanaan Sosial Partisipatif untuk setiap tipe

permukiman

Tipologi Partisipasi Masyarakat pada Setiap Tipe Permukiman

Kajian Persepsi, Sikap, Perilaku/Tindakan dan Pola

Partisipasi Masyarakat

Pembangkitan (Generating) sejumlah strategi partisipasi masyarakat sesuai dengan tipologi

Penentuan arah kebijakan (otoritas), tujuan dan elemen-elemen penting dalam program pengelolaan sampah permukiman berbasis

masyarakat Analisis Spasial dan AHP Metode Kuantitatif

(19)

3.6. Organisasi Penulisan

Sistematika penulisan disertasi terdiri atas enam bab sebagai berikut, Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Gambaran Umum Wilayah Penelitian, Hasil dan Pembahasan yang terdiri atas tiga kajian yaitu : (1) Kajian Tipologi Permukiman, (2) Kajian Persepsi, Sikap, Perilaku dan Partisipasi Masyarakat, (3) Perumusan Pola Partisipasi, serta (4) Strategi dan Mekanisme Perencanaan Sosial Partisipatif dalam Pengelolaan Sampah Permukiman dan bab terakhir adalah Kesimpulan dan Saran. Secara garis besar, penjelasan isi setiap bab tersebut adalah sebagai berikut,

Bab Pendahuluan membahas tentang latar belakang problema lingkungan kondisi pengelolaan sampah di perkotaan, khususnya sampah permukiman di DKI Jakarta. Pada latar belakang tercermin kompleksitas kondisi persampahan di DKI Jakarta dan tingkat urgensi untuk menemukan alternatif sistem pengelolaannya. Dari sini kemudian dirumuskan permasalahan spesifik yang perlu dikaji, disertai dengan tujuan, kegunaan dan ruang lingkup kajian.

Untuk merumuskan kajian secara rinci, disusun kerangka konseptual penelitian berdasarkan hasil studi kepustakaan. Sumber kepustakaan yang penting dalam penyusunan bab tersebut berasal dari data-data BPS Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, beberapa hasil penelitian dan pustaka berupa buku, artikel dan karya ilmiah digunakan dalam mendukung perumusan masalah dan kerangka konseptual penelitian.

Bab Tinjauan Pustaka meliputi pemaparan hasil penelusuran melalui pustaka yang mendukung berbagai aspek dalam kajian secara lebih lengkap. Bab tersebut terdiri atas topik kajian, yaitu yang berkaitan dengan Kerangka Teoretik dan yang berkaitan dengan kenyataan empiris di lapangan, baik data DKI Jakarta, nasional maupun internasional. Kerangka teoretik terutama dimunculkan teori yang relevan dengan aspek perencanaan sosial dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman.

Bab Metode Penelitian membahas secara lebih rinci berbagai hal yang berkaitan dengan metode dan pelaksanaan penelitian, mulai dari pemilihan lokasi penelitian, waktu penelitian, metode pengumpulan dan analisis data, sampai dengan metode perumusan mekanisme perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman di DKI Jakarta. Penelitian tersebut diharapkan dapat mengkaji realitas sosial dalam pengelolaan sampah

(20)

permukiman saat ini dan tipologi kawasan permukiman untuk kemudian menjadi titik tolak dalam penyusunan perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di DKI Jakarta. Oleh karena itu, metode penelitian dilakukan dengan empat pendekatan, yaitu analisis spasial, pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta pendekatan Multicriteria Decision Analysis.

Bab Gambaran Umum Wilayah Penelitian membahas beberapa aspek yang berkaitan dengan penelitian, yang menjadi karakteristik dari wilayah penelitian. Aspek-aspek kependudukan (demografi) dan sistem pengelolaan sampah yang berjalan saat ini, merupakan bagian dari pembahasan dalam bab tersebut. Melalui kajian wilayah penelitian yang mencukupi, diharapkan dapat menjadi dasar dalam pembahasan yang lebih rinci dalam bab berikutnya terkait dengan hasil penelitian.

Dalam Bab Hasil dan Pembahasan, terdapat Sub bab Kajian Tipologi Permukiman yang memaparkan hasil pengumpulan dan analisis data spasial sampai terbentuk tipologi permukiman pada setiap wilayah yang diteliti, disertai dengan pembahasan beberapa aspek yang memerlukan penjelasan atau argumentasi lebih rinci. Hasil kajian berupa peta tematik tipologi kawasan permukiman berdasarkan pada karakteristik wilayah permukiman yang memiliki keterkaitan erat dengan sistem pengelolaan sampah permukiman itu sendiri.

Sub bab Kajian Persepsi, Sikap, Perilaku dan Partisipasi Masyarakat memaparkan hasil penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil kajian tersebut menggambarkan realitas sosial masyarakat perkotaan di DKI Jakarta terhadap sampah dan pengelolaan sampah permukiman, termasuk studi kasus pola partisipasi pada program yang telah berjalan. Kajian tersebut juga memberikan pembahasan yang rinci terhadap argumen pendekatan pola partisipasi masyarakat yang ditetapkan sejalan dengan tipologi permukiman.

Keberhasilan suatu program tidak terlepas dari partisipasi dan dukungan publik terhadap program tersebut. Oleh karena itu, mekanisme perencanaan partisipatif perlu dirumuskan untuk mengoptimalkan peran publik dalam program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat tersebut. Seluruh tahapan penelitian terdahulu disusun logikanya, sehingga menjadi suatu rangkaian yang saling melengkapi, kemudian dilakukan analisis dan sintesis, sehingga dapat dihasilkan rekomendasi mekanisme perencanaan sosial

(21)

partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kotamadya Jakarta Timur.

Bab Kesimpulan dan Saran terdiri atas sub bab Kesimpulan yang merupakan inti dari penelitian yang dapat menjawab tujuan penelitian tersebut. Di samping sub bab Kesimpulan, terdapat sub bab Saran yang merupakan hasil perumusan beberapa aspek penting dari hasil penelitian yang dapat menjadi masukan bagi instansi atau lembaga terkait. Di samping itu, sub bab Saran juga memuat masukan untuk perbaikan atau pengkayaan metodologi penelitian serupa.

Gambar

Tabel 5. Faktor Analisis dalam Penentuan Tipologi Permukiman  Faktor Analisis  Jenis Data        Sumber Data
Tabel 6. Klasifikasi Permukiman berdasarkan Luas Bangunan di DKI Jakarta
Tabel 9. Klasifikasi Tingkat  Retribusi Sampah di Kawasan Permukiman  Tingkat  Retribusi Sampah  Skor
Gambar 5. Rancangan Operasi Analisis Tipologi Permukiman di DKI Jakarta
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang relevan oleh Sigit Setiawan, (2014) dengan judul Skripsi Pengembangan LKS Berorientasi Guided Discovery pada Materi Termokimia di SMAN 5 Banda

(2003) bakteri ini tidak toleran terhadap panas, namun kemampuannya untuk bertahan pada kondisi tekanan osmotik dan kondisi kering menjadikannya mampu bertahan pada

yang meliputi : jumlah konsumen Koperasi Al-Kautsar UIN Sunan Ampel Surabaya, hasil angket, hasil analisis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari shopping lifestyle, merchandising, price reduction dan store atmosphere terhadap impulse buying behavior

Berdasarkan Radyati (2011), manfaat CSR bagi perusahaan adalah: 1) meningkatkan citra perusahaan ; Dengan melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat mengenal

Khoironi dalam tesisnya yang berjudul “Peran Bapa (Single Parent) pada Pendidikan Anak di FILM CJ7: Kajian Analisis dalam Perspektif Pendidikan Islam” mengatakan bahwa

dirumuskan oleh undang-undang sebagai alat pembayaran yang sah. Berdasarkan fungsinya dalam kegiatan sehari-hari, uang adalah suatu benda yang dapat digunakan sebagai alat