• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE RELATIONSHIP BETWEEN CREATIVITY AND EMOTIONAL RESILIENCE IN STUDENTS OF BATIK MI GIRILOYO 2 YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THE RELATIONSHIP BETWEEN CREATIVITY AND EMOTIONAL RESILIENCE IN STUDENTS OF BATIK MI GIRILOYO 2 YOGYAKARTA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

THE RELATIONSHIP BETWEEN

CREATIVITY AND EMOTIONAL

RESILIENCE IN STUDENTS OF

BATIK MI GIRILOYO 2

YOGYAKARTA

Ratri D. Mawarni

Binus University, Jakarta, Indonesia

Abstract

Batik activity is an activity which is not only an element of culture and art, but also an element of creativity is to be found in it, batik is also contain the message how to manage emotions, because in a process of making batik work takes perseverance, optimism, cognitive function as well as patience. Therefore here the writer would like to see the relationship between creativity and emotional resiliency in students grade 4-6 elementary school who follow activities of batik in schools. The population in this study were students MI Giriloyo 2 Yogyakarta grade 4 to grade 6, which amounted to 62 students. Data retrieval is done by spreading the figural creativity tests to measure creativity variables and emotional resilience questionnaire to measure the variables of emotional resilience. bivariate product moment correlation with SPSS 19.0 for windows between creativity with emotional resilience correlation values obtained at 0.184 and p = 0.153. This shows that the zero hypothesis (H0) which states "There is no significant relationship between creativity and emotional resilience in students of batik MI Giriloyo 2 Yogyakarta" accepted while the alternative hypothesis (Ha) which states ": There is a significant relationship between creativity and resiilience emotional in students of batik MI students Giriloyo 2 Yogyakarta. "rejected.

(2)

For other researchers who will conduct research on the emotional resilience should add or use other study variables such as academic achievement, social environment, parenting, spirituality, and others. It is also expected to add new theories as well as theories of reference supporters and manufacturing scale is used as a reference, but it also can use different subjects, educational background, age and other background, so as to obtain results that add science and knowledge.

Key Word :

(3)

I.

Pendahuluan

1.1

Latar Belakang

Masa anak-anak adalah masa yang sangat penting bagi perkembangan seseorang selanjutnya. Pada usia anak-anak pula seseorang dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas). Anak yang mengalami kegagalan dan kesulitan akan menimbulkan rasa tertekan. Hal tersebut juga sangat berhubungan dengan penyaluran emosi anak, saat ini banyak anak-anak yang menyalurkan emosinya secara negatif, menyalurkan emosi-emosinya kepada hal yang berhubungan dengan agresifitas yang tinggi seperti bertengkar dengan temannya, memukul, tawuran antar kelompok dan hal negatif lainnya. Hal tersebut seharusnya dapat dicegah karena dalam penyaluran emosi atau koping stress dapat dilakukan dan diajarkan dengan cara yang lebih baik dan positif, salah satunya adalah penyaluran emosi melalui kegiatan kreativitas.

Setiap orang dilahirkan dengan kemampuan untuk berkreasi dan menjadi kreatif. Namun beberapa faktor seperti lingkungan, aturan, dan kebiasaan cenderung mengubah perilaku kita untuk hidup terlalu serius dan berada di dalam tekanan. Sedangkan kreativitas adalah sesuatu yang membutuhkan ruang dan waktu yang cukup untuk bisa diwujudkan sehingga terkadang sulit bagi kita untuk mengurangi

(4)

tekanan-tekanan tersebut dan menyalurkan emosi kita melalui sesuatu yang positif dan berguna.

Maka dibutuhkan suatu aktifitas yang dapat merangsang kreativitas seseorang sedari dia masih kecil, karena sifat kreatif yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada kita sudah sepatutnya digali, dikembangkan dan pada akhirnya dibagikan manfaatnya untuk orang lain. Kreativitas juga sangat dibutuhkan dalam mencapai sukses seseorang, dengan kreativitas kita dapat menciptakan sesuatu, mengolah, menggabungkan, mengubah, mengembangkan ide-ide yang mungkin sudah ada menjadi sesuatu yang baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya bahkan menciptakan sesuatu yang belum ada menjadi ada. Tidak hanya itu, sedari kecil seharusnya kita sudah diajarkan bagaimana menyalurkan, mengendalikan emosi-emosi dan mengurangi tekanan emosi-emosi melalui suatu kegiatan, terutama kegiatan yang berhubungan dengan kreativitas.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Claudia Magele (2011) terdapat 6 cara bagaimana seseorang mengendalikan emosi. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Memahami keadaan emosional dan konsekuensinya.

(2) Mengekang diri untuk mengontrol konsekuensi perilaku dan meresponnya melalui perilaku alternatif lain yang lebih konstruktif (misalnya jika emosi muncul bukan menyalurkannya dengan memukul tetapi dengan pergi berjalan-jalan).

(5)

(3) Mengekpresikan emosi serta mengenali pengaturan emosional diri dapat membantu meningkatkan ketahanan emosi, jangan memendam dan mengabaikan emosi.

(4) Mengalokasikan waktu untuk penyembuhan diri dari emosi dengan asosiasi diri. (5) Melakukan hal-hal positif, serta afirmasi diri yang positif, Anne Marie Evers

(2010) mengemukakan Afirmasi (Inggris : Affirmation) atau dalam bahasa Indonesia diartikan dengan penegasan. Afirmasi mirip seperti doa, harapan atau cita-cita, hanya saja afirmasi lebih terstruktur dibandingkan dengan doa dan lebih spesifik, afirmasi diri dapat meningkatkan berpikir positif dan menghormati diri sendiri.

(6) Memastikan anda memahami dan dapat menyelaraskan tujuan anda. Pertahankan sikap positif dan optimis dan disposisi.

Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa seseorang membutuhkan suatu wadah penyaluran emosi yang dapat menjadi alternatif penyaluran emosi-emosi negatif yang muncul.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan ragam budaya dan seni, salah satunya adalah aktivitas membatik. Aktivitas membatik dapat dijadikan suatu wadah penyaluran emosi-emosi negatif, selain itu dalam aktivitas membatik terdapat unsur mempertahankan sikap positif dan optimis.

Membatik adalah salah satu kegiatan yang berhubungan dengan kreativitas, selain kreativitas, dari proses pembuatan batik hingga pada pemilihan corak dan

(6)

yang memakan waktu cukup lama sampai 3 bulan mengandung makna kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan. Dengan kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan hasil yang didapat pun maksimal. Keindahan dan kualitas seni Batik buah dari kesabaran, ketelitian, ketelatenan serta ketekunan. Hal ini bisa juga diterapkan pada bagaimana seseorang menyalurkan emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya. Selain itu hal tersebut juga dapat diterapkan bidang pekerjaan lainnya. Filosofi yang terkandung dalam seni membatik bisa kita gali dan kembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana pola kehidupan masyarakat pembatik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan, kegotongroyongan, kebersamaan, toleransi, dan budi pekerti, kesenian batik juga kental oleh nilai-nilai luhur yang patut kita serap.

Penulis berharap melalui aktifitas membatik, seseorang dapat mengembangkan kreativitasnya dan melalui aktivitas membatik pula seseorang dapat menyalurkan dan mengendalikan emosi-emosi negatifnya.

Penelitian tentang hubungan kreativitas dengan ketahanan emosional masih relatif sedikit, bahkan penulis belum menemukan penelitian yang serupa dan dengan subjek siswa yang mengikuti ekstakulikuler membatik.

Pada penelitian ini, penulis ingin melihat hubungan kreativitas siswa yang mengikuti ektrakulikuler membatik dengan ketahanan emosi pada siswa di MI Giriloyo 2 Yogyakarta.

(7)

1.2

Rumusan Masalah

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melatih ketahanan emosi seseorang, sepatutnya pula para orangtua menanamkan dan mengajarkan pada anak-anak tentang bagaimana mengendalikan emosi serta penyalurannya kepada sesuatu yang lebih baik dan tidak berdampak negatif, salah satunya dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kreativitas.

Sudah banyak studi yang meneliti tentang ketahanan emosi pada anak-anak. Mulai tahun 1900-an banyak artikel berbasis penelitian yang menggambarkan bahwa kemampuan koping (dengan cara pengalihan pikiran, mengubah cara berpikir, olahraga dan mencari dukungan) dapat mengembangkan kemampuan anak-anak dalam mengatur emosi negatif mereka (Bernard, 2006). Dengan kemampuan menahan emosi ini anak-anak juga dapat mencapai cita-cita dan tujuan mereka, memecahkan masalah, memiliki keteguhan, tertata, serta dapat menjalin hubungan yang baik dengan sesama. Dengan memiliki ketahanan emosional yang tinggi pula anak-anak mampu untuk menghadapi situasi tertentu dengan lebih tenang dan menemukan serta memikirkan matang-matang dalam menemukan jalan keluar yang paling baik.

Penelitian yang dikemukakan oleh Brenner & Salovey (1997) (dalam Bernard, 2006) juga menunjukkan anak-anak yang sedang tumbuh dewasa memperlihatkan

(8)

mereka lebih sering menggunakan strategi kognitif dan perilaku untuk mengatasi situasi yang tidak mereka inginkan, contohnya pada strategi perilaku adalah misalnya dengan cara berbicara pada seseorang atau melakukan sesuatu yang lain. Sedangkan penggunaan strategi kognitif misalnya dengan cara mengalihkan perhatian, berpikir positif, dan merenung memikirkan bagaimana cara terbaik untuk keluar dari situasi tersebut. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa cara menyalurkan emosi berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih suka untuk mengandalkan dukungan sosial seperti berbicara dengan orang lain, sedangkan perempuan lebih suka untuk fokus terhadap sensasi emosi internal mereka dan membuat perasaan-perasaan negatif tersebut hilang seperti berusaha untuk melupakan kejadian-kejadian yang menyakitkan dan yang terakhir adalah laki-laki lebih suka menyalurkan emosi dan stress mereka dengan kegiatan fisik.

Selain mengajarkan bagaimana menyalurkan emosi-emosi negatif dengan melakukan kegiatan kreativitas, para orangtua dapat pula mengembangkan kegiatan yang tidak hanya melatih ketahanan emosional anak-anak mereka tetapi serta merta mengenalkan dan mengajarkan kegiatan kreativitas untuk mencintai kebudayaan yang dimiliki oleh negaranya sendiri

Salah satu peninggalan seni dan budaya yang dimiliki Indonesia adalah Batik. Batik sebagai salah satu warisan seni budaya tidak hanya mengandung nilai estetika tetapi juga dapat mengembangkan jiwa kreativitas seseorang dan diharapkan membatik dapat dijadikan suatu wadah untuk menyalurkan emosi pada anak sehingga generasi muda kita dapat memiliki ketahanan emosi yang tinggi

(9)

Membatik pada dasarnya adalah suatu kegiatan kreativitas dimana membutuhkan waktu, ketenangan, kemampuan kognitif, dan motorik. Dengan aktifitas tersebut pula anak-anak dapat menyalurkan emosi-emosi negatif mereka.

Di beberapa sekolah dasar di Indonesia, kegiatan membatik sudah diperkenalkan dan diajarkan kepada murid-muridnya. Kegiatan membatik tersebut dijadikan sebagai salah satu kegiatan ekstra kulikuler sekolah. Salah satu sekolah yang memiliki kegiatan ekstrakulikuler membatik diantaranya adalah Madrasah Ibtidaiyah Giriloyo 2 Yogyakarta.

Berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena – fenomena yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah ini adalah sebagai berikut :

”Apakah terdapat hubungan kreativitas dengan ketahanan emosi pada siswa-siswa yang mengikuti ekstrakulikuler membatik di MI Giriloyo 2 Yogyakarta?”

II.

Landasan Teori

Dalam landasan teori akan dijelaskan tentang definisi kreativitas, faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas, definisi ketahanan emosional dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan emosional.

2.1

Definisi Kreativitas

Menurut Munandar (dalam Hawadi, 2001) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur

(10)

yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam Clegg, 2008) menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru.

Jadi kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menciptakan sesuatu yang belum pernah ada mnjadi ada, selain itu seseorang yang kreativ mampu membuat kombinasi baru dari informasi atau unsur yang sudah ada sebelumnya.

2.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Para peneliti seperti Craft (2005) menjelaskan bahwa untuk mempertahankan siswa yang kreatif guru perlu menciptakan sistem yang memelihara proses kreatif kepada semua siswa bukan fokus pada individu-individu kreatif tertentu dalam kelas mereka .

Craft (2005) Juga menunjukan bahwa cara paling baik untuk memahami kekreativitasan para siswa adalah dengan memahami sistem pembelajaran sosial (sekolah) mereka.

Barry dan Kanematsu (2008) menyarankan cara-cara dimana guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung ide-ide orisinil para siswa melalui pendekatan multisensori dan interdisipliner.

(11)

Burke & Adams (2007) menuliskan bahwa kreativitas bukanlah suatu komponen yang tidak berwujud didalam kelas, tetapi proses yang membutuhkan para guru untuk menggunakan peralatan seperti kamera digital, webpages, dan peralatan multimedia lainnya untuk mendukungnya.

Selain faktor-faktor diatas, menurut Munandar (1992) kreativitas juga memiliki ciri-ciri afektif yang sangat esnesial dalam menentuan kreatif seseorang ialah : rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil risiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dapat menghargai baik diri sendiri maupun orang lain dan sebagainya.

2.3

Definisi Ketahanan Emosional

Ketahanan emosional mengacu pada kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan situasi stres atau krisis. (Scott. 2007)

Ketahanan emosi adalah ketika seseorang mampu menahan dirinya untuk tidak marah, merasa sedih dan cemas ketika menghadapi situasi yang dianggap buruk baginya. Ini juga berarti bahwa orang tersebut mampu bangkit kembali dan menghindar dari kesulitan yang dialaminya (Bernard, 2006). Seseorang yang memiliki ketahanan emosional yang rendah memiliki waktu yang sulit ketika menghadapi stres dan perubahan dalam hidupnya.

(12)

Selain itu menurut Eric (2006) ketahanan emosional mengacu pada kemampuan anak untuk menghadapi dan mengatasi situasi yang menantang secara emosional dengan cara yang adaptif dan positif, sehingga mereka tidak hanya menyelesaikan situasi tersebut tetapi juga meningkatkan kapasitas mereka untuk menghadapi situasi serupa di masa mendatang. Secara emosional anak-anak tangguh atau anak-anak-anak-anak yang memiliki ketahanan emosional yang tinggi adalah mampu mengatasi situasi emosional yang sulit dan bangkit kembali sedemikian rupa sehingga mereka siap untuk tantangan berikutnya dalam menjalani kehidupan.

2.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Emosional

Menurut Giligan & Dearden (dalam Conway, 2012) ketahanan emosional dipengaruhi dari interaksi bersyarat antara karakteristik intrinsik dan situasi individu (internal / personal), hubungan interpersonal dan pertukaran (external /

social) serta hal yang lebih luas seperti kerangka sosial, ekonomi dan politik

(structural).

Internal / Personal : faktor ini berkaitan dengan individu termasuk aspek

kepribadian, persepsi diri dan dunia. Faktor ini dibagi dalam empat kategori besar, yaitu citra diri, kontrol, kebermaknaan dan harapan.

External / social : faktor ini menjelaskan bagaimana individu berhubungan

(13)

dengan orang lain memberikan rasa keterkaitan: pribadi kita hubungan dengan orang-orang dalam keluarga dan masyarakat yang lebih luas membantu mengokohkan diri kita di dunia, menciptakan landasan yang baik dalam situasi lingkungan sosial dan dalam masyarakat yang lebih luas (Hauser, 1999 dalam Conway, 2012).

Structure : ketahanan dipengaruhi oleh sosial ekonomi individu seperti kelas,

jenis kelamin dan ras, nilai-nilai dan sikap. (Guerra dalam Conway, 2012).

Selain faktor diatas, Daniel (2005) menyebutkan terdapat enam

faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan emosional, yaitu rasa aman, pendidikan, pertemanan, nilai-nilai positif, minat dan bakat serta kompetensi sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Janssen (2011) memperlihatkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan emosional seperti keluarga, kesadaran akan tantangan, komunikasi, masa peralihan, optimisme, ritual dan sesuatu yang lebih besar dari diri kita.

III.

Metode Penelitian

3.1

Variabel Penelitian

Variabel bebas (IV) : Kreativitas

(14)

Jenis Pengukuran : Hasil Tes

Cara Pengukuran : Nilai Tes, yaitu dari skor yang diperoleh pada tes kreativitas figural atau TKF yang diberikan pada siswa dengan ekstrakulikuler membatik dan akan dihubungkan dengan hasil kuesioner ketahanan emosional.

3.2

Subyek Penelitian dan Teknik Sampling

Subyek penelitian didalam penelitian ini adalah siswa MI Giriloyo 2, yaitu dari kelas 4 sampai dengan kelas 6. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 4 sampai dengan kelas 6 yang mengikuti ekstra kulikuler membatik di sekolahnya, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Giriloyo II Yogyakarta .

Dalam penelitian ini, Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling jenuh (sensus), dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2003 dalam Devalino, 2009). Berdasarkan jumlah populasi yang ada, maka jumlah anggota sampel yang digunaan pada penelitian ini adalah 62 orang.

3.3

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk

(15)

mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen, 2008 dalam Devalino, 2009). Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut dengan korelasi (Mc Millan dan Schumacher, dalam Devalino, 2009).

3.4

Alat Ukur Penelitian

Metode pengumpulan data dari penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan metode pemberian alat tes kreativitas figural (TKF) yang telah diuji kevaliditasannya sebagai tes untuk mengukur kreativitas. Tes Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi dari Circle Test yang dibuat oleh Torrance. TKF pertama kali digunakan di Indonesia oleh Utami Munandar pada tahun 1977. Dalam hasil penelitian tersebut diperoleh norma-norma baku dari TKF untuk siswa kelas 4 SD hingga siswa kelas 3 SMA, atau mencakup usia 10 sampai dengan 18 tahun. Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam memberi gagasan serta

(16)

kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan.

Adapun aspek-aspek yang mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, elaborasi dan originalitas (dalam Munandar dkk., 1988).

Selain pemberian Tes Kreativitas Figural, dalam pengumpulan data, peneliti juga memberikan kuesioner yang dapat mengukur ketahanan emosional pada siswa MI Giriloyo Yogyakarta. Kuesioner ketahanan emosional tersebut dibuat menggunakan skala ketahanan emosional dengan karakter ketahanan emosional menurut Elizabeth Scott, M.S (2007).

3.5

Prosedur

1. Persiapan.

a. Merancang instrumen penelitian berupa kuesioner ketahanan emosional, mencari informasi tentang instruksi, administrasi serta interpretasi Tes Kreatifitas Figural .

b. Melakukan pilot study guna menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yaitu kuesioner ketahanan emosional. Di sebuah Sekolah Dasar di Jakarta sebanyak 50 siswa kelas 4 sampai dengan kelas 6. c. Mengurus perizinan penelitian di MI Giriloyo 2 Yogyakarta. 2. Pengumpulan data.

(17)

Peneliti menggali informasi yang diperlukan dalam penelitian dengan menyebarkan Tes Kreatifitas Figural dan Kuesioner Ketahanan Emosional kepada sampel penelitian serta wawancara dengan guru yang mengajarkan batik kepada anak-anak sekolah MI Giriloyo tersebut.

3. Pengolahan data.

Teknik pengolahan data kuantitatif menggunakan penghitungan korelasi melalui SPSS 19.

4. Penyajian hasil penelitian yang dilakukan.

IV.

Hasil dan Pembahasan

4.1

Hasil Analisis Data

Berdasarkan hasil analisis hubungan korelasi bivariat product moment dengan bantuan program SPSS 19.0 for windows antara kreativitas dengan ketahanan emosional diperoleh nilai korelasi sebesar 0,184 dan p = 0,153. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nihil (H0) yang menyatakan “Tidak terdapat Hubungan yang tidak signifikan antara kreativitas siswa membatik dengan ketahanan emosional pada siswa MI Giriloyo 2 Yogyakarta” diterima sedangkan Hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan ” : Terdapat Hubungan yang signifikan antara kreativitas siswa membatik dengan ketahanan emosional pada siswa MI Giriloyo 2 Yogyakarta.” ditolak.

(18)

Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah antara kreativitas membatik dengan ketahanan emosional pada siswa MI Giriloyo 2 Yogyakarta.

V.

Simpulan dan Saran

5.1

Simpulan

Mengacu pada hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kreativitas tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan ketahanan emosional

2. Terdapat hubungan yang sangat rendah antara kreativitas dengan ketahanan emosional.

5.2

Saran

1. Teoritis

Bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian mengenai ketahanan emosional maka hendaknya menambahkan atau menggunakan variabel penelitian lainnya seperti citra diri, kontrol, kebermaknaan dan harapan (Giligan & Dearden dalam Conway, 2012) hubungan, interaksi dengan orang lain. (Hauser, 1999 dalam Conway, 2012) serta sosial ekonomi individu seperti kelas, jenis kelamin dan ras, nilai-nilai, sikap. (Guerra dalam

(19)

Conway, 2012), rasa aman, pendidikan, pertemanan, nilai-nilai positif, minat dan bakat, kompetensi sosial (Daniel, 2005), keluarga, kesadaran akan tantangan, komunikasi, masa peralihan, optimisme, ritual dan sesuatu yang lebih besar dari diri kita (Janssen, 2011).

Selain itu juga diharapkan dapat menambahkan teori-teori yang baru sebagai acuan yang baik sebagai teori pendukung maupun pembuatan skala yang digunakan sebagai acuan, selain itu juga dapat menggunakan subjek yang berbeda, latar belakang pendidikan, latar usia dan lainnya, sehingga dapat diperoleh hasil yang menambah ilmu pengetahuan.

2. Praktis

• Bagi para guru dan siswa-siswi ekstrakulikuler membatik diharapkan dapat

terus meningkatkan kreativitas dengan mengembangkan kegiatan membatik yang didasari oleh unsur-unsur yang dapat meningkatkan kreativitas seperti kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi. Tidak harus terpaku pada pola yang sudah ada.

• Unsur-unsur afektif seperti rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas

majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil risiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dapat menghargai baik diri sendiri maupun

(20)

orang lain dan sebagainya juga harus terus ditingkatkan agar kreativitas dan ketahanan emosional pada anak dapat terus ditingkatkan.

• Bagi para orangtua dan guru, untuk terus mendukung kegiatan membatik para

siswa tersebut agar nantinya kegiatan membatik dapat terus dijaga serta dikembangkan dan dibagi manfaatnya untuk masyarakat luas.

Referensi

Dokumen terkait

individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi maka tingkat kecemasan komunikasi interpersonalnya semakin rendah karena saat individu merasa cemas yang muncul pada

Bab II Tinjauan Pustaka, adalah dasar-dasar teori dari literatur ilmiah yang menjadi acuan yang digunakan di dalam penulisan penelitian meliputi geologi

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model sequential (kombinasi berurutan). Model ini adalah suatu prosedur penelitian dimana peneliti mengembangkan hasil

I lmu fisiologi dan teknologi pascapanen merupakan dua teori dasar yang harus dipahami dan diterapkan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas tanaman

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh Gibberellic Acid (GA3) dan MOL Fermentasi Bonggol Pisang Teradap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Sikap orangtua terhadap tayangan pornografi yang ditonton oleh remaja, lebih banyak bersikap demokratis, memberikan kebebasan dan hanya sedikit yang menjadi Parents Guid e

makanan anak dan rujukan ke puskesmas dan rumah sakit. Catatan penting tersebut tidak hanya dimiliki oleh tenaga kesehatan tetapi ibu juga harus mengetahui pertumbuhan

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa risiko dan SWOT Analysis dalam menetapkan strategi yang sesuai dengan kapasitas perusahaan untuk digunakan dalam pelaksanaan sisa