• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS DOMBA PERBIBITAN DI DESA PRINGSURAT, KABUPATEN TEMANGGUNG: STUDI KASUS PRIMATANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS DOMBA PERBIBITAN DI DESA PRINGSURAT, KABUPATEN TEMANGGUNG: STUDI KASUS PRIMATANI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS DOMBA PERBIBITAN DI DESA

PRINGSURAT, KABUPATEN TEMANGGUNG:

STUDI KASUS PRIMATANI

(Sheep Productivity at Pringsurat Village, Temanggung District:

A Primatani Case Study)

ISNANI HERIANTI dan S.PRAWIRODIGDO

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Ungaran

ABSTRACT

A study was performed to evaluate the productivity of sheep at Pringsurat Village, District of Temanggung. The study involved the participatory of 92 sheep farmer cooperators. The present investigation was conducted in conjunction with Primatani implementation in 2007 – 2009. Thus, at the same time 313 heads of animals containing male Java Fatten Tail and female Java Thin Tail sheep were delivered to the farmers. The investigation introduced animal husbandry technology component consist of household scale (1 male: 8 female sheep), housing sistem, reproduction, feeding, and health management. Results showed that the delivered sheep population increased 62.6%. It was considered that introduction of technology components produced lambing interval of ewe of 8.38 month, average litter size of 1.73/ewe/birth, reproductive rate of 1.78, and estimated sheep productivity of 23.32 kg/ewe/year. In conclusion, that introduction of animal husbandry technology innovation at Pringsurat Village improved sheep productivity, however, due to limited capital outlay and labor the implementation of such technology components was not perfect, so that the improvement of animal production was not maximized.

Key Words: Sheep, Reproduction, Technology Innovation, Productivity

ABSTRAK

Studi mengenai produktivitas perbibitan domba telah dilakukan di Desa Pringsurat Kabupaten Temanggung dengan melibatkan peranserta 92 petani kooperator usaha perbibitan domba. Investigasi ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan Primatani tahun 2007-2009. Sehubungan dengan itu pada tahun tersebut diintroduksikan 313 ekor domba yang terdiri dari Domba Ekor Gemuk jantan dan Domba Ekor Tipis betina. Dalam kegiatan ini komponen teknologi budidaya ternak yang diintroduksikan meliputi skala usaha ternak (1 pejantan: 8 betina), sistem perkandangan, reproduksi, pakan, dan penangan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah domba yang diintroduksikan populasinya bertambah 62,6%. Ditemukan bahwa introduksi komponen teknologi dapat menghasilkan jarak beranak 8,38 bulan, rata-rata litter size 1,73/induk/kelahiran, laju reproduksi induk 1,78 dan estimasi produktivitas domba perbibitan 23,32 kg/induk/tahun. Kesimpulannya, bahwa introduksi inovasi teknologi budidaya ternak di Desa Pringsurat meningkatkan produktivitas domba, namun karena keterbatasan modal dan tenaga yang dimiliki petani maka implementasinya tidak sempurna sehingga pencapaian peningkatan produksi belum maksimal.

Kata Kunci: Domba, Perbibitan, Inovasi Teknologi, Produktivitas

PENDAHULUAN

Populasi ternak domba di Jawa Tengah berdasarkan data statistik (BPS PROVINSI

JAWA TENGAH, 2008) adalah 2 juta ekor.

Umumnya ternak ini dipelihara oleh petani/peternak secara tradisional di pedesaan dengan skala kepemilikan relatif kecil, yaitu

3 – 4 ekor dan budidayanya bersifat sambilan. Ironis sekali bahwa dalam skala usaha yang rendah tersebut tingkat produktivitas domba justru rendah. Keterbatasan penguasaan ketrampilan dan teknologi budidaya, serta keterbatasan modal usaha tampaknya menjadi penyebab utama rendahnya produktivitas domba. Fenomena ini menunjukkan bahwa

(2)

usaha budidaya domba tidak efisien. Maka tidak mengherankan kalau hasil usaha yang diperoleh kurang menggembirakan. Kondisi serupa itu mendorong Pemerintah Indonesia memacu petani mengadopsi teknologi hasil-hasil penelitian pertanian melalui Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatn Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI). Di dalam pelaksanaannya, Pemerintah Indonesia memberikan bantuan pinjaman modal pada kelompok tani untuk meningkatkan agribisnis pedesaan sesuai dengan kultur budaya masyarakat dalam bidang pertanian dan agroklimat lokasi kegiatan PRIMATANI.

Desa Pringsurat, Kecamatan Pringsurat adalah suatu desa yang direkomendasikan oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung untuk digunakan sebagai lokasi kegiatan PRIMATANI. Hasil pemahaman pedesaan secara singkat (participatory rurall appraisal, PRA; YULIANTO et al., 2007) mengindikasikan

bahwa usaha budidaya domba sudah merupakan salah satu kultur budaya masyarakat di Desa Pringsurat yang diwarisi dari para leluhurnya. Sementara, KNIPSCHEER et al. (1994) menegaskan bahwa ternak

ruminansia kecil (termasuk domba) merupakan komoditas yang mempunyai prospek cukup bagus untuk memberikan kontribusi bagi pendapatan petani/peternak. Maka dari itu budidaya domba dengan mengimplementasikan inovasi teknologi hasil-hasil penelitian ternak tersebut diharapkan dapat memperbaiki penampilan reproduktivitasnya.

Lebih lanjut, hasil PRA juga menunjukkan bahwa umumnya pakan yang diberikan untuk domba di Desa Pringsurat terdiri dari rumput lapang dan jerami padi (masing–masing untuk musim penghujan dan musim kering, YULIANTO et al., 2007). Oleh karena itu, logis

bahwa penampilan reproduksi dan produktivitas domba di Desa Pringsurat rendah. Meskipun demikian, terdapat suatu indikasi bahwa potensi untuk meningkatkan penampilan produktivitas domba di lokasi kegiatan PRIMATANI ini sangat menjanjikan. Sejalan dengan itu, studi ini ditujukan untuk mengevaluasi hasil introduksi inovasi teknologi budidaya terhadap perbaikan penampilan reproduktivitas domba di Desa Pringsurat.

METODOLOGI

Investigasi dilakukan di lokasi PRIMATANI Desa Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian melibatkan peran serta 92 rumah tangga petani (RTP) sebagai kooperator sejak tahun 2007 sampai dengan 2009. Di dalam penelitian ini, pengamatan lebih dikonsentrasikan terhadap hasil introduksi inovasi teknologi dalam unit - unit percontohan usaha perbibitan domba. Kegiatan ini menggunakan pendekatan partisipatif dengan memberikan bimbingan dan pendampingan teknologi kepada petani kooperator pelaksana kegiatan dalam suatu kelembagaan Gabungan Kelompok Tani.

Ternak dan pengelolaannya

Di dalam studi ini teknologi yang diintroduksikan adalah: skala usaha domba (yaitu 1 pejantan: 8 betina/rumah tangga), pengelolaan perkawinan ternak, dan sistem kandang panggung. Penelitian mengintroduksikan pejantan dan induk Domba Jawa Ekor Gemuk dan Domba Jawa Ekor Tipis/kurus (DJEG dan DJET, DEVENDRA, 1993)

dengan pertimbangan bahwa keduanya memiliki tingkat prolifikasi yang tinggi dengan rata - rata litter size 1,25 – 2 bahkan 3 ekor anak (LUBIS et al., 1995).

Pada kesempatan yang sama, kandang yang diintroduksikan adalah sistem panggung (elevated barn, MARTAWIDJAJA, 1991) yang

dibuat menggunakan bahan cor - beton untuk tiang dan kerangka alas kandang, jeruji bambu untuk alas kandang dan dindingnya, dan atap berupa genting. Ruangan kandang kemudian disekat menggunakan pagar bambu dengan tujuan untuk mencegah terjadinya inbreeding. Meskipun demikian di antara ternak masih bisa terjadi kontak visual. Disamping itu penyekatan juga dimaksudkan untuk mempermudah penerapan tatalaksana pemeliharaan. Masing-masing ruangan yang dipisahkan oleh sekat tersebut kemudian dilengkapi dengan seruas buluh bambu yang kulitnya sudah dikelupas dan diisi dengan sodium klorida (garam dapur) yang

(3)

Tabel 1. Perbedaan antara sistem pemeliharaan tradisional dan introduksi komponen teknologi budidaya domba di Desa Pringsurat

Pola budidaya

Komponen teknologi Tradisional Introduksi teknologi

Skala usaha (ekor/RTP) 3 – 4 9 dengan sex ratio 1 jantan : 8 betina1) Sistem perkandangan Non-panggung (lantai

langsung tanah) Panggung berlantai jeruji & bersekat bambu dengan penempatan ternak sesuai status fisiologi2)

Reproduksi Tidak terkontrol Dikontrol untuk memperpendek interval

beranak dan mencegah inbreeding3)

Pakan Pemberian pakan hi jauan

(rumput/jerami padi) secara ber lebihan

Formula sesuai kebutuhan nutrien4) Manajemen pemberia4)

Pengolahan bahan pakan4,5) Penanganan kesehatan

ternak Tidak pernah dikontrol Penanganan penyakit dan penga-matan secara berkala6) Pemberian obat cacing (3 – 4 bulan sekali), obat mata, vitamin dan mineral6)

RTP: Rumah tangga petani

Sumber: 1)SOEDJANA (1991);2)MARTAWIDJAJA (1991);3)SETIADI danINOUNU (1991);4)PRAWIRODIGDO et al. (2006),5)PRAWIRODIGDO

et al.(2009);6)THEDFORD (1984) digantungkan di bagian depan di atas tempat

pakan, sehingga masing-masing ternak dapat menjangkau. Dalam studi ini ternak ditempatkan secara terpisah sesuai status fisiologinya di dalam satu bangunan kandang milik masing-masing petani. Secara keseluruhan inovasi teknologi yang diintroduksikan tercantum pada Tabel 1.

Pengaturan reproduksi dilakukan dengan menempatkan pejantan dan induk ternak domba dalam satu kandang selama 2 kali periode birahi (kurang lebih 40 hari). Selama proses perkawinan berlangsung dilakukan pemantauan intensif terhadap induk domba untuk memastikan terjadinya kebuntingan. Induk ternak yang sudah bunting dan tidak menunjukkan gejala birahi kemudian segera dipisahkan dari pejantannya. Pemberian obat cacing dilakukan setiap 4 bulan sekali kecuali untuk ternak yang sudah bunting tidak diberi obat tersebut lagi.

Pakan

Penelitian ini menggunakan pakan utama rumput dan diberi tambahan pakan konsentrat. Formula pakan disusun berdasarkan estimasi

kebutuhan nutrien untuk ternak domba dewasa berbobot badan sekitar 38 kg. (MCDONALD et

al., 1992). Komponen pakan yang digunakan

adalah bahan lokal yang tersedia yang harganya diharapkan terjangkau oleh petani. Formula pakan yang diintroduksikan di dalam kegiatan ini dicantumkan pada Tabel 2.

Analisis data

Data yang dikoleksi dalam penelitian adalah jumlah anak sekelahiran, jarak (selang) beranak, dan mortalitas anak. Kemudian data yang diperoleh digunakan untuk mengestimasi produktivitas ternak menggunakan formula yang dianjurkan oleh GATENBY (1986) yaitu bahwa: Produktivitas = LRI x bobot sapih (kg). Selanjutnya GATENBY (1986) menjabarkan

bahwa:

LRI = LS (1 – M) SB LRI : laju reproduksi induk

LS : rata-rata jumlah anak sekelahiran (ekor) M : rata-rata laju mortalitas periode prasapih SB : selang beranak (tahun)

(4)

Tabel 2. Susunan pakan untuk domba perbibitan yang diintroduksikan dalam kegiatan Primatani di Desa Pringsurat

Keterangan Proporsi Bahan pakan (g/ekor/ransum harian)

Rumput lapang 1500

Daun gamal (Glerisidia sepium) 300

Ubi singkong segar (Manihot esculenta), 200

Ampas tahu (Glysine soya). 150

Jumlah = 2150

Estimasi kandungan nutrien pakan (g/ekor/ransum harian)*

Bahan kering 938,5

Protein tercerna 86,2

Energi metabolis (MJ EM/ekor/hari 9,12

Estimasi kebutuhan nutrien ternak (g/ekor/hari)**

Bahan kering 912

Protein tercerna 80,22

Energi metabolis (MJ EM/ekor/hari 9,19

* Dihitung berdasarkan data Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia (HARTADI et al., 1990)

** MJ: Mega Joule; EM: Energi metabolis Sumber: MCDONALD et al. (1992)

HASIL DAN PEMBAHASAN Agroekosistem dan kondisi awal peternakan domba di Desa Pringsurat

Pringsurat termasuk dalam agroekosistem lahan kering dataran rendah beriklim basah dengan medan berbukit dan bergelombang. Ketinggian tempat 500 – 700 m dpl, pH antara 5,5 – 6,5. Curah hujan di wilayah Pringsurat antara 1200 – 2500 mm/th dan suhu 20– 28oC

dengan kelembaban 70 – 95%. Hasil pengamatan SULAEMAN et al. (2007)

menunjukkan bahwa sifat morfologi tanah di Pringsurat dapat dibedakan atas tipe

hapludults, oxyaquic dystrudept dan tipe epiaquepts. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa status hara lahan pertanian di wilayah ini mempunyai kandungan nitrogen, phosfor dan kalium serta bahan organik yang rendah (SULAEMAN et al., 2007).

Ditemukan bahwa di Desa Pringsurat peternakan memiliki posisi strategis bagi masyarakat tani, yaitu sebagai penopang kebutuhan rumah tangga petani. Ternak diusahakan oleh petani sebagai tabungan untuk

modal usahatani tanaman pangan dan hortikultura, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, dan keperluan hajatan. Selanjutnya didokumentasikan bahwa di antara jenis ternak ruminansia yang dipelihara petani/peternak, populasi domba paling tinggi yaitu mencapai 1.048 ekor terdiri dari 820 ekor jantan dan 228 betina. Secara phenotypic ternak domba yang dipelihara petani di Desa Pringsurat termasuk spesifikasi Domba Jawa Ekor Tipis (DEVENDRA, 1993).

Berdasarkan data dari BPS PROVINSI JAWA

TENGAH (2008), populasi domba di Kabupaten

Temanggung adalah yang terbanyak dibandingkan dengan yang terdapat di kabupaten lain di Propinsi Jawa Tengah. Namun pemeliharaannya masih bersifat tradisional dan umumnya ditempatkan dalam kandang lemprak (tanpa panggung) secara bersama-sama tanpa penyekat sehingga memungkinkan terjadinya perkawinan kerabat dekat (inbreeding). Pakan yang diberikan untuk ternak domba miliknya hanya rumput lapang atau jerami. Lebih lanjut, pemberian dilakukan dengan cara ditumpuk dalam kandang, dibiarkan terinjak-injak dan

(5)

bercampur dengan kotoran domba dalam jumlah yang berlebihan (terutama pada musim penghujan). Pemberian pakan demikian biasanya hanya mampu meningkatkan rata-rata pertambahan bobot badan 20 – 50 g/hari.

Hasil PRA menunjukkan bahwa produktivitas ternak domba di tingkat petani belum optimal, hal ini tampaknya karena bibit ternak yang ada di masyarakat kualitasnya rendah (YULIANTO et al., 2007). Data yang diperoleh menginformasikan bahwa rata - rata bobot dewasa maksimal ternak domba adalah 28 kg. Umumnya ternak bibit dari peternak mempunyai asal usul yang tidak jelas, sistem pemeliharaannya secara tradisional serta belum menerapkan prinsip - prinsip dasar manajemen pemeliharaan yang baik. Konsekuensinya, kualitas ternak menjadi rendah. Lebih lanjut, dalam penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata jarak beranak ternak domba peliharaan adalah ≥ 12 bulan. Di samping itu terdapat indikasi bahwa penyapihan terhadap anak domba tidak dilakukan.

Pengaruh introduksi dan pengelolaan ternak domba melalui Primatani

Hasil investigasi menunjukkan bahwa selama pendampingan teknologi, petani kooperator berupaya melakukan perubahan kultur budidaya berternak domba dengan menerapkan teknologi inovatif yang diintroduksikan (Tabel 1). Pada kegiatan ini introduksi kelima komponen teknologi (Tabel 1) ternyata penting karena masing-masing mempunyai kontribusi dalam menentukan peningkatan produktivitas domba di Desa Pringsurat. Berikut didiskusikan hasil penerapan kelima komponen teknologi tersebut.

Skala usaha

Di dalam kegiatan PRIMATANI di Desa Pringsurat tampak bahwa petani kooperator bersedia mengadopsi inovasi teknologi berstandar minimum skala usaha 9 ekor/RTP dengan sex ratio 1 pejantan: 8 ekor domba betina dewasa. Hal ini diduga karena para kooperator benar-benar paham bahwa target utama bantuan pinjaman modal berupa ternak adalah untuk pengembangan agribisnis usaha

perbibitan domba dengan cara meningkatkan kualitas bibit dan skala usaha ternak menuju peningkatan pendapatan. SOEDJANA (1991)

menerangkan bahwa skala usaha 8 ekor betina dan 1 ekor pejantan mempunyai target perolehan pendapatan tambahan yang layak dan dapat diterima secara rutin. Ditambahkan bahwa penerapan teknologi pengelolaan yang konsisten dengan sistem perkawinan secara cermat dan tepat serta didukung oleh pemberian pakan berimbang (balance diet), maka selama + 13 bulan diharapkan setiap RTP sudah dapat menjual 1 ekor domba calon induk (± umur 8 bulan) rutin setiap bulan. Teori SOEDJANA (1991) ini tampaknya

diterima sebagai inovasi realistis dan terapan bagi petani, sehingga wajar kalau petani kooperator mau mengadopsi.

Sistem perkandangan

Seperti yang terjadi pada inovasi skala usaha, fakta di lapang menunjukkan bahwa semua petani kooperator mengadopsi inovasi kandang panggung sebagaimana yang dianjurkan MARTAWIDJAJA (1991). Petani

kooperator melaporkan bahwa sistem kandang pangung memberikan efek positif terhadap kesehatan ternak. Di samping itu juga dilaporkan bahwa pengelolaan ternak dan penanganan residu kandang untuk diproses menjadi pupuk kompos menjadi lebih praktis dan mudah. Lebih lanjut, perbedaan sistem perkandangan dari cara tradisional dan yang sudah diadopsi oleh petani kooperator masing-masing didokumentasikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Reproduksi (produktivitas induk)

Di dalam penelitian ini estimasi produktivitas domba hanya berdasarkan pada data domba yang lahir pada tahun 2009, dengan asumsi bahwa teknologi/komponen teknologi introduksi telah diadopsi secara partisipatif oleh petani kooperator. Penampilan reproduksi induk domba berdasarkan hasil analisis data dicantumkan pada Tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan mortalitas anak domba, yang apabila dibandingkan dengan kematian yang terjadi pada anak domba dalam

(6)

Gambar 1. Kondisi awal cara pemeliharaan domba dalam kandang non-panggung di Desa Pringsurat

Gambar 2. Kandang panggung yang telah diadopsi oleh petani kooperator dan aktivitas pengobatan ternak domba

pemeliharaan menggunakan sistem tradisional, nilainya lebih rendah. Meskipun demikian, seharusnya apabila inovasi teknologi yang diintroduksikan diterapkan secara konsekuen,tingkat anak domba bisa lebih diperkecil. Kematian ini sebagian besar terjadi pada saat partus.

Ditinjau lamanya selang beranak, maka dapat dikonfirmasikan bahwa introduksi inovasi teknologi reproduksi mampu mengakselerasi perkembangan budidaya perbibitan domba di Desa Pringsurat. Nyatanya

selang beranak yang pada awalnya ≥ 12 bulan (YULIANTO et al., 2007) setelah

diintroduksikan inovasi teknologi reproduksi, selang beranak tersebut berkurang 3 – 4 bulan.

Pakan

Hasil pengamatan rutin terhadap penerapan inovasi teknologi pakan memberikan konfirmasi bahwa di dalam prakteknya petani kooperator ada yang tidak konsisten di dalam

(7)

Tabel 3. Penampilan reproduksi domba hasil introduksi inovasi teknologi di Desa Pringsurat

Keterangan Jumlah

Induk melahirkan (ekor) 118

Anak lahir tungal (ekor) 75

Anak lahir kembar-2 (ekor) 37

Anak lahir kembar-3 (ekor) 6

Total anak dilahirkan (ekor) 167

Anak mati sesudah lahir (ekor) 21

Tingkat kematian (%) 12,46

Rata-rata litter size (ekor/induk/tahun) 1,42

Daya tahan hidup anak (survival rate, %) 87,4

Bobot sapih anak (umur 3 bulan/kg) 1,31

Selang beranak (lambing interval, bulan) 8,38

Angka laju reproduksi induk 1,78

Produktivitas induk (kg/induk/tahun) 23,32

mengadopsi formula pakan untuk domba perbibitan. Sebagai hasilnya, terbukti bahwa sebagian besar kematian anak terjadi pada saat partus. Fenomena ini mungkin terjadi sebagai akibat kekurangan nutrisi pada induk domba selama periode kebuntingan. Belakangan, informasi tambahan yang muncul pada pertemuan kelompok tentang terjadinya beberapa kasus abortus pada domba yang diternakkan memperkuat dugaan tersebut. Terdapat suatu indikasi bahwa sebagian petani kooperator belum menerapkan inovasi formula pakan yang dianjurkan. Petani-petani tersebut ternyata masih menerapkan pola tradisional, yaitu hanya memberikan rumput secara berlebihan (6 – 8 kg/ekor/hari) padahal kandungan protein kasar rumput alam pada musim kemarau hanya 6% (GOLDING, 1995 yang disitasi MUNIER et al. (2004). Kondisi ini

menjadi semakin parah, karena kapasitas lambung domba terbatas, yaitu diperkirakan konsumsi hijauan hanya mencapai 3500 g/ekor/hari. Artinya, domba betina yang mengkonsumsi pakan rumput saja akan memperoleh 1120 g bahan kering, 35 g protein tercerna, dan 7,76 MJ EM/ekor/hari. Konsekuensinya, setiap hari masing-masing domba ini mengalami defisiensi protein tercerna dan energi metabolis. MATHIUS et al.

(1995) menegaskan bahwa bertambah besarnya

foetus dalam saluran reproduksi

mengakibatkan semakin mengecilnya rongga

abdomen sehingga mengurangi daya-tampung

pakan.

Hasil wawancara melalui pendekatan pribadi pada petani yang dombanya mengalami abortus atau mati setelah partus menkonfirmasikan bahwa petani kooperator dimaksud tidak menambahkan bahan konsentrat (ubi singkong dan ampas tahu) karena terbatasnya tenaga untuk mencari dan kekurangan dana untuk membeli kedua bahan tersebut. Oleh karena itu, logis kalau pertumbuhan janin kurang sempurna, produksi susu rendah, dan anak domba yang lahir mati atau mengalami abortus.

Para peneliti (MCDONALD et al., 1992;

ROBINSON, 1986 yang disitasi oleh MATHIUS et al., 1995) mengingatkan bahwa kebutuhan

protein dan energi akan meningkat selama periode bunting. Selain untuk kebutuhan pokok hidupnya, kebutuhan protein dan energi juga dimanfaatkan untuk pertumbuhan foetus, perkembangan uterus dan ambing, serta cadangan energi yang dipersiapkan untuk fase laktasi.

Diungkapkan bahwa bertambah besarnya

foetus dalam saluran reproduksi menyebabkan

mengecilnya rongga perut yang tersedia untuk dapat menampung pakan. Kondisi ini terjadi pada fase 6 minggu menjelang kelahiran, mengingat 70 – 85% pertumbuhan dan perkembangan foetus terjadi pada fase tersebut. Lebih lanjut, MATHIUS et al. (1995) menyitasi

(8)

pernyataan RUSSEL (1979) menyimpulkan

bahwa kebutuhan energi bagi foetus pada fase akhir kebuntingan adalah 1,5 MJ ME/kg

foetus/hari. Oleh karena itu, kebutuhan energi

induk domba bunting tunggal adalah 2 kali lipat dari kebutuhan induk domba yang tidak bunting. Sedangkan induk domba bunting kembar memerlukan energi 2,5 – 3 kali lipat dari kebutuhan energi induk tidak bunting.

Di sisi lain, petani kooperator juga sangat antusias dalam menguasai pengetahuan dan ketrampilan tentang pengolahan bahan lokal untuk komponen pakan. Gambar 3 merupakan dokumentasi yang diambil langsung dari aktivitas petani kooperator dalam praktek fermentasi kulit kopi untuk mereduksi konsentrasi zat anti - nutrisi seperti yang pernah dianjurkan PRAWIRODIGDO et al. (2006;

2009) serta pembuatan silase menggunakan bahan-bahan hijauan limbah pertanian dan rumput unggul yang menunjukkan semangat petani tersebut.

Penanganan kesehatan ternak

Dari aspek kesehatan hewan, tampak bahwa petani kooperastor secara aktif sudah memperhatikan kesehatan ternaknya. Sebagai contoh (Gambar 2), petani kooperator sudah melakukan pemberantasan penyakit cacing dengan pemberian obat cacing secara rutin setiap 3 – 4 bulan sekali. Pemberantasan cacing khususnya nematoda gastrointestinal sangat penting karena eksistensi parasit ini di dalam tubuh ternak berpengaruh menghambat produktivitas (HANAFIAH dan YULISTIANI,

2004). HANAFIAH dan YULISTIANI (2004)

menegaskan bahwa gangguan cacing dapat menurunkan bobot badan hingga 38% dan bahkan menimbulkan kematian hingga 17%. Menurut BERIAJAYA dan SUHARDONO (1998)

penanggulangan penyakit cacing gastrointestinal sebaiknya dilakukan secara terpadu antara manajemen nutrisi dan pemberian obat cacing. Oleh karena itu,

Gambar 3. Praktek fermentasi kulit kopi untuk komponen pakan domba dan pembuatan silase menggunakan bahan baku hijauan limbah pertanian

(9)

dilakukan melalui partisipasi aktif para peternak mengingat penyakit ini juga menular cepat pada ternak yang sehat. Inti dari upaya penanggulangan penyakit adalah ketercukupan pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya serta kebersihan lingkungan. Selanjutnya dapat diinformasikan bahwa dari introduksi 313 ekor domba yang dikawal dengan pendampingan teknologi budidaya ternak, tercatat bahwa populasinya berkembang menjadi 509 ekor. Artinya bahwa dalam kurun waktu 3 tahun terjadi peningkatan 62,6%. Sekali lagi disayangkan bahwa dalam periode tersebut kematian anak domba cukup tinggi, yakni 75 ekor dari 321 ekor anak lahir (23,4%). Kondisi ini paling banyak terjadi pada tahun 2007 dan 2008. Beruntung bahwa pada tahun 2009 mortalitas turun menjadi 12%. Pada kesempatan yang sama terjadi kematian pejantan dan induk domba hingga 16% (50 ekor). Peristiwa ini terjadi diduga karena petani sebagai penggadhuh domba yang

didistribusikan melalui pemerintah daerah belum berpengalaman dalam budidaya ternak, sehingga penanganannya terhadap hewan yang stres karena baru didatangkan dari lokasi lain tidak memadai. Konsekuensinya sebagian domba tersebut banyak yang mati. Secara keseluruhan profil perkembangan domba perbibitan di Desa Pringsurat selama kegiatan Primatani tahun 2007 – 2009 dicantumkan pada Tabel 4.

Selanjutnya, dari sisi analisis finansial dapat diestimasi bahwa diasumsikan harga ternak per kg bobot hidup Rp. 20.000, maka setiap tahun peternak dapat memperoleh penghasilan tambahan Rp. 466.400 per induk yang dipelihara.

Dampak introduksi inovasi teknologi

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa inovasi teknologi kandang panggung yang diimplementasikan di Desa Pringsurat ternyata diadopsi juga oleh 16 orang petani/peternak domba yang tinggal di Desa Pringsurat dan di desa sekitarnya. Fakta ini memberikan indikasi bahwa introduksi suatu teknologi pertanian pada petani kooperator berdampak pada petani-petani non kooperator.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan hasil investigasi ini dapat disimpulkan bahwa introduksi inovasi teknologi budidaya ternak di desa Pringsurat dapat meningkatkan produktivitas domba. Meskipun adopsi komponen-komponen teknologi sudah dilaksanakan oleh petani kooperator, namun karena keterbatasan modal dan tenaga yang dimiliki maka implementasinya tidak sempurna, akibatnya pencapaian peningkatan produksi belum maksimal.

Tabel 4. Perkembangan domba perbibitan di Desa Pringsurat

Induk Introduksi Mati Sisa

Tahun ♂ ♀ Jml ♂ ♀ Jml ♂ ♀ Jml 2007 11 117 128 1 31 32 10 86 96 2008 11 112 123 1 17 18 10 95 105 2009 6 56 62 - - - 6 56 62 Jumlah 28 285 313 2 48 50 26 237 263

Perkembangan anak Mati Sisa

♂ ♀ Jml ♂ ♀ Jml ♂ ♀ Jml

2007 85 169 254 14 31 45 71 138 209

2008 16 48 64 6 23 29 10 25 35 2009 - 3 3 - 1 1 - 2 2

(10)

DAFTAR PUSTAKA

BERIAJAYA danSUHARDONO. 1998. Penanggulangan nematodiasis pada ruminansia kecil secara terpadu antara manajemen nutrisi dan obat cacing. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 1 – 2 Desember 1998. Puslitbang Peternakan, Bogor.

BPS PROVINSI JAWA TENGAH. 2008. Jawa Tengah

Dalam Angka. Statistik Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

DEVENDRA, C. 1993. Kambing dan domba di Asia.

Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. M.WODZIKA-TOMASZEWSKA, I.M.

MASTIKA,A.DJAJANEGARA,S.GARDINER dan T.R. WIRADARYA (Editor). Sebelas Maret

University Press. Surakarta. hlm. 1 – 36. GATENBY, R.M. 1986. Sheep production in the

tropic and sustropic. Longman, London. HANAFIAH, A. dan D. YULISTIANI. 2004 Difusi

inovasi teknologi pengendalian penyakit cacing saluran pencernakan secara berkesinambungan pada domba melalui pendekatan parsitisipatif di Desa Tegalsari Purwakarta dan Desa Pasiripis, Majalengka. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 360 − 367. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D.

TILLMAN. 1990. Tabel komposisi pakan untuk

Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

KNIPSCHEER, H.C., H.W. SHWU-ENG and A.

MULYADI. 1994. Opportunities for commercialization of small ruminant production in Indonesia. Proc. of a Symposium Held in Conjunction with 7th Asian-Australian Association of Animal Production Societies Congress, July 11 – 16, 1994, Denpasar, Bali, Indonesia. Small Ruminant-Collaborative Research Support Program, Indonesian Society of Animal Science, Bogor, Indonesia.

LUBIS, D., B. HARYANTO, I.W, MATHIUS, M. MARTAWIDJAJA dan A. WILSON. 1995. Studi

tatalaksana pemberian pakan dan kebutuhan pakan induk domba prolofik pada fase laktasi. Dalam: Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian. Ternak Ruminansia Kecil. APBN TA 1994/1995. Balitnak,Bogor.

MARTAWIDJAJA, M. 1991. Penanganan dan

pemeliharaan. Dalam: Pedoman Praktis Beternak Kambing-Domba sebagai Ternak Potong M.RANGKUTI,A.SETIADI,A.ROESYAT

dan S. SOLICH, (Editor). Puslitbang

Peternakan, Bogor. hlm. 47 – 58.

MATHIUS, I.W., B. HARYANTO, I. INOUNU, A.

WILSON danM.MARTAWIDJAJA. 1995. Studi

tatalaksana pemberian pakan dan kebutuhan pakan domba prolifik pada fase bunting. Dalam: Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian. Ternak Ruminansia Kecil. APBN TA, 1994/1995. Balitnak, Bogor.

MCDONALD, P., R.A. EDWARDS and J.F.D.

GREENHALGH. 1982. Animal Nutrition 4th Ed. Longman Scientific & Technical. Co published in the United States with John Wiley & Sons, Inc., New York.

MUNIER, F.F., D. BULO, SAIDAH, SYAFRUDDIN, R.BOY, N.F. FEMMI dan S. HUSAIN. 2004.

Pertambahan bobot badan domba ekor gemuk (DEG) yang dipelihara secara intensif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor hlm. 341 – 347.

PRAWIRODIGDO, S., B. UTOMO, I. HERIANTI, H.

SUPADMO, J. PURMIANTO, G. SEJATI dan

YULIANTO, 2006. Kajian Inovasi Teknologi

Perbibitan Ternak Domba untuk Menunjang Pengadaan Pupuk Organik pada Sistem Usahatani Tanaman Kelengkeng. Laporan Hasil Pengkajian. BPTP, Jateng.

PRAWIRODIGDO, S., T. HERAWATI, B. UTIMO, MURYANTO, J. PURMIANTO dan SUDARTO.

2009. Teknologi pembuatan formula pakan ternak domba dari limbah kopi. Dalam : Rekomendasi Paket Teknologi Pertanian Provinsi Jawa Tengah. YUWONO D.M.,

YULIANTO,MURYANTO,T.PRASETYO danT.J. PARYONO. (Editor). Badan Litbang Pertanian,

BPTP Jawa Tengah. hlm. 168 – 178

SETIADI,B.danI.INOUNU. 1991 Perkembangbiakan.

Dalam: Pedoman Praktis Beternak Kambing-Domba sebagai Ternak Potong RANGKUTI M.,

A. SETIADI, A. ROESYAT dan S. SOLICH,

(Editor). Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 3 – 28.

SOEDJANA, T.D. 1991. Ekonomi produksi dan

pemasaran. Dalam: Pedoman Praktis Beternak Kambing-Domba sebagai Ternak Potong RANGKUTI M.,A.SETIADI,A.ROESYAT dan S.

SOLICH (Editor). Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 75 – 84.

(11)

SULAEMAN, Y., I.M. SUBIKSA danS. SUTO. 2007.

Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan Untuk Mendukung Prima Tani di Desa Pringsurat, Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. BBP2 SDL Pertanian.

THEDFORD, T.R. 1984. Penuntun Kesehatan Ternak

Kambing. Penterjemah: RONOHARDJO P. dan

R. SOETEDJO. Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor.

YULIANTO, J. SUSILO, ERNAWATI, I. HERIANTI, R.

PANGESTU,PRAWOTO dan S.PRAWIRODIGDO. 2007. Laporan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI) Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Basah Kabupaten Temanggung. Badan Litbang Pertanian, BPTP Jawa Tengah.

Gambar

Tabel 1. Perbedaan antara sistem pemeliharaan tradisional dan introduksi komponen teknologi budidaya  domba di Desa Pringsurat
Tabel 2. Susunan pakan untuk domba perbibitan yang diintroduksikan dalam kegiatan Primatani di Desa  Pringsurat
Gambar 2. Kandang panggung yang telah diadopsi oleh petani kooperator dan aktivitas pengobatan  ternak domba
Tabel 3. Penampilan reproduksi domba hasil introduksi inovasi teknologi di Desa Pringsurat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 7,8 dan 9 dapat dilihat bhwa fenomena aliran pada mobil Antawirya konsep 3 menghasilkan daerah separasi dan wake yang lebih pendek daripada mobil Antawirya terdahulu

Kontribusi kompetensi guru untuk motivasi berprestasi adalah sebesar 11,3% dan 88,7% dipengaruhi oleh faktor lain (Irawan, 2010:65), ini menunjukkan bahwa guru

Winslow dari Yale University memberikan batasan ilmu kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa tingkat pengetahuann fast food siswa yang mengalami gizi lebih di SD Negeri Sudirman I Makassar berada dalam kategori

Beberapa isolat bakteri yang di isolasi dari akar tanaman kentang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur patogen, selain disebabkan oleh kemampuan bakteri

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanolik daun awar-awar (EFs) terhadap sel kanker payudara 4T1 dan MCF7/ HER2, sel kanker kolon WiDR,

Hal ini menjelaskan bahwa KAP dan para auditor melakukan tugas yang memberikaan jasa untuk segala permasalahan suatu perusahaan dan organisasi baik dalam hal keuangan sampai

Key words : A Winter Piece, November, The Snow Shower , figurative language, romantic era, William Cullen Bryant.. x