• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada saat Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor 6, dan tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5494) yang selanjutnya disebut UU No. 5 tahun 2014 atau UU ASN mulai diberlakukan sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang sudah tidak berlaku lagi, telah banyak terjadi perubahan dalam pengaturan tentang Pegawai Negeri Sipil atau yang disingkat PNS yang sekarang disebut dengan Aparatur Sipil Negara atau yang selanjutnya disingkat dengan ASN. Pegawai ASN adalah PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau yang disingkat PPPK yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahkan tugas lainnya dan mendapatkan gaji berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, jadi PNS merupakan pegawai ASN yang menyelenggarakan pemerintahan baik itu di pusat, provinsi, kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political develovment) serta melalui pembangunan ekonomi dan sosial

(2)

(economic and social develovment) yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan baru akan terwujud apabila penyelengaraan pemerintahan nasional dilaksanakan secara menyeluruh, terencana, terarah, dan berkesinambungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Dalam hal ini keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan nasional tergantung pada aspek manusianya yakni sebagai pemimpin, pelaksana, dan pengelola sumber daya yang ada pada negara. Kelancaran penyelanggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional juga sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara baik ditingkat pusat maupun di daerah. Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yang merupakan cita-cita bangsa, maka diperlukan adanya ASN yang handal sesuai dengan bidang kemampuannya, baik, berwibawa, bebas dari intervensi politik, bermental yang kuat, berdaya guna, adil, bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme atau yang disingkat KKN, jujur, bertannggung jawab, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai aparatur negara. Aparatur negara merupakan unsur perekat rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang penuh kesediaan dan ketaatan pada Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945.

Agar dapat mewujudkan ASN seperti yang diharapkan yang merupakan bagian dari birokrasi reformasi, maka perlu adanya suatu pembinaan dan pengembangan diri agar dapat mempertanggungjawabkan kinerja berdasarkan sistem merit dalam pelaksanaan manajemen ASN. Salah satu bentuk pengembangan ASN adalah dengan mutasi. Mutasi sering kali dilaksanakan

(3)

dengan alasan sebagai motivasi agar semangat dalam bekerja serta untuk memenuhi keinginan dari ASN untuk bekerja pada bidang tugasnya masing-masing sesuai dengan minat yang dimilikinya, akan tetapi pelaksanaan mutasi kerja juga sering kali disalah artikan sebagai bentuk hukuman jabatan. Pelaksanaan mutasi sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan peluang untuk ASN mengembankan potensi yang dimilikinya. Mutasi dilaksanakan berdasarkan pada indeks prestasi yang diraih dari seorang ASN melalui penilaian objektif. Selain itu mutasi dilaksanakan agar kinerja ASN dalam melaksanakan tugasnya dapat dilakukan dengan lebih efektif karena mutasi yang tidak dapat meningkatkan efktifitas dan efisiensi tidak ada artinya dan bahkan dapat merugikan instansi pemerintahan itu sendiri. Pelaksanakan mutasi harus dilakukan dengan cara dan prosedur yang tepat sesuai dengan aturan yang berlaku agar mutasi tidak dirasakan sebagai hal yang menakutkan dikalangan ASN, untuk melakukan mutasi jabatan tidaklah mudah terutama dalam menentukan indikator atau ukuran, siapa, kemana, dan bagaimana mekanisme mutasi tersebut. Dengan pertimbangan tersebut maka dari itu mutasi yang dilaksanakan terhadap ASN dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan harus memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang matang agar mutasi yang dilakukan terhadap ASN dapat berjalan sesuai prosedur, tepat sasaran dan yang paling penting adalah sudah sesuai serta tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemerintah dalam melakukan mutasi terhadap ASN berarti pemerintah sebagai bagian dari pemerintahan mempunyai wewenang untuk itu, dimana sifat dari wewenang itu adalah expressimlied, jelas maksud dan tujuannya, terkait pada

(4)

waktu tertentu dan tunduk pada batasan-batasan hukum tertulis dan tidak tertulis yang isinya bersifat umum.1 UU No. 5 tahun 2014 adalah aturan baru yang sudah barang tentu menjadi pedoman dalam pelaksanaan mutasi kepegawaian pada setiap instansi pemerintahan baik itu di tingkat pusat maupun di daerah, akan tetapi pada kenyataannya tidak jarang ditemukan pelaksanaan mutasi terhadap ASN menyalahi aturan. Berkaca pada kasus mutasi yang terjadi di kota Denpasar, dimana seorang penjabat Walikota Denpasar melakukan mutasi terhadap dua orang pegawai ASN yang merupakan pejabat eselon II kota Denpasar.2 Pada kasus mutasi tersebut, mutasi yang dilakukan oleh penjabat Walikota Denpasar dianggap tidak berdasar dan melanggar aturan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 nomor 92 dan tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4865) yang selanjutnya disebut PP No. 49 tahun 2008, karena berdasarkan pasal 132 A yang menyatakan bahwa :

(1) Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang:

a. melakukan mutasi pegawai;

1S.F. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal. 154-155.

2Anonim, “Dipertanyakan, dasar hukum pejabat walikota melakukan mutasi”, Bali Post, Sabtu paing, 10 Oktober 2015, hlm. 2.

(5)

b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;

c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan

d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Sedangkan pada UU No. 5 tahun 2014 yang dapat melakukan mutasi adalah pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan pasal 73 ayat (2) yang menyatakan bahwa, Mutasi PNS dalam satu intansi pusat atau instansi daerah dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian. Mengenai pejabat pembina kepegawaian diatur dalam pasal 53 UU No. 5 tahun 2014 yang menyatakan bahwa:

Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama kepada:

a. menteri di kementerian;

b. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;

c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga nonstruktural; d. gubernur di provinsi; dan

e. bupati / walikota di kabupaten / kota

Berdasarkan uraian pasal-pasal dari UU No. 5 tahun 2014 dan PP No. 49 tahun 2008 tersebut apabila dikaitkan dengan kasus yang terjadi di pemerintahan kota Denpasar yaitu seorang pejabat Walikota Denpasar melakukan mutasi terhadap dua orang pegawai ASN yang merupakan pejabat eselon II kota Denpasar secara kasat mata terlihat adanya perbedaan diantara kedua aturan tersebut mengenai aturan dalam pelaksanaan mutasi terhadap ASN, sehingga akan terjadi kebingungan mengenai aturan mana yang dapat dijadikan pedoman atau dasar hukum seorang penjabat Walikota melakukan mutasi.

(6)

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan mengidentifikasi instrumen hukum nasional Indonesia dalam menyikapi persoalan mengenai pelaksanaan mutasi bagi ASN di instansi pemerintahan dan aturan mana yang harusnya digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan mutasi dengan melihat kasus mutasi yang terjadi di pemerintahan kota Denpasar. Maka permasalahan ini menjadi sangat menarik dan relevan jika dianalisa serta dibahas secara komperhensif dalam pembahasan penulis skripsi yang berjudul “KEWENANGAN PENJABAT WALIKOTA

MELAKUKAN MUTASI”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat ditarik sebuah permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi dasar hukum penjabat Walikota untuk melakukan mutasi?

2. Apa akibat hukum yang timbul dari tindakan mutasi yang dilakukan oleh seorang penjabat Walikota apabila dikaitkan dengan kasus mutasi yang dilakukan penjabat Walikota Denpasar terhadap dua orang pejabat eselon II pemerintahan Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar dapat lebih terarahnya pembahasan yang akan dibahas maka perlu diberikan ruang lingkup pemasalahan yang akan dibahas. Hal ini dilakukan untuk

(7)

menghindari adanya pembahasan yang jauh menyimpang dari pokok permasalahan. Terhadap permasalahan pertama, dasar hukum yang dimaksud baik itu undang-undang, peraturan pemerintah maupun peraturan perundang-undangan yang lainnya yang berkenaan dengan tindakan mutasi yang dilakukan oleh penjabat Walikota terhadap pejabat eselon II di pemerintahan Kota Denpasar. Demikian pula pada permasalahan kedua, akan dikemukakan mengenai apa akibat hukum yang timbul dari tindakan mutasi yang dilakukan oleh seorang penjabat walikota terhadap pejabat eselon II yang merupakan pegawai ASN.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana, judul penelitian

KEWENANGAN PENJABAT WALIKOTA MELAKUKAN MUTASI ini

belum pernah dikaji secara mendalam dalam bentuk karya ilmiah oleh penulis lain. Dengan hal tersebut dikatakan bahwa penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi isinya.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini antara lain :

1) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum yang ada agar sejalan dengan paradigma science as a process (ilmu dalam proses). Melalui

(8)

penulisan ini, turut diupayakan untuk melakukan pengembangan pada bidang hukum pemerintahan, khususnya hukum kepegawain.

2) Sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1) Untuk mengetahui dan menganalisa dasar hukum apa yang digunakan oleh seorang penjabat walikota untuk melakukan mutasi kepegawaian dilingkungan pemerintahan.

2) Untuk mengetahui apa yang menjadi akibat hukum bagi seorang penjabat walikota melakukan mutasi terhadap pejabat yang merupakan Aparatur Sipil Negara.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas dua hal, baik bersifat teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi atau kontribusi dalam aspek keilmuan (teoritis) seiring dengan berkembangnya masyarakat dan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Serta diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian di bidang hukum, khususnya hukum kepegawaian.

(9)

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1) Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat sebagai bahan acuan, pertimbangan, dan penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya dalam praktek hukum.

2) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang pengaturan mutasi bagi ASN.

3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dari penulis dalam perkembangan hukum pemerintahan khususnya dan bermanfaat bagi penulis lain dalam penulisan pada masa yang akan datang.

1.7 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam upaya pembahasan penelitian ini adalah konsep-konsep, asas-asas dan pandangan sarjana sebagai dasar untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini. Adapun landasan teoritis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik 2) Teori Kewenangan

3) Konsep Negara Hukum

1.7.1 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik

Istilah asas umum pemerintahan yang baik pertama kali diperkenalkan oleh De Monchy di negeri Belanda dalam sebuah laporan, dan dalam laporan

(10)

tersebut digunakan istilah Algemene Beginselen Van Behoorlijke Bestuur yang berkenaan dengan usaha peningkatan perlindungan bagi rakyat terhadap pemerintah.3 Istilah Mengenai asas-asas umum pemerintahan yang baik juga diatur dalan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor 292 dan tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5601) yang kemudian disingkat UU No 30 Tahun 2014 yaitu pasal 1 angka 17 yang menyatakan bahwa :

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Adapun asas-asas yang tergabung dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut :

1) Asas Kepastian Hukum (principle of legal security)

Asas yang menghendaki di hormatinya keputusan yang telah diperoleh seseorang berdasarkan surat keputusan dari pemerintah walaupun keputusan itu salah.

2) Asas Keseimbangan (principle of proportionality)

Asas yang menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dengan kealpaan yang dilakukan oleh seorang pegawai.

3) Asas Kesamanan dalam Mengambil Keputusan (principle of equality) Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama, tidak bertentangan dengan kasus-kasus yang faktanya sama.

3Amrah Muslimin, 1982, Beberapa Asas-Asas Dan Pengertian-Pengertian Pokok

(11)

4) Asas Bertindak Cermat (principle of carefulness)

Asas yang menghendaki agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan berbagai aktivitas dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. 5) Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan (principle of motivaton)

Asas yang menghendaki agar keputusan dari badan-badan pemerintahan harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan dan sedapat mungkin alasan dan motivasi tersebut tercantum dalam keputusan.

6) Asas Tidak Mencampuradukan Kewenangan (principle of non misuse of competence)

Asas yang menghendaki pejabat tata usaha negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenangnya melampaui batas.

7) Asas permainan yang layak (principle of fair play)

Asas yang menghendaki warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi.

8) Asas Keadilan dan Kewajaran (principle of reasonable or prohibition of abritrarines)

Asas yang menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran.

(12)

9) Asas Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar (principle of meeting raised expectation)

Asas yang menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan yang positif bagi warga negara.

10) Asas Meniadakan Akibat Suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annuled decision)

Asas yang menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan maka akibat dari keputusan tersebut harus dihilangkan sehingga yang bersangkutan dalam hal ini pihak yang dirugikan diberikan ganti rugi atau rehabilitasi.

11) Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi (principle of protecting the personal)

Asas yang menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang menjungjung dan melindungi hak asasi manusia setiap warga negara.

12) Asas Kebijaksanaan (sapientia)

Asas yang menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku dengan peraturan perundang-undangan formal.

(13)

13) Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum (principle of public service) Asas yang menghendaki pemerintah dalam melaksanakan pemerintahan selalu mengutamakan kepentingan umum yakni, kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banayak.4

Dari uraian mengenai asas-asas umum pemerintahan yang baik kaitannya dengan penelitian ini adalah pejabat pemerintahan tidak akan lagi menyalahgunakan kewenangannya untuk tujuan lain dalam bertindak terhadap PNS atau pegawai yang merupakan bawahannya terutama yang berkaitan dengan tindakan mutasi.

1.7.2 Teori Kewenangan

Setiap penyelenggaran kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu, kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian substansi dari asas legalitas adalah wewenang yaitu, “het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen.” Artinya, kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.5 Menurut Bagir Manan, wewenang adalah bahasa hukum dan tidak sama dengan kekuasaan (mact). Kekuasaan hanya menggambarkan hak utuk berbuat dan tidak berbuat. Dalam hukum wewenang adalah hak sekaligus kewajiban.6

Menurut P. Nicolai Kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak

4

SF. Marbun & Moh. Mahfud MD, 1987, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 60.

5Ridwan HR, 2010, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 98.

6

(14)

melakukan perbuatan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan perbuatan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu.

1.7.3 Konsep Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat) negara hukum adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan hukum. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Itu artinya segala bentuk pelaksanaan mekanisme kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dilakasanakan atas dasar kekuasaan belaka, akan tetapi harus dan wajib berdasarkan pada hukum baik itu hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehinga baik itu anggota masyarakat atau anggota pemerintah wajib mematuhi hukum tersebut.

Konsep negara hukum dianggap sebagai konsep yang universal yang pada implementasinya memiliki berbagai karakteristik yang beraneka ragam hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh situasi kesejahteraan serta pengaruh falsafah bangsa dan idiologi negara.7 Menurut Freidrich Julius Stahl konsep negara hukum (rechtsstaat) dalam sistem hukum eropa continental harus mengandung empat syarat yaitu sebagai berikut :

1) Perlindungan Hak Asasi Manusia

2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu 3) Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan

7

(15)

4) Peradilan Administrasi Negara.8

Menurut A.V. Decey Konsep Negara hukum (rule of law) dalam sistem hukum anglo saxon yang harus mengandung tiga syarat yaitu sebagai berikut :

1) Supermasi Aturan-aturan Hukum

2) Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law) 3) Terjaminnya HAM oleh Undang-undang serta keputusan-keputusan

pengadilan.9

Menurut Sri Soemantri unsur-unsur dari negara hukum (rechtsstaat) ada empat unsur yaitu sebagai berikut :

1) Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas, dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum

2) Adanya jaminan Hak Asasi Manusia terhadap warga negara 3) Adanya pembagian kekuasaan dalam ngara

4) Adnya pengawasan dan badan-badan peradilan (rechterlijke controle).10

Konsep negara hukum menggambarkan bahwasanya negara hukum adalah adanya kegiatan-kegiatan ketatanegaraan yang bertumpu pada keadilan, kaitanya dengan penelitian ini dapat dilihat bahwa konsep negara hukum Rechtsstat maupum rule of law sama-sama menjadikan hukum sebagai acuan atau pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

8

Ibid, hml. 3.

9Ibid, hlm. 3.

10Sri Soemantri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni Bandung, Bandung, hlm. 29.

(16)

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah dalam penelitian ini, maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin atau ajaran.11 Sistem norma dalam arti yang lebih sederhana adalah sistem kaidah atau aturan. Sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang memiliki objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum.12 Berdasarkan Hal tersebut maka dapat kita ketahui yang dikaji dalam penelitian hukum normatif meliputi beberapa hal seperti asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Hal ini berkenaan dengan objek penelitian yaitu tindakan mutasi yang dilakukan penjabat Walikota Denpasar terhadap dua orang pejabat eselon II kota Denpasar, termasuk sistematika hukum yang belum jelas mengenai tindakan mutasi yang dilakukan oleh penjabat walikota, serta mencakup akibat hukum dari tindakan mutasi yang dilakukan oleh penjabat walikota terhadap pejabat yang merupakan pegawai ASN. 1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan kasus (the case

11Mukti Fajar, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 34.

12

(17)

approach), dan pendekatan konseptual (the conceptual Approach).13 Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut sesuai dengan permasalahan yang ditangani atau akan dibahas.14 Pendekatan kasus (the case approach) dilakukan dengan mengkaji kasus yang digunakan sebagai acuan bagi isu hukum. Sedangkan pendekatan konseptual (the conceptual approach) adalah pendekatan yang mengacu pada penelitian yanng dilakukan terhadap konsep-konsep hukum, sumber-sumber hukum, fungsi hukum lembaga hukum dan sebagainya.15

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian ini digunakan bahan hukum yang bersumber dari:

1. Bahan Hukum Primer, yang terdiri atas asas dan kaidah hukum. Perwujudan asas dan kaidah hukum ini berupa: peraturan perundang-undangan dalam arti luas, perjanjian, dan keputusan tata usaha negara.16 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara.

13Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hlm.60.

14Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Edisi I, Cetakan V, Kencana, Jakarta, hlm.93.

15Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm.92.

16

(18)

c) Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang

e) Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang, Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

g) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

h) Surat Instruksi Menteri dalam negeri Nomor 820/6040/SJ tentang Mutasi Pegawai Oleh Penjabat Kepala Daerah.

i) Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara No: K.2630/V.100 -2/99 tentang Penjelasan atas Kewenangan Penjabat Kepala Daerah di Bidang Kepegawaian.

2. Bahan Hukum Sekunder, yang terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum),

(19)

pandangan dari para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensikloedia hukum serta internet dengan menyebut nama situsnya. Wawancara dengan narasumber seorang ahli hukum untuk memeberikan pendapat hukum tentang suatu fenomena bisa diartikan sebagai bahan sekunder. Namun demikian, perlu dilihat kapasitas keilmuan yang seyogianya tidak terlibat dengan kejadian tersebut agar komentar yang diberikan menjadi objektif.17

3. Bahan hukum tersier atau non hukum, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk, penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya : buku politik, buku ekonomi, data sensus, laporan tahunan perusahaan, kamus bahas, ensiklopedi, indeks kumulatif dan seterusnya. Bahan hukum ini menjadi penting karena mendukung proses analisis hukum dalam penelitian.18

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan adalah dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan semua bahan hukum yang berkaitan untuk memperoleh data objektif dan akurat terkait masalah yang akan dibahas.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Agar dapat menganalisa bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, kemudian digunakan teknik deskripsi yaitu menguraikan suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Setelah bahan hukum dipilih,

17 Mukti Fajar, Op.cit, hlm. 42-43.

18Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13.

(20)

dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan mengambil untuk melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum. Kemudian bahan hukum tersebut disusun secara sistematis dan logis, artinya ada hubungan atau adanya keterkaitan yang erat antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lainnya untuk mendapatkan gambaran umum dari permasalahan yang diangkat atau hasil dari penelitian yang disajikan secara deskriptif kualitatif.19

19

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme cara senyawa klorin dapat mematikan kuman bakteri yaitu asam hipoklorit yang merupakan senyawa klorin yang paling aktif akan menghambat oksidasi glukosa dalam sel

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 70 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, setiap instansi pemerintah wajib menyusun rencana

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan bagaimana dapat mendesain bangunan yang menggunakan struktur baja dengan metode SRMPK untuk mendapatkan penampang

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 108 ayat (3) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama secara terbuka

Hasil rancangan produk divisualisasikan ke dalam bentuk nyata, dan dilakukan pengujian terhadap rancangan produk yaitu dengan cara alat bantu pemindahan galon

Peran sikap terhadap leaflet dan poster secara keseluruhan tidak serta merta membentuk sikap peduli lingkungan para narasumber, melainkan sikap tersebut sudah

Berdasarkan Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ditentukan bahwa pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi

- Khusus training wilayah Gresik, panitia bisa membantu menyediakan akomodasi (penginapan)-Informasi lengkap hubungi panitia. - Beberapa program REGULER PROMO&NON PROMO,