• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI ISOLAT JAMUR PELAPUK PUTIH DARI EDUPARK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA UNTUK DEKOLORISASI PEWARNA RED-B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI ISOLAT JAMUR PELAPUK PUTIH DARI EDUPARK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA UNTUK DEKOLORISASI PEWARNA RED-B"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI ISOLAT JAMUR PELAPUK PUTIH DARI EDUPARK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA UNTUK DEKOLORISASI PEWARNA RED-B

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh:

Nurul Khotimah A 420 130 034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)
(3)
(4)
(5)

1

POTENSI ISOLAT JAMUR PELAPUK PUTIH DARI EDUPARK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA UNTUK DEKOLORISASI PEWARNA RED-B

Abstrak

Dekolorisasi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengurangi kepekatan warna. Dekolorisasi secara biologi dapat dilakukan menggunakan jamur pelapuk putih (JPP). Enzim lignolitik yang terdapat di dalam jamur pelapuk putih diketahui dapat mendegradasi zat warna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi jamur pelapuk putih isolat dari Edupark UMS dalam mendekolorisasi pewarna batik Red-B. Kemampuan dekolorisasi JPP dilakukan pada media PDA yang mengandung 100 ppm Red-B. JPP diinkubasi selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 isolat JPP dari Edupark UMS (EP 9, EP 15, EP 21 dan EP 23) dapat mendekolorisasi pewarna Red-B. Dekolorisasi dapat diamati dengan terlihatnya pemudaran warna pada media PDA + Red-B.

Kata Kunci : Dekolorisasi, Jamur Pelapuk Putih, Pewarna Red-B

Abstract

Decolorization is a way to reduce color density. Biologic decolorization can be done using white rot fungi. Lignolytic enzymes present in white rot fungi are known to degrade dyes. This study aims to determine the potential of white rot fungi of Edupark UMS in decolorizing Batik Red-B dyes. JPP decolorization capability is performed on PDA-C media containing 100 ppm Red-B. JPP is incubated for 14 days. The results show that there are 4 isolates of JPP from Edupark UMS (EP 9, EP 15, EP 21 and EP 23) that can decolorize Red-B dyes. Decolorization can be observed with the appearance of color fading on PDA-C + Red-B media.

Keywords: Decolorization, Red-B Dyes, White Rot Fungi 1. PENDAHULUAN

Perkembangan industri tekstil di Indonesia saat ini semakin meningkat, hal ini juga akan menigkatkan penggunaan zat warna sintetis. Pada umumnya industri tekstil menggunakan pewarna dari bahan kimia karena lebih murah, mudah didapatkan dan mudah digunakan. Zat warna merupakan senyawa organik tidak jenuh (golongan aromatik) yang mengandung gugus kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat (Suteu dan Bilba, 2005). Salah satu zat warna tekstil yang tergolong zat warna sintetis yaitu Red-B. Pewarna Red-B merupakan zat warna sintetis yang termasuk dalam golongan azo. Zat warna azo adalah bahan pewarna utama industri tekstil yang tergolong bahan kimia yang sulit terdegradasi. Senyawa azo adalah senyawa organik yangmengandung gugus –N=N- terikat padadua gugus lain (Dewi, 2010). Zat warna dapat digunakan untuk mengetahui potensi dekolorisasi jamur pelapuk putih.

(6)

2

Dekolorisasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengurangi kepekatan warna (Ulfi,dkk, 2014). Menurut Awaluddin et al. (2001) bahan pewarna dapat didekolorisasi dengan metode fisika dan kimia, contoh dekolorisasi secara fisika dengan ultrasonifikasi sedangkan secara kimia dengan koagulasi menggunakan ferosulfat. Metode ini lebih efektif, namun memerlukan biaya yang banyak, masalah operasional dan membutuhkan peralatan khusus, sehingga perlu adanya metode alternatif. Salah satu alternatif pengolahan limbah ialah secara biologi menggunakan jamur pelapuk putih.

Hasil penelitian Wilkolazka (2002), menyatakan bahwa beberapa jamur pelapuk putih dapat mendekolorisasi zat warna basic blue 22 sebesar 75% dan Acid Red 183 20% dalam waktu inkubasi 2 minggu. Hal ini juga dijelaskan oleh Muslimah (2013), pada kondisi pH yang berbeda yaitu 4, 5 dan 6 isolat jamur pelapuk putih mampu mendekolorisasi zat warna RBBR. Menurut Radhika et.al., (2014) Pleurotus sp. secara efisien mampu menghilangkan pewarna kimia yang berbeda (bromophenol blue, briliant green and methyl red).

Jamur lapuk putih merupakan kelompok jamur Basidiomycetes penghasil enzim ligninolitik (Hakala, 2007). Enzim ligninolitik ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih adalah mangan peroksidase (Mn-P), lignin peroksidase (Li-P) dan lakase (Yesilada et al., 2006). Secara umum pemanfaatan lakase dalam proses dekolorisasi menggunakan jamur merupakan penghilangan warna karena proses adsorpsi oleh miselium. Hal ini juga dijelaskan oleh Dewi (2010), terjadinya proses dekolorisasi diduga karena adanya proses adsorpsi sebagai sistem non-enzimatik dilanjutkan dengan adanya kemampuan degradasi oleh isolat karena terjadinya aktifitas metabolisme dengan sistem enzimatik.

Wahid (2017), menyatakan bahwa terdapat 17 isolat jamur pelapuk putih di Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta yaitu EP 1, EP 2, EP 4, EP 5, EP 9, EP 11, EP 12, EP 14, EP 15, EP 17, EP 20, EP 21, EP 22, EP 23, EP 24, EP 26, dan EP 27. Jamur pelapuk putih yang ada di Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta belum diketahui kemampuannya dalam mendekolorisasi suatu zat warna, sehingga perlu dilakukan penelitian dengan judul “Potensi Isolat Jamur Pelapuk

Putih Dari Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Dekolorisasi Pewarna Red-B”. Penelitian ini dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui

kemampuan dekolorisasi isolat jamur pelapuk putih dari Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(7)

3 2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan 17 isolat Jamur Pelapuk Putih dari Edupark UMS. Isolat ditanam pada media PDA biakan baru dan diinkubasi selama 1 minggu kemudian isolat dipindahkan ke media PDA+ Red-B dengan konsentrasi 100 ppm dan diinkubasi selama 14 hari. Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dekolorisasi dapat diamati apabila terjadi pemudaran warna pada media PDA + Red-B. Dekolorisasi dengan scoring (-) apabila tidak terjadi pemudaran warna dan dekolorisasi dengan scoring (+) apabila terjadi pemudaran warna. Scoring digunakan untuk mempermudah menilai pemudaran warna pada media. Scoring (++) berarti dekolorisasi kuat (warna medium sangat pudar), scoring (+) berarti dekolorisasi agak kuat (warna medium pudar) sedangkan scoring (-) berarti tidak terjadi dekolorisasi (tidak terjadi pemudaran warna pada medium).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Hasil pengujian dekolorisasi pewarna Red-B menggunakan 17 isolat jamur pelapuk putih dari Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3.1 Daya dekolorisasi jamur pelapuk putih dari Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta terhadap pewarna Red-B setelah inkubasi selama 14 hari

Isolat JPP Dekolorisasi EP 1 - EP 2 - EP 4 - EP 5 - EP 9 + EP 11 - EP 12 - EP 14 - EP 15 + EP 17 - EP 20 - EP 21 ++ EP 22 - EP 23 + EP 24 - EP 26 - EP 27 - Keterangan:

++ : dekolorisasi kuat (warna medium sangat pudar) + : dekolorisasi agak kuat (warna medium pudar)

(8)

4

Berdasarkan tabel 3.1 daya dekolorisasi jamur pelapuk putih terhadap pewarna Red-B ditunjukkkan dengan terjadinya pemudaran warna pada media Red-B. Terdapat perbedaan kemampuan dekolorisasi dari jamur pelapuk putih yang ditunjukkan dengan scoring. Isolat yang memiliki kemampuan dekolorosisasi zat warna dengan scoring ++ ditunjukkan pada isolat EP 21, scoring + ditunjukkan pada isolat EP 9, EP 15 dan EP 23, sedangkan scoring - ditunjukkan pada isolat EP 1, EP 2, EP 4, EP 5, EP 11, EP 12, EP 14, EP 17, EP 20, EP 22, EP 24, EP 26 dan EP 27.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Dekolorisasi Pewarna Red-B

Sebanyak 17 isolat JPP dari Edupark UMS memperlihatkan kemampuan dekolorisasi yang berbeda. Scoring digunakan untuk menilai tingkat pemudaran warna. Isolat dengan pemudaran warna terbanyak ditunjukkan dengan scoring ++ (Gambar 3.1 B), isolat dengan pemudaran yang sedikit ditunjukkan dengan scoring + (Gambar 3.1 C), sedangkan isolat yang tidak menunjukkan terjadinya pemudaran warna ditunjukkan dengan scoring – (Gambar 3.1 D). Warna media PDA + Red-B 100 ppm yaitu merah muda (Gambar 3.1 A). Kemampuan dekolorisasi ditunjukkan dengan pemudaran warna pada media menjadi merah muda pudar hingga kekuningan.

Gambar 3.1 (A) kontrol, (B) hasil dekolorisasi isolat EP 21 dengan scoring ++ setelah inkubasi 14 hari. (C) hasil dekolorisasi isolat EP 15 dengan scoring + setelah inkubasi 14 hari (D) hasil dekolorisasi isolat EP 20 dengan scoring - setelah inkubasi 14 hari. Penyerapan warna Red-B oleh miselium EP 21

EP 21 EP 15 EP 20

B

C

D

Tampak Depan

Tampak Belakang

A

(9)

5

Isolat EP 21 memiliki kemampuan dekolorisasi yang paling tinggi diantara 17 isolat jamur pelapuk putih yang ada di Edupark UMS.Hal ini dapat dilihat dari pemudaran warna yang terjadi pada media Red-B terlihat sangat jelas.Terbentuknya pemudaran pada media merupakan indikasi awal bahwa isolat tersebut dapat mendegradasi zat warna. Pemudaran zat warna dapat terjadi karena adanya aktivitas enzim lignolitik dan juga penyerapan oleh miselium. Gambar 3.1 B menunjukkan bahwa miselium isolat EP 21 menyerap warna Red-B pada media. Penyerapan warna Red-B dapat dilihat pada miselium EP 21 yang awalnya berwarna putih menjadi berwarna merah muda. Hal ini juga dijelaskan oleh Wikolazka et al. (2002) bahwa mekanisme dekolorisasi oleh jamur dapat terjadi dengan dua cara yaitu secara enzimatik dan non enzimatik. Dekolorisasi secara enzimatik melibatkan enzim ekstraseluler kompleks yang disekresikan oleh jamur ke dalam medium kultivasi. Sedangkan secara non enzimatik terjadi melalui proses adsorbsi pewarna oleh dinding sel jamur.

Mekanisme dekolorisasi secara enzimatik melibatkan enzim lignolitik ekstraseluler yang dihasilkan jamur pelapuk putih yaitu mangan peroksidase (Mn-P), lignin peroksidase (Li-P) dan lakase. Sebagian besar jamur pelapuk putih menghasilkan setidaknya dua dari tiga enzim tersebut. Enzim-enzim inilah yang berperan dalam pemecahan ikatan aromatik pada senyawa warna kompleks. Namun, dari ketiga enzim ini yang paling mendominasi pada proses dekolorisasi adalah enzim lakase. Dominasi enzim lakase dalam proses dekolorisasi dikarenakan enzim lakase mampu mengoksidasi ikatan azo (-N=N-) yang merupakan gugus kromofor menjadi gugus OH dan N2 (Octavio et al., 2006).

Kemampuan dekolorisasi yang berbeda-beda pada tiap isolat jamur dapat dipengaruhi oleh jenis jamur, jenis pewarna yang digunakan dan juga konsentrasi zat warna yang akan dirombak oleh jamur. Kemampuan dekolorisasi jamur pelapuk putih pada tiap warna yang berbeda berhubungan dengan faktor toksisitas zat warna dan kinetika reaksi perombakan. Efek toksik zat warna yang tinggi cenderung menurunkan kemampuan dekolorisasi.

(10)

6

Gambar 3.2 struktur Red-B

Gambar 3.1 C menunjukkan sedikit terjadi pemudaran warna pada media PDA + Red-B. Terjadinya perbedaan pemudaran warna dikarenakan tidak semua jamur pelapuk putih dapat mendegradasi zat warna tertentu. Struktur dari zat warna yang berbeda juga mempengaruhi proses dekolorisasi oleh suatu jamur pelapuk putih. Hal ini sesuai dengan penelitian Martani (2011), bahwa terdapat spesifitas antara spesies jamur dengan jenis pewarna, yang menunjukka perbedaan kemampuan dalam mensintesis enzim tertentu untuk mendegradasi pewarna tertentu. Spesifikasi enzim ini terutama disebabkan oleh adanya perbedaan struktur kimiawi dan golongan zat pewarna yang berbeda.

Isolat dengan scoring (-) menunjukkan bahwa tidak terjadi pemudaran warna pada media Red-B (Gambar 3.1 D). Tidak adanya pemudaran warna mungkin disebabkan karena kondisi lingkungan tumbuh jamur tidak sesuai dengan kondisi optimal yang dibutuhkan. Setiap jamur memiliki kondisi optimal masing-masing mulai dari pH, suhu dan nutrisi yang diperlukan. Jamur pelapuk putih dari Edupark kebanyakan kurang berpotensi mendekolorisasi pewarna Red-B. Hal ini karena pewarna Red-B merupakan zat warna yang masuk dalam golongan azo. Zat warna azo memiliki ikatan yang sulit untuk didegradasi. Hasil penelitian Abadulla et.al (2000) menjelaskan bahwa dekolorisasi pewarna anthraquinonic lebih cepat dari pada pewarna azo oleh Trametes hirsuta dan lakase yang dimurnikan. Pewarna azo Red jauh lebih tahan terhadap dekolorisasi oleh strain yang di periksa pada kedua kultur yaitu padat dan cair. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan struktur pewarna. Pewarna azo termasuk ke dalam kelas besar dari pewarna komersial yang tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme.

(11)

7

3.2.2 Pertumbuhan Miselium Jamur dalam Media PDA-C+Red-B

Isolat jamur pelapuk putih dari Edupark UMS mengalami pertumbuhan miselium dengan baik meskipun berada dalam media dengan pewarna Red-B. Pertumbuhan miselium dari 17 isolat jamur pelapuk putih memiliki perbedaan pada ketebalannya.

Tabel 4.2 Pertumbuhan Miselium Pada Media PDA-C + Red-B Setelah Inkubasi Selama 14 Hari

Pertumbuhan Miselium Isolat JPP Tebal (cepat) EP 1, EP 2, EP 9, EP 11, EP 12, EP 14, EP 20, EP 22, EP 23, EP 24, EP 27 Tipis (lambat) EP 4, EP 5, EP 15, EP 17, EP 21, EP 26

Isolat JPP dengan kode EP 1, EP 2, EP 9, EP 11, EP 12, EP 14, EP 20, EP 22, EP 23, EP 24, EP 27 memiliki laju pertumbuhan miselium cepat karena setelah inkubasi 14 hari miselium tampak tebal sedangkan isolat JPP dengan kode EP 4, EP 5, EP 15, EP 17, EP 21, EP 26 memiliki laju pertumbuhan yang lambat karena miseliumnya tampak tipis setelah inkubasi 14 hari.

Gambar 3.3 (A) pertumbuhan miselium EP 21 (pertumbuhan lambat), (B) pertumbuhan miselium EP 11 (pertumbuhan cepat).

Isolat EP 21(scoring ++) memiliki laju pertumbuhan miselium yang paling lambat jika dibandingkan dengan isolat jamur pelapuk putih yang lain. Namun, memiliki daya dekolorisasi tertinggi yang ditunjukkan dengan tingkat pemudaran warna yang tinggi (gambar 3.3 A). Sedangkan isolat EP 11 dengan scoring– memiliki laju pertumbuhan miselium yang cepat tetapi tidak mampu mendekolorisasi zat warna Red-B (gambar 3.3B). Laju pertumbuhan miselium dapat dilihat dari tebal tipisnya miselium (gambar 3.3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan miselium tidak berkorelasi positif terhadap kemampuan dekolorisasi dari

(12)

8

jamur pelapuk putih. Hal ini sesuai dengan penelitian Muslimah (2013), isolat LM 3022 memiliki miselium yang tebal namun kemampuan dekolorisasinya rendah sedangkan isolat LM 3011 memiliki miselium yang lebih tipis, namun kemampuan dekolorisasinya tinggi.

4. PENUTUP

Isolat jamur pelapuk putih dari Edupark UMS dapat mendekolorisasi pewarna Red-B namun tidak maksimal. Sebanyak 17 isolat jamur pelapuk putih dari Edupark UMS menunjukkan 4 isolat positif (+) dapat mendekolorisasi pewarna Red-B dan 13 isolat negatif (-).

PERSANTUNAN

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Triastuti Rahayu, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan meluangkan waktu sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abadulla E., Tzanov T., Costa S., Robra K.H., Cavoca-Paulo, Gubitz G.M. 2000. “Decolorization And Detoxification Of Textile Dyes With A Laccase From Trametes hirsute”. Journal App Environ Microbiol 66: 3357-3362.

Dewi, R.S. 2010. “Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Menggunakan Jamur Indigenous Hasil Isolasi Pada Konsentrasi Limbah Yang Berbeda”. Molekul. Vol: 5. No: 2. Hal: 75-82.

Hakala, T. K. 2007. Characterization of the LigninModifying Enzymes of the Selective White-Rot Fungus Physisporinus rivulosus. Dissertation. Department of Applied Chemistry and Microbiology. University of Helsinki.

Martani, E., S. Margiono dan E. Nurnawati. 2011. “Isolasi Dan Karakterisasi Jamur Pendegradasi Zat Pewarna Tekstil (Isolation And Characterization Of Dye-Degrading Fungi ”. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol: 18. No: 2. Hal: 127-136.

Muslimah,S. dan N.D. Kuswytasari. 2013. “Potensi Basidiomycetes Koleksi Biologi ITS sebagai Agen Biodekolorisasi Zat Warna RBBR”. Jurnal SAINS dan SENI POMITS. Vol: 2. No: 1. Hal: 234-239.

Octavio LC, P Pérez Ma, C Irma, BRJ Ricardo &VO Francisco (2006). Laccase. Advances inAgricultural & Food Biotechnology, 323-340.

Radhika, R., G. R. Jebapriya, J. J. Gnanadoss. 2014. “Decolourization Of Synthetic Textile Dye Using The Edible Mushroom Fungi Pleurotus”. Pakistan Journal Of Biological Science. Vol: 17. No: 2. Hal: 248-253.

(13)

9

Sumarko, Heru Teguh, dkk. 2013. “Deodorisasi Limbah Cair Batik Menggunakan Limbah Baglog Pleurotus Ostreatus Dengan Kombinasi Volume Dan Waktu Inkubasi Berbeda”. Molekul. Vol: 8. No: 2. Hal: 151-166.

Suteu, D. and Doina Bilba. 2005. “Equilibrium And Kinetic Study Of Reactive Dye Brilliant Red HE-3B Adsorption By Activated Charcoal. Scientific Paper”. Vol: 52. Page: 73-79.

Ulfi, Aulia, Adi S.P. dan Endah M.M.P. 2104. “Biodegradasi Metilen Biru Oleh Jamur Pelapuk Coklat Fomitopsis Pincicola”. JURNAL SENI DAN SAINS. Vol: 2. No: 1. Hal: 1-4.

Wahid, Hafiyan .Z.A. (2017). “Isolasi Dan Skrining Jamur Pelapuk Putih Dari Material Lignoselulosa Di Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta”. SKRIPSI. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Wikolazka AJ, Dest JKR, Malarczky E, Wardas W, Leonowicz A. 2002. “Fungi and their ability to decolorization azo and antroquinonoc dyes”. Enzime and Microbial Technology. 30: 566-572.

Wulandari, F. Y., Nuniek, I.R. dan Ratna S.D. 2014. “Dekolorisasi Limbah Batik Menggunakan Limbah Medium Tanam Pleurotus Ostreatus Pada Waktu Inkubasi Yang Berbeda”. Scripta Biologica. Vol: 1. No: 1. Hal: 71-75. Yesilada, O., Asma, D., and Cing, S. 2003. “Decolorization of Textile Dyes by Fungal

Gambar

Tabel  3.1  Daya  dekolorisasi  jamur  pelapuk  putih  dari  Edupark  Universitas  Muhammadiyah  Surakarta terhadap pewarna Red-B setelah inkubasi selama 14 hari
Gambar 3.1 (A)  kontrol, (B) hasil dekolorisasi isolat EP 21 dengan  scoring  ++  setelah  inkubasi 14  hari
Gambar  3.1  C  menunjukkan  sedikit  terjadi  pemudaran  warna  pada  media  PDA  +  Red-B
Tabel 4.2 Pertumbuhan Miselium Pada Media PDA-C + Red-B Setelah Inkubasi Selama 14 Hari

Referensi

Dokumen terkait

2 Sebagaimana umumnya kawasan hutan di Jawa, Taman Nasional Gunung Merbabu tidak luput dari berbagai kerusakan yang ditimbulkan oleh.. aktivitas ilegal masyarakat di

MENGELOLA PROSES BELAJAR MENGAJAR SMKN 1 PAGER WOJO...1 MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SMK QOMARUL HIDAYAH 2...5 KURIKULUM DALAM PEMBELAJARAN SMK NEGERI 1 PAGERWOJO

LIONMESH PRIMA, Tbk, terjadi perubahan yaitu penurunan modal kerja dari tahun 2002 s/d 2003, yang disebabkan adanya kenaikan hutang lancar kepada bank dan pihak lainnya,

Peraturan Walikota Padang Nomor 48 Tahun 2012 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (Berita Daerah Kota

 Kriteria yang perlu dipertimbangkan pertimbangan dalam melakukan analisis kebutuhan dan perlengkapan.

Bertolak dari hasil temuan dan pembahasan yang berhubungan dengan sub masalah 1,2 dan 3 tentang Penggunaan Metode Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa

Keupayaan fizikal dalam hal ini disokong oleh Draper & Cadzow (2004) bahawa CPTED mengetengahkan bahawa rekabentuk persekitaran adalah penting sepertimana kegunaan

Binomnim testom je utvrđeno da je proporcija agencija koje koriste najčešće informacijsko - komunikacijske tehnologije prilikom promoviranja ponude u osnovnom skupu statistički