• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Gambaran Tempat Penelitian 4.1.1 Letak Geografi

Puskesmas Sungai Jingah terletak di jalan Jahri Saleh RT 19 No.111 Kelurahan Surgi Mufti Kecamatan Banjarmasin Utara yang didirikan tahun 1970. Saat ini wilayah Kerja Puskesmas Sungai Jingah meliputi tiga kelurahan yaitu Sungai Jingah, Surgi Mufti dan Sungai Andai. Luas wilayah kerja seluruhnya adalah 6,54 km2 yang dibatasi oleh:

4.1.1.1 Sebelah utara : Sungai Gampa 4.1.1.2 Sebelah Timur : Sungai Jiingah 4.1.1.3 Sebelah Selatan : Sungai Martapura 4.1.1.4 Sebelah Barat : Sungai Antasan Kecil

4.1.2 Data Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin tahun 2015 adalah 54.667 jiwa, dengan rata-rata rasio jenis kelamin (perbandingan penduduk laki-laki dengan perempuan) sebesar perempuan > 127. Ini menunjukan bahwa antara jumlah rasio penduduk hampir setara. Data rinci mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah.

No. Jenis kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 27.251 49,8 %

2. Perempuan 27.416 50,2 %

Jumlah 54.667 100 %

(2)

4.1.3 Visi dan Misi Puskesmas Sungai Jingah 4.1.3.1 Visi Puskesmas Sungai Jingah:

Terwujudnya masyarakat Sungai Jingah, Surgi Mufti, dan Sungai Andai yang sehat, mandiri dan berkeadilan.

4.1.3.2 Misi Puskesmas Sungai Jingah:

a. Memberikan derajat kesehatan masyarakat dengan memberdayakan peran serta masyarakat yang mandiri. b. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang

paripurna, bermutu dan berkeadilan.

c. Menciptakan administrasi puskesmas yang baik dan akuntabilitas.

4.1.4 Sumber Daya Manusia (SDM)

Data ketenagaan yang ada pada Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Data Ketenagaan yang ada di Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin tahun 2016.

No. Jenis ketenagaan Jumlah (Orang)

1. Dokter umum 1 2. Dokter gigi 1 3. SKM 1 4. S1 keperawatan 1 5. D3 keperawatan 4 6. SPK 4 7. D3 kebidanan 7 8. SPRG 2 9. D3 perawat gigi 1 10. D3 kesling 1 11. D3 gizi 2

(3)

12. Apoteker 1 13. D3 Farmasi 1 14. SMK farmasi 1 15. Analis/Tenaga Lab 2 16. Pekarya kesehatan 2 17. D3 akutansi 1 18. Tata usaha 2 Jumlah 36

Sumber: Puskesmas Sungai Jingah, 2016

4.1.5 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan meliputi:

4.1.5.1 Puskesmas induk : 1 buah 4.1.5.2 Puskesmas pembantu : 2 buah 4.1.5.3 Praktek dokter : 9 buah 4.1.5.4 Fisioterapi : 1 buah 4.1.5.5 Praktek bidan : 23 buah 4.1.5.6 Praktek perawat : 6 buah 4.1.5.7 Praktek perawat gigi : 3 buah 4.1.5.8 Puskesmas keliling : 10 buah

4.1.5.9 Poskesdes : 3 buah

4.1.5.10 Pos UKK : 4 buah

4.1.6 Program Puskesmas Sungai Jingah

Program Puskesmas Sungai jingah terdiri dari: 4.1.6.1 Upaya kesehatan wajib

Program-program pokok Puskesmas yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib terdiri dari:

a. Promosi kesehatan b. Kesehatan lingkungan

(4)

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat e. Upaya pengobatan

f. Upaya pencegahan DBD 4.1.6.2 Upaya kesehatan pengembangan

a. Kesehatan lanjut usia

b. Kesehatan atau pencegahan kebutuhan c. Kesehatan jiwa

d. Pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi e. Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas/PHH) f. Bina kesehatan tradisional

g. Bina kesehatan kerja (K3)

4.2 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin. Sebanyak delapan kepala keluarga turut berpartisipasi dalam penelitian ini. Usia informan bervariasi dengan usia termuda 30 tahun dan usia tertua 66 tahun. Tingkat pendidikan Informan terdiri dari dua orang berpendidikan SMP, lima orang berpendidikan SMA, dan satu orang berpendidikan D III.

Hampir semua informan berasal dari suku Banjar, hanya satu informan yang berasal dari suku Jawa dan semua Informan beragama Islam. Rentang lama bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah mulai dari 5 tahun sampai yang terlama adalah 51 tahun. Sebanyak satu orang informan tidak bekerja, satu orang pensiunan, lima orang dengan pekerjaan swasta, dan satu orang bekerja sebagai sanitarian.

(5)

Tabel 4.3 Karakteristik informan penelitian fenomenologi: Gambaran partisipasi kepala keluarga dalam pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin.

No. variabel IU 1 IU 2 IU 3 IU 4 IU 5 IU 6 IU 7 IT 1 1. Inisial Tn. K Tn. R Ny. I Tn. Z Tn. H Tn. R Tn. A Tn. L 2. Umur 66 Tahun 59 Tahun 39 Tahun 46 Tahun 51 Tahun 62 Tahun 52 Tahun 30 Tahun 3. Agama Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam 4. Suku Banjar Jawa Banjar Banjar Banjar Banjar Banjar Banjar 5. Pendidikan SMA SMP SMP SMA SMA SMA SMA D III 6. Pekerjaan Pensiu

nan

Tidak kerja

IRT Swasta Swasta Swasta Swasta Sanitar ian 7. Lama tinggal 35 Tahun 25 Tahun 13 Tahun 30 Tahun 51 Tahun 45 Tahun 42 tahun 5 Tahun 4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Aspek Input (Masukan)

Pada bagian ini aka dijabarkan tentang hasil wawancara dengan informan mengenai input (masukan) dalam pencegahan dan pengendalian DBD di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin, sebagai berikut:

4.3.1.1 Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan dasar dari berjalannya suatu sistem atau program-program yang dijalankan oleh pemerintah. Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan penting dalam program pemberantasan DBD menggunakan metode 3M Plus. Sumber daya yang diharapkan tentunya adalah sumber daya yang unggul, memiliki pemahaman serta dapat berpartisipasi dalam pencegahan DBD dengan baik. Berikut tanggapan informan mengenai DBD.

(6)

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh inveksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae. aeygepti. DBD menyumbang angka kematian yang tinggi setiap tahunnya, oleh karna itu beberapa informan menyatakan BDB sebagai penyakit berbahaya, seperti ungkapan informan berikut:

“itu perlu diberantas!, perlu itu karna berbahaya” (IU 1) “Iya sangat berbahaya, saya sendiri sangat riskan dan harus cepat dibawa ke rumah sakit untuk diberi tindakan secepatnya” (IU 7)

DBD merupakan penyakit berbahaya yang seringkali menjadi wabah pada musim penghujan tiba, seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini:

“Menurut saya untuk DBD ini pertama sekali itu pemberantasan terutama pada musum hujan, kan banyak itu sampah-sampah yang di buang oleh tetangga-tetangga dan seharusnya ketua RT mengontrol itu dengan cara memberi saran kepada penduduk atau warga untuk saling menjaga kebersihan”.(IU 2)

Kebersihan lingkungan merupakan salah satu pecegahan DBD yang sangat penting, namun kebanyakan masyarakat mengabaikannya dan membiarkan sampah-sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, wadah cat dan lain sebagainya yang dapat menampung air hujan berserakan di sekitar pemukiman warga dan itu sangat berpotensi menjadi salah satu media

(7)

perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti seperti tanggapan informan berikut:

“DBD ini kan utamanya harus menjaga kebersihan terutama pada tempat penampungan air, nyamuk DBD ini kan berkembang biak pada air yang bersih terutama pada bak mandi, kaleng-kaleng bekas, jadi itu harus di basmi tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk”(IU 5)

Untuk membasmi sarang nyamuk DBD perlu dilakukan pencegahan menggunakan metode 3M Plus agar nyamuk Ae. aegypti tidak dapat berkembangbiak, seperti ungkapan informan dibawah ini:

“Kalau tanggapan saya penykit DBD ini kan biasanya akibat dari nyamuk, nyamuknya ini bersarang tidak pada tempat yang kotor, tapi di tempat yang airnya jernih itu yang ada jentiknya. Jadi tanggapanku jika terjadi di lingkungan RT alangkah baiknya apabila masyarakat melakukan 3M atau pengasapan karna DBD ini sangat berbahaya”.(IU 4)

Pencegahan menggunakan metode 3M Plus merupakan cara terbaik dalam memberantas perkembangbiakan nyamuk DBD, namun belum semua warga mengetahui dan memahami mengenai pencegahan tersebut, seperti yang diungkapkan informan ini:

“Cara memberantas itu tidak terlalu mengerti, misalkan dirumah kita bersih kan bisa saja terkena gigitan nyamuk itu di tempat lain, seperti di sekolah, atau waktu anak sedang

(8)

main. Apalagi anak anak aktivitasnya banyak siang jarang di rumah sehingga bisa terkena di tempat lain”.(IU 3)

Demam berdarah dengue (DBD) memang tidak hanya dapat ditularkan di rumah, namun dapat juga di tempat lain seperti sekolah, di taman, kantor dan tempat-tempat lainnya sehingga pencegahan DBD harus dilakukan di semua tempat. Pencegahan ini harus dilakukan bersama-sama dan tentunya atas kesadaran masyarakat, namun nyatanya tidak semua masyarakat memperhatikan atau perduli seperti yang dikatakan oleh informan berikut:

“Kalau menurut saya Demam Berdarah di wilayah kita khususnya di kota Banjarmasin sepertinya tidak mungkin ada habisnya, karna rendahnya kesadaran warga. Walaupun sudah banyak dilakukan penyuluhan. Ibaratnya itu sampai mulut berbusa menyampaikan penyuluhan untuk PSN masih saja ada yang tidak terlalu perduli, dia perduli apabila sudah terkena DBD atau keluarganya yang terkena DBD apalagi sampai mengakibatkan kematian”(IT 1).

4.3.1.2 Pendanaan

Pendanaan dalam melaksanakan program pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus sangat diperlukan, namun pendanaan yang diberikan sebaiknya berupa barang seperti bubuk abate, obat tetes pembunuh jentik dll.. Seperti yang diungkapkan informan berikut:

“Gak ada kalau pemberian dana, tapi kalau ada laporan ke ketua RT atau Lurah baru diadakan foging, atau pemberian abate. Kalau ketua RT melapor mungkin hanya diberi 10

(9)

bungkus, kemudian warga yang melapor ke ketua RT baru diberi bubuk abate. Itu saja yang saya tau” (IU 1).

Pendanaan memang diperlukan dalam pencegahan, namun sebenarnya pencegahan DBD tidak terlalu memerlukan banyak dana karna alat-alat yang digunakan untuk melakukan pencegahan sudah ada di rumah masing-masing, hanya saja mungkin pendanaan perti bubuk abate seperti yang disebutkan di atas juga diperlukan sebagai tindakan Plus dalam program pencegahan DBD dan telah disediakan oleh dinas kesehatan kota Banjarmasin, seperti yang diungkapkan informan triagulasi berikut:

“Kalau untuk pencegahan seperti abate itu disediakan oleh dinas kesehatan kota Banjarmasin, jadi kalau kehabisan stok melapor ke dinas untuk meminta abate”(IT 1).

4.3.1.3 Sarana dan Prasarana yang digunakan dalam sosialisasi pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus.

Sarana dan prasarana dalam bentuk leaflet buku panduan dll.. dalam sosialisasi pencegahan DBD sangatlah membantu meskipun belum sepenuhnya dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah

”Setau saya sampai saat ini itu juga tidak ada” (IU 3). ”Sarana prasarana untuk spanduk dan lain lain masih belum ada, Cuma kalau untuk sosialisasi itu sudah kita giatkan terus, setiap penyuluhan kita selipkan terus seperti ikut program UKS untuk di sekolahan disana diselipkan penkes tentang pencegahan DBD untuk anak-anak. Dikarenakan aktivitas

(10)

nyamuk Ae. aegypti yang aktif pada pagi sampai siang yang merupakan jam sekolah, jadi penting sekali pencegahan di lingkungan sekolah”(IT 1).

4.3.2 Aspek Process (Proses)

4.3.2.1 Pemberian pendidikan kesehatan

Pemberian pendidikan kesehatan terkait bahaya DBD sangat diperlukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan program pencegahan, adapun pendidikan kesehatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penyuluhan

Penyuluhan mengenai cara pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan elemen penting dalam pencegahan dan pengendalian DBD, karna dengan adanya penyuluhan maka masyarakat secara luas dapat mengetahui bagaimana cara untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk terutama dengan menggunakan metode 3M Plus, namun sayangnya penyuluhan tidak dilakukan secara langsung kepada masyarakat seperti yang diungkapkan informan berikut:

“Itu biasanya melalui ketua RT saja yang turun ke lapangan untuk penyuluhan, kemudian ketua RT menyampaikan ke masyarakat. Namun titidak semua ketua RT mau menyampaikan ke masyarakat dengan alasan sibuk ini-itu dan lain lain..”(IU 1)

Ada pula informan yang menyatakan pernah mendapatkan penyuluhan secara langsung mekipun hanya satu kali

(11)

“Pernah satu kali, selama saya tinggal di sini itu satu kali pernah diadakan. Itu warga dikumpilkan di suatu tempat”.(IU 3)

Bahkan ada yang menyatakan bahwa penyuluhan itu tidak ada diberikan

“Kalau di RT sini tidak ada”. (IU 4)

b. Konseling

Konseling adalah proses bimbingan antara konselor kepada masyarakat sebagai upaya menjalankan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Konseling dapat dilakukan secara individual (perorangan) kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan. Konseling yang sifatnya perorangan membuat masyarakat kurang familiar bahkan informan menganggapnya tidak ada konseling dari puskesmas, seperti yang diungkapkan informan berikut:

“Jarang juga, mungkin di tempat lain ada, tapi di lingkungan kami tidak ada”(IU 7).

Namun ada pula informan yang pernah melakukan konseling, sebagai berikut:

“Konseling itu ada, bisa kita yang datng ke puskesmas atau pihak puskesmas yang mendatangi, namun pihak puskesmas akan datang jika ada salah satu warga kita yang kena DBD..” (IU 5).

(12)

Hal serupa juga diungkapkan oleh informan triagulasi, sebagai berikut:

“kalau untuk masalah bimbingan jarang kalau yang datang ke puskesmas yang sadar handak minta abate lumayan tapi waktu dia mengambil abate kita beri tau dan yang biasa mengambil abate dari sini itu orang yang sudah tahu bagaimana caranya menngunakan abate, bagaimana cara 3Mnya, itu biasanya masyarakat yang sudah diberi penyuluhan dan sadar pentingnya pencegahan DBD”. (IT 1).

4.3.2.2 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) oleh kader jumantik

Tugas utama kader jumantik adalah untuk memastikan lingkungan tempat tinggal masyarakat terbebas dari jentik nyamuk yang berpotensi menyebabkan DBD.

Di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah terdapat kader jumantik yang di pilih untuk memantau jentik di rumah warga, meskipun menurut informan kader jumantik masih belum optimal dalam menjalankan tugasnya, seperti yang diungkapkan informan berikut:

“Ada. Tapi memeriksanya itu tidak serius, kadang hanya datang ke rumah kemudian menanyakan ‘apakah ada jentik di rumah bapak?’ begitu saja tapi tidak masuk dan memeriksa lansung ke dalam. Padahal kan seharusnya masuk dulu kemudian diperiksa penampungan air yang ada. Jadi jumantik itu ada tapi tidak bekerja maksimal”.(IU 4)

(13)

“Ada, Kalau sampai saat ini menurut saya cukup aktif namun masih harus ditingkatkan lagi, dan kader harus di genjot lagi. Dalam pelaksanaannya kader jumantik masih ada beberapa kendala diantaranya masyarakat yang menolak kedatangan kader jumantik dengan bermacam macam alasan. Untuk menganggulanginya kami dari puskesmas telah memberikan id card untuk kader untuk meyakinkan warga, namun masih ada saja masyarakat yang masih tidak kooperatif”(IT 1).

Terdapat pula beberapa informan yang menyatakan tidak ada kader jumantik yang memeriksa jentik di rumahnya, seperti yang dinyatakan berikut:

“Tidak ada!, kalau di sini tidak ada” (IU 1).

“Itu biasanya kalau ada yang kena baru diperiksa. Kalau pemeriksaan rutin itu tidak ada” (IU 3).

4.3.2.3 POKJANAL

Adalah lembaga yang didalamnya terdiri dari berbagai lintas sektor yang dibentuk dalam tujuan pengembangan dan pembinaan desa dan kelurahan dalam memberantas DBD. Lembaga ini diakui tidak ada secara khusus, hanya saja digabungkan dengan lembaga lainnya.

“Kalau untuk kelompok kerja khusus DBD tidak ada hanya saja penanganan DBD dimasukan kedalam kelompok kerja kesehatan lingkungan” (IT 1).

(14)

“Kelompok itu juga tidak ada. Memang sebenarnya ada hanya saja kenyataannya tidak ada, Cuma teori, Cuma untuk pelengkap laporan saja” (IU 1)

“Tidak ada di sini, hanya ada jumantik saja, itupun saya tidak kenal orangnya” (IU 4)

4.3.3 Aspek Output (Keluaran)

4.3.3.1 Partisipasi kepala keluarga dalam Pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Meluasnya daerah yang terjangkit DBD antara lain disebabkan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan PSN secara mandiri di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) inipun terkendala oleh kurangnya pengetahuan mengenai pencegahan 3M Plus, seperti yang dinyatakan oleh informan berikut:

“Iya seperti misalkan memakain lotion anti nyamuk atau obat nyamuk. Melakukan penyemproran dengan semprotan serangga di tenda-tenda tempat nyamuk bersarang. Kemudian penaburan bubuk abate yang dibagikan oleh puskesmas”. (IU 3)

“kalau saya sendiri, secara umum itu tadi seperti menguras menutup mengubur, menyemprot dengan anti serangga, begitu”.(IU 4)

Kesadaran masyarakat memang belum sepenuhnya terbangun seperti yang diungkapkan oleh informan triagulasi sebagai berikut:

(15)

“Masyarakat secara umum masiih belum”(IT 1).

4.3.3.2 Gotong-royong

Gotong royong membersihkan lingkungan merupakan cara mencegah perkembangbiakan nyamuk yang sebaiknya dilakukan secara rutin, namun beberapa informan mengungkapkan bahwa gotong royong tidak dilakukan secara rutin.

“ada tapi tidak rutin, kalau ada pengumuman baru kita gotong-royong, tapi itu pun hanya membersihkan di masing masing rumah”.(IU 3).

“ada tapi tidak rutin, kadang kadang kalau ada himbauan dari walikota atau pihak terkait baru di adakan gotong rotong untuk membersihkan lingkungan”.(IU 4).

Di daerah perkotaan memang sulit untuk mengadakan gotong royong karna setiap warga memiliki kesibukan yang sulit ditinggalkan, sehinga tidak diadakan gotong royong di lingkungannya, seperti diungkapkan informan dibawah ini:

“Haha.. kalau di kota ini gotong royong itu susah, jadi kalau gotong royong itu kita bersihkan rumah masing-masing. Alasan lain itu karna di kota ini kan banyak yang sibuk jadi untuk gotong royong itu sangat susah kalau di kota”.(IU 1) “Hmm.. kalau gotong-royong hampir tidak ada, apalagi sekarang ini kan ketua RT pada sibuk sendiri-sendiri” (IU 2).

(16)

4.4 Pembahasan

4.4.1 Aspek Input (Masukan)

4.4.1.1 Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan elemen utama dalam program pencegahan DBD dibandingkan dengan elemen lain seperti uang, teknologi, dan modal, karna manusia itu sendiri yang mengendalikan elemen yang lain. Oleh karna itu pengelolaan sumber daya manusia dalam pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus sangat penting. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kualiatas sumber daya manusia yang didapat dari informan terpilih ditunjukan dalam bentuk tangggapan informan terhadap bahaya DBD dan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Penelitian yang dilakukan oleh Erni Nuryanti (2013) dalam jurnal kesehatan masyarakat menunjukan bahwa pengetahuan, sikap, ketersediaan informasi, dan peran petugas kesehatan berpengaruh terhadap perilaku pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue di masyarakat. Hasil ini juga bersesuaian dengan literatur yang mengungkapkan bahwa meluasnya daerah yang terjangkit DBD antara lain disebabkan masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di berbagai daerah endemis DBD (Soedarto, 2012)

Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang di dapat dari penelitian ini diantaranya adalah pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, serta peran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan mengenai cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk.

(17)

Pengetahuan akan mempengaruhi cara berfikir tentang pentinnya pencegahan DBD harus dilakukan agar dapat terhindar dari penyakit DBD yang mematikan yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nicolas Duma (2007, dalam Arsin, 2013), bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DBD. Kepala keluarga yang memiliki pengatahuan uang baik tentu akan dapat melakukan tindakan pencegahan yang baik pula.

Sikap masyarakat dalam melakukan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD. Hal ini dudukung oleh hasil penelitian yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan penyakit Demam Berdarah Dengue dan tindakan pencegahan vektor dan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap penyakit Demam Berdarah Dengue dan tindakan pencegahan vektor (Ayudhya, Ottay, Kaunang, Kandou, & Pandelaki, 2014).

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang baik adalah kinerja petugas kesehatan dalam sosialisasi kepada masyarakat yang ada di wilayah kerja puskesmas. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian Nuryanti (2013), yang menunjukkan bahwa responden yang peran petugas kesehatan aktif perilaku pemberantasan sarang nyamuk baik sebesar 72,3 % dan perilaku pemberantasan sarang nyamuk kurang baik sebesar

(18)

27,7%. Adanya rangsangan dari luar (peran petugas kesehatan) akan mempengaruhi perubahan perilaku seseorang.

4.4.1.2 Pendanaan

Dana untuk melakukan pencegahan DBD telah disediakan oleh dinas kesehatan kota Banjarmasin untuk tindakan Plus seperti pemberian bubuk abate dan obat tetes untuk membunuh jentik nyamuk. Untuk dana yang digunakan dalam melakukan program pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus dirasa tidak diperukan karna peralatan yang digunakan untuk berpartisipasi di dalam pencegahan 3M Plus sudah ada di rumah masing-masing di tiap rumah warga.

4.4.1.3 Sarana dan prasarana yang digunakan dalam sosialisasi pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus.

Sarana dan prasarana dalam sosialisasi program pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus akan lebih baik dan mudah dipahami oleh masyarakat jika disematkan media dalam penyluhan baik dalam bentuk audio, visual, maupun dalam bentuk laik seperti leaflet, buku panduan dan sebagainya. Ini senada dengan hasil yang di dapat dalam penelitian yaitu Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan dengan media audiovisual (Kapti, Rustina, & Widyatuti, 2013). Ini menunjukan bahwa pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dapat ditingkatkan menggunakan sarana berupa media.

(19)

4.4.2 Aspek Process (Proses)

4.4.2.1 Penyuluhan mengenai 3M Plus

Penyuluhan mengenai 3M Plus adalah penyuluhan kesehatan yang berfokus pada pencegahan dan pengendalian DBD. Literatur menyebutkan bahwa Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan dengan tujuan tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Hadi, 2012).

Dalam upaya pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus penyuluhan memegang peranan penting dalam sosialisasi kepada masyarakat bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2012) yang menunjukan Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, terjadi peningkatan perilaku siswa terutama pada kognitif dan afektif sebagian besar menjadi baik, namun pada psikomotor masih setengah dari jumlah siswa yang mengalami peningkatan untuk melakukan pencegahan demam berdarah.

Tujuan akhir penyuluhan kesehatan masyarakat adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa pengetahuan, sikap maupun tindakan atau kombinasi dari ketiga komponen tersebut. Agar kegiatan

(20)

penyuluhan dapat mencapai hasil maksimal, maka metode dan teknik penyuluhan perlu mendapat perhatian yang besar pula (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

4.4.2.2 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) oleh kader Jumantik

Kader jumantik merupakan kelompok kerja kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang ada di desa atau kelurahan. Jumantik adalah petugas yang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela bertanggung jawab dalam melakukan pemantauan jentik di rumah warga, serta melaporkan hasil yang di dapatkan ke kelurahan secara rutin dan berkesinambungan.

Menurut pandangan para informan terpilih, kinerja kader jumantik perlu ditingkatkan lagi dalam melakukan pemantauan jentik di lingkungan rumah warga. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa peran kader jumantik dalam menanggulangi DBD antara lain sebagai anggota Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di di rumah-rumah dan tempat-tempat umum; memberikan penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat; mencatat dan melaporkan hasil PJB kepada dusun atau puskesmas secara rutin minimal mingguan dan bulanan; melakuan PSN dan pemberantasan DBD secara sederhana seperti pemberian bubuk abate dan ikan pemakan jentik (Pratamawati, 2014).

Perlunya peningkatan mutu para kader jumantik bukan tanpa alasan, bersesuaian dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa peran jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini DBD. Keaktifan kader jumantik dalam memantau lingkungannya merupakan langkah penting untuk

(21)

mencegah meningkatnya angka kasus DBD (Pratamawati, 2014). Oleh karna itu, diperlukan keaktifan jumantik dalam menjalankan tugasnya guna mengendalikan dan menurunkan angka kejadia DBD di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah.

4.4.2.3 POKJANAL DBD

Pembentukan kelompok kerja operasional (POKJANAL) DBD telah di tapkan sebagai Program Nasional Penanggulangan DBD oleh Kementrian Kesehatan RI melalui Kepmenkes No. 581 Tahun 1992 yang terdiri dari 8 pokok program meliputi: surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB; pemberantasan vektor, penatalaksanaan kasus, penyuluhan, kemitraan dalam wadah kelompok kerja operasional (POKJANAL) DBD, peran serta masyarakat: juru pemantau jentik (jumantik), pelatihan, dan penelitian (Pratamawati, 2012).

Hasil penelitian ini yang di dapat dari para informan terpilih menunjukan bahwa tidak terdapat kelompok kerja operasional (POKJANAL) DBD di wlayah kerja Puskesmas Sungai Jingah yang seharusnya dimiliki dan telah diatur pembentukannya dalam KEPMENDAGRI No. 31-VI Tahun 1994 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) Tim Pembina LKMD Tingkat Pusat (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

Hal ini sangat disayangkan mengingat tugas penting POKJANAL DBD yang telah diatur oleh Kementrian Kesehatan RI sebagai berikut: 1) Menyiapkan data dan

(22)

informasi tentang keadaan dan perkembangan Pokja DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan; 2) Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi Pokja DBD/POKJANAL DBD; 3) Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah; 4) Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program; 5) Menginformasikan masalah yang dihadapi kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah; 6) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada Kepala wilayah/Daerah pada tingkat pemerintahan yang sama dan kepada POKJANAL DBD pada tingkat pemerintahan yang setingkat lebih tinggi sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

4.4.3 Aspek Output (Keluaran)

4.4.3.1 Partisipasi kepala keluarga dalam Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

Partisipasi dalam melakukan pencegahan DBD sangat penting dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk Aedes yang merupakan vektor yang menyebabkan DBD, terutama pada daerah perkotaan yang padat penduduk, karna nyamuk Aedes akan lebih mudah menyebarkan virus dari satu orang ke orang lainnya.

Hal ini sejalan dengan literatur yang menyebutkan bahwa di daerah perkotaan penyakit DBD penyebarannya lebih cepat daripada daerah pedesaan, karena kepadatan penduduk lebih tinggi, sehingga jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya sangat dekat. Nyamuk Ae. aegypti yang bersifat domestik, yang memiliki jarak terbang sejauh 100 meter, lebih mudah

(23)

menyebarkan virus dengue dari satu ke orang lainnya. Mobilitas penduduk yang sangat tinggi di kota lebih mempercepat penularan penyakit (Soedarto, 2012).

Dari hasil wawancara mendalam kepada informan dapat disimpulkan bahwa partisipasi kepala keluarga masih harus ditingkatkan untuk mencegah perkembangan nyamuk DBD, karna dengan meningkatnya partisipasi kepaka keluarga maka akan diiringi dengan meningkatnya kesadaran dan partisipasi dalam pencegahan DBD oleh angguta keluarga yang lain. Hal ini sejalan dengan literatur yang menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat adalah suatu proses yang melibatkan setiap individu, keluarga, dan masyarakat dalam perencanaan dan pemberantasan vektor di rumahnya (Mumpuni & Lestari, 2015). Partisipasi masyarakat akan menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Departemen Kesehatan RI, 2005 dalam Mumpuni & Lestari, 2015).

4.4.3.2 Gotong-royong

Gotong-royong yang yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah suatu tindakan kerjasama yang dilakukan masyarakat di wilayah kerja Puskesman Sungai Jingah Banjarmasin secara suka rela dalam rangka menjaga kebersihan dan penatalaksanaan lingkungan agar terhindar dari jentik nyamuk yang berkembangbiak pada sampah padat yang ada di lingkungan sekitar.

Dari hasil yang di dapat melalui wawancara menunjukan bahwa untuk melakukan gotong-royong di perkotaan sangatlah sulit dikarenakan kesibukan masing-masing yang dimiliki warganya. Padahal pengendalian DBD dapat

(24)

dilakukan dengan pengendalian vektor salah satunya pengendalian lingkungan dengan gotong-royong.

Untuk meningkatkan motivasi warga dalam pemberantasan jentik, Puskesmas mengadakan lomba bebas jentik dan ketua RT yang mengatur jadwal untuk pelaksanaan gotong royong. Lingkungan RT yang menang akan memdapatkan kenang kenangan untuk lingkungan terebut dan yang kalah atau yang banyak jentiknya akan mensapat sangsi, karna jika tidak diberikan sangsi maka masyarakat akan lalai dan tidak memperhatikan jentik nyamuk yang ada di lingkungannya.

Hasil penelitian ini bersesuaian dengan hasil yang di dapat oleh Anggorowati & Sarmini (2015) pada penerapan gotong royong yang ada di Desa Balun juga tidak terlepas dari adanya upaya yang dilakukan pemerintah desa dalam mempertahankannya. Upaya tersebut yaitu melalui kebijakan desa seperti keplek dan denda. Dalam upaya tersebut terkandung unsur paksaan yaitu seperti penerapan denda dan adanya keplek. Sehingga pelaksaan gotong royong royong saat ini tidak lagi hanya secara sukarela namun juga terdapat unsur paksaan di dalamnya.

4.5 Keterbatasan Penelitian

4.5.1 Penelitian ini dapat menimbulkan bias informasi yaitu berupa informan tidak dapat menjawab dengan tepat pertanyaan yang diajukan karna informan harus mengingat kembali pengetahuan atau hal lain yang sudah lampau.

4.5.2 Mayoritas informan kurang familiar dengan metode pengumpulan data yang berupa wawancara dan wawancara tersebut harus direkam

(25)

menggunakan recorder sehingga calon informan terpilih merasa malu dan tidak bersedia dilakukan wawancara sehingga harus mencari informan lain yang bersedia.

4.6 Implikasi Hasil Penelitian 4.6.1 Profesi keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan keperawatan dan dapat menambah keberagaman pengetahuan dan informasi dalam bidang keperawatan.

4.6.2 Kepala keluarga (Masyarakat)

Hasil penelitian ini dapat menjadi media pembelajaran bagi kepala keluarga (masyarakat) mengenai cara melakukan pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus.

4.6.3 Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi penelitian yang lain mengenai partisipasi kepala keluarga dalam pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus.

4.6.4 Puskesmas

Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan pembekalan untuk puskesmas mengenai gambaran partisipasi kepala keluarga dalam pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus .

Gambar

Tabel 4.1  Jumlah  penduduk  menurut  jenis  kelamin  di  wilayah  kerja  Puskesmas Sungai Jingah
Tabel 4.2  Data  Ketenagaan  yang  ada  di  Puskesmas  Sungai  Jingah  Banjarmasin tahun 2016
Tabel 4.3  Karakteristik informan penelitian fenomenologi: Gambaran partisipasi kepala  keluarga dalam pencegahan DBD menggunakan metode 3M Plus di wilayah  kerja Puskesmas Sungai Jingah Banjarmasin

Referensi

Dokumen terkait

Uji validitas pada variabel kualitas produk dilakukan pada 30 pelanggan yang berada di warung sate kambing Pak Syamsuri dengan jumlah butir pernyataan sebanyak 14

Oleh sebab itu Perencanaan dan Pengendalian Kapasitas W aktu Produksi Dengan Metode Rough Cut Capacity Planning Pada Sistem Informasi diharapkan mampu untuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel Non Performing Financing (NPF), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional Pendapatan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yaitu dengan menahan throttle pada 3000 rpm, setelah stabil kemudian throttle diputar secara perlahan

Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi lainnya, tapi memiliki beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran dilakukan antara

MK berpendapat bahwa Pasal 43 ayat (1) UUP bertentangan dengan UUD NRI 1945, yaitu Pasal 28b ayat (2) yang menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

Nilai kelayakan penilaian PMRI modul oleh ahli materi adalah 3,25 (Baik). Hasil evaluasi kelayakan penilaian PMRI modul yang telah dinilai oleh dosen evaluator

Seperti pada program diatas, array dilewatkan fungsi input untuk mengisi nilai dari setiap elemen array tersebut, kemudian fungsi findmax yaitu fungsi untuk mencari nilai terbesar