• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh Barandi Sapta Widartono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh Barandi Sapta Widartono"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

Oleh

(2)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

(3)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

Keterpaduan Infrastruktur dan Permukiman

oleh: Barandi Sapta Widartono, S.Si M.Si.

Pendahuluan

Di Indonesia laju pertumbuhan penduduk perkotaan sekitar 4,4 persen per tahun, proyeksi penduduk pada tahun 2025 sekitar 60 persen penduduk Indonesia atau 167 juta orang akan berada di wilayah perkotaan, ini menunjukkan perbandingan antara penduduk desa dan kota semakin tidak berimbang. Padahal permasalahan kependudukan juga dapat menjadi indikator permasalahan perkotaan yang lain, seperti kemiskinan, pengangguran, densifikasi permukiman, dan sebagainya. Semakin terpusatnya kegiatan perekonomian dan pusat-pusat aktifitas lainnya di wilayah perkotaan, menyebabkan urbanisasi menjadi kebutuhan bagi kotayang tak terhindarkanmenjadikan pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat meningkat. Tentu saja dengan pertambahan penduduk ini, kebutuhan penduduk harus tercukupi agar tidak terjadinya permasalahan perkotaan yang semakin besar. Hal ini sudah banyak terlihat hampir di seluruh kota-kota besar dan menengah di Indonesia, pembangunan infrastruktur sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan permukimannya.

Menyoroti infrastruktur perkotaan dan permukiman kota yang menjadi permasalahan utama pertumbuhan penduduk di perkotaan tentunya tidak akan lepas dari upaya pemerintah dalam menyediakan infrstruktur dan permukiman sebagai tuntutan kepentingan penduduk yang hidup di wilayah perkotaan. Kebutuhan perumahan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit atau rata-rata mencapai 1,2 juta unit pertahun. Demikian pula dengan infrastruktur yang harus disediakan dan memenuhi proporsi jumlah penduduk yang ada, aktifitas yang harus dijalankan di wilayah perkotaan yang semakin kompleks, serta berbagai kepentingan lain dalam penyelenggaraan aktifitas perekonomian dan kepentingan-kepentingan lain adalah bagian yang tak terpisahkan dalam masalah perkotaan. Hal ini semakin diperumit dengan penghasilan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, seperti perumahan, transportasi, dan fasilitas lainnya, tidak semua

(4)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

masyarakat mampu secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya secara layak, dengan tekanan ekonomi, tanggungan keluarga, dan sebagainya, tentu saja ini menjadi sesuatu yang harus dipikirkan oleh semua pihak. Padahal hal ini bagai suatu perlombaan antara penyediaan infrastruktur dan perumahan di satu sisi dengan masyarakat kota yang tentu saja tidak semua berada pada batas mampu untuk memenuji hajat hidup-nya seperti tempat tinggal.

Ada beberapa permasalahan lain terkait dengan Masyarakat berpenghasilan Rendah (MbR), seperti: (1) Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan; (2) Meningkatnya luasan kawasan kumuh; (3) Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman; (4) Meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah; (5) Terjadinya kesenjangan dalam pembiayaan perumahan; (6) Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan; serta (7) Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya salah sasaran. Permasalahan ini memang terkait satu sama lain, dengan suatu perencanaan dan analisa yang tepat diharapkan dapat memecahkan kebuntuan yang terjadi. Masalah pada poin kedua berupa peningkatan luasan kawasan kumuh, merupakan fakta yang akan terjadi jika kemampuan daya beli masyarakat dan sulitnya memperoleh perumahan yang layak tidak terpenuhi oleh masyarakat ini, apalagi dipersulit dengan masalah birokrasi yang tidak berpihak pada mereka.

Sasaran Jangka Panjang Infrastruktur dan Permukiman

Dalam jangka panjang, pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien.

Pemenuhan perumahan akan selalu diiringi dengan pemenuhan akan prasarana dan sarana pendukungnya, dan penyelengaraannya juga berorientasi pada pembangunan perumahan yang berkelanjutan. Memadai dan layak artinya memenuhi semua persyaratan perumahan yang sehat, aman, dan berbagai kriteria permukiman yang telah menjadi standar secara umum. Terjangkau oleh masyarakat, artinya mampu dipenuhi oelh masyarakat sesuai dengan penghasilan dan tanggungan yang dimiliki oleh masyarakat.

(5)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

Banyak faktor yang menyebabkan terbentuknya Permukiman Kumuh seperti (1) pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi, (2) pendapatan rendah dan terbatasnya mata pencaharian dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), (3) tempat tinggal dan ketersediaan lahan sehingga terbentuknya bangunan semi permanen, (4) infrastruktur permukiman yang tidak / kurang memadai, (5) kawasan yang tidak terencana, (6) pengawasan terhadap aturan yang lemah, sehingga permkiman kumuh terbentuk. Terbentuknya permukiman kumuh ini melibatkan peran pemerintah yang cukup besar, dan selanjutnya menjadi persoalan pemerintah itu sendiri sekaligus menjadi persoalan masyarakat secara luas. Padahal seringkali permukiman kumuh ini dipersalahkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan bukannya pemerintah semata. Jika dicermati poin-poin pada paragraf diatas, peran pemerintah sebenarnya juga cukup besar pula dan justru punya peran sentral. Walaupun tidak dipungkiri subyek dari persoalan tersebut adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi di satu sisi keberadaan mereka dalam pembangunan perekonomian kota cukup besar. Dan karena peran yang besar inilah yang menjadi daya tarik mereka untuk bekerja dan bertempat tinggal khususnya di kota.

Infrastruktur Permukiman

Infrastruktur permukiman merupakan elemen dasar dari suatu kota, bangunan utama dari suatu kegiatan atau bangunan penunjang kegiatan. Infrastruktur permukiman dapat berupa saluran pembuangan, transportasi, listrik, telekomunikasi, energi, air bersih, kualitas tempat tinggal, Selain itu infrastruktur dapat ditinjau dari dua matra yaitu prasarana fisik dan pelayanan.Grigg (1988) menyatakan ”Those physical

facilities that are sometimes called public works”, maka pengertian ini dapat dikembangan sebagaimana

terminology menurut American Public Works Association(APWA) menyatakan bahwa ”public works are the

physical structures and facilities that are developed or acquired by the public agencies to house governmental functions and provide water, power, waste disposal, transportation, and similar services to facilitate the achievement of common social and economic objectives”. (Hudson, et al.,1997).

Penanganan yang Ideal

Perencanaan dibangun dan didasari atas data yang akurat agar menghasilkan penataaan ruang yang ideal. Potensi sumberdaya yang ada pada suatu wilayah tergantung pada aktifitas yang berkembang pada wilayah tersebut sehingga perencanaan pun dapat memenuhi semua potensi yang ada dan sesuai dengan kepentingan pada wilayah tersebut baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.Di satu

(6)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

sisi pembangunan akan dibatasi oleh kemampuan yang ada, sehingga prioritas akan menjadi suatu hal yang wajib dipertimbangkan. Demikian pula dengan prioritas penanganan infrastruktur harus memahami secara baik kebutuhan infrastruktur dan dapat mengalokasikan dana pembangunan secara tepat agar tidak terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan terhadap waktunya.Penertiban administrasi juga merupakan hal penting lainnya karena bila tidak ada kontrol dari lembaga maka perencanaan tidak akan berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Perbedaan antara perencanaan dan kondisi aktual yang terjadi dapat mengganggu proses perencanaan selanjutnya karena tidak sesuai lagi dengan koridor perencanaan ke depan dan ini berarti pembangunan wilayah tidak akan seideal rencananya.

Penanganan kawasan kumuh tentu saja akan dihadapi oleh beberapa pertanyaan penting yang harus diselesaikan terutama yang berhubungan dengan pencegahan (preventif), pengaturan (management), dan perencanaan (planning), ketiga hal ini saling terkait satu dengan lainnya. Pencegahanbaik dilakukan bila suatu hal sudah dapat diprediksi atau punya berbagai skenario macam kemungkinan kejadian ke depan dengan memperhatikan hal-hal yang mungkin terjadi. Pengaturan/pengelolaandan temasuk diantaranya memonitor perkembangan yang terjadi, selayaknya menjadi perhatian yang penting dari pengambil kebijakan karena menyangkut tugas pokok dan fungsi dari pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Banyak kasus yang berlarut-larut karena kurangnya pengawasan mengakibatkan terjadinya masalah yang semakin menumpuk dan sulit diuraikan karena sudah menyangkut permasahan lain yang semakin runyam. Efisiensi dapat dilakukan dengan koordinasi yang lebih baik dan jelas. Tindakan yang tegas dan dengan dasar yang kuat sesungguhnya dapat dipahami secara baik dan juga kearifan yang berpihak pada masyarakat. Perencanaan yang matang dengan informasi yang akurat, akan menuntun pada perencanaan yang tepat sasaran. Pemahaman yang baik terhadap kondisi berjalan dan didukung oleh informasi yang benar, akan memberikan proyeksi perkembangan suatu wilayah secara baik pula. Hal ini berarti akan memberikan input yang baik bagi kegiatan perencanaan. Perencanaan inilah yang selayaknya dikawal dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada suatu wilayah, dan diawasi secara ketat.

Keterpaduan membutuhkan kondisi yang seimbang

Perencanaan yang sesuai dengan koridor akan menghasilkan pembangunan yang selaras dengan kenyataan yang terjadi pada perkembangan suatu wilayah, perubahan yang terjadi hanya memungkinkan bila memang terjadi perubahan secara global dan menyangkut dengan proses kejadian yang revolusioner.

(7)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

Keterpaduan dalam infrastruktur dan permukiman membutuhka kondisi yang seimbang antara kecepatan pertumbuhan penduduk, aktifitas perkotaan yang membutuhkan sumberdaya manusisa yang lebih besar mengakibatkan adanya urbanisasi. Pertumbuhan yang cepat akan menuntut realisasi infrastruktur yang cepat pula, walau tetap memperhatikan kemampuan masyarakat dalam memenuhinya. Kecepatan ini tergantung oleh banyak hal diantaranya adalah perkembangan wilayah dan kebijakan pengelolanya. Hal ini merupakan permasalahan yang muncul pertama, baru diikuti dengan perkembangan infrastruktur permukiman yang lebih bersfat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk tersebut. Proyeksi yang tidak tepat akan menghasilkan pertumbuhan infrastruktur yang tidak seimbang, tergantung dari perencanaan yang disusun berdasarkan proyeksi kebuttuhan tempat tinggal. Penyediaan infrastruktur dapat lebih lambat atau terlalu cepat yang dapat berakibat pada timbulnya permukiman kumuh atau kemubadziran infrastruktur. Umumnya yang terjadi adalah lambatnya infrastruktur yang dipenuhi karena terkait dengan masalah lambatnya evaluasi dan ketersediaan anggaran.

Gambar 1. Keterpaduan antara kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur permukiman yang dibutuhkan agar terhindar dari ketidakseimbangan laju kebutuhan tempat tinggal.

Model dalam Infrastruktur Permukiman dan Kebutuhan Tempat Tinggal

Model merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu gambaran kondisi yang ada dengan memanfaatkan berbagai meda yang mampu menjelaskan kejadian sesuai dengan kebutuhan informasi yang akan dihasilkan. Model untuk infrastruktur permukiman dan kebutuhan tempat tinggal dapat

Batas optimal

Terlalu cepat

 Tak terhindarkan?Akibat urbanisasi  Seberapa cepat

Kebutuhan tempat tinggal

Infrastruktur permukiman Terlalu lambat

Kekumuhan permukiamn

Kemubadziran infrastruktur

(8)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

diterapkan dengan memanfaatkan berbagai teknik yang diantaranya cukup pesat berkembang dewasa ini yaitu Sistem Infomasi Geografi (SIG) yang dapat melakukan input data berupa infomasi spasial yang memiliki kelebihan dalam beberapa hal selain basis data yang bersifat tabuler juga dikembangkan yang memiliki lokasi dan bersifat spasial seperti luas, panjang, keliling, ketinggian dan sebagainya.

Input data berupa data statistik dan spasial dapat memenuhi deskripsi dan identifikasi infrastruktur maupun informasi demografi dan ketenagakerjaan, sebagai suatu hal yang memberikan gambaran awal tentang infrastruktur permukiman maupun informasi awal kebutuhan tempat tinggal penduduk masyarakat pada berbagai golongan. Selanjutnya dikembangkan dalam identifikasi penilaian kebutuhan melalui Housing Needs Assesment (HNA). Mengkomparasikan antara kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur melalui teknik komparasi dapat dilakukan untuk menilai laju pertumbuhan infrastruktur pemukiman terhadap kebutuhan tempat tinggalnya. Hingga akhirnya dapat diketahui prioritas penanganan pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan melakukan analisis terhadap prioritas maupun kuantitas dan kualitasnya.

Gambar 2. Langkah-langkah dalam pemodelan Keterpaduan kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur permukiman Identifikasi infrastruktur Identifikasi kebutuhan tempat tinggal HNA Menilai keseimbangan antara infrastruktur dan kebutuhan tempat

tinggal Prioritas Penanganan pembangunan infrastruktur yang terpadu Input • Data statistik • Spasial Input • Parameter HNA • Penilaian • Spasial Komparasi • Penentuan Potensi Kumuh Analisa • Prioritas • Kualitas dan Kuantitas

(9)

Makalah Disampaikan pada Semiloka Penanganan Kawasan Kumuh Terpadu, Kerjasama PUSPERKIM – UGM, HRC, dan IAP, Yogyakarta 18 November 2009

Kesimpulan dan Saran

Ketidakseimbangan dalam pembangunan infrastruktur dan kebutuhan tempat tingal dapat mengakibatkan terbentuknya dan atau peningkatan permukiman kumuh bila infratruktur tidak dapat mengimbangi kecepatan kebutuhan tempat tinggal, dan atau sebaliknya kemubadziran atau pembangunan perumahan yang sia-sia bila infrastruktur dibangun melebihi kebutuhan tempat tinggal.

Perlu penyusunan algoritma indeks optimal keseimbangan antara infrastruktur dan kebutuhan perumahan dimanasebaiknya menggunakan suatu metode perhitungan semisal Housing Needs Assesment dan tingkat kebutuhan kebutuhan infrastruktur. Mengingat pengembangan basis data dan informasi saat ini juga mengarah pada penyediaan data spasial yang terbukti dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi maka hal ini dapat dilanjutkan dengan menyusun Spatial Decision Support System (SDSS), yang juga mempertimbangkan informasi secara spasial dan analisis spasial.

Daftar Pustaka

Grigg, Neil. Infrastructure Engineering and Management. John Wiley and Sons, 1988.

Gambar

Gambar  1.  Keterpaduan  antara  kebutuhan  tempat  tinggal  dan  infrastruktur  permukiman  yang  dibutuhkan  agar  terhindar dari ketidakseimbangan laju kebutuhan tempat tinggal
Gambar 2. Langkah-langkah dalam pemodelan Keterpaduan kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur permukiman  IdentifikasiinfrastrukturIdentifikasi kebutuhan tempat tinggal  HNAMenilai keseimbangan antara infrastruktur dan kebutuhan tempat

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pengaruh positif antara motivasi terhadap kinerja karyawan administrasi, maka PT Ketapang Subur Lestari harus selalu meningkatkan motivasi untuk

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan bahwa analisis rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan dua komponen yang ada dalam laporan keuangan dan

Pola adaptasi masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso pasca konflik Poso meliputi pola adaptasi sosial budaya yaitu penyesuaian dalam bidang sosial

Penelitian ini akan membandingkan tiga variasi antara perbandingan jumlah massa KOH dengan jumlah massa sampel karbon tempurung kelapa yang bertujuan untuk mendapatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul bimbingan belajar yang layak dan efektif sebagai pengembangan media layanan bimbingan belajar untuk

Salah satu strategi pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan ranah afektif yang berkaitan dengan sikap dan nilai pada materi indahnya asmaul husna di RA

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat komponen Corporate Governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,

termasuk dalam pengisian kelengkapan dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10 yang tentunya akan berdampak pada mutu rekam medis karena apabila rekam