• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ADAPTASI MASYARAKAT HINDU DI KECAMATAN PAMONA BARAT KABUPATEN POSO PASCA KONFLIK POSO. I Komang Mertayasa * ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA ADAPTASI MASYARAKAT HINDU DI KECAMATAN PAMONA BARAT KABUPATEN POSO PASCA KONFLIK POSO. I Komang Mertayasa * ABSTRAK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 65 POLA ADAPTASI MASYARAKAT HINDU

DI KECAMATAN PAMONA BARAT KABUPATEN POSO PASCA KONFLIK POSO

I Komang Mertayasa *

 Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

ABSTRAK

Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pamona Barat merupakan masyarakat yang heterogen. Masuknya penduduk pendatang dengan berbagai bentuk budaya dan agamanya yang dibawa akan menjadikan munculnya keanekaragaman budaya dan agama yang ada di Kecamatan Pamona Barat. Keanekaragaman yang dimiliki oleh masyarakat Kecamatan Pamona Barat selain dapat menimbulkan integrasi juga sangat rentan akan terjadinya konflik, baik dalam skala kecil maupun dalam skala yang besar seperti peperangan yang pada akhirnya dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat. Kemampuan masyarakat Hindu dalam melakukan adaptasi sebagai upaya untuk menciptakan kedamaian dan agar dapat diterima oleh lingkungan setempat menjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga menjadi penting untuk mengetahui bagaimana pola adaptasi masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso pasca konflik Poso. Dengan demikian bagi masyarakat Hindu secara umum dapat dijadikan referensi dalam melakukan adaptasi dengan masyarakat lokal. Dalam bidang sosial budaya bentuk pola adaptasi yang diterapkan oleh masyarakat Hindu terdiri dari turut dalam perayaan pesta panen, partisipasi dalam perayaan natal, turut aktif dalam kegiatan olahraga, melakukan kerjasama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Selain itu terdapat pula pola adaptasi ekonomi yaitu penyesuaian yang dilakukan dalam bidang ekonomi, karena dalam usaha pemenuhan kebutuhan penduduk pendatang dalam hal ini adalah masyarakat Hindu lebih tekun sehingga kehidupan ekonomi mampu menyaingi penduduk lokal. Bentuk penyesuaian dalam bidang ekonomi dilakukan dengan mengembangkan pola hidup bersahaja.

Kata Kunci: Pola, Adaptasi, Masyarakat Hindu

1. Pendahuluan

Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari keberadaan orang lain karena keberadaan manusia selalu memerlukan bantuan dari orang lain. Manusia membutuhkan informasi-informasi untuk mengetahui keadaan kehidupan yang ada dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehidupan sosial manusia mempunyai peradaban yang berbeda pada masing-masing tempat. Perbedaan peradaban tersebut ada karena setiap anggota masyarakat memiliki budaya yang dipegang secara teguh dari satu gerasi ke generasi berikutnya. Masyarakat yang masuk ke dalam

suatu lingkungan masyarakat yang baru selalu dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan keadaan setempat, hal ini dikarenakan kebutuhan manusia untuk selalu berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.

Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Setiap individu mempunyai ketergantungan satu sama lainnya, ketergantungan tersebut dimanifestasikan ke dalam wujud interaksi sosial, yaitu saling tukar menukar aktivitas di antara sesama anggota, karena interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial dan tanpa interaksi sosial

(2)

66 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 tidak akan ada kehidupan bersama

(Swistantoro, tt: 2).

Dalam Kehidupan sosial masyarakat akan terjadi interaksi sosial yang merupakan hubungan timbal balik antar manusia dalam kehidupan masyarakat. Adapun manusia sebagai insan individu masing-masing memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda. Kehidupan sosial akan terdiri dari kelompok manusia yang beragam karakter dan kepribadian. Apabila dua orang saling mengadakan interaksi, maka dalam proses sosial tersebut akan bertemu dua kepribadian yang berbeda. Karakter dan kepribadian merupakan dorongan secara internal yang melahirkan tingkah laku (Setiadi dan Kolip, 2011: 95).

Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pamona Barat merupakan masyarakat yang heterogen. Masuknya penduduk pendatang dengan berbagai bentuk budaya dan agamanya yang dibawa akan menjadikan munculnya keanekaragaman budaya dan agama yang ada di Kecamatan Pamona Barat. Keanekaragaman yang dimiliki oleh masyarakat Kecamatan Pamona Barat selain dapat menimbulkan integrasi juga sangat rentan akan terjadinya konflik, baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar seperti peperangan yang pada akhirnya dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat. Sumadi (2007: 195-196) menyatakan bahwa kemajemukan yang ada dalam masyarakat bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi akan menjadi alat perekat persatuan melalui adaptasinya walaupun tidak sepenuhnya mampu meleburkan diri dalam budaya lokal daerah yang bersangkutan, sedangkan di sisi lain merupakan sumber konflik yang laten jika konsep multikultur tidak sesuai dengan proporsinya.

Sebagai masyarakat pendatang dengan budaya dan agama yang dimiliki tentu harus dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian tersebut akan memberikan dampak pada terbinanya

kerukunan di antara anggota masyarakat. Abdullah dan Leeden (1986: 181) menyatakan bahwa seluruh kegiatan manusia bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebutuhannya. Hidup berarti menyesuaikan dengan dunia fisik di sekeliling dan dunia sosial dimana tempat menjadi anggota masyarakat.

Selain perbedaan dalam segi budaya masyarakat Hindu yang tinggal di Kecamatan Pamona Barat dalam bidang ekonomi juga mampu menyaingi penduduk lokal. Kemampun tersebut di satu sisi memiliki dampak positif yaitu terpenuhinya kebutuhan dalam bidang sandang, papan dan pangan, namun di sisi lain hal itu juga akan dapat berdampak pada munculnya konflik sosial karena terjadinya kesenjangan ekonomi. Setiadi dan Kolip (2011: 361) menyatakan bahwa akar dari timbulnya konflik di antaranya adalah benturan antar kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik.

Kemampuan masyarakat terutama masyarakat Hindu sebagai masyarakat pendatang dalam menyesuaikan diri merupakan faktor penting terbinanya kerukunan dan kedamaian di wilayah tersebut. Raho (2007: 54) menyatakan bahwa adaptasi dilakukan agar masyarakat bisa bertahan harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya. Kemampuan masyarakat Hindu dalam melakukan adaptasi sebagai upaya untuk menciptakan kedamaian dan agar dapat diterima oleh lingkungan setempat menjadi sesuatu yang sangat penting, sehingga menjadi penting untuk mengetahui bagaimana pola adaptasi masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso pasca konflik Poso. Dengan demikian bagi masyarakat Hindu secara umum dapat dijadikan referensi dalam melakukan adaptasi dengan masyarakat lokal.

(3)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 67 2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu menyajikan data bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk kalimat-kalimat yang nantinya akan disimpulkan. Adapun rancangan penelitian yang akan dilakukan yaitu peneliti mengadakan wawancara dengan beberapa masyarakat baik itu tokoh maupun masyarakat umum memahami terkait dengan pola adaptasi yang diterapkan oleh masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso. Di samping melakukan wawancara peneliti juga melakukan observasi beberapa kegiatan yang sebagai bentuk adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat yang akan didukung oleh dokumentasi berupa foto-foto. Setelah pengumpulan data tersebut dilakukan selanjutnya peneliti mengelompokkan data sesuai dengan permasalahan, menginterpretasikan dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.

Sumber data yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu data primer yang meliputi hasil wawancara dengan tokoh masyarakat dan anggota masyarakat yang mengetahui permasalahan yang diteliti, dan data sekunder yang meliputi buku-buku penunjang atau referensi yang mempunyai kaitan dengan penelitian. Penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif, sehingga peneliti tidak dapat menentukan jumlah informan secara pasti sebelum penelitian dilakukan. Seperti di ungkapkan oleh Sugiyono (2008: 54) penentuan informan dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design), informan ditentukan oleh pertimbangan kebutuhan informasi yang diperlukan. Informan penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, karena penentuan informan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mendukung pencapaian tujuan

penelitian. Adapun yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan informan adalah merupakan masyarakat Hindu yang berdomisili dan paham terkait pola adaptasi masyarakat hindu di Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso, provinsi Sulawesi tengah. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi non partisipan, Wawancara (interview) tidak berstruktur dan Dokumentasi.

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri sebagai instrument kunci (human as instrument) dibantu dengan pedoman wawancara dan pedoman observasi, alat perekam, dan kamera. Peneliti kualitatif sebagai human as instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis menurut Milles dan Huberman dalam Riyanto (2007: 31) yaitu sebagai berikut, Reduksi data, Display/penyajian data, Verifikasi atau penyimpulan.

Teori yang digunakan yaitu Teori Fungsional Struktural yaitu teori yang Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni secara khusus mamahami hubungan antara kepribadian individual, sistem sosial dan sistem budaya. Teori ini bertujuan agar sebuah sistem sosial tetap bertahan dan fungsi-fungsinya dapat berjalan sebagaimana mestinya.

(4)

68 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 3. Hasil dan Pembahasan

Penduduk beragama Hindu yang bedomisili di Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah sebagian di antaranya merupakan transmigrasi dari Bali, dan sebagian lagi merupakan penduduk pindahan dari beberapa wilayah yang ada di Sulawesi. Sebagai penduduk pendatang masyarakat etnis Bali khususnya harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat lokal sehingga dapat tercipta integrasi. Menurut Setiadi dan Kolip (2011: 489), sekurang-kurangnya ada tiga faktor yang menyebabkan diistegrai sosial dan kerjasama kelompok diferensiasi sosial pecah, sehingga terjadi disorganisasi sosial, yaitu faktor politik, faktor sosial budaya dan faktor ekonomi.

3.1. Pola Adaptasi Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang menjadi penyebab disintegrasi sosial yaitu adanya ikatan primordialisme antara kelompok satu dan yang lainnya atas dasar solidaritas etnis, ras, kelas atau sentimen kedaerahan (Kolip dan Setiadi, 2011: 490). Masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat keseluruhannya adalah etnis Bali, sehingga berbagai macam bentuk budaya dibawa dari daerah asalnya (Bali) yang relevan dengan kehidupannya di Kecamatan Pamona Barat yang masih tetap ada hingga sekarang.

E.B. Tylor (1871) menguraikan pengertian kebudayaan sebagai suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Soekanto (2012: 149-150), setiap masyarakat memiliki kebudayaan karena masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

Kebudayaan merupakan satuan ide, pola bagi kelakuan dan kebudayaan berisikan sistem kategorisasi yang dapat mewujudkan keteraturan, selanjutnya manusia

menggunakannya sebagai alat komunikasi, melestarikan, serta mengembangkannya dengan pengetahuan dan sikap mereka terhadap lingkungannya (Triguna, 2011: 36). Perbedaan-perbedaan bentuk kebudayaan antara etnis lokal dengan etnis Bali yang ada di Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso di samping merupakan sebagai alat yang dapat mempersatukan berbagai macam etnis karena kesadaran akan indahnya perbedaan, juga akan memiliki dampak terjadinya konflik apabila perbedaan itu dipahami sebagai sesuatu yang dapat menjadikan kelebihan dalam kelompoknya.

Perbedaan kebudayaan yang mengakibatkan adanya perasaan in group dan out group yang biasanya diikuti oleh sikap etnosentrisme kelompok yaitu sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah yang paling baik, ideal dan beradab di antara kelompok lain. Jika masing-masing kelompok memiliki sikap yang demikian maka akan memicu timbulnya konflik antar penganut kebudayaan (Setiadi dan Kolip, 2011: 362).

Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian yang dilakukan oleh masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal. Proses penyesuaian dilakukan oleh seorang individu ketika masuk ke dalam wilayah yang baru. Kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat setempat sangat mempengaruhi diterima atau tidaknya seorang individu untuk menjadi bagian dari masyarakat yang hidup di wilayah tersebut. Kebudayaan menyediakan model-model yang berguna bagi orang untuk berbuat apa yang dianggap perlu diperbuat. Selain itu kebudayaan sebagai mekanisme yang adaptif juga mencakup keanekaragaman dalam tingkah laku manusia merupakan usaha manusia untuk menyesuaikan atau mengadaptasikan diri terhadap keadaan tempat individu atau kelompok itu hidup. Pola adaptasi sosial

(5)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 69 budaya masyarakat Hindu di Kecamatan

Pamona Barat adalah sebagai berikut :

1. Berpartisipasi Dalam Perayaan Pesta Panen

Kemampuan masyarakat Hindu untuk menyesuaikan diri dalam berbagai aspek kehidupan memiliki peranan yang penting dalam menjaga kerukunan antar anggota masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pamona Barat. Masyarakat Hindu dengan berbagai macam bentuk budaya yang dibawa sebagai warisan leluhur apabila tidak dapat dikondisikan dengan keadaan sekitarnya akan menyebabkan timbulnya benturan-benturan dengan budaya-budaya masyarakat lokal yang pada akhirnya berimplikasi pada terciptanya suasana yang tidak rukun dalam kehidupan masyarakat.

Kemampuan dalam beradaptasi merupakan hal yang penting, karena hal itu merupakan salah satu indikator dari terciptanya kerukunan di dalam kemajemukan, dengan demikian kemajemukan dapat dijadikan sebagai alat pemersatu di antara anggota masyarakat. Pola penyesuaian terhadap budaya etnis lokal yang dilakukan masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat pasca konflik Poso di antaranya adalah keikutsertaan dalam merayakan pesta panen (padungku) yang dilakukan oleh masyarakat lokal.

Dalam menciptakan hubungan yang harmonis di antara anggota masyarakat, khususnya masyarakat Hindu, Parisada Kecamatan Pamona Barat, melalui masing-masing parisada desa menerapkan suatu program yang dapat menjaga kerukunan di antara anggota masyarakat. Program tersebut adalah masyarakat Hindu turut serta dalam merayakan pesta panen (padungku) yang dilakukan oleh penduduk setempat. Soekanto (2012: 54) menyatakan bahwa masyarakat mempunyai bentuk-bentuk strukturalnya seperti kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial

dan kekuasaan yang kesemuanya itu mempunyai dinamika tertentu yang menyebabkan pola-pola perilaku yang berbeda, tergantung dari masing-masing situasi yang dihadapi.

Masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat dalam menjaga kedamaian dan kerukunan serta untuk dapat hidup membaur dengan masyarakat lokal setempat dilakukan dengan ikut serta melaksanakan pesta panen Padungku yang dalam perayaan itu terdapat acara makan bersama yang dilaksanakan di balai desa. Masyarakat pamona memiliki satu perayaan yang dirayakan sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang diperoleh.

Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki adat dalam merayakan panen dengan caranya masing-masing, di Kecamatan Pamona Barat, penduduk lokal layaknya penduduk-penduduk lain di wilayah Kabupaten Poso merayakan padungku atau syukuran panen. Perayaan ini dilakukan sebagai rasa syukur atas keberhasilan panen dan itu bersumber dari Tuhan, maka hasil panen pertama harus dipersembahkan pada-Nya. Padungku juga diharapkan dapat menciptakan rasa persatuan dan kesatuan karena dalam acara ini masyarakat akan saling mengunjungi dan makan bersama serta berpesta. Suwandi (dalam harian Mercusuar) menyatakan bahwa sudah menjadi kebiasaan warga, dimanapun padungku dipusatkan pasti seluruh masyarakat akan datang, yang menjadi daya tarik karena dalam perayaan ini siapa saja boleh datang bertamu ke rumah warga untuk mencicipi makanan yang disediakan petani.

Pada setiap pelaksanaan padungku khususnya di wilayah Kecamatan Pamona Barat, selain masyarakat lokal masyarakat pendatang juga diharapkan untuk ikut serta dalam berpartisipasi merayakan perayaan panen tersebut. Masyarakat Hindu yang sebagai masyarakat pendatang turut serta dalam merayakan perayaan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai wujud usaha untuk

(6)

70 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 menciptakan suasana aman dan damai antar

masyarakat. Menurut Water (dalam Wirawan, 2012: 134) tindakan subjektif para aktor tidak muncul begitu saja, tetapi ia ada melalui suatu proses panjang untuk dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan norma etika agama atas dasar tingkat kemampuan pemahaman sendiri sebelum tindakan dilakukan.

Pesta panen dalam keyakinan masyarakat Hindu juga ada dilaksanakan, namun tatacara dan waktu pelaksanaanya memiliki perbedaan dengan padungku yang dilaksanakan oleh masyarakat lokal. Walau terdapat perbedaan tatacara namun makna yang ditunjukkan dari pelaksanaan pesta panen tersebut pada intinya sama yaitu sebagai ucapan rasa syukur atas hasil panen yang telah diperoleh oleh para petani.

Layaknya penduduk lokal pesta penen dalam keyakinan masyarakat Hindu pada umumnya ditujukan kepada Dewi Sri sebagai dewi kemakmuran. Titib (2001: 354) menjelaskan bahwa sebagai sakti dari Dewa pemelihara dunia, Sri Laksmi juga dikenal sebagai dewi kesuburan dan kemakmuran. Pada umumnya pemujaan kepada Dewi Sri dilakukan guna mendapatkan kemakmuran, kesuburan (tumbuh dan suburnya tanam-tanaman), hasil panen dan kekayaan yang melimpah. Para pemujanya sebagian besar adalah para pedagang, petani dan masyarakat agraris pada umumnya.

2. Partisipasi dalam Perayaan Natal Dalam mewujudkan rasa kebersamaan di antara anggota masyarakat, masyarakat Hindu turut serta berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk merayakan hari Natal. Bentuk kegiatan itu di antaranya adalah dengan ikut serta merayakan Natal sebagai bentuk kegiatan Natal yang dilakukan oleh kelompok-kelompok gereja.

Terkait dengan perayaan natal sebagai bentuk rasa menghargai bagi masyarakat yang merayakan, umat Hindu selalu mengikuti

berbagai kegiatan yang terkait dengan perayaan tersebut. Masyarakat Hindu diminta untuk memasang penjor Pancasila untuk memeriahkan perayaan natal. Perayaan Natal biasanya kita diminta untuk memasang penjor, namun penjor yang tidak dengan sampiyannya (Wawancara Sukarmawan, 20 Oktober 2013).

Pemasangan penjor bertujuan agar perayaan natal yang dilakukan oleh penduduk lokal terlihat lebih semarak. Selain untuk kemeriahan perayaan natal hal itu juga dilakukan oleh umat Hindu sebagai bentuk kegiatan agar dapat diterima oleh penduduk lokal dengan baik. Pemasangan penjor tanpa sampiyan dipasang sepanjang jalan, baik itu di depan rumah umat Hindu maupun di depan rumah penduduk non Hindu.

Masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat, dalam usaha untuk dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat oleh masyarakat lokal perlu melakukan adaptasi dengan berbagai macam pola disesuasikan dengan keadaan setempat. Bennet (dalam Triguna, 2011: 45) mengatakan bahwa adaptasi manusia tidak semata-mata ditentukan oleh keinginan, kebutuhan dan tujuan yang bersumber pada kebudayaan sebagai pengetahuan, tetapi ditentukan pula oleh situasi lingkungan setempat.

Setiap individu membutuhkan individu lain dalam rangka merespon dan menciptakan dunia sosialnya. Kebutuhan akan dunia sosial, memperkuat asumsi bahwa manusia tidak dapat hidup secara baik kalau mereka terasing dari lingkungan sosialnya. Manusia sedapat mungkin berusaha memelihara hubungan yang selaras dengan alam dan lingkungan di sekitarnya berdasarkan prinsip hubungan timbal balik (Triguna, 2011: 44).

3. Turut Aktif dalam kegiatan olahraga Masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat selalu ikut serta dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat. Kegiatan-kegiatan tersebut diadakan sebagai usaha pemerintah

(7)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 71 tingkat desa dan tingkat kecamatan untuk

meningkatkan rasa kerbesamaan di antara anggota masyarakatnya. Keikutsertaan umat Hindu dalam berbagai bentuk kegiatan merupakan wujud dukungan masyarakat Hindu atas program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat. Dengan demikian masyarakat Hindu akan dapat diterima oleh pemerintah dan masyarakat lokal di Wilayah Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso. Kegiatan-kegiatan olahraga sering dilakukan untuk kesehatan dan untuk kebersamaan.

Setiap sore masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat melakukan kegiatan dalam bidang olahraga. Kegiatan tersebut diikuti oleh penduduk asli dan penduduk pendatang, sehingga dalam kegiatan tersebut antara anggota masyarakat yang berbeda-beda berbaur dalam satu tim. Dalam kegiatan tersebut akan dapat meningkatkan rasa kebersamaan antar tim, karena dalam kegiatan tersebut akan berlangsung interaksi di antara tim. Interaksi yang baik merupakan awal tumbuhnya rasa kebersamaan dan persaudaraan sehingga dapat meminimalisir pertentangan-pertentangan yang ada. Oleh karena itu secara tidak langsung kegiatan olahraga yang diikuti memiliki fungsi sebagai upaya untuk dapat diterima oleh penduduk lokal. Hubungan antar kelompok dapat menetralisir konflik antar kelompok, karena setiap anggota kelompok tidak akan memiliki loyalitas tunggal dalam suatu kelompok tertentu, sebab memiliki loyalitas ganda berdasarkan kelompok yang mereka masuki (Kolip dan Setiadi, 2011: 499).

Kegiatan-kegiatan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat dimaknai bukan hanya sekedar sebagai bentuk perayaan semata, namun kegiatan-kegiatan tersebut akan mampu untuk menumbuhkan sikap loyalitas pada kedua kelompok masyarakat, baik itu pada penduduk pendatang maupun

penduduk lokal. Sikap loyalitas ganda yang dimiliki oleh umat Hindu yang tumbuh melalui kegiatan-kegiatan yang diikuti akan mampu menetralisir perbedaan yang menjadi sumber penyebab konflik.

Berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan bentuk atau cara masyarakat Hindu dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sosial masyarakat setempat. Penekanan tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pemeliharaan keamanan dan kedamaian kehidupan masyarakat Hindu di Wilayah Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso.

4. Melakukan Kerjasama dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Orang akan menikmati hidup sekaligus hidup yang bermakna hanyalah apabila ia ditempatkan bersama orang lain. Sejak lahir sampai akhir hayatnya, orang membutuhkan kehadiran dan bantuan orang lain. Langsung atau tidak langsung setiap orang membutuhkan hasil kerja atau produk (barang dan jasa) dari banyak orang guna memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Mulai kebutuhan hidup yang paling sederhana sampai kebutuhan yang paling canggih. Di samping itu, tuntutan kerjasama yang harmonis dengan sesama manusia didorong oleh karena manusia dihadapkan kepada situasi penuh ketidakpastian, keterbatasan dan kelangkaan sumber daya (Gorda, 2006: 119-120).

Kerjasama merupakan sesuatu yang mutlak ada dalam kehidupan bersama, karena dengan kerjasama sesuatu akan dapat lebih mudah untuk dicapai. Tujuan akan dapat lebih mudah untuk dicapai apabia dilakukan secara bersama-sama dan saling bahu membahu, selain itu dengan kerjasama sesuatu akan terasa lebih mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu kerjasama dalam kehidupan masyarakat merupakan sesuatu yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Menurut Soekanto (2012: 66), kerjasama timbul karena orientasi orang-perorangan

(8)

72 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 terhadap kelompokknya (yaitu in-group-nya)

dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya).

Masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat layaknya masyarakat pada umumnya selalu mengikuti kegiatan-kegiatan kerjasama dalam masyarakat. Kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat Hindu dalam berbagai bidang kehidupan sesungguhnya dilakukan di samping kehidupan umat Hindu sebagai mahluk sosial, hal itu juga dilaksanakan dalam usaha menyesuaikan diri sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Oleh karena itu selalu berusaha untuk turut serta dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

Sebagai makhluk sosial kerjasama itu penting, karena beban yang ditanggung secara bersama-sama akan dapat lebih ringan dibandingkan ditanggung sendiri. Selain itu kerjasama yang dilakukan dalam lingkungan masyarakat akan dapat menumbuhkan rasa kerbersamaan di antara anggota masyarakatnya. Apabila rasa kebersamaan sudah dimiliki oleh masing-masing individu dalam masyarakat maka akan tercipta kerukunan, kedamaian, dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat tersebut.

Dalam melakukan kegiatan bersama terjadi interaksi di antara individu atau kelompok yang melaksanakan kerjasama. Beberapa individu atau kelompok melaksanakan kerjasama karena merasa memiliki tujuan yang sama. Chares H. Cooley menyebutkan bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna (Soekanto, 2012: 66).

Kegiatan-kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh penduduk lokal dan penduduk pendatang di Kecamatan Pamona Barat pada hakekatnya adalah memiliki tujuan yang sama yaitu di samping untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, juga dilakukan untuk menanamkan rasa persaudaraan dan rasa kebersamaan di antara anggota masyarakat. Bagi masyarakat Hindu kegiatan-kegiatan dalam meningkatkan rasa kebersamaan secara tidak langsung juga memiliki fungsi lain yaitu untuk dapat diterima oleh penduduk lokal, karena dengan adanya rasa kebersamaan hal itu mencirikan bahwa penduduk pendatang juga merupakan bagian dari penduduk lokal.

Kerjasama yang harmonis antar sesama manusia harus diupayakan sebaik-baiknya oleh setiap orang bila menginginkan kebahagiaan lahir batin. Dalam hubungan ini Veda Sruti menegaskan bahwa setiap orang agar membantu orang lain yang menghadapi kesulitan atau ditimpa kemalangan, di bagian lain Rgveda VII. 32. 8 menyatakan bahwa Tuhan akan memberi karunia kepada orang yang selalu memelihara hubungan baik dengan sesama kerabat, kenalan, bahkan orang yang belum dikenal. Juga dinyatakan bahwa Tuhan akan memberikan rahmat kepada mereka yang selalu berusaha menciptakan hubungan yang selaras di antara sesama manusia (Gorda, 2006: 121).

Kehidupan masyarakat merupakan tempat melaksanakan interaksi anggota masyarakatnya. Interaksi yang dilakukan oleh individu dalam lingkungan masyarakat seringkali mengalami benturan-benturan yang akhirnya berakibat tidak harmonisnya hubungan antara anggota masyarakat. Demikian halnya dengan masyarakat Hindu yang tinggal di Wilayah Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso, dalam kehidupannya seringkali mengalami berbagai macam masalah-masalah sosial. Berbagai macam masalah tersebut sebagian besar disebabkan

(9)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 73 karena generasi muda, karena memang masa

muda merupakan masa yang labil, sehingga kurang memiliki kemampuan mengendalikan diri.

3.2. Pola Adaptasi Ekonomi

Masyarakat Hindu yang mengikuti program transmigrasi adalah hampir seluruhnya bermaksud untuk lebih meningkatkan perekonomian keluarganya. Masyarakat Hindu dari Bali yang bertransmigrasi ke Sulawesi sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani, baik petani lahan basah maupun petani lahan kering. Kemampuan dalam mengelola sumber daya alam dengan baik menjadikan masyarakat Hindu yang hidup di luar bali sebagian besar tergolong dalam kategori masyarakat yang memiliki pendapatan menengah ke atas. Meningkatnya pendapatan masyarakat Hindu dikarenakan ketekunan dan keuletannya dalam bekerja, sehingga hasil kerja yang diperoleh dapat lebih meningkat.

Keuletan dan kerja keras sangat ditekankan dalam kitab suci agama Hindu, karena dengan kerja keras akan selalu mendapat anugerah dari para dewa, hal tersebut diungkapkan dalam kitab Atharvaveda sebagai berikut.

Icchanti devah sunvantam Na svapnaya sprhayanti Yanti pramadam atandrah

Atharvaveda XX.18.3 Artinya:

Para dewa menyukai orang yang ulet dan pekerja keras. Para dewa tidak menyukai orang yang gampang-gampangan dan bermalas-malas. Orang-orang yang selalu waspada mencapai kebahagiaan yang agung.

Kerja keras dan keuletan merupakan suatu bentuk usaha dalam meningkatkan menuju kehidupan yang lebih baik. Kutipan mantra di atas menyiratkan bahwa dewa yang

merupakan sinar suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak menyukai orang yang menggangap segala sesuatunya mudah diperoleh, yang pada akhirnya menjadikan orang tersebut tidak ulet dalam bekerja. Mantra tersebut juga menyiratkan bahwa orang yang selalu bekerja keras dan selalu waspada akan mencapai kebahagiaan yang agung sebagai tujuan kehidupan manusia.

Ketekunan menjadikan masyarakat Hindu memiliki tingkat pendapatan yang mampu menyaingi pendapatan penduduk setempat, sehingga hal itu juga berimplikasi pada tingkat pendidikan generasi mudanya. Meningkatnya pendapatan merupakan dambaan dari setiap manusia dalam kehidupan ini, namun apabila hal itu tidak mampu untuk dikelola dengan baik, itu dapat menjadi penyebab timbulnya konflik dengan masyarakat lokal.

Triguna (2011: 90) menyatakan bahwa tingginya tingkat migrasi (kelompok kepentingan) disertai motivasi untuk maju menyebabkan banyak ruang, waktu dan sumber daya alam telah dikuasai oleh new comers tanpa disadari dan dipedulikan oleh masyarakat asli. Pada limitasi tertentu masyarakat asli tersentak bahwa sejumlah sumber daya alam dan manusia telah dikuasai malahan didominasi oleh new comers. Kondisi demikian ditengarai dapat menimbulkan pola hubungan sosial atas dasar ketidaksamaan (inequality) malahan terjadi pula interaksi atas dasar ketidakseimbangan (inbalance) yang selalu berpotensi memicu munculnya konflik sosial.

Kesenjangan ekonomi antara masyarakat pendatang (beragama Hindu) dengan masyarakat asli menjadikan rentan terjadi perebutan sumber daya alam, oleh karena itu kemampuan masyarakat Hindu sebagai pendatang untuk melakukan adaptasi dalam bidang ekonomi sangat dibutuhkan.

Masyarakat Hindu yang tinggal di Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso,

(10)

74 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 sebagian besar adalah masyarakat yang

memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas. Ini dikarenakan masyarakat Hindu sebagai masyarakat pendatang lebih rajin dibandingkan dengan penduduk asli. Cohen (dalam Triguna, 2011: 92) menyatakan bahwa penduduk asli cenderung lebih malas di daerahnya sendiri dibandingkan pendatang sebagai kelompok kepentingan. Penduduk asli merasa tenang secara psikologis karena memiliki hak-hak istimewa dan cenderung memiliki sikap mempertahankan status quo, akibatnya mereka kurang agresif, cenderung manja dan memilih-milih pekerjaan. Sikap mental ini dianggap memiliki fungsi penting dalam membentuk penduduk asli menjadi komunitas kelas dua malahan menjadi marginal.

Penduduk pendatang pada umumnya lebih rajin dibandingkan dengan penduduk asli, demikian halnya dengan penduduk yang beragama Hindu yang memang ulet dan tekun dalam mengolah sumber daya alam yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan ekonomi keluarga. Ketekunan dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai tujuan dari setiap orang diungkapkan dalam kitab Rg Veda sebagai berikut:

Ma sredhata samino daksata mahe krnudhvam raya atuje, Taranir ij jayati kseti pusyati na devasah kavatnave.

Rg Veda. VII. 32. 9 Artinya:

Wahai orang-orang yang berpikiran mulia, janganlah tersesat. Tekunlah dan dengan tekad yang keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang tinggi. Bekerjalah dengan tekun untuk memperoleh kekayaan. Orang yang bersemangat (tekun sekali) berhasil, hidup berbahagia dan menikmati kemakmuran. Para dewa tidak pernah menolong yang malas-malas (Titib dan Sapariani, 2004: 138).

Uraian kutipan kitab suci di atas menyiratkan bahwa dalam melakukan kerja hendaknya selalu berpikiran mulia dan melakukan kerja dengan penuh ketekunan dan kerja keras, dengan memfokuskan untuk mencapai tujuan yang tertinggi yaitu kebahagiaan yang agung. Pekerjaan yang dilakukan dengan penuh ketekunan akan menjadikan seseorang memperoleh kekayaan, sehingga dapat Hindup bahagia dan menikmati kemakmuran dari hasil ketekunan dan kerja keras yang telah dilakukan. Selain itu diisyaratkan pula bahwa para dewa tidak mau dan tidak pernah mau untuk menolong orang yang malas, karena kemalasan adalah merupakan awal kehancuran bagi seseorang.

Setiadi dan Kolip (2011: 489) Penyatakan bahwa perbedaan antar kelompok bisa berubah menjadi permusuhan atau minimal sikap antipasti ketika perbedaan antara masing-masing kelompok bersejajar dengan kesenjangan kelas ekonomi. Perselisihan antar etnis sering meledak karena dipicu oleh adanya kesenjangan dan isu ekonomi.

Sebagai penduduk pendatang yang memiliki dan mendominasi sumber daya alam diharapkan mampu untuk melakukan adaptasi dengan keadaan setempat. Dengan demikian kesenjangan ekonomi antara penduduk pendatang khususnya yang beragama Hindu dengan penduduk asli tidak ditampakkan oleh penduduk yang beragama Hindu. Usaha yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat dalam meminimalisir konflik sosial yang disebabkan oleh adanya kesenjangan ekonomi yaitu dengan menerapkan pola hidup bersahaja.

Bersahaja adalah sikap dan perilaku yang sederhana dan sewajarnya. Sikap ini diwujudkan dalam perilaku yang tidak berlebih-lebihan dan sanggup mengendalikan diri dari berbagai keinginan yang ada kalanya merugikan (Titib dan Sapariani, 2004: 46). Pola hidup bersahaja merupakan pola hidup

(11)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 75 yang tidak berlebihan baik dalam segi

penampilan maupun dalam hal berbicara. Pola yang demikian diterapkan oleh masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat sebagai usaha untuk menciptakan suasana aman dan damai dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat dalam usaha untuk dapat diterima dengan penduduk lokal melakukan berbagai bentuk pola adaptasi. Pola-pola adaptasi yang dilakukan dengan berbegai bentuk kegiatan-kegiatan. Semua kegiatan yang dilakuan merupakan suatu keharusan bagi masyarakat Hindu apabila menginginkan terjadinya integrasi dalam kehidupan masyarakat lokal dan pendatang khususnya masyarakat Hindu. Berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan memiliki tujuan yaitu untuk dapat diterima dengan baik dalam sistem sosial. Hal ini sesuai dengan Teori Fungsional Struktural yang kemukakan oleh Talcot Parsons dengan hirarki sibernetika AGIL (adaptation, goal attainment, integration, laten pattern maintenance). Adaptation berarti keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungan dengan baik. Goal attainment berarti persyaratan fungsional yang muncul dari pandangan bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya. Integration berarti persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antar para anggota dalam sistem sosial. Laten pattern maintenance (pola pemeliharaan) merupakan konsep latensi yang menunjukkan berhentinya interaksi (Wirawan, 2012: 52-53).

Untuk dapat hidup rukun dan damai masyarakat Hindu harus menyadari bahwa kehidupannya berada dalam suatu sistem yaitu kelompok masyarakat. Masyarakat sebagai sebuah sistem terdapat kelompok-kelompok lagi yaitu penduduk pendatang dan penduduk lokal. Kedua kelompok tersebut harus selalu saling berhubungan dan selalu melakukan komunikasi sehingga kelompok-kelompok dalam sistem masyarakat dapat menjalankan

fungsinya. Ketika kelompok-kelompok tersebut tidak berfungsi, maka kelompok tersebut akan ditinggalkan dan bahkan akan hilang.

Perubahan yang terjadi pada salah satu kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat sebagai sebuah sistem, akan dapat mempengaruhi sistem yang lain. Oleh karena itu untuk mencapai ekulibrium setiap kelompok dalam masyarakat harus mampu untuk saling menjaga untuk mencapai keseimbangan. Ritzer (2002: 21) menyatakan bahwa Teori Fungsional Struktural berpendapat bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain.

4. Kesimpulan

Pola adaptasi masyarakat Hindu di Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso pasca konflik Poso meliputi pola adaptasi sosial budaya yaitu penyesuaian dalam bidang sosial dan budaya, karena masyarakat Hindu merupakan etnis bali dengan berbagai bentuk budaya yang dibawa dari daerah asal yang perlu penyesuaian sehingga tercipta kerukunan dan kedamaian dengan penduduk lokal. Dalam bidang sosial budaya bentuk pola adaptasi terdiri dari turut dalam perayaan pesta panen, partisipasi dalam perayaan Natal, turut aktif dalam kegiatan olahraga, melakukan kerjasama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Selain itu, pola adaptasi ekonomi yaitu penyesuaian yang dilakukan dalam bidang ekonomi, karena dalam usaha pemenuhan kebutuhan penduduk pendatang dalam hal ini adalah masyarakat Hindu lebih tekun sehingga kehidupan ekonomi mampu menyaingi penduduk lokal. Bentuk penyesuaian dalam bidang ekonomi dilakukan dengan mengembangkan pola hidup bersahaja.

(12)

76 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan Leeden, A.C. Van Der. 1986. Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta: PT. Temprint.

Ali, Mupra dan Swistantoro. tt. Hubungan Sosial Masyarakat Pendatang dengan Masyarakat Tempatan di Desa Koto Mesjid Kecamatan XIII Kota Kampar Kabupaten Kampar. Media Online (akses tanggal 26 Juli 2013). Tersedia dalam URL. http://repository.unri.ac.id. Arianto, I Nyoman. 2008. Peranan Pengempon Pura Dalam Praktek Keberagamaan Hindu Di Pura Agung Wana Kerta Jagat Nata Propinsi Sulawesi Tengah Di Kota Palu. Tesis (Tidak diterbitkan). Denpasar: Universitas Hindu Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Artadi, I Ketut Artadi. 2003. Hukum Adat Bali Dengan Aneka Masalahnya. Denpasar: Pustaka Bali Post.

Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial, Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budhita, I Nyoman. 2008. Transformasi Ahlak Dalam Kekawin Ramayana. Mataram: Proyek Penelitian STAH Negeri Gde Pudja Mataram.

Gorda, I Gusti Negurah. 2006. Etika Hindu Dan Perilaku Organisasi. Denpasar: Asta Brata Bali.

Gulo. W. 2004. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Jendra, I Wayan. 1998. Dharmatula Dialog Intern Umat Hindu. Surabaya: Paramita.

Maharani, Sholawatul. tt. Pola Adaptasi Penduduk Dan Arahan Mitigasi Pada Daerah Banjir Lahar Hujan Di Bantaran Sungai Code (Kasus Sungai Code, antara Arteri Utara hingga Jembatan Kewek). Media Online (akses tanggal 26 Juli 2013). Tersedia dalam URL http://lib.geo.ugm.ac.id.

Mardalis. 2006. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Margono. S, 1996, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Martini, Ni Wayan. 2010. Pola Pendidikan

Agama Hindu Dalam Keluarga Petani di Desa Bakti Agung Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Skripsi. (Tidak dipublikasikan) PTJJ Universitas Hindu Indonesia.

Meida, Ni Putu Ayu. 2013. Integrasi Masyarakat Hindu Etnis Bali Dalam Masyarakat Multikultur di Sulawesi Tengah. Naskah Artikel Jurnal Ilmiah dalam Temu Karya Ilmiah Perguruan Tinggi Agama Hindu Seluruh Indonesia. Palangka Raya 15-20 Juli 2013.

Mertha, I Nengah. 2009. Menggantang Hindup Dijaman Kaliyuga. Denpasar: Widya Dharma.

Moleong, Lexi. J. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Munthe, Hadriana Marhaeni. 2007. Modernisasi Dan Perubahan Sosial Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian: Suatu Tinjauan Sosiologis. Jurnal Harmoni Sosial, September 2007, Volume II, No. 1. (akses tanggal 26 Juli 2013). Tersedia dalam URL http://repository.usu.ac.id.

Peursen, C.A. Van. 1988. Strategi Keburayaan. Yogyakarta: Kanisius.

(13)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 77 Pitana, I Gde. 1994. Adi Wacana: Mosaik

Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Editor I Gde Pitana. Dinamika Masyarakat dalam Kebudayaan Bali (Sebuah Ontologi). Denpasar: Balai Pustaka.

Pudja, G. 1999. Bhagavad Gita (Pancama Veda). Surabaya: Paramita.

Pudja, G. Sudharta, Tjokorda Rai. 2002. Manawa Dharmaçastra (Manu Dharma Sastra). Jakarta: CV. Felita Nursatama Lestari.

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi

Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rejeki, MC Ninik Sri. 2007. Perbedaan Budaya dan Adaptasi Antarbudaya dalam Relasi Kemitraan Inti-Plasma. Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 4, Nomor 2, Desember 2007. (akses tanggal 26 Juli 2013). Tersedia dalam URL: http://jurnal.uajy.ac.id.

Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan Dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Riwayadi, Susilo, Anisyah, Suci Nur. tt.

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Terang.

Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya: Unesa University Press. Setiadi, Elly M dan Kolip, Usman. 2011.

Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi Dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sugiyono. 2008. Memahami penelitian Kualitatif. Bandung: C.V. Alfabeta. Sujana, Nyoman Naya. 1994. Manusia Bali di

Persimpangan Jalan. Editor I Gde Pitana. Dinamika Masyarakat dalam Kebudayaan Bali (Sebuah Ontologi). Denpasar: Balai Pustaka.

Sumadi, Ketut. 2007. Apresiasi Estetika Dan Etis Multikultur Di Indonesia: Mencegah Disharmoni, Menjaga Kebertahanan NKRI. Junal Seni Budaya Mudra. Vol 21. Denpasar. Institute Seni Indonesia.

Suryabrata, Semadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Suwandi, Rusly. 2012. Padungku, Pegawai

Pulang Lebih Awal. Tersedia dalam URL.http://www.harianmercusuar.com /. diakses tanggal 12 Oktober 2013. Titib, I Made. 2001. Toelogi dan

Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Titib, I Made dan Sapariani, Ni Ketut. 2004. Pendidikan Budi Pekerti dan Keutamaan Manusia. Surabaya: Paramita.

Triguna, Ida Bagus Gde Yudha. 2011. Strategi Hindu. Jakarta: Pustaka Jurnal Keluarga.

Wiana, I Ketut. 2000. Arti dan Fungsi Sarana Persembahyangan. Surabaya: Paramita.

Wirawan, Agus Budi dan Darmadi, I Wayan. 2011. Perubahan Perilaku Sosio-Religi-Kultur Masyarakat Bali (Hindu) Di Kota Palu. Laporan Hasil Penelitian. Palu: STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah.

Referensi

Dokumen terkait

penelitian lapangan Dari banyaknya penelitian yang telah membahas program BUMDes, maka penulis belum menemukan judul penelitian yang membahas tentang Peranan

Berikut ini saran yang diajukan terkait hasil penelitian tentang persepsi siswa tentang iklim sekolah dan kinerja guru matematika terhadap hasil belajar matematika

Judul : Hubungan Metode Pembelajaran Ceramah dengan PenguasaanMateri Kuliah pada Mahasiswa Program Sarjana Fakultas diKeperawatan Universitas Sumatera Utara. Nama : Vivi

Analisis Hujan Bulan Agustus 2013, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember dan Desember 2013 disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang diterima

Rendah TIDAK EFEKTIF Sangat Rendah TIDAK EFEKTIF Setiap shelter yang memiliki nilai tarikan ataupun bangkitan dengan kelas tinggi atau sangat tinggi, maka shelter

Berdasarkan dari hasil testing keseluruhan pada semua parameter cuaca ekstrim di atas, didapatkan bahwa parameter curah hujan memiliki nilai MAPE dan akurasi yang buruk sehingga

bahwa untuk kelancaran mahasiswa FKIP UMP dalam menyeiesaikan program studinya, diperlukan pengangkatan dosen pembimbing penulisan skripsi. bahwa sehubungan dengan butir a dt

Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua