• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENALAN KERANG MANGROVE, GELOINA EROSA DAN GELOINA EXPANSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENALAN KERANG MANGROVE, GELOINA EROSA DAN GELOINA EXPANSA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XXVIII, Nomor 2, 2003 : 31-38 ISSN 0216-1877

PENGENALAN KERANG MANGROVE, GELOINA EROSA

DAN GELOINA EXPANSA

Oleh

Sigit A.P. Dwiono1) ABSTRACT

INTRODUCTION TO MANGROVE CLAMS, GELOINA EROSA AND GELOINA

EXPANSA. Mangrove forest dominates coastal area of southern part of Papua Province. In this area, two species of mangrove clams (Geloina spp) are abun-dant. The clams, known locally as Omapoko or Siini and Kawe or Kae, are used as protein source by local people. The present paper describes the systematic, anatomy, reproduction, feeding and habitat of these two mangrove clams.

PENDAHULUAN

Kerang mangrove atau Geloina spp banyak dijumpai di hutan mangrove Papua dan dimanfaatkan oleh penduduk asli sebagai sumber protein hewani. Suku asli yang mendiami daerah pantai dan dataran rendah di bagian selatan Papua di sekitar Kabupaten Mimika adalah suku Kamoro dan suku Sempan. Suku ini hidup tersebar di pinggiran beberapa sungai besar, seperti Sungai Otokwa, S. Mawati, S. Minajerwi, S. Ajkwa, S. Tipoeka dan S. Kamora. Keberadaan sungai-sungai besar ini sangat berperan terhadap suburnya hutan mangrove di daerah ini, sehingga ketebalan hutan tersebut kadang-kadang mencapai 8 km ke arah darat.

Sebagian besar penduduk suku Kamoro yang bermukim di daerah ini masih hidup secara tradisional yaitu antara lain

dengan kegiatan berburu dan meramu, sedangkan hanya sebagian kecil saja anggota masyarakat yang sudah mulai bekerja dalam sektor jasa dan industri.

Dalam kegiatan berburu dan meramu, masyarakat Kamoro dan Sempan memanfaatkan berbagai jenis tanaman dan hewan yang disediakan oleh alam. Salah satu karunia alam yang dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat setempat adalah kelompok moluska atau binatang berkulit lunak (siput dan kerang-kerangan) yang mudah didapatkan di hutan mangrove. Beberapa jenis moluska yang dimanfaatkan antara lain Nerita balteata, Nerita

planospira, Naquetia capucina, Pugilina cochlidium dan Telescopium telescopium dari

kelompok siput, serta Bactronophorus

thoracites yang hidup dalam batang pohon

(2)

dan 2 jenis kerang Geloina, Siput dan kerang-kerangan ini memegang peranan penting dalam upacara-upacara adat dan bahkan dipercaya memiliki khasiat untuk meningkatkan stamina dan mempercepat proses penyembuhan (ANONIM, 1999).

Tulisan ini akan membahas dua jenis kerang Geloina yang dalam bahasa daerah Kamoro dikenal sebagai Omapoko dan Kawe, sementara masyarakat Sempan menyebutnya sebagai Siini dan Kai atau Kae. Kedua jenis kerang ini juga ditemukan di perairan pantai Tanjung Bunga di Makassar dan oleh masyarakat setempat disebut sebagai kerang Bangko yang berarti kerang mangrove. Sedangkan di perairan Segara Anakan di Cilacap hanya ditemukan satu jenis yaitu

Geloina erosa yang disebut oleh masyarakat

setempat dengan nama totok (DUDLEY et

al., 2000). Di pasar Timika, masyarakat

kadang-kadang menjualnya dalam keadaan hidup dengan harga yang relatif murah yaitu Rp. 2.000,- per 10 ekor kerang dari berbagai ukuran, sedangkan di Makassar masyarakat

menjualnya dengan harga Rp. 5.000,- per tumpukan yang berisi sekitar 30 ekor.

SISTEMATTKA DAN ANATOMI

Kedua jenis moluska ini termasuk ke dalam famili Corbiculidae, superfamili Corbiculoidea, ordo Veneroida, subklas Heterodonta dan klas Bivalvia (LAMPRELL & HEALY, 1998). Kerang-kerang mangrove dari genus Polymesoda (Geloina) Gray 1842 seringkali sulit dibedakan satu sama lain. Oleh karena itu, MORTON (1984) melakukan tinjauan atas genus ini dan menyimpulkan bahwa terdapat 3 jenis kerang dari marga

Geloina yaitu: Geloina erosa (Solander, 1786), Geloina expansa (Mousson, 1849) dan Geloina bengalensis (Lamarck, 1818). Sesuai

publikasi tersebut, maka kerang Omapoko diidentifikasi sebagai Geloina erosa (Solander, 1786), sedangkan kerang Kawe diidentifikasi sebagai Geloina expansa (Mousson, 1849) (Gambar 1).

Gambar 1. Kerang bakau dari perairan Kabupaten Mimika, pantai selatan Papua. a. Geloina erosa (Solander, 1786) dewasa (atas) dan muda (bawah). b. Geloina expansa (Mousson, 1849) dewasa (atas) dan muda (bawah).

(3)

a. Geloina erosa (Solander, 1786)

Cangkang dari jenis ini dapat mencapai ukuran 110 mm, berbentuk lonjong-bulat, bagian posterior terpangkas pada individu dewasa dan tua, sedikit menggembung, tebal. Panjang cangkang (jarak antero-posterior) sama dengan atau sedikit lebih besar dari tingginya (jarak dorso-ventral). Garis pertumbuhan yang konsentrik berubah menjadi tonjolan. Bagian luar kulit berwarna putih yang ditutupi oleh periostrakum yang tebal, mengkilap berwana kuning kehijauan sewaktu muda dan coklat kehitaman pada kerang dewasa. Bagian dalam kulit berwarna putih, menyerupai kapur atau porselen. Jejak otot-otot aduktor dihubungkan dengan garis pallial. Gigi engsel kuat, gigi kardinal tengah dan belakang pada cangkang kanan serta gigi kardinal tengah dan depan pada cangkang kiri bercabang (VAN BENTHEM JUTTING, 1953).

b. Geloina expansa (Mousson, 1849)

Cangkang dari jenis kerang ini dapat mencapai ukuran lebih dari 120 mm, berbentuk oval, panjang cangkang jauh lebih besar

dibandingkan tinggi cangkang, bagian luar berwarna kuning pada kerang muda dan kuning kecoklatan pada kerang dewasa. Umbo agak cembung, sisi dorsal datar. Sisi anterior membulat. Bagian dalam kulit berwarna putih, menyerupai kapur atau porselen. Gigi engsel berkembang baik tetapi tidak sekuat G. erosa. Gigi kardinal tengah dan posterior pada cangkang kanan dan gigi kardinal tengah dan anterior pada cangkang kiri bercabang (VAN BENTHEM JUTTING, 1953).

Geloina erosa memiliki cangkang

berwarna gelap, membulat dan agak cekung, sehingga kerang ini tampak lebih tebal.

Geloina expansa memiliki kulit lebih terang,

oval dan lebih pipih dibandingkan G. erosa. Selain itu, pengamatan di bawah mikroskop terhadap sel-sel kelamin jantan dari kedua jenis ini menunjukkan adanya perbedaan. Pada

Geloina erosa, sperma berbentuk memanjang

menyerupai jarum, sedangkan pada G.

expansa, spermanya berbentuk batang kecil

seperti paku.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada umumnya kedua jenis moluska ini tampak memiliki struktur anatomi yang menyerupai kerang-kerangan (Gambar 2). Beberapa ciri anatomis kedua jenis kerang ini antara lain:

(4)

Tubuh ditutupi/dilindungi oleh sepasang cangkang. Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel yang memisahkan cangkang dari bagian tubuh lainnya (MORTON, 1986). Selain cangkang dan mantel, organ lain yang berpasangan secara simetris adalah insang dan bibir (labial palps). Otot aduktor terdapat pada bagian anterior dan posterior.

Pada bagian posterior, kedua mantel saling melekat dan membentuk dua buah lubang atau siphon. Lubang yang atas (dor-sal) merupakan lubang aliran air keluar (exhal-ent curr(exhal-ent), sedangkan yang bawah (ven-tral) adalah saluran air masuk (inhalent si-phon). Kaki yang tersusun dari otot dan terletak di bagian ventral merupakan bagian terbesar dari tubuh lunak kerang. Di atas kaki terdapat massa viseral (visceral mass) yang terdiri atas berbagai alat dan organ antara lain alat pencernaan, alat sirkulasi dan gonad (MORTON, 1982).

G. erosa dan G. expansa menempati habitat yang hampir serupa di dasar hutan mangrove. Kedua jenis ini seringkali ditemukan bersama-sama. Namun demikian hasil pengamatan habitat yang dilakukan menunjukkan adanya sedikit perbedaan habi-tat yang disukai (Tabel 1). Pada tabel ini disajikan rangkuman hasil pengamatan terhadap habitat dari 28 ekor Geloina erosa dan 28 ekor kerang Geloina expansa. Dari tabel tampak bahwa ukuran terkecil G. erosa dan G. expansa yang berhasil diamati masing-masing adalah 59,41 mm dan 23,94 mm, sementara ukuran terbesar kedua kerang yang berhasil diamati relatif sama. G. expansa mempunyai kisaran toleransi terhadap derajat keasaman yang sedikit lebih lebar dibandingkan dengan G. erosa. Sebaliknya, kemampuan untuk bertoleransi terhadap salinitas dan temperatur pada G. expansa ternyata lebih sempit dibandingkan G. erosa.

(5)

Dipandang dari segi ukuran butir sedimen, G. erosa lebih menyukai tanah dengan ukuran butir sedimen yang relatif lebih halus dibandingkan dengan G. expansa. Sebagian besar G. erosa yang diamati hidup pada areal yang berada di bawah lindungan tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora

apiculata (68%), diikuti areal yang berada di

bawah naungan Rhizophora mucronata (25%) dan jenis pohon Mangrove lain (7%). Sebaliknya, hampir semua kerang G. expansa yang diamati berasal dari areal yang berada di bawah naungan pohon Mangrove dari jenis R.

apiculata (96%) dan hanya 1 ekor kerang Kawe

(4%) yang ditemui berada pada areal di bawah naungan tanaman R. mucronata.

Hal lain yang teramati adalah adanya kecenderungan bagi G. erosa untuk hidup menyendiri pada sedimen yang terletak lebih tinggi dibandingkan tanah sekitarnya, sehingga pada saat surut tubuh kerang berada di luar air. Sebaliknya, G. expansa hampir selalu ditemui hidup bergerombol pada cekungan-cekungan yang masih terisi air pada saat surut. Ketahanan G. erosa yang lebih tinggi terhadap kekeringan pernah secara tidak sengaja teramati di laboratorium yang memiliki pengatur suhu ruangan. Beberapa ekor G. erosa yang tertinggal di laboratorium, ternyata masih bertahan hidup setelah berada di luar air selama kurang lebih 3 minggu. Dengan perlakuan yang sama, G.

expansa hanya mampu bertahan selama 4 - 5

hari.

MAKANAN DAN CARA MAKAN

Sebagai kerang yang hidup di daerah pasang surut, kegiatan pencarian makan akan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air. Selama air pasang, kerang akan secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air, sedangkan selama air surut kegiatan pengambilan makanan akan sangat menurun

bahkan mungkin akan terhenti sama sekali. Makanan kerang terutama terdiri atas fitoplankton dan bahan-bahan organik melayang lainnya. Namun bila melihat cara hidupnya yang membenamkan diri di dalam sedimen, maka dapat dipastikan bahwa bahan-bahan lain (organik dan inorganik) yang terdapat pada dasar perairan pun akan turut tertelan. Pengambilan makanan oleh kerang dilakukan oleh dua pasang insang yang masing-masing terletak pada setiap sisi tubuh kerang. Untuk memperoleh makanan, kerang menghisap masuk air payau yang mengandung fitoplankton melalui saluran air masuk (inhalent siphon) yang terletak di bagian ventral. Air yang telah masuk dan berada di kedua sisi tubuh kemudian dialirkan ke bagian dorsal melewati sepasang insang yang memiliki bulu-bulu getar (cilia) dan sel-sel penghasil gumpalan lendir (mucus) pada permukaannya.

Gumpalan lendir yang dihasilkan insang akan mengikat berbagai jenis fitoplankton (dan juga seston) yang berada didekatnya. Dengan bantuan bulu-bulu getar yang bergerak secara ritmis, gumpalan-gumpalan lendir digerakkan ke arah ujung ventral (distal) dari setiap keping insang dimana terdapat saluran makanan (food groove). Oleh bulu-bulu getar yang berada pada saluran makanan, gumpalan lendir digerakkan ke arah depan (anterior) sampai mencapai bibir (labial palps). Bibir kerang terdiri atas dua bagian yaitu bibir atas dan bibir bawah yang masing-masing memanjang ke arah kedua sisi tubuh. Diantara kedua bibir tersebut terletak mulut. Bibir kerang menyerupai insang dalam skala kecil, namun berbeda halnya dengan insang dengan bulu-bulu getarnya yang hanya mampu menggerakkan gumpalan lendir, bulu-bulu getar dan serabut otot yang ada dalam bibir (labial palps) mampu membuang gumpalan yang berukuran lebih besar dari ukuran mulut kerang (HISCOCK, 1972; LEVINTON, 1991).

(6)

Gumpalan-gumpalan yang dibuang akan dikeluarkan dari dalam rongga tubuh kerang dalam bentuk kotoran palsu atau pseudo-faeces.

Mulut kerang pada dasarnya berupa sebuah lubang yang berfungsi sebagai alat pembatas ukuran gumpalan yang dapat diterima kerang. Lubang mulut ini dihubungkan dengan lambung oleh kerongkongan (oesophagus). Di dalam lambung, gumpalan lendir (beserta fitoplankton yang melekat pada lendir) akan mengalami proses pencernaan secara mekanis (oleh gerakan menggerus oleh 'crystalline style') dan kimiawi (oleh enzym), hingga fitoplankton berubah menjadi bubur yang halus. Molekul-molekul organik yang terdapat di dalam bubur makanan ini akan dihancurkan lebih lanjut oleh enzym-enzym lain dan diserap oleh sel-sel yang berada di dalam kelenjar pencernaan (digestive gland). Molekul-molekul organik yang tersisa dan air beserta molekul-molekul inorganik (garam) yang diperlukan akan diserap lebih lanjut oleh dinding usus. Dengan terjadinya penyerapan air oleh dinding usus, maka sisa metabolisme akan menjadi padat dan dapat dikeluarkan dari dalam tubuh melalui anus dalam bentuk pelet (LEVINTON, 1991).

Kemampuan lambung untuk menampung makanan dibatasi oleh ukurannya dan kecepatan lambung untuk mencerna makanan. Oleh karena itu konsentrasi fitoplankton yang tinggi akan berakibat pada peningkatan produksi pseudo-faeces. Demikian pula yang akan terjadi bilamana kandungan bahan tersuspensi terlalu tinggi (air keruh) akibat sedimen yang teraduk, maka akan terjadi eliminasi sedimen dan mengendapkannya dalam bentuk pseudo-faeces (IGLESIAS et al., 1992). Proses eliminasi ini memerlukan energi yang cukup besar, baik untuk memproduksi lendir (mucus) maupun untuk menyingkirkan gumpalan yang tidak bermanfaat atau terlalu besar. Dalam hal

sedimen terdiri dari bahan non-organik (pasir, lumpur, dsb), maka akan terjadi deflsiensi (kekurangan) energi yang dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kematian kerang.

REPRODUKSI

Geloina spp memiliki jenis kelamin

terpisah, namun secara morfologis eksternal (cangkang) tidak dapat dibedakan. Untuk mengamati gonad dan jenis kelaminnya, cangkang harus dibuka. Gonad terletak di bagian atas kaki dan menyebar di sekeliling dan di antara kelenjar pencernaan (digestive gland). Gonad jantan tampak jelas berwarna putih, sedangkan gonad betina sulit dibedakan di luar musim pemijahannya (go-nad tidak matang). Pada musim pemijahan, gonad betina akan mudah dikenali dari warnanya yang keabu-abuan. Pada saat memijah, induk jantan mengeluarkan sel-sel kelamin (gamet), sedangkan induk betina mengeluarkan telur ke dalam kolom air. Pembuahan pada kerang dari famili Corbiculidae terjadi di luar tubuh (MORTON, 1982).

PENUTUP

Salah satu keunikan kerang Mangrove ini adalah bahwa kerang dewasa kadang-kadang menjadi inang dari sejenis krustasea yaitu Pinnotheres sp. atau yang umum disebut sebagai "pea crabs" karena bentuknya yang hampir bulat. Marga kepiting ini dikenal hidup bersimbiose dalam tubuh kerang, as-cidian dan juga bagian ujung usus (rektum) bulu babi (sea urchin) (JONES & MORGAN, 1994). Selanjutnya disebutkan bahwa kepiting

Pinnotheres betina hidup di dalam tubuh

inang, sedangkan kepiting jantan hidup bebas di luar tubuh inang. Pada kerang bakau, kadang-kadang ditemukan satu ekor kepiting

(7)

berukuran besar beserta beberapa ekor kepiting berukuran lebih kecil. Gambar 3 menunjukkan satu ekor kepiting berukuran besar yang diduga sebagai kepiting betina

dan 2 ekor kepiting berukuran lebih kecil yang kemungkinan merupakan kepiting jantan atau anak kepiting yang baru masuk ke dalam tubuh kerang.

Gambar 3. Krustasea dari jenis Pinnotheres sp berukuran besar dan kecil yang hidup dalam tubuh kerang kawe, Geloina expansa (Mousson, 1849).

DAFTAR PUSTAKA

AN0N1M, 1999. Study on mollusk consump-tion among people resides around Mimika's estuaries. Research Report IPB, UNCEN, YALI, LBH Timika & Environmental Department FIFI. Dept Environmental PTFI. 68 pp.

DUDLEY, R.G, T. NURHIDAYATI, H. PAMUNGKAS dan T. NURCAHYO. 2000. Segara Anakan Fisheries Management Plan. Segara Anakan Conservation and Development Project. Components B & C.

Consul-tant's Report 33 p.

HISCOCK, I.D.. 1972. Phyllum Mollusca.

Dalam: Textbook of Zoology

Inverte-brates (A.J. Marshall & W.D. Will-iams, Eds.). English Language Book Society and Macmillan. New York Hal. 614-702.

IGLESIAS, J.I.P., E. NAVARRO, P. ALVAREZ JORNA, I. ARMENTIA. 1992. Feed-ing, particle selection, and absorption in cockles Cerastoderma edule (L.) exposed to variable conditions of food concentration and quality. J. Exp. Mar.

(8)

JONES, D. & G. MORGAN, 1994. A field

Guide to Crustaceans of Australian waters. Reed, New South Wales,

Aus-tralia. 216 hal.

LAMPRELL, K & J. HEALY. 1998. Bivalves of

Australia. Volume 2. Backhuys

Pub-lishers, Leiden. 288 hal.

LEVINTON, J.S. 1991. Variable feeding be-havior in three species of Macoma (Bivalvia: Tellinacea) as a response to water flow and sediment transport. Mar.

Biol. 110:375-383.

MORTON, B. 1982. Some aspects of the popu-lation structure and sexual stategy of

Corbicula cf fluminalis (Bivalvia:

Corbiculacea) from the Pearl River, Peoples's Republic of China. J. Moll

Stud. 48: 1 - 23.

MORTON, B. 1984. A review of Polymesoda

(Geloina) Gray 1842 (Bivalvia:

Corbiculacea) from Indo-Pacific man-groves. Asian Marine Biology 1: 77 — 86.

MORTON, B. 1986. The Biology and func-tional morphology of Corbicula crassa (Bivalvia: Corbiculidae) with special reference to shell structure and formation.

Proc. 2nd Int. Biological Workshop: The

marine flora and fauna of Hongkong and southern China, Hong Kong (Brian Morton, Ed.). Hongkong University Press. 1056 - 1072.

VAN BENTHEM JUTTING, W.S.S. 1953. Sys-tematic studies on the non-marine mollusca of the Indo-Australian Ar-chipelago. Part IV. Critical Revision of the freshwater bivalves of Java.

Gambar

Gambar 1. Kerang bakau dari perairan Kabupaten Mimika, pantai selatan Papua.
Gambar 3. Krustasea dari jenis Pinnotheres sp berukuran besar dan kecil yang hidup  dalam tubuh kerang kawe, Geloina expansa (Mousson, 1849).

Referensi

Dokumen terkait

Bab keempat ini berisi mengenai laporan pelaksanaan penelitian yang meliputi beberapa tahapan mulai tahap pengolahan data dan hasil yang didapat dari wawancara

Kemitraan dengan USAID SEA menciptakan kebutuhan daerah akan adanya perikanan berkelanjutan dan konservasi laut yang lebih baik .USAID SEA juga bermitra dengan pemerintah daerah

Berlandaskan pada teori birokrasi, komunikasi organisasi, dan fungsi organisasi, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan komunikasi organisasi di Bagian Humas Setda

Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sebagai alat bukti dalam proses persidangan di pengadilan yang dihubungkan dengan wewenang notaris dalam

terlihat oleh siswa. Selain itu, juga dilakukan pengubahan pengaturan tempat duduk, yaitu saat guru melakukan demonstrasi di depan kelas, siswa diajak duduk di

Selanjutnya skema ini juga digunakan untuk mensimulasikan gelombang panjang interface yang berpropagasi melalui topografi dengan kedalaman yang berbeda

Penulis juga berharap anak-anak dapat berperan dalam perayaan Hari Anti Korupsi, setidaknya mereka mengerti keadaan dan kondisi Indonesia saat ini sehingga timbul keinginan

Dalam permasalahan tersebut ditemukan juga pada mata pelajaran IPS yaitu, motivasi belajar siswa yang kurang, guru tidak kreatif dalam penggunaan model-model