• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Tindak pidana 1. Pengertian Pertanggungjawaban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Tindak pidana 1. Pengertian Pertanggungjawaban"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Tindak pidana 1. Pengertian Pertanggungjawaban

Perbuatan yang akan dikenakan pidana apabila ada seseorang yang terbukti telah melanggar pidana seperti yang dilarang oleh undang-undang. Akan tetapi seseorang yang telah terbukti melakukan suatu perbuatan pidana tidak selalu dapat dijatuhi pidana. Hal ini dikarenakan dalam pertanggung jawaban pidana, tidak hanya dilihat dari perbuatannya saja, melainkan dilihat juga dari unsur

kesalahannya1.

Dalam bahasa inggris pertanggungjawaban pidana bisa disebut

sebagai responsibility, atau criminal liability. Konsep

pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata melaikan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, hal ini dilakukan agar

pertanggungjawaban pidana itu dicapi dengan memenuhi keadilan2.

Selain itu pengertian mengenai pertanggungjawaban pidana yaitu merupakan suatu bentuk dalam menentukan yang dimana seorang tersangka dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya yang sudah dilakukan sebelumnya. Dan pengertian inii harus sesuai dengan

1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Cetakan ke-6, h.153.

2 Hanafi, Mahrus, Sisitem Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan pertama, Jakarta: Rajawali Pers, 2015, hlm 16

(2)

kategori pertanggung jawaban, yang dimana kategori seseorang yang harus bertanggungjawab atas perbuatan nya yaitu seseorang yang melakukan tindak pidana harus memiliki keadaan sehat dan normal begitu juga harus memiliki umur diatas 18 tahun atau dapat dikatakan sudah dewasa.

Dan pertanggungjawaban tentang pidana juga termasuk kesalahan, yang bisa didasarkan dengan monodualistik yang dimana asas legalitas sebagai nilai kepastian harus disamakan atau diseimbangkan dengan asas kesalahan yang sesuai dengan dengan nilai keadilan. Meskipun prinsip dari pertanggungjawaban ini hanya didasarkan kesalahan, tidak semua kemungkinan bisa menutup pertanggungjawaban secara ketat dan secara pengganti. Begitu juga masalah kesesatan baik kesesatan mengenai keadaannya maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali

kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya3.

Yang harus diperhatikan dalam pertanggung jawaban adalah hukum pidana yang akan digunakan untuk memberikan sanksi kepada pelaku pidana harus dilakukan dengan secara makmur dan adil agar dari materill dan spritual bisa merata. Adanya hukum pidana itu untuk mencegah terjadinya perilaku kejahatan dan juga menanggulangi suatu perbuatan yang tidak ingin dikehendaki. Selain itu penggunaan

3 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 23.

(3)

sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas 3 (overbelasting)

dalam melaksanakannya4.

Menurut Roeslan Saleh pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi syarat untuk dapt dipidana

karena perbuatannya itu5. Beberapa hal mengenai tentang celaan

objektif yaitu suatu perbuatan yang sudah dilakukan pada seseorang adalah perbuatan larangan, yang dimaksut dengan perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang sudah dilarang dan yang bertentangan oleh hukum dengan secara hukum formiil maupun materiil.

Ada beberapa hal yang dapat dibebankan oleh pelaku yang melanggar tindak pidana yaitu yang berkaitan pada dasar hukum dalam menjatuhkan sanksi pidana. Pada seseorang yang telah melaukan perbuatan melawan hukum pasti ada yang memiliki sifat yang dapat bertanggung jawab atas perbuatannya, namun pertanggung jawaban itu akan hilang apabila seseorang yang melakukan perbuatan hukum ini memiliki keadaan yang tindak normal atau masih dibawah umur.

4 Moeljatno, Op Cit. hlm 41.

5 Roeslan saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan Pertama, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 33

(4)

Menurut Chairul Huda bahwa dasar adanya tindak pidana

adalah asas legalitas6, sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah

atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa seseorang akan mempunya pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang

salah dan bertentangan dengan hukum. Pada hakikatnya

pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk berekasi atas pelanggaran suatu perbuatan tertentu

yang telah disepakati7.

Ada beberapa unsur dalam kesalahan yang utama yaitu pertanggung jawaban pidana. Perbuatan pada tindak pidana ini beda halnya dengan pertanggung jawaban pidana, yang dapat membedakan adalah jika perbuatan pada tindak pidana ini lebih menuju pada perbuatan yang termasuk melawan hukum atau perbuatan yang dilarang, dan seseorang tersebut dilihat apakah seseorang termasuk melakukan unsur kesalahan atau tidak. Kalau pertanggung jawaban pidana ini lebih menuju pada seseorang yang sudah melawan hukum apakah dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya.

2. Pengertian Ruang Lingkup Hukum Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Tirtamidjaja menjelaskan hukum pidana meteril dan hukum pidana formil sebagai berikut:

6 Asas legalitas adalah asas yang menyebutkan tiada perbuatan karena telah diatur sebelumnya

dalam peraturan perundang-undangan, Pasal 1 ayat 1 RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

7 Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggung jawab

(5)

1) Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukkan orang dapat dihukum dan dapat menetapkan hukuman ataas pelanggaran pidana.

2) Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggaran yang dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata lain mengatur cara bagaimana hukum pidana materil diwujudkan sehingga memperoleh keputusan hakim serta mengatur cara melaksanakan

putusan hakim8.

Kesimpulan adalah bahwa hukum pidana materiil yang berkaitan dengan perintah atau larangan yang tidak dapat terpenuhi akan diancam berupa sanksi pidana, dan sedangkan

dalam hukum pidana formiil yaitu mengatur cara

melaksanakan dan menjalankan hukum pidana materiil.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana itu dapat dikenal sebagai istilah dari startbaar feit dan mengenai kepustakaannya hukum pidana ini lebih sering menggunakan istilah dari delik, melainkan sipembuat undang-undang yang merumuskan undang-undang lebih menggunakan perbuatan pidana, atau peristiwa pidana, dan atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam

memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana9.

8 Dr.Leden Marpaung,S.H., Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana Penerbit Sinar Grafika, Jakarta: Agustus 2014.

(6)

Pada dasarnya tindak pidana ini adalah hukum pidana, dan tindak pidana juga merupakan pengertian dari yuridis, yang dimana pelanggaran itu kejatahan atau perbuatan jahat. Secara dalam yuridis ini tindak pidana yang dapat diistilahkan dalam pelanggaran dan kejahatan adalah suatu tingkah laku yang melanggar aturan dalam undang-undang pidana. Oleh karena itu perbuatan-perbuatan yang sudah dilarang dengan undang-undang maka sebaiknya tidak dilakukan dan dihindari. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan

dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan

pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah10.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan

pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan11.

Jenis-jenis tindak pidana dapat dibedakan melalui dasar-dasar tertentu, antara lain sebagai berikut:

1) Menurut KUHP dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Kejahatan dan Pelanggaran itu memiliki beda arti, dimana kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya

bertentangan dengan undang-undang tetapi juga

10 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra Adityta Bakti, 1996, hlm. 7

11 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001, hlm. 22

(7)

bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Dan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain , seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana didalam perundang-undangan secara keseluruhan. jadi menurut Andi Hamzah menjelaskan bahwa mengenai jenis pidana, tidak ada perbadaan mendasar antara kejahatan dan pelanggaran. Hanya saja pelanggaran tidak

pernah diancam pidana penjara12.

2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah merupakan tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada perbuatan pidana, dan tindak pidana materil adalah merupakan tindak pidana yang pertumusannya dititik beratkan pada akibat yang tidak dikehendaki. Perbedaan diantara tindak pidana formil dan tindak pidana materiil adalah bahwa, delik formil tidak diperlukan adanya akibat, dengan terjadinya tindak pidana sudah dinyatakan tindak pidana tersebut telah terjadi. Berbeda

(8)

dengan delik materil, tindak pidana dinyatakan terjadi jika

telah ada akibatnya13.

3) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Yang dimana tindak pidana sengaja adalah keinginan, kehendak atau kemauan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jika dihubungkan dengan tindak pidana maka, maka dalam melakukan suatu tindak pidana haruslah ada unsur-unsur

yang menyebabkan tindakan tersebut dikatakan

kesengajaan melakukan suatu tindak pidana. Dan tindak

pidana kealpaan adalah Kealpaan, seperti juga

kesengajaan adalah salah satu bentuk dari kesalahan. Kealpaan adalah bentuk yang lebih rendah derajatnya dari pada kesengajaan. Tetapi dapat pula dikatakan bahwa kealpaan itu adalah kebalikan dari kesengajaan, karena bila mana dalam kesengajaan, sesuatu akibat yang timbul itu dikehendaki, walaupun pelaku dapat memperaktikkan sebelumnya. Di sinilah juga letak salah satu kesukaran untuk membedakan antara kesengajaan bersyarat (dolus

eventualis) dengan kealpaan berat (culpa lata)14.

4) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan

dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat15. Selain

itu tindak pidana aktif juga terjadi karena seseorang

13Drs. Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas

Berlakunya Hukum Pidana, hlm. 119

14 CST. Kansil, Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1999 cet. III, hlm. 287. Selanjutnya lihat Mr. J.E. Jonkers dalam Handboek van het Nederlandsch-Indische Strafrecht, hlm. 47

15 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta: 2001. hlm. 25-27

(9)

dengan berbuat aktif melakukan pelanggaran terhadap larangan yang telah diatur dalam undang undang. Contohnya Pasal 362,368 KUHP. Tindak pidana Pasif adalah tindak pidana yang terjadi karena seseorang melalaikan suruhan (tidak berbuat). Contohnya Pasal 164, 165 KUHP. Selain itu terdapat juga Tindak pidana campuran adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran suatu perbuatan yang dilarang. Akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Contohnya Pasal 306 KUHP (membiarkan seseorang yang wajib dipeliharanya,

yang mengakibatkan matinya orang itu)16.

Berdasarkan dalam uraian yang ada diatas, ada beberapa jenis dalam tindak pidana yang berupa pelanggaran, yaitu ada tindak pidana materiil dan tindak pidana formiil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan pasif. Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut:

1) Kelakuan dan akibat (perbuatan)

2) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan 3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana 4) Unsur melawan hukum yang objektif

5) Unsur melawan hukum yang subyektif17.

b. Pengertian Kesalahan dan Pertanggung jawaban Pidana

16Mohammad Ekaputra,Dasar-dasar hukum Pidana edisi 2, Medan: Usu Press, 2015, hlm. 102 17 Ibid,. hlm. 30

(10)

Kesalahan dan pertanggung jawaban pidana masih memiliki berbagai macam persoalan. Contohnya seperti keslahan dan pertanggung jawaban pidana belum menemukan kesamaan didalam suatu praktek hukum. Dari beberapa para putusan pengadilan, terdapat adanya perbedaan yang menentukan suatu kesalahan atau pertanggung jawaban pidana pada terdakwa.

Pada umumnya pengertian kesalahan ini memiliki arti yang sama dengan pertanggung jawaban pidana. Dan arti dari kesalahan menurut Simons adalah seseorang yang mengalami keadaan psikis dan seseorang tersebut melakukan kesalahan yang berupa tindak pidana, dan karena adanya keadaan tersebut, seseorang yang melakukan perbuatan tindak pidana tadi dapat dicela karena keadaanya. Hal ini bisa saja

mendapatkan hal yang berupa kecenderungan dalam

menentukan kesalahan dan semata-mata pertanggung jawaban dalam tindak pidana ini ditentukan dan ditugaskan kepada yang memeriksa, mengadili, begitu juga memutuskan perkara yaitu hakim. Dari kecenderungan ini dapat terlihat bahwa minimnya sebuah ketentuan dalam peraturan per undang-undangan mengenai hal tindak pidana.didalam undang-undang hukum pidana pada umumnya yang menentukan mengenai perbuatan yang dilakukan dalam tindak pidana begitu juga dengan ancamannya hanya untuk kepada pembat. Dengan sisi yang lain, dapat memungkinkan bahwa para akademisi akan memberikan suatu kontribusi berupa teoritis. Dan ada beberapa unsur yang terkait dengan kesalahan, yaitu:

1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal.

(11)

2) Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuataanya, baik yang disengaja (dolus) maupun karna kealpaan (culpa)

3) Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan18.

Dalam konsep pertanggung jawaban pidana

sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata melaikan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, hal ini dilakukan agar pertanggungjawaban pidana itu dicapai dengan memenuhi

keadilan19. Dan selain itu pengertian dari pertanggung jawaban

pidana merupakan suatu bentuk dalam menentukan yang dimana seorang tersangka dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya yang sudah dilakukan sebelumnya. Atau dapat dikatakan bahwa pertanggung jawaban pidana ini adalah suatu penentuan dimana seorang tersangka dapat dibebaskan atau dapat dipidana.

Ada beberapa kategori dalam pertanggung jawaban pidana yang dapat dipertanggung jawabkan yaitu seperti, seseorang dalam keadaan sehat dan normal, seseorang itu juga harus diatas umu 18 tahun atau dapat dikatakan dewasa. Selain itu menurut Van Hamel Kemampuan bertanggung jawab adalah keadaan normalitas kejiwaan dan kematangan yang membawa tiga kemampuan yaitu:

1) Mengerti akibat atau nyata dari perbuatan itu sendiri. 2) Menyadari bahwa perbuatannya tidak diperbolehkan oleh

masyarakat.

18 Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru, 1983

19 Hanafi, Mahrus, Sisitem Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan pertama, Jakarta, Rajawali Pers, 2015, hlm. 16

(12)

3) Mampu menentukan kehendaknya untuk berbuat20.

Dan yang dapat dikategorikan tidak bisa menjadi pertanggung jawaban dalam pidana menurut Memori van Teliching mengatakan bahwa tidak mampu bertanggung jawab pada pelaku apabila:

1) Pelaku tidak diberi kebebasan untuk memilih antara berbuat atau tidak berbuat apa yang oleh undang-undang dilarang atau diharuskan dengan perkataan lain dalam hal perbuatan yang terpaksa.

2) Pelaku dalam keadaan tertentu sehingga ia tidak dapat

menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan

dengan hukum dania tidak mengerti akibat perbuataanya itu,dengan perkataan lain adanya keadaan payologis seperti gila, sesat, dan sebagainya seperti dibawa umur

atau belum dewasa21.

c. Pengertian Pemidanaan

Pada umumunya arti dalam pemidaan ini merupakan suatu tahapan pada pemberian sanksi didalam hukum pidana. Kata pidana ini dapat diartikan sebagai hukum, dan pemidanaan adalah pemhukuman. Doktrin membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal tersebut sebagai Hukum pidana materil yang terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan

itu22. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara

pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang

harus diperhatikan pada kesempatan itu23. Adanya pemidanaan

ini bertujuan untuk seorang pelaku yang telah melakukan

20 H. Setiyono, kejahatan korporasi analisis viktimologi dan pertanggung jawaban korporasi

dalam hokum pidana Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2003, hlm. 104

21 E. Utrecht, Pertanggung Jawaban Pidana, 1986, hlm. 292

22 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 2 23 Ibid,

(13)

perbuatan pidana agar bisa merasa jera, mendapatkan pembinaan yang benar, pembalasan, dan pendidikan. Selain itu dalam Pasal 10 KUHP ada pidana pokok dan juga ada pidana tambahan ada beberapa bentuk yaitu:

1) Pidana mati

Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonisyang dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatan jahatnya. Pidana mati ditunda jika terpidana sakit jiwa atau wanita yang sedang hamil, ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan

memperhatikan kemanusiaan24.

2) Pidana Penjara

Pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan. Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal satu hari sampai penjara seumur hidup. Pidana seumur hidup biasanya tercantum di pasal yang juga ada ancaman pidana matinya (pidana mati, seumur hidup atau penjara dua puluh tahun). Pidana penjara membatasi ruang gerak seseorang. Dengan adanya pembatasan ruang gerak tersebut, maka secara otomatis ada beberapa hak-hak kewarganegaraan yang juga ikut terbatasi, seperti hak untuk memilih dan dipilih (dalam kaitannya dengan pemilihan umum), hak memegang jabatan publik, Hak

24 William A. Schabas, Keterangan Ahli dalam Putusan MK, dalam Lubis dan Lay, Kontroversi…, hlm. 80

(14)

untuk bekerja pada perusahan-perusahan dan hak-hak lainya25.

3) Pidana Kurungan

Sifat pidana kurungan pada dasarnya sama dengan pidana penjara, keduanya merupakan jenis pidana perampasan kemerdekaan. Pidana kurungan jangka waktunya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara, Lama

hukuman pidana kurungan adalah

sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama satu tahun, sebagai

mana telah dinyatakan dalam Pasal 18 KUHP26.

4) Pidana Denda

Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua bahkan lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karana ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela

dibayar oleh orang atas nama terpidana27.

Pemidanaan ini merupakan tindakan yang normal untuk seorang pelaku kejahatan, dan pemidanaan merupakan suatu tindakan yang konsekuensinya dapat dikatakan positif untuk para terpidana, karena korban juga termasuk bagian dari masyarakat, maka teori ini dapat dikatakan sebagai teori konsekuensialisme. Adanya pidana ini juga dijatuhkan bukan

25 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1993, hlm. 36-37

26 S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, 2002, hlm.471 27 P.A.F. Lamintang, op.cit, hlm. 69.

(15)

untuk orang jahat saja, tetapi membuat seseorang agar tidak melakukan kejahan lagi atau sebelum melakukan kejahatan seseorang tersebut sudah takut melakukannya karna adanya hukum pidana.

Dengan penjelasan yang ada diatas ini bahwa secara singkat adanya pemidanaan ini bukan untuk membalas dendam karena telah berbuat kejahatan, tetapi pelaku kejahatan akan dilakukannya pembinaan sekaligus dengan cara preventif untuk terjadinya kejahatan lagi. Pemidanaan ini akan benar-benar diwujudkan apabila perencanaannya sesuatu dengan tahap sebagai berikut: 1) Ada pemberian pidana oleh pembuat undang-undang, 2) Adanya pemberian pidana oleh badan yang berwenang, 3) Adanya pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.

B. Tinjauan Tentang Prostitusi 1. Pengertian Prostitusi

Prostitusi itu memiliki berbagai istilah yaitu pelacuran, PSK (Pekerja Seks Komersial), purel, WTS (Wanita Tuna Susila), perek dan secara umum adalah praktik hubungan seksual sementara, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Atau pengertian Prostitusi menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan atau pelacuran. Dan ada tiga unsur utama dalam praktik yang berupa pelacuran yaitu seperti : pembayaran, promiskuitas dan ketidak acuhan

emosional28.

Selain itu pengertian dari PSK (Pekerja Seks Komersial) ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh wanita atau laki-laki untuk melakukan perbuatan hubungan seks yang bukan suami atau

28 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2010, hlm. 159-160

(16)

istrinya atau diluar pernikahan, dan mendapatkan berupa uang atau jasa. Yang dapat penulis ketahui dari materi-materi yang sudah dijelaskan mengenai tentang prostitusi ini adalah perbuatan yang menyimpang. Dan salah satu objek dari perbuatan prostitusi ini yang sering terjadi diindonesia adalah para kaum wanita yang dapat dikatakan sudah dewasa maupun masih dibawah umur, dan mereka menjual diri nya kepada para kaum laki-laki yang bukan suaminya untuk mendapatkan uang atau bayaran, dan tidak hanya wanita saja yang melakukan prostitusi ini, kaum laki-laki pun ada yang menjual dirinya kepada para kaum wanita yang bukan istrinya, hanya untuk mendapatkan uang.

Jenis-jenis prostitusi menurut dari aktivitasnya yang telah terdaftar begitu juga telah terogarnisir, dan ada juga yang tidak terdaftar :

a. Prostitusi yang terdaftar Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama dengan jawatan sosial dan jawatan kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan, dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan dan keamanan umum.

b. Prostitusi yang tidak terdaftar Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya pun tidak tertentu. Bisa disembarang tempat, baik mencari mangsa sendiri maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka tidak

mencatatkan diri kepada yang berwajib. Sehingga

(17)

mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter29.

Protitusi ini jika dilihat secara luas yaitu adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai sosialnya, hingga pelaku pada prostitusi ini dapat dikatakan sebagai maladjustment pada lingkungan sosialnya.

Persetubuhan termasuk pula dalam pengertian perbuatan cabul. Dan Persetubuhan menurut R. Soesilo adalah perpaduan antara kelamin laki-laki dan kelamin perempuan yang biasanya dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk ke kedalam anggota kelamin perempuan,

sehingga mengeluarkan air mani30.

a. Prostitusi Menurut Para Ahli

Ada beberapa definisi yang mengartikan tentang prostitusi menurut para ahli :

1) Koentjoro: yang menjelaskan bahwa Pekerja Seks Komersial merupakan bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria dilakukan demi uang

dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.31

2) Dr. H. Ali Akbar: yang menjelaskan, bahwa prostitusi itu adalah suatu perbuatan zina, karena perbuatan itu diluar

perkawinan yang sah32.

3) Prof W.A Bonger: Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan

perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian33.

29 Nardi, Prostitusi sebagai Pionir Pengembangan Kota, Yogyakarta: Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, 2013, hlm. 11

30R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Islam (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal , Bogor: Politeia, 1995, hlm. 209

31 Koentjoro, On the Spot: Tutur Dari Sarang Pelacur, Yogyakarta: Tinta, 2004, hlm. 36 32 Sapari Imam Asyari, Patologi Sosial, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hlm. 72

33 Prof. W.A. Bonger, De Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide Geschriften, dell

II, Amsterdam, 1950, Bandung: Terjemahan B. Simanjuntak, Mimbar Demokrasi, Apirl 1967,

(18)

4) P.J de Bruine van Amstel: prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan

pembayaran34.

5) Kartini Kartono mengemukakan definisi pelacuran sebagai berikut:

a) Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls atau dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali

dengan banyak orang (promiskuitas), disertai

eksploitasi dan komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.

b) Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsunafsu seks dengan imbalan pembayaran.

c) Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul

secara seksual dengan mendapatkan upah35.

b. Faktor-Faktor Terjadinya Prostitusi

Dari berbagai cara alasan untuk para perempuan yang melakukan prostitusi dalam bukunya, Women of The Streets, tentang keadaan individu dan sosial yang dapat menyebabkan seorang wanita menjadi pelacur adalah:

1) Memiliki rasa yang terasingkan dari pergaulan hidupnya. 2) Melakukan faktor-faktor yang aktif dalam keadaan

sebelum diputuskan untuk menjadi pelacuran, didalam kenyataannya adalah merupakan sebab yang secraa

34 Kartono Kartini, Patologi Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Press, 2005, hlm. 214 35 Ibid, hlm. 216.

(19)

langsung hampir terjadi karena keadaan.

3) Tergantung pada kepribadian perempuan yang melakukan pelacuran36.

Kemudian dalam bukunya Reno Bachtiar dan Edy Purnomo menjelaskan beberapa alasan dasar seseorang perempuan menjadi pelacur yaitu:

1) Faktor Ekonomi

Biasa seorang perempuan yang menjual dirinya atau bisa disebut sebagai pelacur ialah karna permasalahan dalam pereokonomiannya. Dengan cara yang sangat mudah untuk mendapkatkan uang pun mereka lakukan yaitu dengan cara menjual dirinya untuk dapat memenuhi perekonomiannya. Sebenernya faktor utamanya itu bukan hanya untuk membiayai diri sendiri tapi membantu membiayai hidup orang tua, keluarga dan anak. Dalam keadaan miskin memang sangat tidak mengenakkan, sehingga mereka nekat memberanikan diri untuk menjual dirinya agar bisa mendapat perekonomian yang lancar dan

bisa hidup dengan layak37.

2) Faktor pendidikan

Rata-rata prang yang tidak sekolah atau tidak berpendidikan sangat mudah masuk kedalam praktek prostitusi atau pelacuran, karena dari daya pemikiran mereka yang sangat lemah dapat menyebabkan mereka memelacurkan diri tanpa adanya rasa malu. Tetapi tidak semua orang yang bekerja sebagai pelacur adalah orang

yang gak berpendidikan, bahkan orang yang

36 C.H. Ralph, Women of the Street, A Sociological Study of Common Prostitute, Bandung: Ace Books, Love & Malcomson Ltd, 1961, hlm. 250, dalam bukunya Yesmil Anwar dan Adang,

Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), hlm. 355-356.

37 Reno Bachtiar dan Edy Purnomo, Bisnis Prostitusi,Yogyakarta: PINUS Book Publisher, 2007 hlm. 80-83

(20)

berpendidikan nya aja masih ada yang menjadi pelacur38. 3) Faktor persaingan

Dalam Kompetisi yang keras di dalam perkotaan, membuat kebimbangan untuk bekerja di jalan yang “benar”. Kemiskinan, kebodohan, dan kurangnya kesempatan bekerja di sektor formal, membuat mereka bertindak criminal, kejahatan, mengemis di jalan-jalan, dan jadi gelandangan. Bagi perempuan muda yang tidak kuat menahan hasrat terhadap godaan hidup, lebih baik memilih jalur “aman” menjadi pelacur karena cepat mendapatkan uang dan bisa bersenang-senang. Maka,

menjadi seorang pelacur dianggap sebagai solusi39.

4) Faktor sakit hati

Biasanya yang termasuk dalam faktor sakit hati ini adalah gagalnya perkawinan, perceraian, pernah berakibat pemerkosaan, hamil diluar nikah karna laki-laki yang tidak bertanggung jawab, atau gagal pacaran karena pacar selingkuh. Mereka tidak terima dibuat sakit hati dan terkadang ada yang sampai stress sampai pada akhirnya melakukan praktek prosititusi ini untuk menghilankan rasa sakit hatinya atau rasa stressnya. Karna sakit hati bisa menimbulkan rasa ingin melampiaskan bermain seks

kepada lelaki siapa aja untuk menjadi jalan keluarnya40.

5) Faktor kemalasan

Mereka malas untuk berusaha lebih keras dan berfikir lebih inovatif dan kreatif untuk keluar dari kemiskinan. Persaingan hidup membutuhkan banyak modal baik uang, kepandaian, pendidikan, dan keuletan. Kemalasan ini diakibatkan oleh faktor psikis dan mental

38 Ibid, 39 Ibid, 40 Ibid,

(21)

rendah, tidak memiliki norma agama, dan susila menghadapi persaingan hidup. Tanpa memikirkan semua itu, hanya modal fisik, kecantikan, kemolekan tubuh,

sehingga dengan mudah mengumpulkan uang41.

2. Pengertian Tindak Pidana Prostitusi Menurut KUHP dan UU ITE.

Dalam hukum pidana umum, persoalan prostitusi diatur hanya dalam 1 pasal, yaitu Pasal 296 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau

pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”42.

Yang dimaksut dengan pasal yang ada diatas sudah sangat jelas bahwa perbuatannya itu orang seseorang yang sengaja melacurkan orang lain dan bisa mendapatkan keuntungan dari perbuatan tersebut, dan dijadikannya sebagai mata pencaharian. Dan dari beberapa yang ada dalam putusan dipengadilan bahwa terkadang tidak hanya mucikari saja yang dapat dikenakan sanksi pidana, bahkan yang menyewakan kamarnya untuk pebuatan protitusi padahal seorang tersebut bukan mucikari juga pernah dikenakan sanksi karena orang tersebut mendapatkan keuntungan dari perbuatan prostitusi itu.

Didalam bukunya R. Soesilo yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya

41 Reno Bachtiar dan Edy Purnomo, Bisnis Prostitusi, Yogyakarta: PINUS Book Publisher, 2007, hlm. 80-83

(22)

Lengkap Pasal Demi Pasal, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa pasal ini untuk memberantas orang-orang yang mengadakan

rumah bordil atau tempat-tempat pelacuran43. Agar dapat dihukum

sesuai dengan pasal tersebut maka harus memiliki bukti bahwa dari perbuatan itu seseorang itu menjadikan suatu hal tersebut dengan sebagai “kebiasaan” atau “pencaharian” dan dilakukan lebih dari satu kali.

Pengertian perbuatan cabul itu sendiri, merujuk kepada penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 296 KUHP, yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, seperti cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba

buah dada, dan sebagainya44.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu UU No. 11 tahun 2008 pun tidak memberikan ancaman pidana atas sebuah tindakan pelacuran online yang dikelola oleh si prostitusi kepada pelanggan. Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang berisi tentang

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentrasmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”45.

Pada pasal ini lebih tepatnya menuju pada seseorang yang

43 Kitab Undang Undang Hukum Pidana hal 217

44 R. Soesilo, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi

Pasal, Bogor: Politea, 1996, hlm. 212

(23)

melakukan pebuatan mendistribusikan, atau mentransmisikan, atau juga membuat dapat diaksesnya informasi dan transaksi elektronik untuk melanggar kesusilaan. Yang dimaksud dari informasi elektronik itu adalah berupa vidio, gambar, animasi, percakapan yang mengenai tentang pencabulan, konten yang berisi kepornoan, atau alat kelamin. Yang dimaksut dalam objek pada perbuatan yang melanggar kesusilaan ini lebih menuju pada berpuatan yang disebarkan melauli media elektronik yang berupa email, pesan, atau media sosial. Yang pengacu pada Undang-Undang ITE ini lebih ke penyebarluasan yang dilakukan di media elektronik, apabila perbuatan yang mengandung kesusilaan ini tidak dsebar maka tidak termasuk dalam Undang-Undang ITE pasal 27 ayat 1.

Selanjutnya mengenai tentang praturan perundang-undangan dalam KUHP tentang prostitusi, yang dapat penulis ambil adalah pasal 296 KUHP dan pasal 506 KUHP karena berkaitan dengan prostitusi, contoh perbuatannya seperti seseorang yang dengan mudah memperlancar, dan memudahkan perbuatan cabul oleh orang dengan orang lain, selain itu dalam pasal tersebut juga berkaitan dengan menarik keuntungan, menjadikannya sebagai suatu kebiasaan dan dijadikannya sebagai mata pencaharian, dan dilakukan lebih dari satu kali. Dan dalam unsur objektif dan subjektifnya ini seoerti perbuatan sengaja, dijadikan sebagai kebiasaan, atau mata pencaharian.

(24)

Dan yang mengenai tentang prstitusi online ini berkaitan dengan undang-undang ITE yaitu pada pasal 27 ayat 1 yang lebih menuju pada seseorang yang tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya, selanjutnya sebuah informasi atau dokumen elektronik yang mengandung tentang pencabulan atau perbuatan yang melanggar kesusilaan, dan seseorang melakukannya dengan sengaja, dan seseorang sadar bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum. Ada unsur objekif dan subjektif dari pasal tersebut, yaitu adalah suatu perbuatan tanpa hak, mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya, selanjutnya sebuah informasi atau dokumen elektronik yang mengandung tentang pencabulan atau perbuatan yang melanggar kesusilaan, dan seseorang melakukannya dengan sengaja, dan seseorang sadar bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum.

Apabila semua peraturan perundang-undangan ini hanya dituju pada seorang mucikari saja, bagaimana dengan sanksi untuk

pelanggan seks? Didalam KUHP tidak ada yang

mempermasalahkan pelanggan seks dalam kegiatan pada prostitusi ini, dengan hal ini pelanggan seks bukan termasuk perbuatan yang melawan hukum, kecuali jika pelanggan seks ini membeli seks pada seseorang yang masih dibawah umur atau belom bisa

(25)

dikatakan dewasa yang umurnya dibawah 18 tahun. Jikalau perbuatan ini dilakukan oleh seorang pelanggan seks, maka pelanggan seks ini dapat dikenakan pidana dalam undang-undang perlindungan anak. Begitu juga pada pelanggan seks yang memiliki suami atau istri juga bisa dapat diproses melalui jalur hukum apa bila suami atau istri ini ada yang melaporkan kejadian tersebut, dan perbuatan yang dilakukan pelanggan akan dikenakan dengan delik zina yang diatur pada pasal 284 KUHP

“Pada waktu yang sama, seorang laki-laki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja dan seorang perempuan hanya dengan satu laki-laki saja”

dengan ancaman pidana penjara maksiman 9 bulan. Namun saja delik zina ini akan diproses apa bila adanya delik aduan yang dilakukan oleh pasangan yang sah seperti suami atau istri. Jika tidak ada laporan untuk pelanggan seks yang berupa pengaduan dari pasangan sah, maka pelanggan seks tidak akan dikenakan sanksi pidana yang sudah diatur pada pasal 284 KUHP.

Begitu juga pelanggan seks ini tidak dapat dipidana apabila tidak memenuhi persyaratan yang ada diatas, dan lebih tepatnya pelanggan seks ini hanya dijadikan saksi apabila perbuatan prostitusi yang dilakukan oleh pelanggan seks ini ada melibatkan mucikari

C. Prostitusi yang mempromosikan atau melakukan transaksinya melalui media online.

(26)

dimana para wanita atau para laki-laki yang ingin menjual dirinya atau mempromosikan dirinya melalui media online. Contoh beberapa pihak yang terkait pada prostitusi ini seperti:

1. Mucikari

Mucikari atau dalam kamus besar bahasa indonesia merujuk pada kata mucikari adalah induk semang bagi perempuan pelacur atau germo, walaupun masyarakat berpendapat mucikari itu

adalah pemilik pekerja seks komersial46. Yang dilakukan

mucikari adalah menjual para PSK kepada para pelanggannya, yang dimana mucikari ini mempunyai bisnis yang berbasis seks, dimana-mana rata-rata para PSK yang ingin mendapatkan pelanggan dengan cara mudah yaitu melalui mucikari, yang dimana mucikari akan mencari pelanggan untuk mereka para PSK. Adanya mucikari ini juga membantu para PSK untuk menjauhkan jiwa kemiskinannya. Dan mucikari pun mendapat keuntungan dari perbuatan prostitusi ini,karena dari awal para mucikari pasti sudah bersepakat pada para PSK untuk membagi hasil keuntungan dari perbuatan hubungan seksual ini.

2. Pekerja Seks Komersial (PSK)

PSK dapat disebut sebagai pelacur, pada praktek hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dapat dilakukan oleh siapa saja

agar bisa dapat imbalan berupa uang47. PSK yang ada didalam

dunia online ini memiliki banyak macam-macam, ada yang menjualnya melalui perantara, seperti mucikari, ada juga yang menjual meluli diri sendiri.

3. Pihak pengguna jasa PSK

Sebenarnya yang menjadi permasalahan dalam perbuatan prostitusi ini adalah para pengguna jasa, karena dari pihak pengguna yang memberikan dorongan untuk melakukan

46 Umi Chulsum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kashiko, 2006, hlm. 473 47 Thanh-Dam Truong, Seks, Uang dan Kekuasaan, Jakarta: LP3ES, 1992, hlm. 15

(27)

perbuatan prostitusi. Maka dari itu para PSK memanfaatkan dirinya untuk menjual dirinya kepada pelanggan seks agar bisa mendapatkan keuntungan dari perbuatan tersebut.

Prostitusi online ini memiliki pengertian yang berbeda, yang dimana prostitusi ini artinya yang penulis sudah sebutkan diatas, dan online adalah penghubung. Dan untuk saat ini banyak para PSK yang mempromosikan dirinya melalui media internet atau sosial untuk menarik perhatian para pelanggannya untuk melakukan hubungan seks yang bisa menguntungkan untuk para PSK yang berupa uang.

Adanya perbuatan prostitusi ini jadi banyak orang-orang

yang sangat menggampangkan pebuatan zina ini dan

mengakibatkan hancurnya dan rusaknya peradaban. Banyak juga orang yang lebih memilih untuk tidak menikah dikarekan pekerjaan mereka sebagai prostitusi yang sudah membuat mereka merasa tidak perlu untuk menikah. Yang dimana prostitusi ini dapat dikatakan sebagai penyakit yang menyebabkan merusak moral.

Pada zaman sekarang para pekerja prostitusi online sangat memanfaatkan media sosialnya, dikarekan masyarakat pada saat ini sangat banyak yang menggunakan media sosialnya, maka dari itu para pekerja prostitusi memanfaatkan medianya. Beberapa media yang serign digunakan oleh para prostitusi untuk mempromosikan pekerjaanya seperti:

1. Website

Terdapat beberapa website yang mempermudahkan pekerjaan prostitusi baik yang berbayar maupun website gratis yang mempromosikan pekerjanya. Di dalam website biasanya terdapat informasi lengkap mereka seperti foto, umur, postur tubuh, harga dan lain sebagainya, bahkan terdapat nomor telepon yang dapat dihubungi. untuk transaksi biasanya dilakukan

(28)

langsung kepada pelacurnya atau lewat mucikari yang berhubungan dengan website tersebut. Website ini biasanya

dibuat oleh orang lain yang tak lain seorang mucikari48.

2. Jejaring sosial

Adanya jejaring sosial atau media sosial ini membuat orang-orang lebih mudah untuk berkomunikasi, walaupun ditempat yang sangat jauh pun dengan adanya media sosial ini tetap bisa digunakan. Karena pada zaman sekarang media sosial dapat dikatakan rata-rata lebih canggih kegunaannya.

Bentuk dari jejaring sosial sangat beragam, mulai dari facebook, twitter, sampai dengan yang terbaru yaitu instagram yang saat ini sedang digandrungi oleh masyarakat. Dengan angka yang luar biasa tersebut maka muncul lah inisiatif negatif dari mereka yang ingin mendapatkan keuntungan dari bisnis prostitusi online. Dengan memasang foto, dan data-data lainnya untuk menarik pelanggan di dalam jejaring sosial. Penggunaan jejaring sosial sebagai praktek prostitusi merupakan hal baru, tetapi saat ini sangat jarang ditemui dibanding dengan media lainnya.

Mungkin dirasa jejaring sosial tidak begitu aman49. Contoh yang

ada di akun media sosial instagram yang dibuat untuk mempromosikan dirinya atau menjual dirinya seperti nama akun “ bo_semarang_jeslin2187”,“openbo_jakpus”, dan nama akun yang

ada dimedia “sosial twitter seperti “@_bintangbdg”,

“@Gladis38637039” nama-nama yang disebut diatas adalah contoh akun media sosial yang digunakan untuk menjadi PSK.

3. Aplikasi

Didalam media online ini ada beberapa aplikasi yang sering digunakan oleh masyarakat, terutama pada para pekerja

48 Oktavia, “Situs Prostitusi Online”, dari http://www.oktavia.com, diakses pada 2 Januari 2011 49 Ridwan, “Jejaring Sosial (Social Networking)”

(29)

prostitusi yang melakukan promosinya dimedia online, beberapa aplikasi tersebut berwujud seperti facebook, twiiter, instagram, atau path, dan di disetiap wujud aplikasi tersebut semua bisa digunakan dengan cara chat-chatan atau melalui percakapan, videocall atau telfon gambar, voicenote atau pesan suara, dan voicecall atau telepon suara.

Dengan terkaitnnya permasalahan ini dengan penelitian

yang penulis ambil ini dimana dalam putusan

No.642/Pid.B/2015/PN.Dps yang berisi kasus mengenai tentang prostitusi, dengan cara promosi atau berhubungan kontak dengan para pengguna jasa melalui media sosial yang berwujud Blacberry Massanger, yang dimana BBM ini adalah suatu aplikasi yang dapat digunakan untuk mengirim pesan. Dan cara untuk dapat menghubungi kesesama orang yang menggunakan aplikasi BBM ini harus memasuki PIN BBM yang sudah disediakan oleh masing-masing yang ada diperangkat Blackberry. D. Pengertian Dari Putusan Pengadilan

1. Tugas dan Kewenangan Hakim Dalam Proses Putusan Hakim Di Pengadilan

a. Putusan

Pengertian tentang putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil pemeriksaan

perkara kontesius50.

b. Hakim

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang

50 Zulkarnain, “Manajemen Pembuat Putusan”, https://www.pta-padang.go.id. Diakses 16 Februari 2020.

(30)

oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8

KUHAP)51. Dapat diartikan juga sebagai seseorang yang diberi

amanah untuk mengadili sebuah perkara dipengadilan, dan juga hakim bisa disebut pengadilan, apabila orang bilang bahwa perkaranya sudah berikan pada hakim.

c. Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya

negara hukum Republik Indonesia 52.

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamh Agung dan peradilan di bawahnya yaitu :

1) lingkungan peradilan umum 2) lingkungan peradilan agama 3) lingkungan peradilan militer

4) lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh Mahkamh Konstitusi53.

d. Kewajiban Hakim

Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (Mengadili), mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk menerima memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan

51 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

52 Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 1 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 53 Ibid,

(31)

asas bebas, jujur dan tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini ia tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan

hukumnya atau aturan hukumnya kurang jelas54. Oleh karena

hakim itu dianggap mengetahui hukum Curialus Novit. Jika aturan hukum tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan hukum., jika aturan hukum kurang jelas maka ia harus menafsirkannya. Hakim sebagai pejabat negara dan penegak hukum wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat serta dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memeprtimbangkan pula sifat yang baik dan jahat dari

terdakwa55. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari

persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semanda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seoarng hakim

anggota, jaksa advokat, atau panitera.56

Hakim ketua dalam memeriksa perkara di sidang pengadilan harus menggunakan bahasa Indonesia yang dimengerti

oleh para penggugat dan tergugat atau terdakwa dan saksi57.

Selain itu selama didalam sebuah praktek pasti ada kalanya

54 Pasal 1 ayat (9) KUHAP

55 Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004 Juncto UU No. 48 Tahun 2009. 56 Pasal 30 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 Juncto UU No. 48 Tahun 2009. 57 Pasal 153 KUHAP

(32)

dimana hakim akan memakai bahasa sendiri atau daerahnya, apabila yang diajak berbicara kurang bisa memahami apa yang dijelaskan oleh hakim atau yang ditanyakan.

2. Macam-macam Putusan a. Dari aspek para pihak

Ada beberapa aspek putusan disetiap para pihak, yaitu adalah : 1) Putusan Gugatan Gugur

Putusan ini akan keluar jika dihari persidangan penggugat tidak datang kepengadilan, dan tidak memberikan perwakilan juga, walaupun sudah diberikan undangan resmi.

2) Putusan Verstek

Putusan ini akan keluar apabila tergugat tidak menghadiri dihari sidang pertama tanpa sebuah alasan yang tidak sah. Walaupum sudah diberi undangan yang sah.

3) Putusan Contradictoir

Putusan ini dilihat dari segi kehadiran para pihak pada saat

putusan diucapkan. Terdapat dua jenis putusan

contradictoir:

(33)

b) Pada saat putusan diucapkan salah satu pihak tidak hadir58.

b. Putusan ditinjau dari sifatnya 1) Putusan Deklaratoir

Putusan deklaratoir yaitu suatu pernyataan dari hakim untuk dimasukan kedalam putusan yang akan dijatuhkan dan memiliki suatu pernyataan dari hakim yang memberikan penjetapan dan penjelasan yang dimasukan kedalam amar putusan.

2) Putusan Constitutief

Putusan constitutief ialah suatu keadaan untuk memastikan putusan, baik dari sifat meniadakan ataupun yang bersifat menimbulkan adanya keadaan hukum.

3) Putusan Condemnatoir

Putusan condemnatoir ialah suatu putusan yang membuat amar, untuk memberikan hukuman para orang yang berperkara. Oleh karena itu dapat dikatakan amar condemnatoir adalah assesor (tambahan) dengan amat deklaratoir atau amar constitutief karna amar ini tidak dapat berdiri sendiri tanpa didahului amar deklaratoir yang menyatakan bagaimana hubungan hukum diantara para pihak.

58 Sovia Hasanah,”Arti putusan, putusan constitutief dan putusan condemnatoir”,

(34)

Sebaliknya amar yang bersifat deklaratif dapat berdiri sendiri

tanpa amar condemnatoir.59

c. Putusan ditinjau pada saat penjatuhannya 1) Putusan sela

Putusan sela dapat diartikan sebagai suatu putusan yang sementara.

2) Putusan akhir

Putusan akhir ialah putusan yang dijatuhkan pada hari akhir perkara. Yang merupakan tindakan atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi diantara

pihak yang berperkara.60

3. Isi putusan

Isi putusan pengadilan diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa:

a. Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus menuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

b. Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim-hakim yang Memutuskan dan panitera yang ikut serta bersidang.

59 Ibid. Diakses 15 Februari 2020 60 Ibid. Diakses 15 Februari 2020

(35)

c. Penetapan-penetapan, ikhtiar-ikhtiar rapat permusyawaratan dan berita-berita acara tentang pemeriksaan sidang ditandatangani

oleh ketua dan panitera61.

4. Muatan Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan

dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung62.

Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan

61 Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

62 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V ,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 140

(36)

sebelum nyata baginya bahwa peristiwa/fakta tersebut benar-benar terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya, sehingga nampak adanya

hubungan hukum antara para pihak63.

Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal sebagai berikut :

a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang

tidak disangkal.

b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek

menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus

dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat

dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan64.

E. Prostitusi Dalam Kajian Hukum Positif Indonesia 1. Asas Berlakunya Hukum

Asas ini memiliki suatu kedudukan yang letaknya ada dipaling tinggi dari aturan hukum. Dan asas adalah bentuk dasar atau suatu bentuk dalam hukum yang berupa fundamental. Asas hukum dapat diartikan sebagai aturan yang fundamental atau memiliki prinsip yang bentuk hukumnya abstrak, begitu juga peraturannya disebut konkrit dalam melakukan pelaksaan hukum.

63 Ibid, hlm. 141 64 Ibid, hlm.142

(37)

Didalam peraturan sebuah konkrit ini didalamnya ada undang-undang yang tidak diperbolehkan adanya suatu pertentangan yang berkaitan dengan asas hukum.

Hukum itu sebagai suatu alat sosial yang bertugas menghasilkan suatu keadilan, di dalam penegakannya harus memperhatikanya suatu Penerapanya Asas Hukum yang akan tetapi memerlukanya sebuah pandangan antaralain dasar-dasarnya yang umum atau petunjuk-petunjuknya bagi hukum yang sudah diberlakukanya, yaitu dasar-dasar atau petunjuk didalam hukum

positif65. Asas dalam hukum ini tidak merupakan tentang

ketetapan dalam hukum, dan asas tidak hanya tentang hukum, hanya saja hukum tidak bisa diartikan jika tidak ada asas. Asas adalah suatu hal yang relative.

Banyak para ahli yang menggunakan pendapatnya untu mengatur atau menyusun sebuah peraturan dalam undang-undang. Walaupun berbeda-beda pengertiannya, akan tetapi tujuan dari perngetian itu sama. Selanjutnya tentang peraturan dalam perundang-undangan ada beberapa asas, yaitu: Asas lex superior derogat legi inferior, Asas lex specialis derogat legi generalies, Asas lex posterior derogat priori, Asas perundang-undang yang tidak berlaku surut/ asas legalitas.

Disini yang ingin saya ambil dari salah satu asas yang ada

(38)

diatas yaitu salah satunya adalah asas lexspecialis derogat legi generalist yang dapat diartikan sebagai suatu asas yang menafsirkan hukum yang dinyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus itu lexspecialis mengesampingkan hukum yang bersifat umumlegi generalis.yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:

a. Semua ketentuan bisa dalam peraturan hukum umum yang berlaku, kecuali yang mengatur didalam aturan hukum khusus.

b. Semua ketentuan lexspecialis sama derajat ketentuannya dengan legi generalis, yang ada didalam undang-undang dengan undang undang yang ada.

c. Semua ketentuan lexspesialis harus ada dalam ruang lingkup

hukum atau kompleks yang sama dengan lexspecialis 66.

2. Peraturan perundang-undangan yang mengatur temtang prostitusi

dasar hukum yang diatur di perundang-undangan tentang prostitusi yang bersifat outoritatif yang memiliki arti otoritas yang bersifat mengikat adalah:

a. Pasal 27 ayat 1 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik berisi bahwa

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau

(39)

dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”67.

b. Pasal 45 ayat 1 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dimana pada Pasal tersebut berisi bahwa

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan akan dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah)”68

c. Pasal 296 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah”69.

d. Dan pasal 506 KUHP yang berisi:

“Barang siapa yang menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan sebagai pencaharian, diancam pidana kurungan paling lama satu tahun”70.

67 Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tetang Informasi dan Transaksi Elektronik 68 ibid,

69 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 70 Ibid,

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga Pemasyarakatan sebagai sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir sistem peradilan pidana, dan

Hal ini sependapat dengan ulama-ulama lain seperti Malikiyah, sebagian ulama Syafi’iyah, Zahiriyah yang tidak membedakan tempat dilakukan jarimah baik di kota

Penalisasi adalah suatu proses pengancaman suatu perbuatan yang dilarang dengan sanksi pidana. Umumnya penalisasi ini berkaitan erat dengan kriminalisasi, karena

Salah satu bentuk tindak pidana terhadap harta kekayaan orang yang sangat sulit untuk dilakukan pengusutan dalam tindakannya adalah tindak pidana penadahan. Bentuk kejahatan ini

23 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana), Cet.. Indikatornya adalah perbuatan tersebut melawan hukum

Ditemukan adanya sistematika vertikal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam Pasal 5 Ayat 4 yang berisi tentang

Gambar 4.1 Potensial listrik dalam koordinat kartesian Persamaan potensial listrik yang akan dibahas adalah peninjauan untuk sisi atas dengan nilai V menggunakan fungsi

Hasil penelitian yang telah dianalisa dengan melihat hasil belajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen yang dihitung dengan menggunakan uji Independent Two Sample T-Test