• Tidak ada hasil yang ditemukan

S U S U N A N A C A R A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "S U S U N A N A C A R A"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Aula Pascasarana Universitas Udayana, Lt 3 Gedung Pascasarjana, Unud 3 November 2016

PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS UDAYANA

S U S U N A N A C A R A

NO. WAKTU (Wita) ACARA DIKOORDINIR OLEH RUANGAN

1. 08.30-09.00 Registrasi Front Desk Pascasarjana Hall Aula 2.

09.00-09.10 Laporan Penyelenggaraan Gusti Ayu Made Suartika, ST.,

MEngSc.,PhD Aula Pascasarjana 3. 09.10-09.20 Sambutan dan Pembukaan oleh Bapak Rektor, Unud. Direktur Program Pascasarjana

Univ. Udayana

4. 09.20-09.50 Coffee Break Panitia Pascasarjana Hall Aula

Sesi Pembicara Kunci

5

09:50

-10:00 Moderator

Moderator Prof. Dr. Ir. I Putu

Rumawan Salain, MSi

Aula Pascasarjana 10:00

-11:00 1. Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, MArch., PhD 11:00 -

12-00 2. Ir. I Nyoman Popo Danes Priyatna 12:00-

12-20 Diskusi

12:25-12:30 Penyerahan cindera mata

Ketua PS Magister

Arsitektur Aula Pascasarjana 6 12-30-13:30 Makan siang Panitia Pascasarjana Hall Aula

7 13:30 -15:00 Pararel Sesi 1 Pararel 1 Moderator RKG 01 Pararel 2 Moderator RKG 02 Pararel 3 Moderator RKG 03

(2)

Penyerahan sertifikat Moderator Di setiap ruangan 8 15:00-15:30 Coffee Break Panitia Pascasarjana Hall Aula

9 15:30 -17:00 Pararel Sesi 2 Pararel 1 Moderator RKG 01 Pararel 2 Moderator RKG 02 Pararel 3 Moderator RKG 03 Pararel 4 Moderator RKG 04 Pararel 5 Moderator RKG 05

Penyerahan sertifikat Moderator Di setiap ruangan 10 17:00

-17:10 Penutupan Ayu Siwalatri, MT Dr. Ir. Ni Ketut Aula Pascasarjana

(3)

Aula Pascasarana Universitas Udayana, Lt 3 Gedung Pascasarjana, Unud 3 November 2016

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS UDAYANA

D I S K U S I P A R A L E L 1

Ruang: RKG 01

Waktu Pemakalah Judul Makalah Moderator

13:30-14:55

Kadek Edi Saputra Implementasi Tata Aturan Tradisional dalam Tata Ruang Publik Pesisir Pantai Sanur

Ni Made Swanendri Luh Ketut Yulitrisna

Dewi Karakteristik Desa Adat Tradisional Sidatapa sebagai Desa Bali Aga di Bali Utara

I Made Raditya

Wahyu Karakteristik Permukiman Tradisional Desa Tenganan

Vinsensius R. Edo Pelestarian Bangunan Cagar Budaya sebagai Arsitektur Lokal di Kawasan Budaya Kotabaru

I Nyoman Jatiguna Karakteristik Permukiman Tradisional Penglipuran, Bangli

14:55-15:00 Penyerahan Sertifikat oleh Moderator

15:00-15:30 C O F F E E B R E A K

15:30-16:55

Ni Putu Atik

Pradnya Dewi Transformasi Bentuk Fasad dan Pola Arsitektur Tradisional Bali

N Keddy Setiada Sayu Putu Peny

Purnama Permukiman Tradisional Desa Pengotan Bangli

I Made Juniastra Implementasi Nilai-Nilai Arsitektur Arsitektur Tradisional Bali pada Bangunan di Lahan Sempit

Gordon Ardinata Tatanan Spasial Permukiman Tradisional Desa Bali Aga, Timbrah

Sri Indah Retno

Kusumawati Penyesuaian Fungsi Ruang pada Bangunan Domestik di Desa Penglipuran, Bangli

16:55-17:00 Penyerahan Sertifikat oleh Moderator

(4)

F O R U M A R S I T E K T U R

Seminar Nasional

TRADISI DALAM PERUBAHAN: ARSITEKTUR LOKAL DAN RANCANGAN LINGKUNGAN TERBANGUN Aula Pascasarana Universitas Udayana, Lt 3 Gedung Pascasarjana, Unud

3 November 2016

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS UDAYANA

D I S K U S I P A R A L E L 2

Ruang: RKG 02

Waktu Pemakalah Judul Makalah Moderator

13:30-14:55

Putu Ayu Niasitha

Prabandhari Kawasan Suci Pura Khayangan Tiga Sebagai Bentuk Pelestarian Arsitektur Tradisional Bali di Desa Adat Kesiman

I Made Adhika Ni Nyoman Ratna

Diantari Eksistensi Permukiman Tradisional (Bali) di Kelurahan Ubud

Dwi Meisa Putri Transformasi Rancang Bangun Tradisional Bali (Jineng) dalam Fisik Bangunan Fungsi

Pariwisata (Hotel) di Badung

Made Chryselia

Dwiantari Karakteristik Permukiman Tradisional Bali: Desa Julah, Buleleng

Putu Pradnya Lestari Ratmayanti

Eksistensi Permukiman Tradisional di Desa Bugbug Karangasem terhadap

Perkembangan Pembangunan Masa Kini

14:55-15:00 Penyerahan Sertifikat oleh Moderator

15:00-15:30 C O F F E E B R E A K

15:30-16:55

A A Gede Trisna Gamana

Karakteristik Permukiman Tradisional Desa Adat Trunyan, Kintamani, Bangli

I B G Primayatna Dona Sri Lestari

Poskiparta

Arsitektur Lingkungan Binaan pada Permukiman Tradisional (Studi Kasus: Desa Tenganan, Bali)

Ni Luh Jaya

Anggreni Karakteristik Permukiman Tradisional Desa Bungaya

Sylvia Agustine Maharani

Komodifikasi Arsitektur Lokal pada Perkembangan Akomodasi Wisatawan di Pulau Bali

Ni Putu Helsi

Pratiwiningsih Karakteristik Desa Bali Aga: Desa Tengkudak, Kabupaten Tabanan

16:55-17:00 Diskusi dan Penyerahan Sertifikat oleh Moderator 17:00-17:10 P E N U T U P A N

(5)

Aula Pascasarana Universitas Udayana, Lt 3 Gedung Pascasarjana, Unud 3 November 2016

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS UDAYANA

D I S K U S I P A R A L E L 3

Ruang: RKG 03

Waktu Pemakalah Judul Makalah Moderator

13:30-14:55

Muhammad Zakaria

Umar Koeksistensi Makna Simbolik Rumah Tradisional Buton (Rumah Kaum Walaka) dan Bangunan Kantor DPRD di Kota Baubau

Ni Ketut Agusintadewi

Himasari Hanan Bale: Objek Pembentuk Ruang yang

Berkelanjutan pada Arsitektur Bali Aga

Antonius Karel

Muktiwibowo Kunci Keberlangsungan Arsitektur Lokal

Amos Setiadi Desa Wisata Brayut dalam Konteks

Pertemuan Aspek Tradisional dan Mordern

Anak Agung Gde

Djaja Bharuna S. Struktur Konstruksi Bangunan Tradisional di Desa Pengotan, Bangli:Pelestarian Arsitektur Bali Aga

14:55-15:00 Diskusi dan Penyerahan Sertifikat oleh Moderator 15:00-15:30 C O F F E E B R E A K

15:30-16:55

Ni Made Yudantini Karakteristik Arsitektur Pertamanan (Lanskap) Bali: Potensi dan Tantangan

dalam Perkembangan Arsitektur

I G A B Suryadha Syamsul Alam

Paturusi Membongkar Stagnansi Perkembangan Arsitektur Bali

Ni Ketut

Agusintadewi Memaknai Kembali Kearifan Lokal dalam Rajutan Arsitektur Nusantara

Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, Freddy Hendrawan

Kajian Semiotika Ornamen dan Dekorasi Interior Kelenteng sebagai Wujud Inkulturasi Budaya di Kota Denpasar

Ni Luh Putu Eka

(6)

F O R U M A R S I T E K T U R

Seminar Nasional

TRADISI DALAM PERUBAHAN: ARSITEKTUR LOKAL DAN RANCANGAN LINGKUNGAN TERBANGUN Aula Pascasarana Universitas Udayana, Lt 3 Gedung Pascasarjana, Unud

3 November 2016

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS UDAYANA

D I S K U S I P A R A L E L 4

Ruang: RKG 04

Waktu Pemakalah Judul Makalah Moderator

13:30-14:55

Ni Ketut Ayu

Siwalatri Tektonika Arsitektur Bali

I B G Wirawibawa I Nyoman Widya

Paramadhyaksa

Perubahan Orientasi dan Metode Penamaan Ruang dalam Rumah Tinggal Orang Bali di Denpasar

Anak Agung Ayu

Oka Saraswati Arsitektur Umah Bali Aga di Desa Wongaya Gede, Kabupaten Tabanan-Bali

Putu Rumawan

Salain Arsitektur di Bali Antara Norma dengan Fakta

Fabiola T A Kerong Tata Zonasi Permukiman Adat di Desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten

Ende

14:55-15:00 Penyerahan Sertifikat oleh Moderator

15:00-15:30 C O F F E E B R E A K

15:30-16:35

I Ketut Mudra, I Wayan Yuda Manik

Kajian Dinamika Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya: Penghilangan Karakteristik Lokal Arsitektur Kota di Bali

I Gde Windu Laskara I Nyoman Widya

Paramadhyaksa, I Gusti Agung Bagus Suryada, Ida Ayu Armeli

Reinterpretasi Latar Belakang Filosofis Konsepsi Desa Kala Patra dan Wujud Penerapannya dalam Seni Arsitektur Bali

I Nyoman Susanta Arsitektur Bale Banjar dan Perannya di

Desa Pakraman Perasi, Karangasem

Ni Putu Suda Nurjani

Transformasi Arsitektur Bale Delod Banjar Gamongan, Desa Kaba-Kaba,Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali

Widiastuti Adaptasi Bentuk dan Pola Bangunan Tradisional terhadap Fungsi Modern di Desa Tradisional Penglipuran

16:35-17:00 Diskusi dan Penyerahan Sertifikat oleh Moderator 17:00-17:10 P E N U T U P A N

(7)

Aula Pascasarana Universitas Udayana, Lt 3 Gedung Pascasarjana, Unud 3 November 2016

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS UDAYANA

D I S K U S I P A R A L E L 5

Ruang: RKG 05

Waktu Pemakalah Judul Makalah Moderator

13:30-15:10

Nimas Sekarlangit Transformasi Rumah Adat Bali Aga Kasus: Desa Adat Bayung Gede, Desa Adat Penglipuran, Desa Adat Tenganan

I Wayan Wiryawan Basauli Umar Lubis Transformasi Arsitektur Tradisional

dalam Perancangan Bandar Udara

Tri Anggraini Prajnawrdhi

Perubahan Wujud dan Fungsi Ruang pada Rumah Tinggal Tradisional Desa Bali Aga Studi Kasus: Desa Pedawa, Buleleng-Bali

I Gusti Agung Adi Wiraguna

Optimalisasi Fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai “Natah” dalam Setting Aktivitas dan Interaksi Sosial Masyarakat

Perkotaan di Kota Denpasar

I Dewa Gede Agung

Diasana Putra Dialog pada Arsitektur Bali: Sarana Komunikasi Identitas Lokal

15:10-15:15 Penyerahan Sertifikat oleh Moderator

15:00-15:30 C O F F E E B R E A K

15:30-16:55

16:55-17:00 Penyerahan Sertifikat oleh Moderator

(8)
(9)

E d i t o r

Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEng.Sc., Ph.D Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D

Ni Made Swanendri, ST., MT.

Desain halaman sampul

(10)

iv

(11)

KATA PENGANTAR

Publikasi ini merupakan salah satu wujud dokumentasi yang dihasilkan dari pelaksanaan Seminar Nasional yang mengambil tema Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Ranganan Lingkungan Terbangun. Proseding ini mendokumentasikan paper-paper yang dipresentasikan dan dipublikasi di dalam kegiatan ini, yang diselenggarakan oleh Program Magister Arsitektur: Program Keahlian Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Desa/Kota dan Program Keahlian Manajemen Konservasi, di Aula Pascasarjana, Lt III Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Kampus Denpasar pada hari Kemis, tanggal 2 November 2016.

Seminar ini dihadiri oleh para akademik; arsitek profesional - anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan para arsitek rancang bangun, para perancang kota maupun perencana; pemerintah - Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda), Tata Ruang; Team Tata Aturan Bangunan dan Gedung, Perijinan; serta masyarakat pemakai hasil desain. Sedangan para pemakalah berasal dari para akademisi, mahasiswa program pascasarjana, para pemerhati keberlanjutan elemen-elemen arsitektural lokal dan tradisi dalam desain lingkungan terbangun kekinian dan masa datang. Masing-masing paper telah dipresentasikan, baik dalam sesi presentasi untuk para pembicara kunci maupun sesi pararel untuk para pemakalah.

Partisipan dan presenter berasal dari para akademisi, mahasiswa program pascasarjana, para pemerhati keberlanjutan elemen-elemen arsitektural lokal dan tradisi dalam desain lingkungan terbangun kekinian dan masa yang akan datang. Besar harapan kami, jika Seminar Nasional ini bisa menjadi ajang diskusi dan berbagi pengetahuan, pengalaman, ide terkait tradisi, perubahannya, adaptasinya serta akomodasinya dalam rancangan keruangan mikro maupun makro. Semoga kegiatan ini bisa dijadikan bagian aktivitas rutin di Program Magister Arsitektur Universitas Udayana, yang secara berkelanjutan bisa dijadwal serta didukung penyelenggaraannya, tidak hanya oleh kami sebagai civitas akademika, tetapi juga oleh asosiasi profesi, pemerintah, dan masyarakat tentunya.

Kami sangat bersyukur karena penyelenggaraan Seminar ini merupakan sebuah kolaborasi antara Program Studi Magister Arsitektur, Universitas Udayana, Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali, Program Studi Arsitektur Universitas Udayana, Program Studi Arsitektur Universitas Warmadewa, Program Studi Universitas Dwijendra, dan Program Studi Arsitektur Universitas Ngurah Rai. Terima kasih kami ucapkan kepada keempat lembaga untuk kerjasma serta kordinasinya selama ini.

Kepada Bapak Profesor Gunawan Tjahjono serta Bapak Ir Popo Danes - sebagai pembicara kunci dalam Seminar ini -, kami ucapkan terima kasih atas waktu serta kesediaannya untuk berbagi melalui pertemuan akademik ini. Kepada Ibu dan Bapak Pemakalah dan Peserta Seminar, kami ucapkan terima kasih atas partisipasinya. Akhirnya, kepada ibu dan bapak panitia pelaksana seminar dan juga para moderator, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk, waktu dan energi yang direfleksikan melalui kerja keras dan kerjasamanya, sehingga Seminar tahun ini bisa terlaksana dengan baik.

Sebagai penutup, mohon maaf dan permaklumannya jika ada kekurangan dan kekeliruan dalam penyelenggaraan Seminar ini.

Terima kasih

(12)

vi

(13)

R I N G K A S A N

"Forum Arsitektur - Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Desain Lingkungan Terbangun" diselenggarakan untuk merumuskan ide serta pemikiran kritis terkait akomodasi elemen-elemen arsitektur tradisional ke dalam desain lingkungan terbangun kekinian dan yang akan datang. Beberapa pertanyaan mendasar yang akan didiskusikan disini adalah: (1) Manakah yang disebut sebagai arsitekur tradisional/lokal/vernakular, sebelum kita berbicara mengenai akomodasinya ke dalam desain?; (2) Haruskah kita memperpanjang keberadaan arsitektur tradisional, ketika lingkungan dimana kita berada telah mengalami perubahan, baik dari segi fisik, sosial-budaya, dan politikal-ekonominya?; (3) Apakah ide pelestarian arsitektur tradisional/lokal hanya dimaksudkan sebagai usaha pembangunan identitas dan image, dua kualitas yang lambat laun menghilang bersama era globalisasi?; (4) Apakah usaha untuk mengakomodasi elemen-elemen desain lokal merupakan tindakan yang melalaikan esensi arsitektur sebagai ranah profesi yang diwarnai kreativitas, tumbuh serta berkembang mengkuti budaya, peradaban dan pembangunan sosial yang ada; dan (5) Dalam mekanisme yang bagaimana wujud serta tata nilai budaya lokal bisa direfleksikan ke dalam rancangan lingkungan terbangun kita?

Pencarian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini membawa makna penting, khususnya bagi satuan kedaerahan yang menjadikan pelestarian budaya lokal sebagai jiwa dan arah pembangunannya, seprti misalnya apa yang terjadi di Pulau Bali. Dengan mengambil konteks perkembangan dunia rancang bangun yang telah terjadi di Provinsi ini, pelaksanaan Forum Arsitektur ini diinspirasi oleh munculnya beragam produk rancangan, yang tidak berjalan beriringan dengan nafas pelestarian budaya lokal. Kondisi ini mengundang perhatian serius, khususnya bagi para akademisi maupun budayawan, mengingat telah dicanangkannya arah pembangunan Pulau Dewata sebagai proses yang mengusung kaidah-kaidah tradisi lokal. Dunia rancang bangun sebagai elemen penentu kualitas lingkungan binaan, dimana kita bernaung, memiliki andil penting dalam pencapaian misi tersebut. Peran ini bukanlah posisi yang mudah untuk dilakoni, baik oleh pihak yang menggeluti profesi perancang, maupun bagi pemerintah yang mengemban fungsi kontrol dan pengendalian. Ini merupakan sebuah tantangan yang mana jika dilakoni dengan sesungguhnya akan membutuhkan niat untuk mengembannya, kemampuan interprestasi serta kreativitas.

Forum Arsitektur - Seminar Nasional ini mencoba menjembatani proses pencarian jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang telah dipaparkan di atas. Adapun sub tema yang diangkat dalam Forum Arsitektur - Seminar ini adalah:

 Mempertanyakan arsitektur tradisional, lokal, dan vernakular.

 Rancang bangun, karya arsitektur, dan perjalanannya.

 Arsitektur tradisional dan rancangan lingkungan terbangun.

 Mekanisme serta alternatif metode dalam mengakomodasi arsitektur tradisional ke dalam desain lingkungan binaan.

 Mekanisme pengaturan serta pengendalian - akomodasi arsitektur tradisional dalam desain kekinian dan masa depan.

(14)

viii

ISBN: 978-602-294-145-3

Kegiatan ini tidak hanya merangkum ide-ide yang didokumentasikan ke dalam karya tulis (seminar), tetapi juga dengan mencoba memperoleh masukan melalui diskusi interkatif. Keduanya melibatkan para akademisi sebagai pemerhati, perancang profesional, pemerintah sebagai pengontrol dan pengendali pembangunan, serta masyarakat sebagai pemakai hasil rancangan. Diharapkan, dengan mensinergikan kedua kegiatan ini ke dalam satu forum, akan diperoleh masukan yang inklusif, bagaimana kita memahami arsitektur sebagai produk budaya yang memiliki dinamikanya sendiri, bersanding dengan keinginan untuk melestarikan tradisi rancang bangun, yang memiliki tatanan wujud fisik serta tatanan tata nilai yang memandu keberadaannya.

Terima kasih

(15)

DAFTAR ISI

Halaman muka ………..…………. i Editor ………..………. iii Kata Pengantar ……….………. v Ringkasan ……….…….. vii Daftar Isi ………. ix Daftar Pemakalah

Sub Tema 1. Konsepsi: Arsitektur Tradisional, Lokal,

dan Vernakular

Kajian Semiotika Ornamen dan Dekorasi Interior Kelenteng sebagai Wujud Inkulturasi Budaya di Kota Denpasar ………...……… 1

Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, Freddy Hendrawan Dialog pada Arsitektur Bali: Sarana Komunikasi Identitas Lokal ………...………… 15

I Dewa Gede Agung Diasana Putra Membongkar Stagnansi Perkembangan Arsitektur Bali ………... 25

Syamsul Alam Paturusi Arsitektur di Bali Antara Norma dengan Fakta ...………...……… 33

Putu Rumawan Salain Reinterpretasi Latar Belakang Filosofis Konsepsi Desa Kala Patra dan Wujud Penerapannya dalam Seni Arsitektur Bali ...………...……… 41

I Nyoman Widya Paramadhyaksa, I Gusti Agung Bagus Suryada, Ida Ayu Armeli

Sub Tema 2. Transformasi Rancang Bangun Tradisional

dan Karya Arsitektur

Transformasi Rumah Adat Bali Aga Kasus: Desa Adat Bayung Gede, Desa Adat Penglipuran, Desa Adat Tenganan ……….. 51

Nimas Sekarlangit Transformasi Arsitektur Tradisional dalam Perancangan Bandar Udara ………... 61

Basauli Umar Lubis Bale: Objek Pembentuk Ruang yang Berkelanjutan pada Arsitektur Bali Aga ……… 67

Himasari Hanan Transformasi Bentuk Fasad dan Pola Arsitektur Tradisional Bali ……… 81

(16)

x

ISBN: 978-602-294-145-3

Penyesuaian Fungsi Ruang pada Bangunan Domestik di Desa Penglipuran, Bangli ………… 91

Sri Indah Retno Kusumawati

Struktur Konstruksi Bangunan Tradisional di Desa Pengotan, Bangli:

Pelestarian Arsitektur Bali Aga ……… 105

Anak Agung Gde Djaja Bharuna S.

Transformasi Rancang Bangun Tradisional Bali (Jineng) dalam

Fisik Bangunan Fungsi Pariwisata (Hotel) di Badung ………...………. 117

Dwi Meisa Putri

Transformasi Arsitektur Bale Delod Banjar Gamongan, Desa Kaba-Kaba,

Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali ………...……...………. 125

Ni Putu Suda Nurjani

Perubahan Wujud dan Fungsi Ruang pada Rumah Tinggal Tradisional Desa Bali Aga

Studi Kasus: Desa Pedawa, Buleleng-Bali ………..………...…………...………. 137

Tri Anggraini Prajnawrdhi

Adaptasi Bentuk dan Pola Bangunan Tradisional terhadap Fungsi Modern

di Desa Tradisional Penglipuran ………...………...…………...………. 153

Widiastuti

Perubahan Setting Hunian Tradisional di Desa Tengkudak, Tabanan-Bali ………. 167

Ni Luh Putu Eka Pebriyanti

Perubahan Orientasi dan Metode Penamaan Ruang dalam Rumah Tinggal Orang Bali

di Denpasar ………...………...…………...………. 179

I Nyoman Widya Paramadhyaksa

Arsitektur Bale Banjar dan Perannya di Desa Pakraman Perasi, Karangasem ……...………….. 189

I Nyoman Susanta

Sub Tema 3. Strategi dan Metode dalam Mengakomodasi Arsitektur

Tradisional ke dalam Desain Lingkungan Binaan

Koeksistensi Makna Simbolik Rumah Tradisional Buton (Rumah Kaum Walaka)

dan Bangunan Kantor DPRD di Kota Baubau ………... 203

Muhammad Zakaria Umar

Tata Zonasi Permukiman Adat di Desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende …… 213

Fabiola T A Kerong

Karakteristik Permukiman Tradisional Desa Bungaya …...…... 227

Ni Luh Jaya Anggreni

Karakteristik Permukiman Tradisional Bali: Desa Julah, Buleleng …... 241

Made Chryselia Dwiantari

Permukiman Tradisional Desa Pengotan Bangli …... 249

Sayu Putu Peny Purnama

Karakteristik Permukiman Tradisional Desa Adat Trunyan, Kintamani, Bangli …... 255

(17)

Ni Putu Helsi Pratiwiningsih

Eksistensi Permukiman Tradisional di Desa Bugbug Karangasem

terhadap Perkembangan Pembangunan Masa Kini …... 275

Putu Pradnya Lestari Ratmayanti

Karakteristik Permukiman Tradisional Desa Tenganan …... 283

I Made Raditya Wahyu

Tatanan Spasial Permukiman Tradisional Desa Bali Aga, Timbrah …... 291

Gordon Ardinata

Kawasan Suci Pura Khayangan Tiga Sebagai Bentuk Pelestarian Arsitektur

Tradisional Bali di Desa Adat Kesiman …... 305

Putu Ayu Niasitha Prabandhari

Karakteristik Permukiman Tradisional Penglipuran, Bangli …... 317

I Nyoman Jatiguna

Arsitektur Lingkungan Binaan pada Permukiman Tradisional

(Studi Kasus: Desa Tenganan, Bali) …... 325

Dona Sri Lestari Poskiparta

Karakteristik Desa Adat Tradisional Sidatapa sebagai Desa Bali Aga di Bali Utara …... 339

Luh Ketut Yulitrisna Dewi

Pelestarian Bangunan Cagar Budaya sebagai Arsitektur Lokal di

Kawasan Budaya Kotabaru …... 345

Vinsensius R. Edo

Eksistensi Permukiman Tradisional (Bali) di Kelurahan Ubud ... 355

Ni Nyoman Ratna Diantari

Arsitektur Umah Bali Aga di Desa Wongaya Gede, Kabupaten Tabanan-Bali …... 365

Anak Agung Ayu Oka Saraswati

Implementasi Nilai-Nilai Arsitektur Arsitektur Tradisional Bali

pada Bangunan di Lahan Sempit ……...…………... 375

I Made Juniastra

Tektonika Arsitektur Bali …... 383

Ni Ketut Ayu Siwalatri

Karakteristik Arsitektur Pertamanan (Lanskap) Bali: Potensi dan Tantangan

dalam Perkembangan Arsitektur …... 395

(18)

xii

ISBN: 978-602-294-145-3

Sub Tema 4. Mekanisme Pengaturan serta Pengendalian Akomodasi

Arsitektur Tradisional dalam Desain Kekinian

dan Masa Depan

Desa Wisata Brayut dalam Konteks Pertemuan Aspek Tradisional dan Mordern ……....…… 407

Amos Setiadi

Optimalisasi Fungsi Ruang Terbuka Hijau sebagai “Natah” dalam Setting Aktivitas

dan Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan di Kota Denpasar ………...…… 419

I Gusti Agung Adi Wiraguna

Komodifikasi Arsitektur Lokal pada Perkembangan Akomodasi Wisatawan

di Pulau Bali ………... 427

Sylvia Agustine Maharani

Kajian Dinamika Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya:

Penghilangan Karakteristik Lokal Arsitektur Kota di Bali ………...…… 437

I Ketut Mudra, I Wayan Yuda Manik

Kunci Keberlangsungan Arsitektur Lokal ………...…... 447

Antonius Karel Muktiwibowo

Implementasi Tata Aturan Tradisional dalam Tata Ruang Publik Pesisir Pantai Sanur …… 455

Kadek Edi Saputra

Memaknai Kembali Kearifan Lokal dalam Konteks Kekinian ...……...……….………. 461

(19)
(20)

Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

461

MEMAKNAI KEMBALI KEARIFAN LOKAL

DALAM KONTEKS KEKINIAN

Ni Ketut Agusintadewi

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana Email: nkadewi@unud.ac.id

Abstrak

Keanekaragaman budaya di Indonesia merupakan modal sosial untuk membentuk karakter dan identitas budaya dari masing-masing daerah, selain sebagai kekayaan intelektual dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Kearifan lokal merupakan entitas yang menentukan identitas, harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya yang terdiri atas gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam, menjadi tradisi (ajeg) dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Namun dari perspektif lain, ada yang sedikit mengaburkannya. Dalam kehidupan saat ini, manusia telah merasa bahwa dirinya modern, sehingga kebanyakan menganggap tradisi adalah primitif dan tidak perlu dipakai. Akibatnya terdapat rantai yang terputus antara alam–tradisi–artefak fisik. Tulisan ini bertutur tentang bagaimana kearifan lokal mengalami distorsi makna karena perkembangan jaman. Kearifan lokal perlu dimaknai kembali dengan menerapkannya dalam kehidupan modern. Keberadaannya masih perlu dipertahankan dengan memaksimalkan peran arsitek dalam merancang gubahan massa dan lingkungannya agar tidak kehilangan identitas setempat.

Kata kunci: kearifan lokal; makna; tradisi dan identitas.

Pendahuluan

Wilayah Indonesia yang luas terdiri dari berbagai budaya etnis barat, tengah , dan bagian timur daerah. Kebudayaan daerah yang dibentuk oleh etnis di kepulauan Indonesia memiliki karakteristik, bahasa, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang unik dan berasal dari budaya masyarakat. Proses panjang yang membentuk kebudayaan Indonesia telah menetapkan unsur-unsur budaya untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti agama, bahasa, berbagai bentuk seni, norma, pengetahuan, ekonomi, alat-alat dan budaya bermukim (Meliono, 2011). Dalam bidang arsitektur, kebudayaan ini menghasilkan artefak berupa bermacam ragam bangunan dengan kefungsiannya masing-masing seperti rumah, pendopo, tempat sembahyang, lumbung, dan lain-lain.

Dengan semakin pesatnya perkembangan arsitektur dunia, identitas arsitektur Indonesia (nusantara/tradisional/vernakular) telah meluntur digerus oleh arsitektur dari Eropa dan Amerika. Identitas berarti kesamaan dan kesatuan yang menunjukkan kekhasan atau keunikan dan menopang secara berkesinambungan (Abel, 1997). Untuk menempatkan kembali arsitektur Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri adalah dengan menguatkan pengetahuan tentang konteks budaya yang terkandung dalam arsitektur Indonesia itu sendiri. Menguatkan pengetahuan ini tentunya dengan cara mengubah pola pikir (mindset) bahwa arsitektur Eropa dan arsitektur Amerika tidak berada di atas arsitektur Indonesia melainkan sejajar, serta mengubah haluan pendidikan arsitektur di Indonesia yang mengarah ke barat menjadi ke timur (Prijotomo, 2013). Pendalaman akan makna kearifan lokal dalam arsitektur mau tidak mau menjadi intisari dalam pendidikan arsitektur Indonesia. Hal ini disebabkan karena kearifan lokal telah menjadi tradisi-fisik-budaya, dan secara turun-temurun menjadi

(21)

Tulisan ini bertutur tentang bagaimana kearifan lokal mengalami distorsi makna karena perkembangan jaman. Kearifan lokal perlu dimaknai kembali dengan menerapkannya dalam kehidupan modern. Keberadaannya masih perlu dipertahankan dengan memaksimalkan peran arsitek dalam merancang gubahan massa dan lingkungannya agar tidak kehilangan identitas setempat.

Makna yang Tersurat

Beberapa ahli mendefinisikan konsepsi kearifan lokal dari berbagai sudut pandang. Pengertian ini diperoleh selain diperoleh dari sudut antropologis, kesejarahan maupun khususnya dalam bidang arsitektur (lingkungan binaan). Kebanyakan pengertian tersebut menjadi sebuah ‘definisi’ yang mengalami degenerasi atau penyempitan makna, karena tidak satu-dua yang langsung mencontek referensinya tanpa ada contoh dari image realita kehidupan.

Local wisdom atau kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat

bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam, menjadi tradisi (ajeg) dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Antariksa, 2009; Irsan, 2009; Sartini, 2009). Keanekaragaman budaya di Indonesia merupakan modal sosial untuk membentuk karakter dan identitas budaya dari masing-masing daerah, selain sebagai kekayaan intelektual dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Kearifan lokal merupakan entitas yang menentukan identitas, harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 1992). Hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan, tata kelola, serta tata cara dan prosedur merupakan contoh bentuk kearifan lokal. Di dalamnya terdapat kaidah-kaidah yang bersifat anjuran, larangan maupun persyaratan-persyaratan adat yang ditetapkan sesuai peruntukannya dalam kehidupan masyarakat setempat. Jadi makna kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat modern adalah sebagai motivasi kebaikan dari perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai luhur yang ada dan pantas menjadi pegangan hidup. Selain itu sebagai ketahanan budaya, kearifan lokal menjadi bagian penting dalam menghadirkan identitas daerah itu sendiri (Antariksa, 2009).

Wujud dari kearifan lokal ada dua macam, yaitu:

1. Tangible (Berwujud Fisik), seperti kearifan lokal yang tertuang ke dalam bentuk tulisan yang dapat ditemukan seperti pada Primbon dan Praksi. Sebagai contoh dari Primbon adalah naskah Serat Chentini. Naskah karangan pujangga Sinuwun PB V (1820-1823) yang hidup di zaman Surakarta awal abad ke-18 merupakan akumulasi catatan kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat Jawa pada masa itu dan sebelumnya. Naskah tersebut memuat berbagai persoalan pada masa itu, mulai dari sejarah, pendidikan, kesenia, arsitektur, hingga adat dan tata cara dalam budaya Jawa.

Arsitektur vernakular merupakan bentuk lain dari kearifan lokal yang tangible yang sangat erat kaitannya dengan konteks lingkungan setempat dan masyarakatnya. Arsitektur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: ketersediaan material, jenis iklim dan keadaan lingkungan sekitar, tapak dan topografi, kemampuan ekonomi, penguasaan teknologi, kebutuhan hidup sehari-hari, simbolisme dan makna (Setyowati, 2008). Masyarakat tradisional menggunakan pengetahuan yang telah terjadi turun

(22)

Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

463 temurun untuk membangun bangunan tradisionalnya dan pengetahuan ini mengalami perbaikan (trials and errors) dan perubahan sesuai dengan kondisi alam, simbol, kemajuan teknologi dan lain lain.

Rumah Gadang sebagai salah bentuk dari arsitektur tradisional Minangkabau mencerminkan kearifan lokal masyarakatnya dalam beradaptasi dengan alam tempat bangunannya berdiri. Ukuran Rumah Gadang mengikuti ukuran ketersediaan tanah datar yang ada. Namun Masyarakat Minangkabau mempunyai ketetapan susunan ruangnya yang terungkap dalam syair adat mereka, yaitu: Rumah Padang sembilan ruang, salanjo

kuda balari, sapa kian budak maimbau, sekuat kubin melayang. Hasil persepsi dari syair ini

membentuk denah Rumah Gadang yang kebanyakan terdapat di Tanah Minang saat ini yaitu beruang sembilan dan berpola grid simetris (Setyowati, 2008).

2. Intangible (Tidak Berwujud), kearifan lokal yang tidak berwujud ini dapat ditemui

seperti dalam petuah-petuah yang disampaikan secara verbal dan turun-temurun dapat berupa nyanyian, kidung yang mengandung ajaran-ajaran tradisional.

Membaca Fenomena

Kearifan lokal juga tergantung dari setiap individu untuk memaknainya, oleh karena itu tercipta beragam arti. Tidak ada kata pasti untuk menjelaskannya karena akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga lebih cocok disebut konsepsi; bukan definisi. Perubahan tersebut sejalan dengan budaya manusia yang selalu berkembang. Dalam proses pemahamannya, perlu kembali kepada kehidupan sehari-hari, yaitu membaca fenomena nyata dengan pengalaman ruang. Sebatas yang diketahui, karena kearifan lokal sebagai unsur dari tradisi budaya masyarakat. Umumnya para ahli meletakkan tradisi sebagai katalisator untuk proses generalisasi arti.

Nusantara yang tercipta dari beragam budaya memiliki kesamaan dalam ranah nilai tradisi. Tradisi merupakan nilai-nilai adat yang sudah mengakar dan diterima oleh masyarakat. Pada permukiman tradisional terdapat sesuatu yang diagungkan yang mana menjadikan agama dan kepercayaan sebagai sentral. Dari segi ini, manusia mencoba memberi identitasnya melalui simbol tertentu pada hunian yang mana sebagai karakter kesetempatan (Antariksa, 2009). Tatanan Tanean Lanjeng di Madura membagi permukiman menjadi zona sakral dan profan. Hunian berawal dari adanya masjid/surau di sebelah barat dan diikuti rumah awal pada bagian utara dan dapur pada bagian selatan. Hunian tumbuh menyamping dengan didirikannya rumah secara linear sejalan dengan jumlah penduduk. Pada bagian tengah sebagai lapangan memanjang (tanean) sebagai zona sosial. Di tempat lain di Dusun Sade, Lombok juga terdapat zonifikasi berdasarkan tingkat kesakralan. Permukiman di Sade tersusun berdasarkan hirarki yang mengarah pada gunung Rinjani, semakin tinggi posisinya, maka semakin tinggi peranan orang tersebut. Orang Sade juga mengkhususkan wanita dengan menempatkan ruang tertentu dalam bale. Sedangkan lelaki hanya diberikan ruang publik di ruang luar ataupun berugak yang berfungsi seperti gazebo untuk kebutuhan sosial (Agusintadewi, 2015). Ternyata dari beberapa daerah tersebut terdapat kesamaan ciri dan disebut sebagai kesetempatan dalam universalitas (Antariksa, 2009).

Masyarakat tradisional merasa bahwa dia merupakan bagian dari alam dan merasa memilikinya (Prijotomo, 2013). Tidak ada bedanya antara tinggal di alam maupun dalam

(23)

tampak adalah masyarakat tropis hidup ‘lebih santai’ karena iklim lebih bersahabat. Lain halnya seperti Jepang, negara subtropis yang terkenal pekerja keras. Dari penjelasan ini diketahui dalam aspek tradisionalistik memperhatikan tanda-tanda yang menjunjung potensi alam setempat dan mempengaruhi sikap manusia di dalamnya.

Selanjutnya Prijotomo (2013) menjelaskan contoh lain berupa tacit knowledge yang berarti aturan ini sebagai pengetahuan tidak tertulis tetapi dijunjung tinggi. Proses memahami alam akan berhasil apabila terjadi resonansi antara masyarakat manusia dan alam. Sebagai contoh dalam permukiman Madura (tanean lanjang) dan permukiman Sade terdapat batas permukiman berupa bambu atau alang-alang. Bahan yang banyak ditemukan ini juga dipakai sebagai bahan rumah mereka seperti atap di Sade menggunakan alang-alang. Contoh lain adalah petani ataupun nelayan tradisional, mereka tahu kapan dimulai suatu pekerjaan melalui tanda-tanda alam seperti munculnya rasi bintang, hujan, arah angin, dan sebagainya. Tradisi Jawa juga mengajarkan hal yang baik seperti primbon daur hidup (kelahiran, pernikahan, kematian) selain itu juga arah hadap dan prosesi upacara membangun rumah. Antariksa (2009) menegaskan bahwa manusia yang merasa modern cukup mengutamakan pemikiran logis dan mengesampingkan detail tradisi, padahal memberikan tuntunan hidup. Pengetahuan seperti ini tidak pernah ada di kalangan akademisi karena langsung dari alam, berkaitan dengan metafisik dan fenomenologi; yang berarti upaya penggalian lapis demi lapis agar diketahui makna yang terkandung. Nilai tacit knowledge ini memberikan pesan bahwa adanya timbal balik terhadap detail tradisi dan alam untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Handinoto (2006) memberikan perspektif lain mengenai kemunculan bangunan-bangunan kolonial di Nusantara. Daendels (±1800an), dengan diterapkannya langgam Empire Stijl dari Perancis yang diadaptasikan di daerah Hindia-Belanda maka tercipta langgam Indische Empire Stijl yang kurang menghargai alam, ditunjukkan dengan adanya luas lahan yang diperlukan untuk membuat sebuah rumah, tanpa teritisan, penggunaan kolom yang besar (doric, ionic, dan corintian), lantai satu yang masuk ke dalam tanah menyebabkan kelembaban tinggi. Nilai individualitas tersebut kontras terhadap proses pemahaman terhadap alam justru mengubah cara pandang orang pribumi dan campuran terhadap nilai dari luar, dengan menganggapnya sebagai karya yang agung sebagai wujud kebesaran kekuasaan kolonial, dan langgam tersebut dijadikan sebagai acuan langgam sampai seratus tahun ke depan, bahkan sampai merasuki rumah rakyat. Indische Empire Stijl merupakan salah satu langgam awal sebelum bertransformasi menjadi langgam yang lain seperti NA, Romantiek, Voor dan 1915an. Oleh beberapa ahli dalam arsitektur, karya arsitektur kolonial tetap sebagai wujud local wisdom, salah satu faktornya adalah akulturasi budaya sehingga bangunan tersebut tidak ada di Belanda ataupun Indonesia asli. Keunikan kulturnya memberikan nilai bahwa tidak ada di tempat lain dan mewakili masa tertentu dari sisi diakronik. Adapun nilai yang dipetik dari perspektif ini adalah kegagalan sekaligus menumbuhkan kreatifitas baru dalam menghargai alam dan arsitektur.

Kontribusi dalam bidang arsitektur dalam metode visual skill atau imaging (melihat-bacakan dari fenomena nyata) ini adalah mampu membangun budaya arsitektur di tanah air supaya lebih peduli dan adil terhadap masyarakat manusia dan alam. Konsepsi sementara kearifan lokal adalah proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat alam untuk keberlanjutan tradisi

(24)

Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun - Bali, 3 November 2016

465 manusia khususnya dalam berarsitektur. Melalui dengan pendekatan antropologis, ‘membaca

fenomena’lah sebagai alat pengungkap kearifan lokal.

Masih Perlukah?

Dalam perkembangan peradaban manusia yang dinamis dari waktu ke waktu, konsepsi kearifan lokal pun mulai terkaburkan dari kondisi ideal untuk harapan kehidupan yang lebih baik. Pada konteks kekinian, modernitas menyebabkan sebagian besar manusia beranggapan tradisi itu sesuatu yang usang, kurang penting, dan tidak perlu dirujuk lagi. Anggapan ini menyebabkan terputusnya mata rantai antara alam – tradisi – artefak fisik. Kearifan lokal mengalami distorsi makna.

Tambahan lagi, pendekatan ekonomi (materi) menyebabkan manusia semakin rasional dan berpikir praktis. Rumah sebagai salah satu karya arsitektur dirancang sesuai kebutuhan (fungsional dan efektif) dengan modal yang rendah, tetapi dapat menghasilkan manfaat yang maksimal, termasuk kepuasan pemilik ataupun penggunanya. Bahkan pada rancangan-rancangan rumah modern, tidak menyediakan fungsi sosial untuk berinteraksi dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya. Kondisi ini semakin mengaburkan nilai kosmologis dari suatu tradisi yang dapat mengancam hilangnya identitas setempat.

Namun demikian, ada beberapa arsitek mengupayakan untuk memaknai kembali kearifan lokal dengan menerapkannya pada kehidupan modern. Tipologi bentukan lama (tradisional) tidak lagi menjadi rujukan dalam proses perancangan. Eesensi ruang atau detail tradisi yang lain, seperti kebiasaan tertentu menjadi dasar pertimbangan. Misalnya, peletakan ruang dalam rumah Jawa masih dipertahankan. Bagian depan untuk mewadahi fungsi sosial, sedangkan pada bagian belakang lebih bersifat privat dan seterusnya. Gaya boleh mutakhir sesuai selera pemiliknya, tetapi tidak menghilangkan identitasnya. Identitas dapat dipertahankan dengan menggunakan material-material lokal yang lebih menghargai alam, misalnya kayu, bambu, atau bahkan material lawasan.

Catatan Akhir

Sebagai bagian dari tradisi budaya yang sifatnya dinamis, kearifan lokal mengalami perubahan makna dari masa ke masa. Perubahan makna tersebut dapat berupa penyempurnaan, atau bahkan mengalami distorsi. Dalam konteks tersebut, pemaknaan kembali dapat dilakukan oleh setiap individu atau sekelompok komunitas. Pada sebuah proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat alam, salah satu tujuan kearifan lokal adalah untuk menjaga keberlanjutan tradisi manusia dalam berarsitektur, sehingga hubungan timbal balik antara alam-manusia-tradisi. Distorsi makna kearifan lokal terjadi karena adanya anggapan bahwa dalam kehidupan modern, tradisi dikategorikan sebagai sesuatu yang primitif. Dalam konteks ini, seorang arsitek diperlukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan manusia modern dengan penghargaan kepada alam, sehingga identitas setempat tetap terjaga.

Referensi

Abel, C (1997) Architecture and Identity Singapore, Architectural Press. Adimihardja, Agusintadewi, N K (2015) ‘Tradisi Meruang Masyarakat Tradisional Sasak Sade di Lombok

Tengah’ Proseding Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun, hal. 127-140. 22 Desember 2015, Denpasar: Universitas Udayana.

(25)

Geertz, C (1992) Kebudayaan dan Agama Yogyakarta: Kanisius Press.

Handinoto (2006) Daendels dan Perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19. Jurnal

Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra, Surabaya.

(http://archaeology.blogsome.com, diakses 6 September 2008). Irsan, B V N (2009) Kearifan Lokal untuk Kesejahteraan Rakyat (Online)

http://budayalampung.blogspot.com/2009/04/kearifan-lokal-untuk-kesejahteraan.html

Kusnaka (2008) Dinamika Budaya Lokal Bandung, CV.Indra Prahasta + LBPB.

Meliono, I (2011) ‘Understanding the Nusantara Thought and Local Wisdom as an Aspect of the Indonesian Education’ TAWARIKH, International Journal for Historical Studies, 2(2) 2011.

Pangarsa, G W (2008) Arsitektur untuk Kemanusiaan Surabaya: PT. Wastu Lanas Grafika. Prijotomo, J (2013) Arsitektur Nusantara: Bukan Arsitektur Tradisional Palu: Universitas

Tadulako, Kuliah Tamu Arsitektur Nusantara.

Sartini (2004) Menggali Kearifan Lokal Nusantara sebagai Kajian Filsafati Jurnal Filsafat 37(2): 111-120.

Setyowati, E (2008) Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Arsitektur Tradisional Minangkabau http://ninkarch.files.wordpress.com/2008/11/ars-vern-minangkabau.pdf

(26)

MEMAKNAI KEMBALI

KEARIFAN LOKAL

DALAM KONTEKS KEKINIAN

(27)

Gagasan-gagasan setempat

yang bersifat bijaksana

dan bernilai

baik

, yang tertanam

menjadi

tradisi

(ajeg)

(Antariksa, 2009; Irsan, 2009; Sartini, 2009)

(28)
(29)
(30)

Membaca Fenomena

Pemaknaan tergantung setiap

individu

atau kelompok masyarakat

Dinamis

Pada masyarakat tradisional,

agama dan kepercayaan

(31)

Hubungan timbal-balik:

(32)

Masyarakat modern

Masih perlukah?

Memutuskan mata rantai

(33)

antara kebutuhan dan penghargaan terhadap

alam agar tidak kehilangan identitas setempat.

Mempertahankan esensi/makna

(34)

Catatan Akhir

Makna selalu mengalami penyempurnaan, setiap

individu dapat memaknainya kembali

Proses menemukenali hubungan timbal balik

alam-manusia-tradisi, khususnya dalam berarsitektur

Dalam kehidupan modern, makna kearifan lokal

mengalami distorsi.

Arsitek sebagai penyeimbang.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul

Penggunaan ensambel musik tradisional dalam upacara-upacara adat masyarakat Karo akan dijelaskan berdasarkan konteks upacara masyarakat Karo secara umum, yaitu upacara

Penyelesaian persamaan Schrödinger untuk potensial tertentu dapat ditemukan dengan cara mengubahnya menjadi persamaan diferensial tipe hipergeometri dengan melalui

- Secara umum komunikasi data dapat dikatakan sebagai proses pengiriman informasi (data) yang telah diubah dalam suatu kode tertentu yang telah disepakati

Dengan demikian yang dimaksud dengan orang-orang percaya di sini adalah bahwa melalui pola hidup, pola pikir, sikap dan perbuatan yang bijaksana, orang-orang yang

adalah Maimun (Kasi Pemerintahan) dan dilanjutkan dengan penyerahan stempel kampung pemekaran yang bernama Blang mancung Timur kepada kepala kampung yang bernama Tukiran. Kasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji tentang intensitas pemanfaatan sumber materi perkuliahan, baik dari buku referensi, buku catatan, internet, dan sumber

Siswa adalah organism uni yang berkembang sesuai dengan tahap perkembanggnya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo