Persepektif Bimbingan dan Konseling) Oleh : Lalu Abdurrachman Wahid1
Abstrak
Permasalahan yang sering muncul dewasa ini kerap kali dilakukan oleh remaja dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat seperti minuman keras, narkoba, seks pranikah, bunuh diri karena diputuskan pacarnya, menderita HIV AIDS, ketergantungan pada obat-obatan, serta ketidakmampuan mengendalikan emosi yang menimbulkan prilaku agresif . Hal ini merupakan pelarian dari masalah yang diderita dan tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri serta tidak mengetahui kemana harus meminta bantuan agar masalahnya terselesaikan. Konseling sebaya kiranya menjadi pilihan penting yang perlu dikaji dan diperhitungkan oleh kalangan konselor profesional khususnya dan masyarakat luas umumnya.. Penting sebagai salah satu bantuan layanan konseling, khususnya bantuan pengentasan masalah dikalangan remaja yang seusia. Konselor sebaya kiranya mampu menjadi fasilitator agar remaja dapat menemukan identitas diri dan potensi diri yang terpendam untuk menemukan pemecahan masalah yang dialami serta mampu mengadakan penyesuaian diri dan lingkungannya.
Kata Kunci : Bimbingan dan Konseling, Teman Sebaya, Remaja.
1Penulis adalah mahasiswa S-1 jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) semester 4 kelas (A)
A. Pendahuluan
Pada masa remaja2, ketertarikan dan komitmen serta ikatan kepada teman sebaya
menjadi sangat kuat. Hal ini antara lain karena remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat memahami mereka. Keadaan ini sangat sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok yang ekslusif karena menurut mereka hanya sesama merekalah dapat saling memahami. Sebagian besar siswa lebih sering membicarakan masalah-masalah serius mereka dengan teman sebaya, disbanding dengan orang tua dan guru pembimbing (konselor). Untuk masalah yang sangat seriuspun mereka bicarakan dengan teman, bukan dengan orang tua ataupun dengan konselor sekolah mereka, kalaupun terdapat beberapa siswa yang menceritakan masalah rumit mereka kepada orang tua atau guru pembimbing, biasanya sudah terpaksa karena mengalami jalan buntu terhadap permasalahan yang
dialami.3
Pada masa globalisasi ini, remaja dihadapkan oleh permasalahan-permasalahan seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan NAPZA, kehamilan tidak diinginkan yang dapat berujung kepada pernikahan dini atau aborsi. Tidak hanya itu saja, para remaja juga rentan
terhadap virus HIV dan AIDS serta masalah pacaran (seks bebas).4 Di era globalisasi ini
juga informasi sangat mudah untuk diakses, sehingga tanpa filter yang baik remaja akan semakin terjerumus dengan informasi yang salah. Hal ini mengakibatkan remaja mengalami
masalah dalam memperoleh kebahagiaan dalam hidup baik di dunia lebih lebih di akhirat.5
Dalam segala segi, remaja mengalami perubahan yang sangat cepat dan sering menimbulkan kegoncangan dan ketidakpastian. Goncangan dan ketidakpastian juga muncul dari lingkungan yang sedang dan akan terus cepat berubah. Dalam menghadapi badai perkembangan banyak remaja yang berhasil mengatasi berbagai rintangan. Tetapi banyak pula remaja yang tidak mampu menembus hantaman badai kehidupannya, yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah pelik dalam kehidupan yang semakin lama
semakin sulit untuk dihadapi dan dipecahkan.6
2Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bedanya, adolescentia yang berarti
remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah remaja tampaknya istilah paling populer dan sering digunakan untuk menilai kedewasaan seseorang. Setiap kali disebut remaja, maka pikiran seorang pasti terfokus pada manusia yang berfikir dewasa. Lebih lengkapnya lihat al-Ghifari, Gelombang Kejahatan Seks
Remaja Modern (Bandung: Mujahid, 2004), 22. Sedangkan Sigmund Freud menafsirkan masa remaja sebagai
suatau masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk definitif karena perpaduanhidup seksual yang banyakbentuknya (polymorph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan). Dikutip dari Abin Syamsudin, Psikologi
Pendidikan (Bandung: Rosda Karya, 2002), 131.
3Shertzer B., & Stone S.C., Fundamental Of Guidance (Boston: HMC, 1976), 48. 4Arintoko, Wawancara Konseling di Sekolah (Yogyakarta: Andi, 2011), 5. 5Erhamwilda, Konseling Islami (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 47. 6 Shertzer & Stone, Fundamental., 72
Permasalah yang muncul pada remaja tidak mampu dibendung, karena disetiap tahap perkembangan individu akan mengalami hambatan. Remaja tidak mampu mengadakan penyesuaian terhadap masalah yang dihadapi dan akan berakibat pada munculnya masalah yang lebih pelik lagi. Kelompok sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan individu. Terpengaruhnya tidaknya individu dengan teman sebaya tergantung pada persepsi individu terhadap kelompoknya, sebab persepsi individu terhadap kelompok sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil
nantinya.7
Remaja yang mempunyai problem, pertama-tama ia akan bicara kepada teman atau kelompok sebayanya dan baru kemudian kepada konselor professional. Banyak orang yang cenderung lebih suka mengungkapkan persoalan hidupnya kepada teman-teman dekatnya dari pada kepada guru dan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena sesama remaja tahu persis lika-liku masalah dan lebih spontan dalam mengadakan kontak. Kelompok teman sebaya lebih unggul daripada konselor professional setidaknya dalam hal pembangunan hubungan (rapport) yang segera dan keefektifan yang ada dalam hubungan kesederajatan. Sementara itu faktor kesamaan pengalaman dan status non professional yang dimiliki oleh konselor sebaya menyebabkan mereka dapat lebih diterima daripada konselor professional khususnya bagi konseli yang suka menghindar. Namun hal ini tidak berarti konselor sebaya mengganti keberadaan konselor frofesional, ia hanya membantu meningkatkan pelayanan konseling.
B. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Teman Sebaya
Kata bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna, guidance berasal dari kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot,
manager, or steer, (menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur, atau
mengemudikan).8 Sedangkan menurut Victoria Neufeldt mengemukakan bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan individu yang membutuhkan dari seorang yang ahli.9
Akan tetapi tidak sesederhana itu untuk memhami pengertian bimbingan.pengertian bimbingan formal telah diungkapkan orang setidaknya sejak awal abad ke-20 yang diprakarsai oleh Frank Parson mengungkapkan bahwa “bimbingan adalah bantuan yang
7 Zaitun, Sosiologi Pendidikan (Pekanbaru: Mahkota Riau, 2009), 163.
8 Sucipto, “Konseling Sebaya”, dalam Konseling (Kudus: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Kudus, Juni 2009), 3.
diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu
jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya.”10
Adapun pengertian konseling menurut Prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien.11 Sejalan dengan itu Winkel mendefinisikan
konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.12 Berdasarkan
pengertian konseling tersebut Anas Salahudin mendefinisikan konseling sebagai usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus serta teratasinya
masalah yang dihadapi konseli.13
Berdasarkan baberapa pengertian bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapatkan latihan khusus, dengan tujuan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan sebaya artinya kemiripan/tidak berbeda jauh dalam usia. Kesebayaan menimbulkan keeratan, keterbukaan dan perasaan senasib muncul. Di kalangan remaja, kondisi ini dapat menjadi peluang bagi upaya untuk memfasilitasi. Karakteristik psikologis remaja, yang bersifat emosional, labil, juga merupakan tantangan bagi keefektifan layanan konseling sebaya. Pentingnya teman sebaya bagi remaja tampak
dalam komformitas remaja terhadap kelompok sebayanya.14 Konformitas terhadap
pengaruh teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Beberapa tingkah laku konformitas negatif antara lain mengucapkan kata-kata jorok, mencuri, tidakan perusakan, serta mempermainkan orang tua dan guru. Namun demikian, tidak semua konformitas
10 Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 13.
11Prayitno dan Erman Amfi, Dasar-dasar Bimbingan Konseling (Jakarta: Renka Cipta, 1995), 105. 12Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia, 2005), 34. 13Anas Salahudin, Bimbingan., 15.
terhadap kelompok sebaya berisi tingkah laku negatif.15 Gladding mengungkapkan bahwa
dalam interaksi teman sebaya memungkinkan terjadinya proses identifikasi, kerjasama, dan proses kolaborasi. Proses tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku yang
khas pada remaja.16
Selanjutnya pengertian konseling teman sebaya pada dasarnya merupakan cara bagi siswa (remaja) belajar bagaimana memperhatikan dan membantu anak-anak lain serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.17 Semantara itu, Tindal dan Gray
mendefinisikan teman sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku dalam membantu secara interpersonal yang dilakukan indivudu yang non-profesional yang berusaha membantu
orang lain.18Konseling teman sebaya mencakup hubungan menbantu yang dilakukan secara
individual (one to one helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktifitas interpersonal manusia untuk membantu dan menolong. Kan menekankan konseling teman sebaya merupakan metode. Seperti yang di kemukakan bahwa “peer counseling is the use problem solving skills and actife
listening”. Meskipun demikian Kan mengakui bahwa keberadaan konseling sebaya
merupakan kombinasi dari dua aspek yaitu tehnik dan pendekatan.19
Judy A. Tindall dan H. Dean Gray mengemukakan: “peer counseling is defined as variety
of interpersonal helping behaviours assumed by nonprofessionals who undertake a helping role with others” (konseling teman sebaya dapat diartikan sebagai jenis bantuan interpersonal yang
dilakukan oleh nonprofesional untuk membantu teman yang lainnya).20 Sedangkan Carr
mengungkapkan konseling sebaya merupakan suatu bentuk pendidikan psikologis yang disengaja dan sistematik. Konseling sebaya memungkinkan siswa memiliki keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri secara bermakna bagi remaja. Secara khusus, konseling teman sebaya tidak memfokuskan pada evaluasi isi, namun lebih memfokuskan pada proses berfikir, poses perasaan, dan proses pengambilan keputusan. Dengan cara demikian, konseling sebaya memberikan kontribusi
15 J.W. Santrock, Life Span Development (Ninth Edition, Boston: McGraw Hill Companies, 2004), 415. 16 S.T. Glading, Group Work : A Cunseling Spesiality (Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1995), 113-114. 17Carr, Theory and Practice of Perr Counseling (Otawa: Canada Employment and Immigration
Commission, 1981), 3.
18Tindal and Gray, Peer Counseling : In-Depth Look At Training Peer Helpers (Muncie: Accelerated
Development Inc, 1985), 5.
19Suwarjo Raharjo, 29 februari 2008, “Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) Untuk
mengembangkan Resiliensi Remaja”, dalam Makalah. Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 5.
pada dimilikinya pengalaman yang kuat yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu respect.21
Dengan sederhana Erhamwilda mendefinisikan konseling sebaya sebagai layanan bantuan konseling yang diberikan oleh teman sebayanya (biasanya seusia/tingkatan pendidikannya hampir sama) yang telah terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga diharapkan dapat memberikan bantuan baik secara individual maupun kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah ataupun mengalami berbagai
hambatan dalam perkembangan kepribadiannya.22
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling teman sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor ahli. Siswa yang menjadi konselor sebaya berfungsi membantu siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor ahli dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan bantuan bimbingan atau konseling secara lanjut. Program konseling teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstuktur, aktifitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi (memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang motivasi mengikuti pelatihan untuk pengembangan diri sebagai remaja yang matang dan bertanggung jawab.
C. Urgensi Konseling Teman Sebaya
Laursen mengemukakan bahwa teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja. Penegasan Laursen dapat dipahami karena pada kenyataannya remaja pada masa ini menghabiskan sebagian besar
waktunya bersama teman sebaya mereka.23 Penelitian yang dilakukan Buhrmester24
21Carr, Theory., 4.
22Erhamwilda, 11 Maret 2009, “Model Hipotik Konseling Sebaya Dengan Pendekatan Realitas Untuk
Siswa SLTA : Satu Inovasi Bagi Layanan Konseling Di Sekolah” dalam Makalah. Disampaikan dalam Konggres Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, 8.
23Laurance Steinberg, Adolescence (New York: McGraw Hill, 1993), 154. 24Santrock, Life., 414.
menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan dengan teman sebaya meningkat secara drastis, dan pada saat bersamaan kedekatan hubungan remaja dengan orang tua menurun secara drastis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Billy, Rodgers, dan Udry menemukan bahwa remaja yang memiliki hubungan dekat dan berinteraksi dengan pemuda yang lebih tua akan terdorong untuk terlibat dalam kenakalan, termasuk juga
melakukan hubungan seksual secara dini.25
Sementara itu remaja alkoholik tidak memiliki hubungan yang baik dengan teman
sebayanya dan memiliki kesulitan dalam membangun kepercayaan pada orang lain.26Remaja
membutuhkan afeksi dari remaja lainnya, dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa hormat, remaja juga membutuhkan perhatian dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi masalah, butuh orang yang mau mendengarkan dengan penuh simpati, serius, dan memberikan kesempatan untuk berbagi kesulitan dan perasaan seperti rasa marah, takut,
cemas, ragu, sedih, kecewa, maupun sakit hati.27
Penelitian yang dilakukan Willard Hartup selama tiga dekade menunjukkan bahwa sahabat dapat menjadi sumber-sumber kognitif dan emosi sejak masa kanak-kanak sampai dengan masa tua. Sahabat dapat memperkuat harga diri dan perasaan bahagia. Sejalan
dengan hasil penelitian tersebu,28Cowie dan Wallace juga mengemukakan bahwa dukungan
teman sebaya banyak mambantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga dapat membantu memperbaiki iklim sekolah,
serta memberikan pelatihan keterampilan sosial.29
Carr menunjukkan terdapat sembilan area dasar yang memiliki sumbangan penting terhadap perlunya dikembangkan konseling teman sebaya.
1. Hanya sebagian kecil siswa yang memanfaatkan dan bersedia berkonsultasi langsung dengan konselor. Para siswa lebih sering menjadikan teman-teman mereka sebagai sumber yang diharapkan dapat membantu pemecahan masalah yang mereka hadapi. Para siswa tetap menjadikan teman-teman mereka sebagai sumber utama dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan pribadi, perencanaan karir, dan bagaimana melanjutkan pendidikan formal mereka.
25Ibid., 414.
26Muro and Kottman, Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools : A Practical Approach
(Madison: Brown and Bencahmark, 1995), 225.
27 Cowie and Wallance, Peer Support in Action : From Bystanding to Standing By (London: Sage
Publications, 2000), 5.
28Santrock, Life., 352.
2. Berbagai keterampilan yang terkait dengan keterampilan pemberian bantuan yang efektif dapat dipelajari oleh orang-orang awam sekaligus, termasuk oleh para professional, siswa SMP, SMA, bahkan oleh para siswa sekolah dasar. Pelatihan konseling sebaya itu juga dapat merupakan suatu bentuk treatment bagi para konselor sebaya dalam membantu pengembangan psikologis remaja.
3. Berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa dikalangan remaja, kesepian atau kebutuhan akan teman merupakan salah satu diantara lima hal yang paling menjadi perhatian remaja. Hubungan pertemaan bagi remaja sering kali menjadi sumber terbesar bagi terpenuhinya rasa senang, dan juga dapat menjadi sumber frustrasi yang paling mendalam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa teman memungkinkan untuk saling bantu satu sama lain dengan cara yang unik dan tidak dapat diduga oleh para orang tua dan para pendidik. Para siswa SMA menjelaskan seorang teman sebagai orang yang mau mendengarkan, mau membantu, dan dapat berkomunikasi secara mendalam. Persahabatan ditandai dengan kesediaan untuk dapat saling bantu dan dapat menjadi penolong satu sama lain.
4. Dasar penggunaan siswa untuk membantu siswa lainnya muncul dari penekanan pada usaha preventif dalam gerakan kesehatan mental dan penerapan konseling preventif dalam setting sekolah. Program prevensi memiliki dua level tujuan, yaitu :
a. Kebutuhan untuk memperkuat (atau imunisasi) siswa dalam menghadapi pengaruh-pengaruh yang membahayakan (melalui pemberian keterampilan pemecahan masalah secara lebih efektif).
b. Pada saat yang sama mengurangi insiden faktor-faktor destruktif secara psikologis yang terjadi dalam lingkungan misalnya dengan mengeliminasi lingkungan yang kurang mendukung.
5. Siswa perlu memiliki kompetensi (menjadi kuat) perlu kecerdasan (bukan akademik, tetapi memahami suasana), pengambilan peran tanggung jawab (menjadi terhormat) dan harga diri (menjadi bermakna dan dapat dipahami). Para siswa memahami bagaimana kuatnya kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sebagian orang tua kurang memahami keadaan ini, sehingga remaja seringkali mencari sesama remaja yang memiliki perasaan sama, mencari teman yang mau mendengarkan, dan bukan untuk memecahkan atau tidak memecahkan problemnya, tetapi mencari orang yang mau menerima dan memahami dirinya.
6. Suatu issue kunci pada masa remaja adalah kemandirian (independence), tetapi sebagaimana dijelaskan Ivey adalah suatu hal yang penting bagi orang dewasa untuk memahami kemandirian dalam kaitannya dengan persepektif budaya teman sebaya. Sebagai contoh, Goleman telah menemukan bahwa bagi remaja laki-laki, independensi berarti kebebasan dari pengekangan atau pembatasan tertentu. Sedangkan bagi remaja perempuan, independensi berarti suatu kebebasan internal, atau kesempatan untuk menjadi diri sendiri dan kesempatan untuk memiliki beberapa kemandirian yang berkaitan dengan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran seseorang.
7. Secara umum, penelitian-penelitian yang dilakukan tentang pengaruh tutor sebaya Allen, Gartner, Kohler dan Reissman menunjukkan bahwa penggunaan teman sebaya (tutor sebaya) dapat memperbaiki prestasi dan harga diri siswa-siswa lainnya. Beberapa siswa lebih senang belajar dari teman sebayanya.
8. Peningkatan kemampuan untuk dapat membantu diri sendiri (self-help) atau kelompok yang saling membantu juga merupakan dasar bagi perlunya konseling sebaya. Pada dasarnya, kelompok ini dibentuk oleh sesama teman sebaya yang saling membutuhkan dan sering tidak terjangkau atau tidak mau menggunakan layanan-layanan yang disediakan oleh lembaga. Diantara teman sebaya mereka berbagi dan memiliki perhatian yang sama, serta bersama-sama memecahkan problem, menggunakan dukungan dan katarsis sebagai intervensi pemecahan masalah.
9. Landasan terakhir dari konseling sebaya didasarkan pada suplai dan biaya kerja manusia. Layanan-layanan professional dari waktu ke waktu bertambah, dengan ongkos layanan yang semakin tak terjangkau oleh sebagian remaja. Sementara itu problem remaja terus meningkat dan tidak semua dapat terjangkau oleh layanan formal. Berbagai problem yang dialami remaja perlu disikapi dengan membentuk layanan yang dapat saling membantu diantara remaja itu sendiri. Para siswa (remaja) secara umum lebih banyak tahu dibandingkan dengan orang dewasa ketika remaja lain sedang mengalami masalah, dan dapat lebih akrab serta lebih spontan dalam mengadakan
kontak.30
Dalam konseling sebaya, peran dan kehadiran konselor ahli tetap diperlukan. Dalam model konseling teman sebaya, terdapat hubungan Triadik antara konselor ahli (konselor professional), konselor sebaya, dan konseli. Hubungan triadik tersebut dapat digambarkan
30Carr, Theory., 5-12.
melalui interaksi langsung antara konselor ahli dengan konseli atas rujukan konselor sebaya.31 Konselor Ahli Konselor Konseli Sebaya Sebaya
Keterangan : Interaksi antara konselor ahli dengan konseli melalui konselor sebaya. Interaksi langsung antara konselor ahli dengan konseli atas rujukan konselor sebaya
Gambar 1 :
“Interaksi Triadik antara konselor ahli, konselor sebaya dengan konseli sebaya” Saat seorang remaja mendapatkan masalah, mereka lebih banyak sharing atau curhat kepada teman sebayanya daripada kepada guru (termasuk konselor sekolah) dan orang tuanya. Hal ini disebabkan para remaja tahu persislika-liku masalah itu dan lebih spontan dalam mengadakan kontak. Konselor sebaya yang terlatih memungkinkan terjadinya sejumlah kontak yang spontan dan informal. Kontak-kontak yang demikian memiliki multiplying impact pada berbagai aspek dari remaja lain, bahkan dapat menjadi jembatan penghubung antara konselor profesional dengan para siswa (remaja) yang
tidak sempat berjumpa dengan konselor.32
D. Tujuan Konseling Sebaya bagi Remaja:
1. Dapat membantu konselor dalam menangani siswa yang bermasalah
2. Membantu beberapa siswa yang sulit terbuka dengan konselor dalam menghadapi masalahnya
3. Membantu konselor dalam menuntaskan bimbingan dan konseling bagi setiap siswa
31Suwarjo Raharjo, Konseling., 8. 32Ibid., 10.
E. Fungsi Konseling Sebaya bagi Remaja:
1. Remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang lain menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya,
2. Remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang lain untuk berkembang menjadi suatu pribadi yang sehat dan efektif,
3. Remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang lain supaya mampu melakukan perubahan-perubahan positif dalam hidupnya.
4. Remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang lain supaya mampu mengambil keputusan-keputusan tertentu untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
5. Konseling sebaya akan memudahkan remaja untuk mengoptimalisasikan kemampuan refleksi diri dan menyelami aspek-aspek psiko-sosial yang sangat bermanfaat untuk memahami kehidupan pribadinya sendiri dan kehidupan pribadi yang akan dibantunya.
F. Manfaat Konseling Teman Sebaya bagi Remaja
1. Remaja memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan membina percakapan dengan baik serta bermanfaat dengan orang lain.
2. Remaja memiliki Kemampuan mendengar, memahami dan merespon (3M), termasuk komunikasi nonverbal (cara memandang, cara tersenyum, dan melakukan dorongan minimal).
3. Remaja memiliki kemampuan mengamati dan menilai tingkah laku orang lain dalam rangka menentukan apakah tingkah laku itu bermasalah atau normal.
4. Remaja memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang lain tentang masalah dan perasaan pribadi.
5. Remaja memiliki kemampuan untuk menggunakan keputusan yang dibuat dalam konseling mengahadapi permasalahan-permasalahan pribadi, permasalahan kesehatan, permasalahan sekolah, dan permasalahan perencanaan hubungan dengan teman sebaya.
6. Remaja memiliki kemampuan untuk mengembangkan tindakan alternatif sewaktu menghadapi masalah.
7. Remaja memiliki kemampuan menerapkan keterampilan interpersonal yang menarik untuk mengusahakan terjadi pertemuan pertama dengan siswa yang minta tolong.
8. Remaja memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan observasi atau pengamatan agar dapat membedakan tingkah laku abnormal dengan normal; terutama mengidentifikasi masalah dalam menggunakan minuman keras, masalah terisolasi, dan masalah kecemasan.
9. Remaja memiliki kemampuan mengalih tangankan konsli ke konselor ahli untuk menolongnya memecahkan masalahnya jika dalam konseling sebaya tidak dapat terselesaikan.
10.Remaja memiliki kemampuan mendemontrasikan kemampuan bertingkah laku yang beretika.
11.Remaja memiliki kemampuan mendemontrasikan pelaksanaan strategi konseling. G. Persyaratan Konselor Sebaya :
1. Berpengalaman sebagai pendidik sebaya (tidak mutlak).
2. Memiliki minat, kemauan, dan perhatian untuk membantu klien. 3. Terbuka untuk pendapat orang lain.
4. Menghargai dan menghormati klien.
5. Peka terhadap perasaan orang dan mampu berempati. 6. Dapat dipercaya dan mampu memegang rahasia.
7. Pendidikan minimal setingkat SLTA (lebih diutamakan).33
H. Langkah-langkah dalam Membangun Konseling Sebaya
1. Pemilihan calon konselor teman sebaya. Meskipun keterampilan pemberian bantuan dapat dikuasai oleh siapa saja, faktor kesukarelaan dan faktor kepribadian pemberi bantuan (konselor sebaya) ternyata sangat menentukan keberhasilan pemberian bantuan. Oleh karena itu perlu dilkukan pemilihan calon konselor sebaya. Pemilihan didasarkan pada karakteristik-karakteristik hangat, memiliki minat untuk membantu, dapat diterima orang lain, toleran terhadap perbedaan sistem nilai, energik, secara sukarela bersedia membantu orang lain, memiliki emosi yang stabil, dan memiliki prestasi belajar yang cukup baik atau minimal merata, serta mampu menjaga rahasia. Dalam setiap kelas dapat dipilih 3 atau 4 siswa yang memenuhi criteria tersebut untuk dilatih selama beberapa minggu.
33Ibid., 10.
2. Pelatihan calon konselor teman sebaya. Tujuan utama pelatihan calon konselor teman sebaya adalah untuk meningkatkan jumlah remaja yang memiliki dan mampu menggunakan ketermpilan pemberian bantuan. Pelatihan ini tidak di maksudkan untuk menghasilkan personal yang menggantikan fungsi dan peran konselor ahli. Materi-materi pelatihan yang meliputi keterampilan konseling, modul-modul yang disajikan secara berurutan. Calon konselor sebaya dibekali kemampuan untuk membangun komunikasi interpersonal secara baik. Sikap dan keterampilan dasar konseling yang meliputi kemampuan berempati, kemampuan melakukan attending, keterampilan bertanya, keterampilan merangkum pembicaraan (pharaprhase),
assertive, genuineness, konfromtasi, dan keterampilan pemecahan masalah.
Keterampilan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang dibekalkan dalam pelatihan konseling teman sebaya. Penguasaan terhadap kemampuan membantu diri sendiri dan kemampuan untuk membangun komunikasi interpersonal secara baik akan memungkinkan seorang remaja memiliki sahabat yang cukup.
3. Pelaksanaan dan pengorganisasian konseling teman sebaya. Dalam praktiknya, interaksi konseling teman sebaya lebih banyak bersifat spontan dan informal. Spontan dalam arti interaksi tersebut dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, tidak perlu menunda. Meskipun demikian prinsip-prinsip kerahasiaan tetap ditegakkan. Interaksi triadiik terjadi antar konselor sebaya dengan konseli sebaya, konselor ahli
dengan konselor sebaya, dan konselor ahli dengan konseli.34
I. Keterampilan Konselor Sebaya :
1. Membina suasana yang aman, nyaman, dan menimbulkan rasa percaya klien terhadap konselor.
2. Melakukan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal balik yang
bercirikan :
a. komunikasi dua arah
b. Perhatian pada aspek verbal dan non verbal
c. Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan pikiran d. Kemampuan melakukan 3 M (Mendengar yang aktif, memahami secara positif, e. dan merespon secara tepat), seperti :
34Suwarjo Raharjo, Konseling., 11.
1. Jaga kontak mata dengan lawan bicara/klien (sesuaikan dengan budaya setempat) tunjukkan minat mendengar.
2. Jangan memotong pembicaraan klien, atau melakukan kegiatan lain. 3. Ajukan pertanyaan yang relevan.
4. Tunjukkan empati.
5. Lakuka refleksi dengan cara mengulang kata - kata klien dengan menggunakan kata - kata sendiri.
6. Mendorong klien untuk terus bicara dengan memberikan dorongan minimal, seperti ungkapan (oh ya.., ehm..., bagus), dan anggukan kepala,
acungan jempol, dan lain-lain.35
J. Kiat-kiat khusus melaksanakan konseling sebaya (pada remaja) khususnya : 1. Terbuka, membiarkannya untuk bertanya seluas-luasnya termasuk hal yang tabu. 2. Fleksibel, memberikan jawaban yang sederhana dengan kata-kata yang mudah
dimengerti.
3. Dapat dipercaya, jujur, dan apabila tidak mengerti jawaban dari pertanyaan klien, katakan bahwa lain waktu akan berusaha menjawab karena sekarang belum mengerti.
4. Menjaga kerahasiaan klien.
5. Tunjukkan sikap tenang, jangan mudah panik dan terlalu heran pada hal baru. 6. Menghargai klien dan jangan menadang rendah dirinya.
7. Memahami, dan tidak memberikan penilaian, apalagi penilaian megatif tentang klien.
8. Bersabar, biarkan klien yang mengambil keputusannya sendiri.36
K. Simpulan
Konseling teman sebaya secara kuat menempatkan keterampilan-keterampilan komunikasi untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan keputusan. Konselor sebaya bukanlah konselor professional atau ahli terapi. Konselor sebaya adalah para siswa (remaja) yang memberikan bantuan kepada siswa lain dibawah bimbingan konselor ahli. Konselor sebaya bukan merupakan konselor professional, namun keberadaannya sangat membantu bagi terciptanya suatu hubungan konseling yang professional. Mereka menjadi
35Sucipto, Konseling., 10. 36Ibid., 11.
penghubung yang baik antara konselor professional dan klien. Konselor sebaya senantiasa menciptakan hubungan konseling secara terbuka, saling percaya, keasliannya, jujur, tidak memihak, bebas prasangka, menunjukkan keinginannya membantu klien, dan menjaga kerahasiaan, dan mampu berkomunikasi dengan menyentuh nurani klien serta menyerahkan putusan akhir kepada klien. Satu hal lagi yang perlu diingat bahwa konseling teman sebaya bisa dilakukan dimana saja asalkan tampatnya tenang, nyaman, tidak bising, suasananya enak dan segar serta terhindar dari pihak ketiga yang dapat mengetahui kerahasiaan klien.
Daftar Pustaka
Abin Syamsudin. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Al-Ghifari. 2004. Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern. Bandung: Mujahid. Anas Salahudin. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.
Arintoko. 2011. Wawancara Konseling Di Sekolah. Yogyakarta: Andi.
Carr. 1981. Theory and Practice of Perr Counseling. Otawa: Canada Employment and Immigration Commission.
Cowie and Wallance. 2000. Peer Support in Action : From By Standing to Standing By. London: Sage Publications.
Erhamwilda. 11 Maret 2009. “Model Hipotik Konseling Sebaya Dengan Pendekatan Realitas Untuk Siswa SLTA : Satu Inovasi Bagi Layanan Konseling Di Sekolah”, dalam Makalah. Disampaikan dalam Konggres Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia.
Erhamwilda. 2009. Konseling Islami. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Glading. 1995. Group Work : A Cunseling Spesiality. Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Muro and Kottman. 1995. Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools : A
Practical Approach. Madison: Brown and Bencahmark.
Prayitno dan Erman Amfi. 1995. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: Renka Cipta. Santrock. 2004. Life Span Development. Boston: McGraw Hill Companies.
Shertzer B. and Stone S.C. 1976. Fundamental Of Guidance. Boston: HMC. Steinberg Laurance. 1993. Adolescence. New York: McGraw Hill.
Sucipto. 2009. “Konseling Sebaya”, dalam Konseling, Kudus: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Kudus.
Suwarjo Raharjo. 29 Februari 2008. “Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) Untuk mengembangkan Resiliensi Remaja”, dalam makalah. Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negri Yogyakarta.
Tindal and Gray. 1985. Peer Counseling : In-Depth Look at Training Peer Helpers. Muncie: Accelerated Devlopment Inc.
Victoria Neufeldt. 1998. Webster’s New World College Dictionary. New York: MacMillan. Winkel. 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.