• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan mengakses segala informasi dan pengetahuan, penggunaan sarana atau suatu alat yang selanjutnya berdampak pada perilaku masyarakat yang lambat laun mulai mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku di lingkungan pergaulan remaja (Muhartini, 2015). Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dinamika, terjadi perkembangan dan perubahan yang pesat pada remaja. Periode ini merupakan transisi antara masa anak dan dewasa, remaja akan mengalami transisi emosional, transisi sosial, transisi agama, transisi hubungan keluarga, dan transisi moralitas (Santrock, 2010).

Remaja yang sedang berada dalam periode transisi mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan tingkah laku, kenakalan, dan terjadinya kekerasan baik sebagai korban maupun sebagai pelaku (Soetjiningsih, 2004). Apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kepribadian yang kurang baik, akan menjadi pemicu munculnya penyimpangan perilaku dan perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma dalam masyarakat. Perilaku tersebut antara lain tawuran, narkoba, seks bebas, bahkan sampai tindakan kriminal, dimana perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kenakalan remaja (Willis, 2012).

Kenakalan remaja bukanlah hal baru, bahkan telah menjadi masalah nasional karena remaja adalah tiang negara dan generasi penerus (Willis, 2012). Kenakalan

(2)

remaja mencakup perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang bersifat amoral maupun anti sosial (Santrock, 2010). Perbuatan tersebut dapat berupa berkata kotor, mencuri, merusak, kabur dari rumah, membolos, membawa senjata tajam, merokok, berkelahi, dan kebut-kebutan di jalan sampai pada perbuatan yang menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum, seperti pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, dan pemakaian obat-obatan terlarang (Hayati, 2013). Jensen (1985) dalam Sarwono (2013) mengelompokkan berbagai perilaku kenakalan tersebut menjadi empat jenis yaitu perilaku yang melanggar status, perilaku yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, perilaku yang menimbulkan korban materi, dan perilaku yang menimbulkan korban fisik.

Laporan SKRRI (2007) dalam (BKKBN, 2011) menunjukkan tingginya proporsi kenakalan remaja mulai dari perilaku merokok, minum minuman keras, dan obat terlarang. Sekitar 31,9% remaja laki-laki dan 24,2% remaja perempuan mulai merokok sebelum usia 13 tahun; sekitar 12,5% remaja laki-laki dan 11,9% remaja perempuan minum minuman keras yang dimulai sebelum 14 tahun, serta pengguna obat-obatan terlarang dengan cara hisap sebanyak 2%, dengan cara hirup 3%, dan dengan cara ditelan sebanyak 1%.

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat (2014) menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia remaja Provinsi NTB tahun 2012 adalah 936.649 jiwa, dimana proporsi remaja terbanyak, yaitu 115.751 jiwa berada di Kabupaten Lombok Barat. Permasalahan kenakalan remaja di kabupaten Lombok Barat ditemukan dalam berbagai bentuk antara lain: sebanyak 16,10% siswa SMP dan

(3)

29,80% siswa SMA merokok, sebanyak 4,8% siswa SMP dan 9,5% siswa SMA minum minuman beralkohol, sebanyak 1,7% siswa SMP dan 2% siswa SMA mengkonsumsi narkoba, serta sebanyak 5,3% siswa SMP dan 10,3% siwa SMA pernah melakukan hubungan seksual.

Kecamatan Gunungsari merupakan salah satu dari 10 kecamatan di Kabupaten Lombok Barat dengan jumlah remaja terbanyak. Dari 115.751 remaja, 16.012 (13,83%) diantaranya berada di kecamatan Gunungsari (Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Kepolisian Sektor Gunungsari, terdapat beberapa kasus kenakalan yang dilakukan oleh remaja berusia di bawah 16 tahun dan berstatus sebagai pelajar SMP, antara lain kebut-kebutan motor yang menggangu ketertiban masyarakat, pencurian, perkelahian remaja, penggunaan narkoba, dan kasus perkosaan.

Wawancara yang dilakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 1 Gunungsari menjelaskan bahwa penyuluhan tentang kenakalan remaja dan bahayanya belum dilaksanakan secara maksimal oleh pihak sekolah, masih banyak siswa yang terlibat dalam kenakalan remaja, baik itu terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Kenakalan yang dilakukan melanggar aturan yang termuat dalam buku tata tertib sekolah. Buku Tata Tertib SMP Negeri 1 Gunungsari memuat tentang jenis, kode, dan bobot pelanggaran yang dilakukan serta sanksinya. Jenis pelanggaran dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain pelanggaran terkait dengan keterlambatan; kehadiran; pakaian; kepribadian; ketertiban; pornografi; senjata tajam; narkoba, miras, dan rokok; berkelahi; intimidasi; dan ibadah.

(4)

Kenakalan yang terjadi di sekolah dicatat dalam Buku Pelanggaran Siswa. Berdasarkan catatan buku pelanggaran siswa, terjadi peningkatan jumlah pelanggaran peraturan sekolah oleh siswa, dari periode 2012/2013 tercatat 140 siswa yang melanggar peraturan sekolah, menjadi 315 siswa pada periode 2013/2014. Adapun contoh pelanggaran tersebut antara lain terkait dengan keterlambatan (terlambat masuk sekolah); kehadiran (tidak masuk tanpa izin atau alfa, bolos); pakaian (memakai seragam tidak lengkap atau tidak sesuai aturan); kepribadian (berbohong pada guru, mengeluarkan kata-kata tidak sopan/kasar di depan guru, pegawai atau siswa lain); ketertiban (membawa handphone); pornografi (menyimpan video gambar porno dalam handphone, menyentuh payudara atau bagian tubuh siswi dengan sengaja); ketertiban (memecahkan kaca jendela); berkelahi; dan merokok di belakang sekolah. Bentuk kenakalan lain yang melanggar aturan sekolah seperti kebut-kebutan motor, minum minuman keras, dan narkoba tidak ditemukan dalam buku pelanggaran siswa.

Kasus kenakalan remaja bukan fenomena baru dari masa remaja melainkan suatu lanjutan dari pola perilaku asosial yang dimulai pada masa kanak-kanak, dimana perilaku asosial tersebut dipengaruhi oleh pola asuh dan pola komunikasi dalam keluarga (Hurlock, 2005). Keluarga merupakan tempat dimana individu mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah serta nilai yang berlaku dalam masyarakat (Soekanto, 2009). Sejak kecil anak dibesarkan di lingkungan keluarga maka kemungkinan timbulnya deliquency itu sebagian besar juga berasal dari keluarga (Sudarsono, 2012).

(5)

Studi pendahuluan di kecamatan Gunungsari menunjukkan bahwa keluarga menerapkan pola asuh yang ketat (otoriter) dalam mengasuh anak dan tidak terbuka dalam berkomunikasi, terutama bagi keluarga yang memiliki anak remaja. Baumrind (1971) dalam Santrock (2010) menyatakan pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan meminimalisir perdebatan verbal. Hal serupa ditemukan dalam keluarga remaja di Gunungsari, dimana orang tua membuat aturan tanpa berdiskusi dengan anak remajanya, mengharapkan anak untuk patuh terhadap segala aturan tanpa banyak bertanya; tidak berkomunikasi secara terbuka, seperti membicarakan tentang teman dekat atau pacar, tentang menstruasi, dan berbagai hal yang dihadapi remaja dalam proses transisi, karena dianggap tabu; dan orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan isi hati atau emosi yang dirasakan serta harapan yang diinginkan. Hart (2003) dalam Santrock (2010) menyatakan bahwa anak dari orang tua otoriter kemungkinan berperilaku agresif.

Keluarga adalah sistem terbuka yang terdiri dari beberapa subsistem yang selalu berinteraksi. Interaksi antar subsistem membutuhkan komunikasi (Andarmoyo, 2012). Komunikasi positif sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi keluarga (Clark dan Shields, 1997), dan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi perilaku anak (Moitra dan Mukherjee, 2012). Clark dan Shields (1997) menemukan bahwa remaja dengan komunikasi yang kurang terbuka dan banyak masalah komunikasi dengan orang tua memiliki tingkat kenakalan yang lebih tinggi dan bentuk-bentuk kenakalan yang lebih serius. Hanya saja, dari

(6)

penelusuran literatur belum ada penelitian yang mengungkap tentang pola komunikasi keluarga di Lombok khususnya di Gunungsari terkait dengan kenakalan remaja.

Selain faktor komunikasi dalam keluarga, terjadinya kenakalan remaja juga dapat dipengaruhi oleh letak wilayah yang berada di sekitar kawasan pariwisata (Muhartini, 2015). Muhartini (2015) dalam penelitiannya tentang perilaku menyimpang remaja di sekitar kawasan pariwisata, menemukan bahwa banyak perilaku remaja di sekitar kawasan wisata terkait dengan kenakalan remaja, antara lain mabuk-mabukan, narkoba, dan seks bebas. Hal tersebut, dikarenakan akses terhadap tempat seperti cafe-cafe di tepi pantai atau tempat berkumpul remaja menjadi lebih mudah, tempat tersebut bukan hanya sebagai sarana untuk berkumpul dengan teman, tetapi mengarah pada berbagai bentuk perilaku kenakalan. Kemungkinan hal serupa dapat terjadi di Gunungsari yang letaknya dekat dengan kawasan pariwisata, dimana terdapat banyak cafe di tepi pantai yang mudah diakses oleh remaja, mengakibatkan remaja di wilayah Gunungsari rentan terhadap perilaku kenakalan.

Pola dan proses komunikasi merupakan elemen kunci dalam pemenuhan fungsi-fungsi keluarga (Andarmoyo, 2012). Komunikasi positif sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi keluarga (Clark dan Shields, 1997), dan Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang baik, dan tindakan (Effendy, 2008). Berbagai fakta menegaskan bahwa komunikasi terbuka yang efektif dan positif memiliki pengaruh signifikan bagi perkembangan sosial anak. Poduthose (2012)

(7)

menyatakan bahwa dalam masa transisi hubungan antara remaja dan orang tua mereka sangat penting, kurangnya keintiman/kelekatan orang tua dan remaja, kurangnya keterlibatan orang tua, kurangnya bimbingan, suka menyalahkan, dan memarahi anak remaja dapat menyebabkan perilaku kenakalan remaja.

Komunikasi orang tua dan remaja yang bermasalah secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan dalam tiga jenis perilaku berisiko pada remaja, yaitu: kenakalan remaja, penggunaan obat-obat terlarang, dan perilaku seksual berisiko (Wang, et al., 2013). Dukungan orang tua melalui komunikasi dan pengawasan diyakini mampu mengurangi penggunaan obat-obat terlarang dan kenakalan remaja, karena orang tua memberikan akses untuk berkomunikasi secara terbuka dan kontrol perilaku apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh remaja sehingga memudahkan remaja menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi (Tolou, et al., 2012). Oleh karena itu, pola komunikasi dalam keluarga penting dalam memahami kenakalan remaja.

Permasalahan kenakalan remaja di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu perhatian. Indonesia sebagai warga masyarakat dunia tidak lepas dari komitmen untuk mencapai Sustainable Development Goal’s (SDG’s) yang berkaitan dengan kesehatan mental remaja yaitu pencegahan penyakit menular dan pencegahan gangguan mental dengan memfokuskan program prevensi dan treatment penyebab kecanduann obat termasuk narkotika, penyalahgunaan obat, dan penggunaaan alkohol yang membahayakan. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan membuat Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang dikembangkan melalui implementasi model Kelas Remaja di setiap wilayah Puskesmas termasuk

(8)

Puskesmas Gunungsari. Kelas remaja merupakan wadah dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan remaja tentang kesehatan remaja (misalnya tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, NAPZA, dan HIV AIDS), serta ikut berperan aktif dalam pencegahan dan penanggulangannya (Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, 2014).

Wawancara yang dilakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling menjelaskan bahwa pelaksanaan kelas remaja di di SMP Negeri 1 Gunungsari belum maksimal, karena penyuluhan masih difokuskan tentang tumbuh kembang remaja dan kesehatan reproduksi. Hal ini dapat disebabkan karena minimnya data tentang berbagai perilaku kenakalan remaja lainnya di SMP Negeri 1 Gunungsari seperti minum minuman keras, kebut-kebutan motor, dan narkoba, dimana jenis kenakalan tersebut tidak ditemukan dalam buku catatan pelanggaran siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi berbagai jenis perilaku kenakalan remaja, yang dapat dimulai dari siswa remaja di sekolah menengah yang ada di Gunungsari.

Kenakalan remaja apabila tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan dampak negatif bagi diri remaja itu sendiri yaitu pada fisik dan mental remaja, antara lain prestasi belajar di sekolah terganggu, terserang berbagai penyakit karena gaya hidup yang tidak teratur, fikiran tidak stabil, dan kepribadian yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku, bahkan dapat menyebabkan kematian(Puspitawati, 2008). Kenakalan remaja juga dapat mengakibatkan ketidakharmonisan dalamkeluarga dan mengganggu ketentraman masyarakat (Muhartini, 2010).

(9)

Penanggulangan kenakalan remaja merupakan tanggungjawab semua pihak, termasuk profesi keperawatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.279/MENKES/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, disebutkan perawat kesehatan masyarakat di puskesmas memiliki tugas antara lain sebagai case finder dan health educator, Selain itu, hasil Lokakarya Nasional Keperawatan (1983) menyebutkan bahwa salah satu peran perawat adalah sebagai peneliti. Perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam ilmu keperawatan dan cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya (Hidayat, 2005). Adanya peningkatan jumlah kasus kenakalan remaja di Indonesia, perawat perlu meningkatkan pengetahuan melalui penelitian dan melaksanakan tugas sebagai case finder melalui screening atau identifikasi kasus kenakalan remaja di sekolah dan mempelajari faktor penyebab kenakalan remaja, sehingga dapat membantu keluarga dan remaja dalam pencegahan maupun penanganannya. Berdasarkan permasalahan tersebut penting untuk dilakukan penelitian mengenai hubungan pola komunikasi dalam keluarga dengan terjadinya kenakalan pada remaja di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian bagaimana hubungan pola komunikasi dalam keluarga dengan kenakalan remaja di SMP Negeri 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat?

(10)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pola komunikasi dalam keluarga dengan kenakalan remaja di SMP Negeri 1 Gunungsari Lombok Barat.

2. Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi pola komunikasi dalam keluarga dan tingkat kenakalan remaja di SMP Negeri 1 Gunungsari Lombok Barat.

2. Menganalisa hubungan pola komunikasi dalam keluarga dengan kenakalan remaja di SMP Negeri 1 Gunungsari Lombok Barat.

3. Menganalisa hubungan jenis kelamin, status perkawinan orang tua, jumlah saudara kandung, pekerjaan orang tua, dan penghasilan orang tua dengan kenakalan remaja di SMP Negeri 1 Gunungsari Lombok Barat.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

a. Bagi dinas kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh dinas kesehatan sebagai dasar dalam menyusun program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan program pembinaan bagi remaja untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja melalui implementasi Kelas Remaja di masing-masing wilayah Puskesmas Kabupaten Lombok Barat.

(11)

b. Bagi Sekolah

Melalui penelitian ini, pihak sekolah dapat mengetahui kecenderungan kenakalan yang dilakukan siswa dan penyebab kenakalan remaja sehingga dapat membuat kebijakan dan program yang tepat untuk menangani dan menanggulangi kenakalan remaja.

c. Bagi keluarga dan masyarakat

Melalui penelitian ini, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memahami pentingnya komunikasi dalam keluarga untuk membentuk kepribadian anak agar siap menghadapi dampak negatif perkembangan zaman, sehingga tidak terbawa arus dan menimbulkan kenakalan remaja. 2. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam keperawatan komunitas, keperawatan keluarga, dan keperawatan anak tentang perkembangan sosial dan psikologi anak terutama anak remaja dengan perilaku penyimpangan sosial, sehingga dapat mengembangkan intervensi keperawatan keluarga melalui optimalisasi pola komunikasi dalam keluarga dan pemberdayaan masyarakat dalam penanganan kenakalan remaja.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Clark dan Shields (1997): Family Communication and Delinquency. Fokus penelitian ini adalah perilaku kenakalan remaja dan jenis komunikasi keluarga yaitu komunikasi terbuka dan komunikasi bermasalah. Subjek penelitian yaitu 339 siswa SMA. Instrumen yang digunakan adalah Parent

(12)

Adolescent Communicaton Scale (Barnes dan Olson, 1985) dan Self Reported Deliquency (Elliot, 1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan

komunikasi yang kurang terbuka dan banyak masalah komunikasi dengan orang tua memiliki tingkat kenakalan yang lebih tinggi dan bentuk-bentuk kenakalan yang lebih serius. Perbedaan penelitian terletak pada subjek penelitian dan instrumen pola komunikasi yang digunakan. Subjek pada penelitian yang akan dilakukan diambil dari siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Instrumen pola komunikasi yang digunakan diadaptasi dan dimodifikasi dari teori komunikasi keluarga Friedman (2010) dan Revised

Family Communication Pattern Instrument yang disusun oleh McLeod dan

Chaffee (1972).

2. Penelitian Henry Poduthase (2012): Parent-Adolescent Relationship and

Juvenile Delinquency In Kerala, India: A Qualitative Study. Perbedaan

penelitian terletak pada tujuan, populasi, dan subjek penelitian, variabel independen, metode penelitian, dan teknik sampling. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi dan membandingkan hubungan antara orang tua dengan remaja yang nakal dan tidak nakal. Subjek penelitian adalah 21 remaja laki-laki usia 14-17 tahun, terdiri dari 9 remaja delinkuen dan 12 remaja nondelinkuen. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa remaja yang tidak terlibat kenakalan memiliki lingkungan keluarga yang bahagia dengan komunikasi yang efektif dan terbuka. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan populasi dan subjek diambil dari siswa SMP, variabel independennya adalah pola komunikasi. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

(13)

deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Teknik sampling menggunakan simple random sampling.

3. Wang, et al., (2014): The Influence of Parental Monitoring and Parent

Adolescent Communication On Bahamian Adolescent Risk Involvement.

Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal selama 3 tahun terhadap 913 siswa kelas 6 untuk mengetahui pengaruh pemantauan dan komunikasi orang tua dengan remaja terhadap 3 perilaku berisiko remaja yaitu: kenakalan, penggunaan obat terlarang, dan perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian menunjukkan komunikasi orang tua dan remaja yang terbuka dapat mengurangi perilaku seksual berisiko, kenakalan, dan penggunaan obat terlarang karena remaja mampu mengungkapkan permasalahan yang dihadapi sehingga kontrol orang tua pun positif. Perbedaan penelitian terletak pada jumlah variabel yang diteliti, metode, dan jumlah responden. Metode penelitian pada penelitian yang akan dilakukan adalah cross-sectional, variabelnya pola komunikasi dan kenakalan remaja dengan jumlah subyek 255 siswa SMP. 4. Penelitian Palupi (2013): Pengaruh Religiusitas terhadap Kenakalan Remaja

pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi, Kabupaten Tegal. Perbedaan penelitian terletak pada variabel independen dan teknik sampling. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi dengan sampel berjumlah 70 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik total

sampling. Data penelitian diambil menggunakan angket kenakalan remaja dan

skala religiusitas. Analisis data menggunakan analisis regresi satu prediktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara religiusitas

(14)

dengan kenakalan remaja, semakin tinggi religusitas maka semakin rendah perilaku kenakalan remaja. Variabel independen pada penelitian yang akan dilakukan adalah pola komunikasi dan teknik sampling menggunakan simple

random sampling.

5. Penelitian Nurhayati (2011): Hubungan Pola Komunikasi dan Kekuatan Keluarga Dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Di Desa Tridaya Sakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi. Perbedaan penelitian terletak pada populasi dan variabel penelitian. Populasi penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak remaja dan jumlah responden berjumlah 106 remaja. Analisa data menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan umur, jenis kelamin, dan pola komunikasi serta kekuatan keluarga dengan terjadinya perilaku seksual berisiko pada remaja. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan populasi diambil dari siswa SMP dengan jumlah responden sekitar 255 remaja. Variabel terdiri dari pola komunikasi sebagai variabel independen serta kenakalan remaja sebagai variabel dependen.

6. Penelitian Wahida (2011): Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Self Control terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja SMK Bina Potensi, Palu Sulawesi Tengah. Perbedaan penelitian terletak pada variabel independen, populasi, dan subjek penelitian serta teknik sampling yang digunakan. Subyek adalah siswa kelas 1 Otomotif SMK, dengan teknik pengambilan sampel fieldtest 45 responden. Instrumen terdiri dari skala dukungan orang tua, skala self control, dan skala kecenderungan kenakalan remaja dari Jensen. Hasil penelitian

(15)

menunjukkan ada pengaruh signifikan dukungan orang tua dan self control terhadap kenakalan remaja. Berdasarkan uji regresi logistik didapatkan koefisien regresi sebesar 0.888, dapat disimpulkan dukungan keluarga dan self

kontrol berpengaruh sebesar 88% terhadap kenakalan remaja. Sedangkan pada

penelitian yang akan dilakukan variabel independen adalah pola komunikasi. Populasi dan subjek penelitian adalah remaja di SMP. Teknik sampling menggunakan simple random sampling.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap pertama adalah identifikasi masalah manajemen produksi yang tidak optimal di UKM Furnitur, dilanjutkan pengumpulan data biaya-biaya produksi dan pengolahan data.Tahap

( Suami berkewajiban memberi nafkah atas keluarganya, seperti itu yang saya tahu, suami wajib menyediakan pakaian dan tempat tinggal, dan juga menyekolahkan anak. Isteri

Kriteria yang dibutuhkan dalam proses pemilihan jurusan SMA adalah menghitung nilai rata-rata, mengambil data hasil psikotes, mengikuti kuis peminatan. Okky

Pembuatan Sistem manajemen aset dapat membantu pengelolaan dan pemeriksaan aset pada Politeknik Tanah Laut secara efektif dan efisien.Pengelolaan dan pemeriksaan aset dilakukan

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Produktifitas Ternak Sapi yang di Beri Ransum Komplit Berbasis Pelepah Sawit Amoniasi yang di Suplementasi dengan Rumen Microbes Growth Factor (RMGF)..

Gambar 13 Grafik Analisis Fosfat Prasedimentasi Minggu Kedua Berdasarkan tabel diatas, pada minggu pertama menunjukan penggunakan mangrove dengan umur 3 bulan sedangkan minggu

Kesenian gembrungan di Desa Kaibon dapat dikatakan cukup lestari, dari hasil penelitian bahwa upaya yang dilakukan untuk melestarikan nya adalah, tetap mementaskan