• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI WILAYAH PERBATASAN DALAM MELINDUNGI WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIDEPORTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI WILAYAH PERBATASAN DALAM MELINDUNGI WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIDEPORTASI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI WILAYAH PERBATASAN DALAM MELINDUNGI

WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIDEPORTASI (Studi Di Wilayah Hukum Perbatasan Kalbar- Serawak Malaysia)

Oleh :

MUHAMMAD HENDRA PUTRA, SH NPM. A21213090

1. Dr. Firdaus, SH., M.Si. 2. Karmindanu, SH., M.H

ABSTRACT

This thesis discusses the role of local authorities in border areas to protect Indonesian citizens who were deported (Study On Jurisdiction Border Kalbar- Sarawak Malaysia). research using legal research methods sociological juridical conclusion, that Based on the analysis of data and information that has been done, it can be seen a few things, first: Pattern handling citizen who was deported by the local authorities in the border region is coordinative that involve several regional work units ( SKPD) to form Task Force (Task Force) to handle the deportan. However, in practice have not shown the maximum performance due to lack of coordination between SKPD SKPD and limited role in addressing the deportan. Second: All local governments (provincial, district, or city) in four areas of research, has formed provisions (decision governor, regent or mayor) is the legal basis for the Task Force in coordinating team handles citizens who are deported. Forms of protection of the rights of deportan in deportation proceedings, not defined in the regulation, but the rights are protected deportan of obligations or Main Tasks and function of each SKPD in the Task Force team which handles citizens who are deported. Third: the constraints faced by local governments in the process of handling citizens who are deported are mostly citizen or deported migrant workers is not a resident in their respective local governments. This led to difficulties in budget allocation through the budget that should be reserved for residents of each area. Some SKPD revealed that the operating costs of handling the deportan can not be supported by every SKPD budget attached to tupoksinya. Besides the local government of origin deportan not all have concern for the residents of the area to provide assistance. In the case of facilities, until now the local government has not been providing shelter for the deportan. In terms of deportan, many who want to return to work in Malaysia, but did not have immigration documents because most passports taken by the Malaysian authorities. The condition is often utilized certain parties to send them back to Malaysia by way illegal.

(2)

ABSTRAK

Tesis ini membahas peran pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Barat di wilayah perbatasan dalam melindungi warga negara indonesia yang dideportasi (Studi Di Wilayah Hukum Perbatasan Kalbar- Serawak Malaysia). penelitian menggunakan metode penelitian hukum yuridis sosiologis diperoleh kesimpulan, bahwa Berdasarkan hasil analisis data dan informasi yang telah dilakukan, dapat diketahui beberapa hal, pertama: Pola penanganan WNI yang dideportasi oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan adalah bersifat koordinatif yakni melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk menangani para deportan. Namun dalam pelaksanaannya belum memperlihatkan kinerja yang maksimal karena kurangnya koordinasi di antara SKPD dan keterbatasan peranan SKPD dalam menangani para deportan. Kedua: Semua pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, atau kota) di empat wilayah penelitian, sudah membentuk ketentuan (keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota) yang menjadi dasar hukum bagi tim Satgas dalam berkoordinasi menangani WNI yang dideportasi. Bentuk perlindungan terhadap hak-hak para deportan dalam proses deportasi, tidak ditegaskan dalam ketentuan tersebut namun hak-hak deportan terlindungi dari kewajiban-kewajiban atau Tugas Pokok dan Fungsi setiap SKPD di dalam tim Satgas yang menangani WNI yang dideportasi. Ketiga: kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam proses penanganan WNI yang dideportasi adalah sebagian besar WNI atau TKI yang dideportasi adalah bukan merupakan warga di pemerintah daerah masing-masing. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam alokasi anggaran melalui APBD yang seharusnya diperuntukkan bagi warga daerah masing-masing. Beberapa SKPD mengungkapkan bahwa biaya operasional penanganan para deportan belum dapat didukung oleh anggaran setiap SKPD yang melekat pada Tupoksinya. Selain itu pemerintah daerah asal deportan tidak semua memiliki kepedulian terhadap warga daerahnya untuk memberi bantuan. Dalam hal pemberian fasilitas, sampai saat ini pemerintah daerah belum menyediakan tempat penampungan khusus bagi para deportan. Sedangkan dari sisi deportan, banyak yang ingin kembali bekerja di Malaysia, namun tidak memiliki dokumen keimigrasian karena sebagian besar paspor diambil oleh aparat Malaysia. Kondisi tersebut sering dimanfaatkan pihak pihak tertentu untuk mengirim mereka kembali ke Malaysia dengan cara illegal.

(3)

Latar Belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting, baik sebagai pelaku maupun tujuan pembangunan. Dengan peranan dan kedudukan seperti ini, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Berpijak pada situasi dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dan mengingat akan pentingnya peranan dan kedudukan tenaga kerja dalam pembangunan nasional, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Krisis perekonomian yang terjadi di Indonesia berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan menyempitnya lapangan pekerjaan, sedangkan pada sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Meningkatnya angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan menjadi persoalan yang sangat rumit dipecahkan. Dampak dari hal tersebut menjadikan faktor kriminogen timbulnya berbagai macam kejahatan antara lain kejahatan terhadap nyawa, tubuh, harta benda, dan kesusilaan. Salah satu bentuk kejahatan yang timbul berkaitan persoalan ketenagakerjaan adalah tertipunya tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Persoalan tertipunya tenaga kerja dapat terjadi sejak saat rekruting maupun pada tahap pelaksanaan perjanjian kerja. Pada umumnya pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin mendesak membuat rnereka mau melakukan apa saja untuk bertahan hidup, dari kondisi ini banyak dimanfaatkan sekelompok orang untuk mencari keuntungan, berupa pengiriman tenaga kerja secara illegal. sehingga mereka terjerat pada persoalan-persoalan hukum, untuk menghindari hal tersebut mereka terpaksa mencari perlindungan pada broker-broker tenaga kerja yang mau mempekerjakan walaupun dengan upah yang sangat rendah dan tidak mendapat perlindungan

(4)

hukum. Bahkan tenaga kerja dieksploitasi habis-habisan dan tejadi pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia, fenomena ini merupakan pelanggaran hukum dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pada umumnya yang menjadi korban adalah kaum wanita. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai trafficking atau perdagangan manusia, kejahatan semacam ini tidak saja terjadi di wilayah hukum Negara Indonesia, tetapi juga dapat terjadi pada wilayah negara lain, terutama negara-negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan yang menjadi korban adalah warga negara Indonesia.

Terkait dengan peristiwa tersebut sudah sepantasnya pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah harus selalu siap apabila negara tetangga setiap saat melakukan deportasi terhadap WNI. Kesiapan ini selalu dituntut karena upaya pemerintah negara tetangga untuk mendeportasi WNI tidak akan berhenti sepanjang masih terdapat WNI ilegal di negara tetangga tersebut. Hal ini didasarkan pada sejarah hubungan antara negara Indonesia dengan negara-negara tetangga di wilayah perbatasan, dimana terjadi migrasi penduduk Indonesia ke negara-negara tetangga baik secara legal maupun ilegal untuk berbagai tujuan. Salah satu peristiwa yang menjadi catatan khusus dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia misalnya adalah peristiwa Nunukan pada tahun 2002 yang dapat disebut sebagai tragedi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia.

Tragedi Nunukan dipicu dari ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi pemberlakuan Akta Imigresen 1154/2002 yang memaksa sekitar 400.000 buruh migran Indonesia tak berdokumen dideportasi. Nunukan sebagai wilayah di ujung utara Indonesia dan berbatasan langsung dengan Tawau, Sabah, Malaysia Timur secara tibatiba harus menerima eksodus massal sekitar 350.000 buruh migran deportan dari Sabah. Dengan kapasitas pemerintahan setingkat kabupaten (bahkan sebelumnya hanya sebuah kota kecamatan) tentu saja Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan kewalahan untuk mengantisipasinya. Pada sisi lain, pemerintah pusat menganggap bahwa masalah tersebut adalah tanggung jawab sepenuhnya Pemerintah Daerah Nunukan. Kondisi inilah yang menyebabkan penelantaran yang berakibat fatal: paling tidak 85 deportan meninggal dan ribuan lainnya mengalami kelaparan dan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

Tiga tahun setelah peristiwa Nunukan, yaitu tepatnya pada tahun 2005 Pemerintah Malaysia kembali meminta para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal segera meninggalkan negaranya. Hal tersebut terkait dengan berakhirnya masa amnesti (pengampunan) yang diberikan Pemerintah Malaysia kepada para imigran gelap tersebut pada 31 Januari 2005.1 Mereka yang tidak

1

(5)

memanfaatkan kesempatan meninggalkan Malaysia bisa dihukum lima tahun penjara atau dikenai denda sebelum dideportasikan. Awalnya, amnesti bagi tenaga kerja ilegal dijadwalkan akan berakhir 31 Desember 2004, namun diperpanjang selama sebulan karena khawatir dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Indonesia dan negara-negara lain yang pada saat itu dilanda gempa dan gelombang tsunami (26 Desember 2006). Meskipun tenggat waktu telah berakhir, namun belum ada tanda-tanda persiapan yang serius dari Pemerintah Indonesia. Menurut informasi dari beberapa pejabat pada waktu itu mengatakan bahwa amnesti bagi WNI yang bermasalah diperpanjang sampai waktu yang tidak ditentukan. Selama ini Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Indonesia menganggap bahwa deportasi merupakan satu-satunya jalan bagi penyelesaian masalah buruh migran tak berdokumen di Malaysia. Dalam pelaksanaannya, deportasi ini meninggalkan persoalan yang tidak terselesaikan. Setiap kali rencana deportasi dikemukakan, selalu muncul ketegangan hubungan diplomasi antara Indonesia dan Malaysia. Deportasi juga berpotensi atas terjadinya tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Rencana pendeportasian WNI dari Malaysia kembali muncul di penghujung tahun 2013 tepatnya setelah Hari Raya Idul Fitri. Kabar ini dapat dilihat melalui berbagai media, diantaranya adalah pernyataan yang mengutip pejabat KBRI di Kuala Lumpur, Amiruddin Pandjaitan, bahwa Pemerintah Malaysia segera mendeportasi 60 WNI setelah hari Idul Fitri sebab petugas imigrasi Malaysia baru mulai bekerja seminggu setelah lebaran karena sebagian besar petugas mengambil cuti lebaran. “Mereka (WNI) kini ditahan sementara di kantor imigrasi. Pemerintah Malaysia akan membantu mendeportasi dengan segera setelah lebaran nanti”. Ke-60 WNI itu ditangkap petugas Imigrasi Malaysia setelah secara ilegal meninggalkan Malaysia menuju Indonesia dengan menggunakan kapal. “Jadi Pemerintah Malaysia, atau Imigrasi Malaysia tidak akan menggunakan prosedur normal dengan mengadili kemudian menahan mereka karena meninggalkan Malaysia secara ilegal. Jadi ini bantuan Pemerintah Malaysia. Setelah Idul Fitri, mereka akan segera dideportasi,” ungkap Amirudin. Selain itu, pejabat sementara pasukan gerakan marine (PGM) pelabuhan Klang, Nordin Osman mengatakan, 60 penumpang itu tidak mempunyai dokumen perjalanan (paspor) yang sah. Mereka terdiri dari 36 laki-laki, 17 perempuan berumur di bawah 45 tahun dan delapan kanak-kanak berusia antara satu bulan hingga empat tahun.

Memasuki tahun 2014, tepatnya di pertengahan bulan Februari, kembali tersiar kabar bahwa Pemerintah Malaysia akan menggelar operasi besar-besaran merazia pekerja asing ilegal. 2 Rencana

2

(6)

ini patut dikhawatirkan, karena sedikitnya terdapat 2,2 juta TKI bekerja di Malaysia, dimana 1 juta diantaranya berstatus ilegal. Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, menghimbau pemerintah tidak hanya mengantisipasi deportasi besar-besaran, tetapi juga mencegah pelanggaran HAM dan penyelesaian hak-hak korban.3 Menurut Rieke, rencana Pemerintah Malaysia dalam merazia TKI ilegal akan menimbulkan masalah besar karena sedikitnya terdapat 70.000 anak TKI di Malaysia Timur. Mereka hidup dengan akses pendidikan minim dan rentan terhadap pelanggaran HAM di areal terpencil. Rieke meminta pemerintah mengantisipasi anak-anak tersebut menjadi korban pelanggaran HAM karena harus kabur ke hutan mengikuti orangtua mereka bersembunyi dari razia.

Himbauan untuk memperhatikan hak-hak TKI ilegal yang akan dideportasi dari Malaysia juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, yang meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk menyiapkan langkah antisipasi razia agar tidak melanggar hak asasi manusia para TKI (ilegal).4 Berdasarkan pengalaman tahun 2013-2014, ribuan TKI merana saat proses deportasi massal pekerja ilegal. Ketidaksiapan pemerintah menyebabkan ribuan TKI menumpuk di Nunukan, Kalimantan Timur. Lebih lanjut Anis mengatakan bahwa pemerintah harus lebih serius menghadapi razia terhadap pekerja asing ilegal di Malaysia pada saat ini. Beliau menyarankan pemerintah untuk mengoptimalkan kembali gugus tugas khusus penanganan deportasi tahun 2004 yang beranggotakan berbagai kementerian untuk menyiapkan penerimaan TKI ilegal yang dideportasi.

Gugus Tugas yang dimaksud oleh Anis tidak lain adalah Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TKPTKIB) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 Tanggal 18 Oktober 2004. Gugus Tugas ini dibentuk untuk memberikan bantuan pemulangan kepada Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya (TKIB), dan mempersiapkannya kembali menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. Sejak tahun 2004, TK-PTKIB dengan Satgas dan Poskonya di daerah entry point telah memberikan layanan dengan sebaik-baiknya walaupun dengan dana operasional yang terbatas.5 Untuk meningkatkan pengawasan lalu lintas penduduk atau tenaga kerja yang akan melintas batas, Pemerintah Malaysia dan Indonesia pada tahun 2005 telah membentuk Lembaga Pelayanan Satu

3

Kompas, 18 Februari 2014, Penuhi Hak TKI Ilegal, Malaysia Mengabaikan Deklarasi ASEAN, hlm. 18

4

Kompas, 17 Februari 2010, loc.cit. 5

Laporan Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarga dari Malaysia (TK-PTKIB) Tahun 2007, loc. cit., hlm. iii.

(7)

Atap yang ditempatkan di 11 titik di daerah perbatasan Malaysia-Indonesia yaitu di Medan (Sumatera Utara), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), Dumai (Riau), Entikong (Kalimantan Barat), dan Nunukan (Kalimantan Timur), juga di daerah lainnya seperti Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Mataram (Nusa Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Namun layanan Satu Atap ini tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Pemulangan pendatang asing tanpa izin (PATI) di Malaysia baik melalui program amnesti maupun deportasi telah berlangsung sejak tahun 2004, namun sampai tahun 2015 sekarang masih tetap berlangsung karena lemahnya Pemerintah Malaysia menindak para majikan yang mempekerjakan TKI ilegal dan adanya aparat korup yang dengan bayaran tertentu telah membiarkan masuknya para pekerja ke Malaysia dengan status pelancong (visa kunjungan). Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Marwan Ja'far., mengatakan bahwa setiap hari ada deportasi TKI yang sudah selesai menjalani proses keimigrasian di Malaysia. Sebagian besar dari mereka pulang ke Indonesia lewat Pelabuhan Tanjungpinang, Kepulauan Riau, dan Nunukan, Kalimantan Timur.6

Persoalan deportasi muncul sebagai akibat dari ketidakcakapan Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan penempatan dan perlindungan buruh migran. Besarnya biaya penempatan yang harus ditanggung calon buruh migran Indonesia membuat mereka memilih cara ilegal untuk masuk ke negara tujuan seperti Malaysia misalnya. Selama pemerintah tidak mampu menyelesaikan persoalan krisis kesejahteraan dan penyediaan lapangan kerja di dalam negeri, nampaknya mencegah upaya migrasi tenaga produktif ke Malaysia merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Ada beberapa alasan19, pertama, Hak untuk tinggal dan bekerja dimanapun di muka bumi adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dihargai. Kedua, secara geografis letak Indonesia dan Malaysia sangat berdekatan, akses untuk dapat keluar masuk masingmasing negara terhitung sangat mudah dilakukan. Ketiga, permintaan tenaga kerja murah untuk bekerja di Malaysia masih sangat tinggi.

Faktor lain terjadinya deportasi terhadap WNI oleh negara tetangga seperti Malaysia menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Barat, M. Ridwan adalah akibat masalah keimigrasian. "Ada yang sudah bekerja dengan izin resmi namun tidak pulang ke Indonesia sewaktu masa kontraknya habis".7 M. Ridwan menyebutkan bahwa Disnakertrans Kalimantan Barat mencatat hingga September 2015 sebanyak 1.796 Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermasalah terutama dari Malaysia telah dideportasi. WNI pria lebih mendominasi yakni 1.413

6 Kompas, 17 Februari 2015, op. cit.

7

(8)

orang dan wanita 383 orang. Angka tersebut masih lebih rendah dibanding tahun 2014 yakni 2.068 orang yang terdiri dari 1.659 pria dan 409 wanita. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa menjelang Idul Fitri terjadi peningkatan WNI yang dideportasi melalui Kalimantan Barat dibanding bulan sebelumnya. Sumber data lain yaitu yang berasal dari Kantor Imigrasi Entikong menyebutkan, pada bulan Maret 2015 Batas (PPLB) Entikong.21 Akumulasi WNI yang dideportasi dari Malaysia melalui PPLB Entikong pada tahun 2015 mencapai 535 orang. WNI yang dideportasi dari Malaysia melalui PPLB Entikong tahun sebelumnya 1.482 orang. Selain itu, tahun 2014 terdapat 21 WNI dideportasi dari Brunei Darussalam melalui PPLB Entikong. Kepala Kantor Imigrasi Entikong Zulkifli,SH mengatakan bahwa ”Imigrasi hanya meneliti apakah mereka warga Indonesia atau tidak. Pemulangan ke daerah asal bukan kewenangan imigrasi,”8

. Pertanyaan yang dapat dikemukakan kemudian adalah bagaimana penanganan selanjutnya terhadap WNI yang dideportasi tersebut setelah selesai menjalani pemeriksaan di kantor Imigrasi. Anggota DPRD Kalimantan Barat Daerah Syarif Ishak Almutahar, mengatakan, WNI yang dideportasi dan terlantar itu berpotensi dimanfaatkan penyalur tenaga kerja ilegal di Entikong.9 Mereka akan mencoba merekrut dan memasukkan deportan kembali ke Malaysia melalui jalur tidak resmi atau yang sering disebut ”jalan tikus”.

Penyebab terjadinya deportasi terhadap WNI di wilayah perbatasan tidak hanya disebabkan adanya WNI yang ingin bekerja di negara tetangga dengan tujuan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik. Faktor politik dapat juga menyebabkan deportasi terhadap WNI. Menghadapi rencana pemulangan WNI oleh negara tetangga maka beberapa program jangka pendek harus dilakukan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah debarkasi (daerah kedatangan atau daerah penerima) maupun pemerintah daerah asal harus berkoordinasi, membiayai, dan tidak saling melempar tanggung jawab dalam pemulangan WNI yang dideportasi. Adanya akumulasi deportan yang masif di beberapa titik transit juga akan terjadi penelantaran dan potensi kerawanan sosial dan pelanggaran HAM (seperti yang terjadi di Nunukan) apabila tidak dikelola dengan manajemen penanganan antisipasi deportasi yang komprehensif.

Permasalahan

Bagaimana pola penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah diwilayah perbatasan Kalbar-Sarawak Malaysia dalam melindungi WNI yang di deportasi ?

8

Ibd

9

(9)

Pembahasan

Pola Penanganan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Diwilayah Perbatasan Kalbar-Sarawak Malaysia Dalam Melindungi WNI Yang Di Deportasi.

Saat ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mempunyai dasar hukum dalam penanganan Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi, yaitu Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 221/Kesos/2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bermasalah di Luar Negeri. Ketentuan ini dibentuk dengan pertimbangan berbagai hal, antara lain bahwa secara geografis Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak Malaysia Timur memiliki banyak akses lintas perbatasan, sehingga dapat menimbulkan kerawanan terjadinya arus keluar masuk TKI secara ilegal yang pada gilirannya mendapat perlakuan yang kurang tepat di luar negeri. Pada akhirnya Pemerintah Malaysia melakukan deportasi terhadap WNI (TKI) bermasalah melalui wilayah perbatasan. Melihat kenyataan ini maka diperlukan upaya penanggulangan, penempatan dan perlindungan terhadap TKI bermasalah yang akan dipulangkan melalui pintu perbatasan Kalimantan Barat. Upaya ini harus dilakukan secara sinergi,terarah, tepat sasaran dan terkoordinir dengan melibatkan satuan kerja perangkat daerah/instansi/sektor terkait di Kalimantan Barat.

Berdasarkan laporan penanggulangan TKI bermasalah/WNI bermasalah dari Serawak Malaysia melalui Entikong Kabupaten Sanggau yang dibuat oleh Tim Satgas Penanggulangan, Penempatan dan Perlindungan TKI-B di Luar Negeri tahun 2009, terdapat berbagai hal yang menyebabkan TKI/WNI dideportasi dari Malaysia, antara lain terjadi kasus tidak dibayarnya upah, tidak sesuai perjanjian, penempatan kerja pada kegiatan di luar norma kesusilaan, pelanggaran aturan keimigrasian, tindak kekerasan yang mengakibatkan setiap bulan sekitar 300-500 orang dideportasi setelah melalui proses hukum di Serawak maupun dipulangkan tanpa proses hukum. Banyaknya kepulangan tenaga kerja bermasalah dan adanya pemulangan seperti terjadi pada tahun 2010 termonitor sebanyak 7.979 orang, tahun 2011 sebanyak 4.417 orang, tahun 2012 sebanyak 2.182 orang, tahun 2013 sebanyak 2.068 orang dan tahun 2014 tercatat sebanyak 2.343 orang. Sedangkan untuk tahun 2015 tercatat sebanyak 2.936 orang.

Proses penanganan terhadap TKI-B atau WNI-B telah dilaksanakan dengan membuka sekretariat penanggulangan dan penanganan TKI-B/WNI-B di Pontianak. Selain itu juga telah disiapkan posko pengendalian di Entikong dengan menempatkan dua orang di Balai Latihan Kerja

(10)

(BLK) Entikong yang setiap hari berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sanggau, Kepolisian Sektor Entikong dan LSM dalam rangka penanganan TKI kembali ke daerah asal. Pelaksanaan koordinasi oleh tim Satgas di Pontianak meliputi penanganan permakanan dan pengurusan tiket TKI-B/WNI-B yang akan kembali ke luar Kalimantan Barat dengan penanganan sebagai berikut:

1) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat: menangani biaya permakanan dan transport sampai ke tempat tujuan.

2) Polsek Entikong: menangani transport dan permakanan yang pembiayaannya diusulkan oleh Satgas Provinsi ke Kementerian Sosial, untuk mendapatkan penggantian.

3) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat: menangani biaya untuk TKI bermasalah yang sakit.

4) Kepolisian Daerah Kalimantan Barat: menangani pengamanan TKI bermasalah.

5) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat: menangani pendataan TKI bermasalah

Namun sebagaimana disebutkan di dalam laporan bahwa dalam realitanya, pelaksanaan posko belum optimal sepenuhnya sebagaimana direncanakan. Salah satu penyebab belum optimalnya pelaksanaan kerja tim Satgas adalah anggaran yang masih minim. Menurut informan dari Biro Kesejahteraan Sosial pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, mengatakan bahwa dana untuk pembiayaan tim Satgas dialokasikan dari dana DIPA Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum. Pada tahun 2014, anggaran hanya dialokasikan untuk kerja tim selama lima kali, sedangkan pada tahun 2015 ini dialokasikan dana selama dua belas bulan. Informan mengatakan bahwa sebenarnya diharapkan masing-masing satuan kerja yang tergabung dalam Satgas dapat mengajukan anggaran yang melekat pada Tupoksinya masing-masing sehingga dapat mendukung kinerja tim Satgas. Namun karena keterbatasan kemampuan pemerintah daerah maupun prioritas pembiayaan di masing-masing satuan kerja, maka pada saat ini setiap satuan kerja tidak dapat mengalokasikan anggarannya untuk membantu tugas Satgas. Dengan demikian, satu-satunya sumber pembiayaan tim Satgas hanya berasal dari Kementerian Dalam Negeri yang didukung oleh dana operasional dari Kementerian Sosial untuk pembiayaan penampungan, permakanan dan pemulangan para deportan.

Menurut informasi data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat adalah Sekretaris dalam Tim Koordinasi Penanggulangan, Penempatan dan Perlindungan TKI Bermasalah di Luar Negeri untuk Provinsi Kalimantan Barat. Tugas yang

(11)

diberikan kepada instansi ini di dalam tim koordinasi adalah:10 1) Melakukan pendataan penempatan dan pemulangan TKI.

2) Melakukan pengumpulan data jumlah paspor yang dikeluarkan dari Kantor Imigrasi mengenai jumlah WNI/TKI yang ke luar negeri sekaligus jumlah TKI yang dipulangkan atau dideportasi.

3) Menyiapkan laporan pelaksanaan tugas tim kepada gubernur.

4) Menyiapkan penampungan bagi TKI bermasalah yang dipulangkan /dideportasi. 5) Menjalankan penyelenggaraan tugas-tugas kesekretariatan tim.

6) Menyelenggarakan tugas lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.

Berdasarkan informasi Disnakertrans Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bahwa tugas utama dari Disnakertrans di dalam tim koordinasi adalah melakukan koordinasi dengan instansi lain yang tergabung dalam Satgas11. Selain itu, jika dikaitkan dengan Tupoksi Disnakertrans maka tugas utama instansi ini adalah melakukan pendataan terhadap TKI bermasalah yang dideportasi melalui wilayah perbatasan. Berdasarkan pendataan ini maka dapat dikategorikan antara TKI yang berangkat melalui jalur Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) secara resmi atau TKI yang memilih jalur ilegal. Jika TKI dikategorikan sebagai TKI yang diberangkatkan oleh PPTKIS maka TKI yang bersangkutan akan dikembalikan kepada PPTKIS untuk diselesaikan permasalahannya. Bagi TKI yang berangkat secara ilegal maka akan tetap mendapatkan penanganan oleh Disnakertrans (informan mengistilahkan dengan proses ”memanusiakan” setiap orang) seperti pengurusan permakanan dan pemulangan ke daerah asal. Bagi TKI yang tetap ingin bekerja kembali ke Malaysia maka akan diberi pengarahan untuk bekerja melalui jalur resmi, dengan catatan yang bersangkutan tidak mempunyai permasalahan hukum di negara tujuan (Malaysia). Mereka akan diberikan pengetahuan bagaimana caranya menjadi TKI yang baik dan juga keterampilan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan yang akan ditekuninya. Pengetahuan dan keterampilan ini diberikan oleh UPT Disnakertrans yang berada di Entikong yaitu Balai Latihan Kerja melalui kegiatan pemberdayaan calon TKI, maupun pemberdayaan yang diberikan oleh PPTKIS yang ada di Pontianak. Sedangkan bagi para deportan yang memilih untuk tidak kembali bekerja di Malaysia akan diberikan pelatihan-pelatihan yang dapat menimbulkan kemandirian sehingga mampumembuka usaha sendiri. Pemberdayaan ini dilakukan di tempat asal masingmasing, dan diberikan oleh

10

Hasil wawancara peneliti dengan Biro Kesejahteraan Sosial pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat,

11

(12)

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat dan Keluarga Berencana bekerjasama dengan pemerintah daerah asal para deportan (kabupaten/kota).

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertran) Provinsi Kalimantan Barat menghimpun data tentang kondisi penempatan dan perlindungan (pemulangan) TKI di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2004 sampai dengan 2010 dimana penempatan TKI berjumlah 23.422 orang dan pemulangan/deportasi WNI/TKI dari Malaysia melalui border Entikong sebanyak 22.981 orang. Data pertahun dari penempatan maupun pemulangan TKI selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1

Kondisi Penempatan dan Pemulangan TKI

No. Tahun Jumlah Penempatan TKI Jumlah Pemulangan TKI 1 . 2004 3.327 7.979 2 . 2005 2.832 4.418 3 . 2006 2.826 2.182 4 . 2007 6.196 2.068 5 . 2008 4.526 2.343 6 . 2009 3.715 2.991

7 . 2010 (sampai dengan Mei) 2.279 832

Sumber: Disnakertrans Provinsi Kalimantan Barat yang dihimpun dari data penempatan TKI dari BP3TKI Pontianak dari tahun 2010 s/d 2015

Selanjutnya informan mengatakan bahwa meskipun pelaksanaan penanganan para deportan sudah diatur di dalam Keputusan Gubernur yang dinilai sudah cukup baik, namun dalam implementasinya tetap saja belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan tersebut. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu masalah kurangnya pembiayaan dan sumber daya manusia. Dari segi pembiayaan, informan mengatakan bahwa sistem reimburse (talangan) memberikan beban bagi Disnakertrans karena tugas di dalam Satgas tidak didukung oleh anggaran DIPA Disnakertrans. Sedangkan dari segi sumber daya manusia, masih diperlukan sumber daya yang dapat mempunyaikompetensi terhadap penanganan deportasi, khususnya penanganan terhadap para TKI. Salah satu cara yang dilakukan oleh Disnakertrans untuk mengatasi kekurangan sumber daya manusia pada saat ini adalah dengan cara memberdayakan pegawai di BLK Entikong untuk penanganan para TKI. Cara ini tidak

(13)

menghabiskan biaya besar jika dibandingkan dengan upaya mendatangkan tenaga dari pusat (pemerintah Provinsi).

Menurut hasil wawancara peneliti dengan Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berkedudukan sebagai anggota dalam tim koordinasi yang mempunyai tugas:12

1) Menyediakan permakanan TKI bermasalah yang

dipulangkan/dideportasi.

2) Membiayai operasional angkutan transport TKI dari pintu perbatasan sampai ke penampungan yang telah ditetapkan.

3) Menyelenggarakan tugas lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Sosial bekerja sama dengan instansi lain, terutama yang berada di Entikong seperti Polsek Entikong dan LSM Anak Bangsa. Menurut informan, Kepala Bidang PBBS , Polsek Entikong akan melakukan pendataan awal terhadap para deportan. Bagi para deportan yang memerlukan tempat tinggal sementara maka akan ditampung di shelter milik LSM Anak Bangsa. Bagi para deportan yang berasal dari Kalimantan Barat dan ingin kembali ke daerah asalnya maka akan dikoordinasikan dengan Dinas Sosial Kabupaten/Kota asal para deportan. Sedangkan bagi para deportan yang bukan berasal dari Kalimantan Barat akan dikirim ke tempat asal masing-masing. Namun sementara mereka menunggu jadwal pemberangkatan ke daerah asal, mereka akan dikirim ke Pontianak dan ditempatkan di penampungan milik Dinas Sosial Pemerintah Provinsi.13

Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum memiliki tempat penampungan bagi para deportan. Tempat yang dipakai untuk penampungan sementara adalah salah satu rumah dinas pegawai yang dari segi fisik tidak dapatmemberikan kenyamanan bagi para deportan. Dari segi fisik, rumah ini tidak layak untuk tempat penampungan karena hanya mempunyai empat bagian dalam rumah yang dijadikan satu sebagai penampungan para deportan (ruang tamu, ruang

12

Hasil wawancara dengan Kapala Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat.

13

(14)

keluarga, dan ruang tidur, serta kamar mandi). Selain itu, rumah ini belum mampu memberikan kebutuhan para deportan berdasarkan jenis kelamin seperti kamar mandi yang hanya berjumlah satu, serta ruangan yang tidak dapat dipisahkan penggunaannya antara laki-laki dan perempuan.

Informan mengatakan bahwa kebutuhan pembangunan tempat penampungan baru akan diajukan pada anggaran tahun 2016 dan ia berharap pengajuan anggaran ini disetujui oleh pemerintah pusat. Kebutuhan akan adanya tempat penampungan ini dirasakan mendesak oleh karena pemulangan TKI-B/pekerja migran dan keluarganya terjadi setiap bulan. Pada tahun 2014 jumlah keseluruhan pemulangan para deportan adalah berjumlah 1.022 orang. Sedangkan untuk tahun 2015, sampai dengan bulan Mei saja pemulangan para deportan sudah mencapai 589 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2

Pemulangan Para Deportan oleh Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat

No. Bulan Jumlah

Laki-laki Perempuan Total

1. Januari 80 29 109 2. Februari 59 7 66 3. Maret 69 8 77 4. April 93 12 105 5. Mei 168 69 237 589 Sumber: Dinas Sosial PemProvinsi Kalimantan Barat 2015

Pemulangan para deportan dilakukan ke berbagai Provinsi seperti Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, NTB, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta.Selain memberikan perlindungan para deportan berupa tempat tinggal sementara, Dinas Sosial juga memberikan kebutuhan permakanan, sandang (pakaian), dan pemulangan ke daerah asal para deportan. Segala biaya yang ditimbulkan dari penanganan para deportan ini ditanggung oleh DIPA Kementerian Sosial dengan sistem dibayar kemudian (reimburse).

Menurut hasil wawancara peneliti dengan Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berkedudukan sebagai anggota dalam tim koordinasi yang mempunyai tugas:

1) Menyediakan pemeriksaan TKI yang akan ditempatkan di luar negeri serta pelayanan kesehatan bagi TKI yang dipulangkan/dideportasi yang berada di penampungan.

(15)

2) Menyediakan obat-obatan yang diperlukan dalam pelayanan kesehatan. 3) Menyiapkan petugas khusus pada kasus pertolongan pertama dan traumatis.

4) Melakukan proses rujukan terhadap TKI yang memerlukan perawatan /tindakan medis lanjut di rumah sakit.

5) Menyelenggarakan tugas lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.

Tugas-tugas tersebut di atas ditentukan berdasarkan Keputusan Gubernur tentang Pelaksanaan Tim Koordinasi Penanggulangan, Penempatan dan Perlindungan TKI Bermasalah di Luar Negeri untuk Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan keterangan informan dari Dinas Kesehatan, mengatakan bahwa Dinas Kesehatan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada di daerah, seperti puskesmas dan rumah sakit, mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada para deportan yang baru dipulangkan dari Malaysia.14

Pelayanan yang diberikan oleh UPT di daerah berupa pemeriksaan kesehatan kepada para deportan yang kembali masuk ke wilayah Indonesia melalui pintu perbatasan. Bagi para deportan yang mengalami gangguan fisik (sakit) maka akan diberikan perawatan kesehatan oleh Puskesmas di Entikong. Jika yang bersangkutan memerlukan perawatan lebih lanjut karena Puskesmas tidak dapat memberikannya (seperti penyakit gangguan jiwa/psikis) maka yang bersangkutan akan dirujuk ke Rumah Sakit Sanggau (Kabupaten Sanggau). Lebih lanjut informan mengatakan bahwa Rumah Sakit Sanggau sudah mampu untuk memberikan pelayanan rujukan bagi para deportan yang membutuhkannya, karena di sana sudah memiliki sumber daya yang memadai untuk pelayanan lanjutan dimana Rumah Sakit Sanggau sudah mempunyai empat dokter spesialis dasar yang dianggap mampu melayani masyarakat. Keempat dokter spesialis tersebut adalah dokter spesialis penyakit dalam,anak, bedah dan kandungan.

Pemberian pelayanan kesehatan kepada para deportan dilakukan seperti pelayanan kepada masyarakat pada umumnya, sehingga anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan para deportan adalah berasal dari dana operasional Puskesmas atau rumah sakit yang memang disediakan oleh pemerintah untuk siapa saja yang memerlukan pelayanan kesehatan. Petugas yang bekerja di Puskesmas atau rumah sakit juga sudah siap melayani siapa saja yang datang termasuk para deportan yang baru saja dipulangkan melalui pintu perbatasan Entikong. Lebih lanjut informan mengatakan bahwa program pelayanan kesehatan kepada masyarakat di wilayah perbatasan sudah

14

Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Sumber Daya dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

(16)

ditingkatkan melalui kegiatan prioritas Kementerian Sosial di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Program ini telah dirintis sejak tahun 2009 dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan dan kepulauan untuk dapat menikmati pelayanan kesehatan sehingga mereka perlahan-lahan tidak pergi ke negara tetangga lagi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berkedudukan sebagai anggota dalam tim koordinasi yang mempunyai tugas:

1) Menyiapkan sarana transportasi angkutan dalam mobilitas TKI dari pintu perbatasan sampai ke penampungan yang telah ditetapkan.15

2) Mengkoordinasikan sarana dan jalur pemulangan TKI ke daerah asal bagi TKI yang berasal dari luar Kalimantan Barat.

3) Menyelenggarakan tugas lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.

Tugas-tugas tersebut di atas dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan instansi lain pada saat terjadi deportasi/pemulangan WNI. Informan dari Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Kristianto (Kepala Seksi Lalu Lintas),mengatakan bahwa Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika akan terlibat dalam proses pemulangan WNI yang dideportasi jika memang terjadi deportasi secara massal. Jika proses deportasi hanya memulangkan WNI dalam jumlah kecil, maka proses pemulangan ini terutama untuk fasilitas transportasi dapat diberikan oleh Dinas Sosial. Selain itu, proses pengangkutan para deportan, jika mereka merupakan TKI bermasalah, akan dilakukan oleh PPTKIS yang dapat bekerja sama dengan perusahaan angkutan pemerintah atau swasta dalam menyediakan jasa transportasi. Dalam kasus deportasi massal, Dinas Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika akan mengakomodir kebutuhan angkutan darat, laut ataupun udara dalam memulangkan para deportan, tetapi yang sering digunakan adalah angkutan darat karena biaya yang dikeluarkan lebih murah.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Pontianak BP3TKI Pontianak berkedudukan sebagai

15

(17)

anggota dalam timkoordinasi yang mempunyai tugas:16

1) Mensosialisasikan mekanisme penempatan TKI ke luar negeri. 2) Melakukan pembinaan terhadap lembaga pengerah jasa tenaga kerja 3) Menyelenggarakan tugas lain yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.

Pada tataran implementasi penanganan para deportan yang dipulangkan melalui pintu perbatasan, BP3TKI berkoordinasi dengan stakeholder yang berada di Entikong seperti Kantor Imigrasi, Polsek Entikong dan Dinas Sosial. Kepala BP3TKI Pontianak, Christofel de Haan, mengatakan bahwa pada saat para deportan tiba di Entikong maka Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI Entikong (P4TKI) melakukan pendataan terhadap para deportan, apakah mereka termasuk kategori TKI atau bukan. Bagi mereka yang merupakan TKI legal maka akan dikirim ke PPTKIS untuk diselesaikan permasalahannya dan jika mereka ingin kembali bekerja ke Malaysia, maka akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun pemrosesan kembali para deportan untuk bekerja kembali, dilakukan oleh instansi di daerah asal para deportan karena pada saat iniBP3TKI maupun P4TKI tidak mempunyai program ”pemutihan” di tempat perbatasan. Sedangkan bagi mereka yang bukan TKI maka akan diproses lebih lanjut dengan diserahkan kepada Dinas Sosial untuk dipulangkan ke daerah asal.

Informan mengatakan bahwa jumlah TKI yang bekerja di Malaysia dari tahun ke tahun meningkat, namun sayangnya sebagian besar TKI menempuh jalur ilegal dan akibatnya mereka mengalami permasalahan hukum yang pada akhirnya dipulangkan kembali ke Indonesia. Berdasarkan data yang tercantum dalam laporan penanggulangan TKI bermasalah/WNI bermasalah dari Serawak (Malaysia) melalui Entikong Kabupaten Sanggau yang dibuat oleh tim Satgas Penanggulangan, Penempatan dan Perlindungan TKI-B di Luar Negeri , penempatan TKI ke Serawak (Malaysia) dalam sebelas tahun terakhir secara legal, yakni dari tahun 1997-2008 rata-rata pertahun berjumlah 5.000 orang, sedangkan TKI yang tercatat di Serawak (Malaysia) sebanyak 160.000 orang. Perbandingan ini disebabkan banyaknya TKI yang bekerja di Serawak tidak melalui mekanisme yang ada, sehingga banyak yang dideportasi melalui Border Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Data penempatan TKI ke Malaysia dan

16

Hasil wawancara peneliti dengan kapala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Pontianak

(18)

data pemulangan TKI dari Malaysia melalui perbatasan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3

Data Penempatan TKI Tahun 2010-2015

No. Tahun TKI Asal

Kalimantan Barat TKI Transit/Luar Kalimantan Barat Jumlah Total 1 . 2010 1.188 2.139 3.327 2 . 2011 2.202 630 2.832 3 . 2012 1.998 828 2.826 4 . 2013 4.831 1.365 6.196 5 . 2014 3.636 890 4.526 6 . 2015 2.516 1.199 3.715 Jumlah 15.556 6.909 22.465

Sumber: Laporan Tim Koordinasi yang bersumber dari BP3TKI Pontianak (31 Desember 2015)

Sedangkan kondisi pemulangan para TKI bermasalah pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 yang dideportasi sebanyak 21.925 orang dengan perincian sebagai berikut.

Tabel 4

Data Deportasi TKI-B/WNI-B Tahun 2004-2009

No. Tahun Dalam

Kalimantan Barat

Luar Kalimantan Barat Jumlah Total

1 . 2004 4.837 3.142 3.327 2 . 2005 3.147 1.270 2.832 3 . 2006 1.143 1.039 2.826 4 . 2007 1.659 409 6.196 5 . 2008 1.845 498 4.526 6 . 2009 1.988 948 3.715 Jumlah 14.619 7.306 21.925

Sumber: Laporan Tim Koordinasi yang bersumber dari Konjen RI di Kuching, Imigrasi Entikong dan Polsek Entikong Tahun 2015

Sedangkan data yang dikeluarkan oleh BP3TKI Pontianak tentang pemulangan TKI-B yang dideportasi melalui perbatasan Tebedu-Entikong Tahun 2009 menunjukkan angka yang lebih besar yaitu sebanyak 3.025 orang. Menurut Kepala BP3TKI, perbedaan jumlah ini (yang lebih besar) dikarenakan bahwa terdapat beberapa TKI yang tertangkap dan dipulangkan melalui jalur

(19)

“tikus”, sehingga jumlah data yang terhimpun lebih besar dari instansi lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama (Badan PKPK) Provinsi Kalimantan Barat berkedudukan sebagai anggota dalam tim koordinasi yang mempunyai tugas:17

1. Melakukan koordinasi dan kerjasama dalam penanganan permasalahan di kawasan perbatasan terkait dengan penanggulangan, penempatan dan perlindungan TKI bermasalah. 2. Melaksanakan tugas yang diperlukan sesuai dengan fungsinya.

Informan dari Badan PKPK, yaitu Manto Saidi (Kepala Bidang Kerjasama Badan PKPK), mengatakan bahwa setelah lembaga ini terbentuk, Badan PKPK belum mendapat informasi atau berkomunikasi dengan pihak manapun mengenai penanganan deportasi. Dalam setiap rapat Forum Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo), masalah TKI selalu diupayakan untuk diangkat dalam forum, namun tidak pernah berhasil. Pihak Malaysia tidak pernah menyetujui untuk mengagendakan pembahasan permasalahan TKI di Forum Sosek Malindo. Belum lama ini Badan PKPK mengikuti rapat di Dinas Sosial yang mengangkat isu TKI yang dideportasi. Pihak Dinas Sosial menginginkan TKI yang dideportasi ditangani oleh lembaga ini. Di sisi lain, pada saat yang sama pula, mengemuka suara bulat dari peserta rapat agar Badan PKPK tidak bergerak di ranah operasional, yang boleh dilakukan oleh instansi ini hanya bekerjasama dengan instansi lain misalnya pelatihan ketenagakerjaan.

Selaku Koordinator Lintas Batas yang mengawasi daerah perbatasan, Badan PKPK menghendaki adanya penanganan yang serius dalam hal pengurusan TKI termasuk TKI yang bermasalah. Oleh karena itu beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Badan PKPK selaku Koordinator Pos Lintas Batas, terutama pada setiap kali ada pertemuan di PLB, adalah dengan menghimbau pihak Imigrasi untuk memperketat keluarnya TKI yang melewati PLB masing-masing (baik di perbatasan Entikong, maupun Nangabadau dan Aru). Apabila terindikasi adanya TKI di bawah umur maka diharapkan Kantor Imigrasi tidak meloloskannya. Demikian juga apabila terindikasi terdapat TKI ilegal dengan visa bukan tenaga kerja maka TKI yang bersangkutan ditahan dulu dan kepada PJTKI yang mengirimnya diberikan sanksi. PJTKI yang ada di Kalimantan Barat hanya berstatus sebagai cabang/agen PJTKI Nasional. Informan juga menyayangkan sikap Pemda Serawak yang menerima saja para TKI tanpa memperdulikan status

17

Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bidang Kerjasama Badan PKPK Badan Pengelolaan Kawasan

(20)

TKI apakah legal atau ilegal. Informan mengharapkan agar Pemda Serawak ikut menyaring TKI yang masuk ke wilayahnya agar tidak terjadi pendeportasian.

Sejak dua tahun instansi ini terbentuk, belum ada satu pun surat keputusan atau pun surat-surat yang menjastifikasi instansi ini untuk terlibat dalam pengurusan TKI. Sementara ini, selaku badan yang bertugas di wilayah perbatasan, lembaga ini berencana untuk menjalin kerjasama dengan Komnas HAM dalam hal penanganan TKI yang bermasalah. Di samping itu, informan juga mengatakan bahwa lembaga ini mencoba mengusulkan anggaran program penanganan TKI bermasalah pada tahun 2009 dan tahun 2010, namun Panitia Anggaran Eksekutif tidak mengijinkan lembaga ini untuk melaksanakan tugas operasional instansi lain, dimana menurut lembaga lain tugas Badan PKPK adalah menjalankan fungsi yang bersifat koordinatif.

Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh lembaga ini dalam membantu penyelesaian TKI yang bermasalah adalah dengan meminta bantuan preman/samseng (bahasa Malaysia). Mereka adalah orang Pontianak yang mampu masuk ke wilayah kekuasaan Keimigrasian dan Kepolisian sehingga terdapat beberapa TKI bermasalah dapat dikembalikan dengan cara yang baik ke Pontianak. Preman/Samseng ini juga pernah meloloskan satu bis rombongan dari pusat dan daerah, di mana rombongan ini tidak memiliki paspor tetapi memaksa untuk pergi ke Kuching. Menurut peraturan resmi kedua negara dan Forum Sosek Malindo, proses lolosnya TKI atau WNI yang hendak pergi ke Malaysia tanpa dokumen resmi pasti tidak dapat dilakukan, namun Preman/Samseng ini mampu membawa rombongan melalui PLB Tradisional Jagoi Babang bahkan rombongan sempat menginap satu malam.

Pada masa yang akan datang, informan mengatakan harapannya bahwa lembaga ini dapat diberi hak atau Tupoksi yang bersifat operasional untuk penanganan TKI bermasalah, selama hal itu tidak mengganggu pekerjaan atau “lahan” instansi lain. Apabila merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 65 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat, semestinya lembaga ini dapat melaksanakan tugas yang bersifat operasional dan juga Gubernur sering meminta agar Badan PKPK turut serta dalam melaksanakan tugas-tugas yang bersifat operasional, hanya saja Badan PKPK menyadari kenyataannya bahwa belum mampu dalam hal anggaran. Padahal menurut penjelasan informan, Badan PKPK mempunyai kedudukan yang sentral untuk menangani permasalahan yang timbul di wilayah perbatasan.

(21)

pembangunan, sementara sifat pelaksanaan tugas dari instansi lain (seperti dinas) hanya melakukan tugas sektoral sesuai bidangnya. Sebenarnya ada dua hal yang menghalangi lembaga ini untuk melakukan tugas operasional, selain Panitia Anggaran Eksekutif yang tidak menyetujui usulan program Badan PKPK untuk melakukan fungsi yang bersifat operasional, juga masalah kelembagaan yang baru berjalan dua tahun. Dengan dana empat milyar rupiah yang dimiliki oleh lembaga pada saat ini, informan merasakan bahwa lembaga ini belum mampu melaksanakan penanganan deportasi dikarenakan dana tersebut baru dialokasikan untuk pembenahan dan melengkapi sarana/prasarana kantor.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kantor Imigrasi Entikong18 Informan dari Kantor Imigrasi Entikong, mengatakan bahwa Kebijakan Kantor Imigrasi secara khusus dalam menangani WNI yang dideportasi ialah melakukan koordinasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), dan melakukan tindakan-tindakan seperti pendataan deportan, yang selanjutnya memberikan pengarahan kepada para deportan supaya mentaati peraturan negara yang didiami/dituju, melengkapi dokumen perjalanan dengan dokumen yang sah dan ijin keimigrasian lainnya. Langkah berikutnya ialah melakukan koordinasi dengan aparat keamanan, P4TKI dan karantina kesehatan dalam penanganan lebih lanjut. Kantor Imigrasi melakukan koordinasi dengan Karantina Kesehatan apabila ditemukan deportan yang sakit atau membawa penyakit menular, dengan P4TKI untuk masalah ketenagakerjaannya, dengan Kepolisian untuk keamanan dan koordinasi apabila ditemukan tindak pidana yang dilakukan oleh deportan, sponsor, atau agen TKI.Informan juga mengemukakan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para deportan yang mengakibatkan mereka dideportasi, yakni: penggunaan dokumen keimigrasian tidak sah/palsu, tidak membawa/tidak memiliki dokumen keimigrasian, tidak memiliki izin kerja, memiliki izin kerja tapi menyalahgunakan, over stay (melebihi waktu tinggal yang telah ditetapkan), masuk ke negara lain melalui jalan tikus atau tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Tabel 5

Statistik Kantor Imigrasi Entikong Tahun 2013

No Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 KEBERANGKATAN

WNI Pemegang Paspor 20.924 19.202 17.468 18.933 19.539 21.510 18.933 17.985 15.452 13.548 21.129 21.208 WNI Pemegang PLB 314 402 416 389 456 484 415 415 243 152 345 790

WNA Pemegang Paspor 1.667 1.667 1.530 1.096 1.254 1.733 1070 1.474 1.014 1.702 910 2.574

18

Wawancara dengan, Kepala Unit Tempat Pemeriksaan Imigrasi pada Kantor Imigrasi Kelas II Entikong Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

(22)

WNA Pemegang PLB 38 38 49 49 108 60 51 51 48 60 37 72 2 KEDATANGAN

WNI Pemegang Paspor 15.232 17.100 16.850 16.262 17.463 17.037 19.988 19.174 25.173 27.368 16.002 18.773 WNI Pemegang PLB 160 284 328 281 337 347 328 278 268 112 255 743 WNA Pemegang Paspor 1.042 1.618 1.610 1.068 1.492 1.471 1.195 1.477 1.415 1.318 1.034 2.482 WNA Pemegang PLB 55 40 55 64 109 63 47 47 60 54 49 82 3 SPRI/PLB YANG DIKELUARKAN KANIM ENTIKONG

Paspor untuk WNI

(48 hal) 535 388 292 452 487 491 441 487 514 973 687 552 Paspor untuk WNI

(24 hal) 4 26 8

PLB Perorangan 238 204 144 218 235 165 180 173 134 120 145 119 PLB Keluarga 29 42 21 44 48 48 43 36 35 21 10 18 Paspor untuk WNA

4 IZIN KEIMIGRASIAN Perpanjangan ijin kunjungan Pemberian ITAS

Perpanjangan ITAS 1

Pemberian ITAP 2

Perpanjangan ITAP 5 IZIN MASUK KEMBALI

1 (satu) kali perjalanan 1

Beberapa kali perjalanan 3 1 2 6 PENGEMBALIAN DOKIM 7 PENCABUTAN DOKIM 8 TINDAKAN KEIMIGRASIAN 9 S K I M

10 WNI YANG DIPULANGKAN

59 88 44 212 164 391 354 262 334 150 139 346

11 VISA ON ARRIVAL 15 33

Sumber: Kantor Imigrasi Entikong

Tabel 6

Statistik Kantor Imigrasi Entikong Tahun 2014

No Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1 KEBERANGKATAN

WNI Pemegang Paspor 18.222 25.336 24.866 21.954 23.190 23.942 23.250 20.441 23.936 35.753 22.918 27.39 9 WNI Pemegang PLB 707 687 350 469 425 305 502 590 537 473 252 526 WNA Pemegang Paspor 1.296 1.463 1.585 1.198 1.300 1.904 1.228 1.488 1.691 1.245 1.208 2.965

WNA Pemegang PLB 33 28 48 39 228 60 76 38 39 26 44 60

2 KEDATANGAN

WNI Pemegang Paspor 16.790 16.016 17.188 18.060 21.001 19.476 22.691 22.207 28.936 15.363 19.856 17.74 3 WNI Pemegang PLB 564 492 371 274 114 275 422 561 518 403 392 440 WNA Pemegang Paspor 1.581 1.161 1.595 1.275 1.535 1.667 1.287 1.406 1.894 1.201 1.650 2.842

(23)

WNA Pemegang PLB 35 23 56 26 94 51 73 51 37 36 50 67

3 SPRI/PLB YANG DIKELUARKAN KANIM ENTIKONG Paspor untuk WNI (48 hal)

867 666 527 443 477 481 365 271 258 441 367 289 Paspor untuk WNI (24 hal)

PLB Perorangan 190 181 195 162 206 183 217 129 89 153 139 107

PLB Keluarga 21 31 26 30 48 43 37 19 21 25 14 30

Paspor untuk WNA

4 IZIN KEIMIGRASIAN Perpanjangan ijin kunjungan 1 4 1 2 Pemberian ITAS 3 2 7 3 Perpanjangan ITAS Pemberian ITAP Perpanjangan ITAP

5 IZIN MASUK KEMBALI 1 (satu) kali perjalanan

Beberapa kali perjalanan 3 2 4 3 3 3

6 PENGEMBALIAN DOKIM 1 7 PENCABUTAN DOKIM 1 1 8 TINDAKAN KEIMIGRASIAN 9 S K I M 10 WNI YANG DIPULANGKAN 329 314 204 150 255 213 345 219 304 224 213 259 11 VISA ON ARRIVAL 29 60 73 51 41 43 78 57 64 45 57 72

Sumber: Kantor Imigrasi Entikong

Tabel 7

Statistik Kantor Imigrasi Entikong Tahun 2015

No Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1 KEBERANGKATAN

WNI Pemegang Paspor 26.134 22.262 26.463 23.141 24.727

WNI Pemegang PLB 372 472 632 654 598

WNA Pemegang Paspor 1.386 1.964 2.162 1.394 1.886

WNA Pemegang PLB 47 64 38 47 70

2 KEDATANGAN

WNI Pemegang Paspor 21.180 21.393 19.404 20.056 21.527

WNI Pemegang PLB 300 326 423 547 475

WNA Pemegang Paspor 1.153 2.355 1.893 1.505 2.017

(24)

3 SPRI/PLB YANG DIKELUARKAN KANIM ENTIKONG

Paspor untuk WNI (48 hal) 574 370 473 386 388

Paspor untuk WNI (24 hal)

PLB Perorangan 138 153 253 238 246

PLB Keluarga 26 36 60 43 53

Paspor untuk WNA

4 IZIN KEIMIGRASIAN Perpanjangan ijin kunjungan 1 1 2 2 2 Pemberian ITAS 5 Perpanjangan ITAS Pemberian ITAP Perpanjangan ITAP

5 IZIN MASUK KEMBALI 1 (satu) kali perjalanan

Beberapa kali perjalanan 3

6 PENGEMBALIAN DOKIM 7 PENCABUTAN DOKIM 8 TINDAKAN KEIMIGRASIAN 9 S K I M 10 WNI YANG DIPULANGKAN 153 154 248 112 327 11 VISA ON ARRIVAL 65 55 69 51 73 Sumber: Kantor Imigrasi Entikong

Dalam rangka pemberian perlindungan bagi WNI yang dideportasi, informan menyarankan perlunya diberikan sosialisasi tentang cara kerja dan budaya negara lain, memberikan keahlian bagi calon TKI, memberikan bantuan langsung kepada para deportan yang dapat meringankan biaya kepulangannya, menindak agen TKI, PJTKI yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada, mengintensifkan tugas perwakilan RI untuk lebih sering mendata, memberi perlindungan dan penanganan hukum kepada TKI. Terkait dengan keimigrasian, pihak Imigrasi telah memberikan informasi kepada WNI yang dideportasi seputar informasi tentang bagaimana melanjutkan perjalanan ke tempat asal, fasilitas angkutan, penginapan, instansi yang dibutuhkan deportan untuk mendampingi dan apabila ada tindak pidana yang berhubungan dengan deportan, pihak imigrasi

(25)

akan menyerahkannya ke kepolisian.

Pihak Kantor Imigrasi, sebagaimana juga mengharapkan perlu dibentuknya Pos Penanganan Terpadu yang melibatkan instansi-instansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Transmigrasi, Kepolisian, Imigrasi, Bea Cukai dan Karantina Kesehatan dalam penanganan deportasi, karena selama ini Pos Lintas Batas (PLB) di Entikong hanya terdiri dari Kantor Imigrasi, Kepolisian, P4TKI dan Karantina Kesehatan dimana setiap Tupoksi masing-masing instansi tidak ada yang menyentuh ranah pemenuhan sosial dan pemulangan TKI. Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja sebaiknya memiliki perwakilan/UPT di PLB untuk terjun langsung memenuhi perlindungan WNI yang dideportasi dalam aspek sosial dan pemulangan, baik itu seputar Provinsi Kalimantan Barat atau pun di luar Provinsi. Apabila Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja sudah bergabung di PLB maka kendala yang dihadapi dalam menangani WNI yang dideportasi selama ini seperti sarana/prasarana (tidak ada tempat khusus penanganan deportasi), sumber daya manusia, bahasa pengantar akan dapat diselesaikan dengan baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Sektor Entikong19 Informan dari Kepolisian Sektor Entikong, Sapja mengatakan bahwa banyak sekali kasus pendeportasian yang ditangani oleh kepolisian dan banyak juga agen PPTKIS yang membawa TKI secara ilegal yang sudah diproses bahkan diputus secara hukum. PLB di Entikong sudah memiliki koordinasi yang baik dalam hal penanganan deportasi. Deportan yang datang melalui wilayah perbatasan, pertama kali diterima oleh Imigrasi untuk dilakukan pendataan, kemudian berlanjut dengan pendataan di Pos Pelayanan Penempatan dan PerlindunganTKI (P4TKI), serta pemeriksaan di Kepolisian. Dalam hal penanganan deportan, pihak kepolisian hanya menelusuri proses awal keberangkatan saja dan pihak yang membawa korban akan ditindak tegas secara hukum apabila memang melakukan kesalahan.

Lebih lanjut informan mengungkapkan bahwa kendala yang dihadapi oleh Polsek Entikong dalam proses penyelidikan dan penyidikan pada proses deportasi ialah belum adanya shelter yang dapat menampung para deportan dan ketiadaan anggaran untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari mereka. Terlebih jika dalam proses hukum yang bersangkutan harus hadir dalam proses sidang.

Guna mengurangi permasalahan pendeportasian, informan mengharapkan agar instansi-instansi terkait pada tahap perekrutan awal TKI dapat melakukan pengawasan secara ketat agar tidak lagi ada pendeportasian TKI. Kami juga mengharapkan agar Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja yang

19

Hasil wawancara dengan Kepala Unit Reserse Kriminal pada Kepolisian Sektor Entikong Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

(26)

memiliki anggaran khusus untuk TKI dapat ditempatkan di PLB agar penanganan TKI yang dideportasi lebih terfokus.

Tabel 8

Rekapitulasi Pemulangan TKI dari Malaysia melalui Border PPLB Entikong Tahun 2015

No Waktu Jumlah Jenis Kelamin Ket

L P

1 6 Januari 2015 6 orang 5 1 Data diperoleh dari

2 14 Januari 2015 46 orang 35 11 hasil screnning pada

masing-masing TKI yang dideportasi dari Malaysia melalui border PPLB Entikong 3 27 Januari 2015 38 orang 34 4 4 28 Januari 2015 69 orang 62 7 5 29 Januari 2015 11 orang - 11 6 2 Februari 2015 30 orang 30 - 7 3 Februari 2015 18 orang 17 1 8 10 Februari 2015 22 orang 18 4 9 19 Februari 2015 14 orang 13 1 10 24 Februari 2015 28 orang 25 3 11 25 Februari 2015 12 orang 6 6 12 3 Maret 2015 33 orang 24 9 13 4 Maret 2015 30 orang 25 5 14 17 Maret 2015 28 orang 26 2 15 18 Maret 2015 26 orang 13 13 16 24 Maret 2015 22 orang 17 3 + 2 anak 17 25 Maret 2015 22 orang 22 - 18 31 Maret 2015 18 orang 12 6 19 8 April 2015 9 orang - 9 20 9 April 2015 5 orang 4 1 21 13 April 2015 36 orang 24 12 22 15 April 2015 23 orang 18 5 23 16 April 2015 5 orang 3 2 24 21 April 2015 9 orang 3 6 25 28 April 2015 22 orang 15 7 26 28 April 2015 2 orang - 2 27 5 Mei 2015 46 orang 37 9 28 12 Mei 2015 27 orang 22 5 29 19 Mei 2015 57 orang 48 9 30 20 Mei 2010 37 orang 29 8 31 25 Mei 2015 71 orang 53 18 32 27 Mei 2015 30 orang 29 1 33 3 Juni 2015 33 orang 25 8 34 9 Juni 2015 17 orang 12 5 35 17 Juni 2010 29 orang 27 2 36 23 Juni 2015 15 orang 10 5

(27)

Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (P4TKI) Entikong20 Informan dari P4TKI Entikong, mengungkapkan bahwa Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan memiliki Tupoksi menempatkan dan melindungi tenaga kerja yang telah melalui proses perekrutan yang resmi. Namun pada kenyataannya tidak hanya deportan yang resmi yang dibantu, deportan yang tidak resmi pun juga akan dibantu jika memang mengalami permasalahan.

Penanganan awal di lakukan terhadap deportan yang kembali memasuki wilayah perbatasan adalah pendataan para deportan untuk menemukan permasalahan mengapa bisa sampai terjadi deportasi. Setelah proses pendataan, bagi deportan legal, berkas laporan akan diserahkan kepada BP3TKI Provinsi Kalimantan Barat cq. Kepala Seksi Perlindungan untuk dapat menindak PPTKIS yang memberikan sponsor terhadap para TKI yang dideportasi. Apabila permasalahannya gaji yang belum terbayarkan, PPTKIS harus bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Sedangkan apabila pekerjaan yang diterima oleh TKI tidak sesuai kontrak kerja, maka BP3TKI akan memberikan teguran, namun apabila PJTKI/PT lepas tanggung jawab, maka ijin operasi PPTKIS di Provinsi Kalimantan Barat akan dicabut dimana konsekuensinya ialah PPTKIS akan dilarang beroperasi di Provinsi Kalimantan Barat. Untuk deportan yang ilegal, maka kasusnya akan dilimpahkan ke Kepolisian, namun mereka masih dapat tinggal untuk sementara di kantor P4TKI Entikong selama mereka belum dipulangkan. Data yang dihimpun oleh P4TKI Entikong tentang permasalahan WNI/TKI yang berakibat dipulangkannya WNI/TKI yang bersangkutan selama dua tahun terakhir adalah pada tabel berikut

Tabe.9

Daftar Pemulangan WNI/TKI yang Dideportasi dari Serawak, Malaysia Melalui Embarkasi Tebedu – Entikong Kabupaten Sanggau

Dari Bulan Januari s/d Desember 2014

No. Bulan Jumlah Jumlah Total Keterangan

L P

1 Januari 280 79 359 Permasalahan WNI/TKI yang

dideportasi dari Sarawak, Malaysia disebabkan karena: 1. Melanggar

peraturan

Februari 192 49 241

Maret 156 68 224

April 111 60 171

Mei 261 27 288 Keimigrasian Malaysia

2. Paspor 48 hal digunakan

untuk bekerja

3. Masuk tanpa paspor

4. Permit sudah mati

Juni 110 19 129 Juli 194 29 223 Agustus 106 28 134 September 176 28 204 20

Hasil wawancara dengan Koordinator P4TKI Entikong pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

(28)

Oktober 154 36 190 5. Bekerja tanpa permit

6. Masuk melalui hutan

7. Surat izin masuk sudah mati

Nopember 57 13 70

Desember 202 25 227

1999 461 2460

Sumber: P4TKI

Tabel 10

Daftar Pemulangan WNI/TKI yang Dideportasi dari Serawak, Malaysia Melalui Embarkasi Tebedu – Entikong Kabupaten Sanggau

Dari Bulan Januari s/d Mei 2015

No. Bulan Jumlah Jumlah Total Keterangan

L P

1. Januari 137 23 160 Permasalahan WNI/TKI

yang dideportasi dari

Sarawak, Malaysia

disebabkan karena:

a. Melanggar peraturan

Keimigrasian Malaysia

b. Paspor 48 hal digunakan

untuk bekerja

c. Masuk tanpa paspor

d. Permit sudah mati

e. Bekerja tanpa permit

f. Masuk melalui hutan

g. Surat izin masuk sudah mati 2. Februari 44 5 49 3. Maret 172 30 202 4. April 84 37 121 5. Mei 178 43 221 6. Juni - - 7. Juli - - 8. Agustus - - 9. September - - 10. Oktober - - 11. Nopember - - 12 Desember - - 615 138 753 Sumber: P4TKI

Informan mengungkapkan bahwa kendala yang dihadapi dalam menangani deportan adalah pada masalah biaya kebutuhan hidup selama para deportan dalam penampungan P4TKI hingga pemulangan TKI. Penyediaan anggaran seharusnya menjadi tanggung jawab Dinas Sosial, namun mereka tidak peduli bagaimana proses pendeportasian TKI, kebutuhan hidup mereka sampai keberangkatan dari Entikong ke Pontianak, yang mereka tahu begitu TKI sampai ke Pontianak kemudian Dinas Sosial menerima mereka. Oleh karena itu informan mengharapkan agar Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja sebagai satuan tugas yang bertanggung jawab dalam penanganan para deportan dapat menempatkan petugasnya di PLB, jangan hanya menerima laporan bersih saja. Selain masalah biaya, P4TKI juga membutuhkan satu bis serta supir yang siaga dan mampu untuk mengantarkan para tenaga kerja yang dideportasi dari Entikong sampai ke Sambas, Sintang, Sanggau dan Pontianak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Balai Latihan Kerja Disnakertrans Entikong21 Dalam hal penanganan WNI yang dideportasi melalui wilayah perbatasan, informan dari Balai Latihan Kerja (BLK) Disnakertrans Entikong, mengatakan bahwa Balai Latihan Kerja (BLK) belum memiliki kebijakan khusus yang menangani deportan. Sebenarnya BLK pernah ikut terlibat dalam

21

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Balai Latihan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Entikong Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

(29)

menangani deportan secara besar-besaran, dimana BLK memfasilitasi gedung sebagai penginapan sementara selama proses pemulangan berjalan. Namun demikian, memasuki tahun 2013 belum ada penanganan terkait deportasi yang dilakukan oleh BLK. Pada tahun 2015 , muncul wacana bahwa BLK akan berperan dalam hal pendataan, penampungan serta pelatihan bagi WNI yang dideportasi. Namun sampai saat ini belum ada petunjuk yang jelas sehingga BLK tidak berani untuk melangkah lebih jauh. Informan juga mengatakan bahwa BLK Disnakertrans Entikong pernah melaksanakan pelatihan dengan sasaran tenaga kerja yang akan dikirim untuk menjadi pembantu rumah tangga, kegiatan ini tidak berlanjut dikarenakan “agen-agen nakal” yang langsung memberangkatkan calon tenaga kerja tanpa melalui pelatihan terlebih dahulu sehingga calon tenaga kerja yang lain lebih menginginkan proses yang instan, yaitu memilih langsung diberangkatkan tanpa dibekali suatu pelatihan.

Informan juga menceritakan perkembangan yang terjadi di sekitar pembangunan wilayah perbatasan Entikong, dimana ada wacana pabrik Sonny akan didirikan di Tebedu. Tempat yang akan dijadikan lokasi pabrik sudah siap, hanya tinggal pendirian pabrik saja. Mengantisipasi kesempatan kerja tersebut, tahun ini akan dibuka pelatihan untuk teknisi komputer, las dan elektro. Pengumuman sudah disebarluaskan dan tidak ada pungutan biaya sama sekali. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan calon tenaga kerja agar memiliki kemampuan yang cukup dan siap untuk berkompetisi.

Kesimpulan

1. Masalah deportasi adalah masalah yang paling banyak menimpa Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri, khususnya di Malaysia. Berdasarkan temuan di empat wilayah penelitian, paling banyak TKI yang dideportasi disebabkan pelanggaran keimigrasian. Dalam rangka melindungi warga negara Indonesia yang dideportasi, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan payung hukum kebijakan melalui Kementerian Luar Negeri, yakni Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pelayanan Warga di Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Dalam peraturan tersebut diatur mengenai perlindungan terhadap buruh migran Indonesia di luar negeri yang mengalami masalah, termasuk masalah deportasi. Pola penanganan perlindungan diatur secara lebih khusus dengan beberapa peraturan, yakni Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya (TK-PTKIB), Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan

Referensi

Dokumen terkait

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PEMILIKAN HAK MILIK ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960

(3) Dalam hal pembentukan Panitia MHA Kabupaten Kutai Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terbentuk, Perangkat Daerah yang membidangi pemberdayaan

(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pemungutan suara tetap tidak dapat dilaksanakan karena situasi yang belum/tidak

Dalam pasal 122 disebutkan, “Keistimewaan untuk Propinsi Daerah Is- timewa Aceh dan Propinsi Daerah Isti- mewa Yogyakarta, sebagaimana dimak- sud dalam undang-undang

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam UU bahwa kapal asing yang melewati ataupun melintasi perairan Indonesia, harus tunduk dan patuh pada peratuan yang

Apabila Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria maka

Kebijakan yang dijadikan pedoman dan petunjuk dalam pengembangan atau pelaksanaan program dan kegiatan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Dumai tahun 2022, adalah