• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Asas Pembuktian Terbalik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Asas Pembuktian Terbalik"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MAKALAH

TINDAK PIDANA UMUM

TINDAK PIDANA UMUM

ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM KUHAP ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM KUHAP

Oleh:

Oleh:

ERIK SOSANTO

ERIK SOSANTO

EAA 110 039

EAA 110 039

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS HUKUM

FAKULTAS HUKUM

2012

2012

(2)

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH MAKALAH

Diajukan kepada I GUSTI KOMANG DION IRAWAN SATRIADI, SH.,MH Diajukan kepada I GUSTI KOMANG DION IRAWAN SATRIADI, SH.,MH

Selaku dosen pengasuh TINDAK PIDANA UMUM Selaku dosen pengasuh TINDAK PIDANA UMUM Untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai Untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai

Nama

Nama : : ERIK ERIK SOSANTOSOSANTO Nim

Nim : : EAA EAA 110 110 039039 Jurusan

Jurusan : : ILMU ILMU HUKUMHUKUM Kelompok

Kelompok : : AA Judul

Judul Makalah Makalah :: ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM KUHPASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM KUHP Ttd

Ttd : : . . . ..

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS HUKUM FAKULTAS HUKUM

2012 2012

(3)

KATA PENGANTAR  KATA PENGANTAR 

Dengan

Dengan memanjatkan memanjatkan Puji Puji dan dan Syukur Syukur atas atas limpahan limpahan berkat berkat dan dan Rahmat- Rahmat- Nya

 Nya dari dari Tuhan Tuhan Yang Yang Maha Maha Esa Esa karena karena atas atas izinnyalah izinnyalah penulis penulis masih masih diberikandiberikan kesempatan atas selesainya penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas kesempatan atas selesainya penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas dan pedoman yang berjudul asas pembuktian terbalik dalam KUHAP.

dan pedoman yang berjudul asas pembuktian terbalik dalam KUHAP.

Dalam penyusunan makalah ini saya mengumpulkan dari berbagai sumber  Dalam penyusunan makalah ini saya mengumpulkan dari berbagai sumber   buku-buku

 buku-buku dan dan sumber sumber lainnya lainnya yang yang berhubungan berhubungan dengan dengan asas asas pembuktian pembuktian terbalik terbalik  dalam KUHAP yang memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas ini.

dalam KUHAP yang memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.

dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, redaksional kalimat kekurangan-kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, redaksional kalimat dan bahkan dalam penggunaan aturan-aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan dan bahkan dalam penggunaan aturan-aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan  benar,

 benar, hal hal mana mana ini ini disebabkan disebabkan terbatasanya terbatasanya kemampuan kemampuan dan dan pengetahuan pengetahuan penulispenulis miliki, Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan miliki, Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk  saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk   penyempurnaan penulisan makalah lebih lanjut.

 penyempurnaan penulisan makalah lebih lanjut.

Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan dan penulisan makalah ini Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan dan penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

(4)

Palangka Raya, 26 November 2012 Palangka Raya, 26 November 2012 Penulis, Penulis, ERIK SOSANTO ERIK SOSANTO NIM : EAA 110 039 NIM : EAA 110 039

(5)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

Halaman Halaman

HALAMAN

HALAMAN JUDUL JUDUL ... ... ii HALAMAN

HALAMAN PENGESAHAN PENGESAHAN ... ... ... iiii KATA

KATA PENGANTAR PENGANTAR ... ... iiiiii DAFTAR

DAFTAR ISI ISI ... ... .. vv

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.

1.1. Latar Latar Belakang Belakang ... ... 11 1.2.

1.2. Perumusan Perumusan Masalah Masalah ... ... ... 33 1.3.

1.3. Tujuan Tujuan Penulisan Penulisan ... ... 33 1.4.

1.4. Manfaat Manfaat Penulisan Penulisan ... ... ... 33 1.5.

1.5. Metode Metode Penulisan Penulisan ... ... ... 44 1.6.

1.6. Sistematika Sistematika penulisan penulisan ... ... 55 BAB 2 PEMBAHASAN

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1

2.1 Asas Asas Pembuktian Pembuktian Terbalik Terbalik dalam dalam KUHAP KUHAP ... ... 77 2.2

2.2 Pengaturan Pengaturan Pembuktian Pembuktian Terbalik Terbalik Dalam Dalam Undang-undangUndang-undang Pemberantasan

Pemberantasan Tindak Tindak Pidana Pidana Korupsi Korupsi ... .. 1111 2.3

2.3 Problematik Problematik Beban Beban Pembuktian Pembuktian Terbalik Terbalik ... .. .. 1515

BAB 3 PENUTUP BAB 3 PENUTUP 3.1. 3.1. Kesimpulan Kesimpulan ... ... ... 1717 3.2. 3.2. Saran Saran ... .. 1919 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

(6)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menutup rapat kabinet terbatas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menutup rapat kabinet terbatas  bidang

 bidang politik, politik, hukum, hukum, dan dan keamanan keamanan di di Kantor Kantor Presiden, Presiden, Jakarta, Jakarta, pada pada harihari Senin tanggal 17 Januari 2011 yang lalu mengeluarkan 12 Instruksi Presiden Senin tanggal 17 Januari 2011 yang lalu mengeluarkan 12 Instruksi Presiden terkait dengan kasus mafia hukum dan mafia pajak oleh Gayus HP Tambunan. terkait dengan kasus mafia hukum dan mafia pajak oleh Gayus HP Tambunan. Adapun 2 Instruksi Presiden tersebut yang menarik untuk dikaji dalam rangka Adapun 2 Instruksi Presiden tersebut yang menarik untuk dikaji dalam rangka  pelaksanaan

 pelaksanaan penegakan penegakan hukum hukum saat saat ini ini adalah adalah :: Pertama Pertama, Guna meningkatkan, Guna meningkatkan efektivitas, penanganan kasus Gayus HP Tambunan agar metode pembuktian efektivitas, penanganan kasus Gayus HP Tambunan agar metode pembuktian terbalik dapat dilakukan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. terbalik dapat dilakukan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.  Kedua

 Kedua, untuk mengamankan dan mengembalikan aset negara, termasuk , untuk mengamankan dan mengembalikan aset negara, termasuk  dilakukan perampasan terhadap uang yang diduga didapat dari hasil korupsi. dilakukan perampasan terhadap uang yang diduga didapat dari hasil korupsi. Dikatakan Presiden, tekad pemerintah dan aparat penegak hukum adalah Dikatakan Presiden, tekad pemerintah dan aparat penegak hukum adalah menuntaskan penindakan hukum terhadap mereka yang bersalah dalam kasus menuntaskan penindakan hukum terhadap mereka yang bersalah dalam kasus Gayus Tambunan dengan tiga sasaran. Pertama, hukum benar-benar ditegakkan, Gayus Tambunan dengan tiga sasaran. Pertama, hukum benar-benar ditegakkan, dan mereka yang bersalah diberikan sanksi yang sesuai. Kedua, dilakukan dan mereka yang bersalah diberikan sanksi yang sesuai. Kedua, dilakukan  penataan

 penataan organisasi, organisasi, posisi, posisi, dan dan jabatan jabatan di di sejumlah sejumlah lembaga lembaga yang yang didugadiduga terdapat penyimpangan. Ketiga, menutup atau memperbaiki titik lemah atau terdapat penyimpangan. Ketiga, menutup atau memperbaiki titik lemah atau lubang hukum agar kasus serupa pada masa mendatang tak terulang. Bahwa lubang hukum agar kasus serupa pada masa mendatang tak terulang. Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Korupsi merupakan salah satu penyakit masyarakat yang sama secara luar biasa. Korupsi merupakan salah satu penyakit masyarakat yang sama dengan jenis kejahatan lain seperti pencurian uang, yang sudah ada sejak  dengan jenis kejahatan lain seperti pencurian uang, yang sudah ada sejak  manusia bermasyarakat di atas bumi ini. Yang menjadi masalah adalah manusia bermasyarakat di atas bumi ini. Yang menjadi masalah adalah meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan kemakmuran dan teknologi. meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan kemakmuran dan teknologi.

(7)

Bahkan ada gejala dalam pengalaman yang memperlihatkan, semakin maju Bahkan ada gejala dalam pengalaman yang memperlihatkan, semakin maju  pembangunan

 pembangunan suatu suatu bangsa, bangsa, semakin meninsemakin meningkat gkat pula kpula kebutuhan ebutuhan dan dan mendorongmendorong orang untuk melakukan korupsi.

orang untuk melakukan korupsi. Mengingat korupsi di Indonesia terjadi secaraMengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara. Dengan sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara. Dengan demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. Namun di dalam KUHP kewajiban yang dibebankan kepada terdakwa. Namun di dalam KUHP kewajiban  pembuktian dibebankan sepenuhn

 pembuktian dibebankan sepenuhnya kepada Jaksa Penuntut Umum, hal ini sesuaiya kepada Jaksa Penuntut Umum, hal ini sesuai dengan ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHP Bab XVI bagian ke dengan ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHP Bab XVI bagian ke empat (Pasal 183

empat (Pasal 183  –  –  Pasal 232 KUHAP), sehingga asas pembuktian terbalik diPasal 232 KUHAP), sehingga asas pembuktian terbalik di dalam sistem hukum acara pidana di Indonesia tidak di atur. Pada hakikatnya dalam sistem hukum acara pidana di Indonesia tidak di atur. Pada hakikatnya asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Sistem Hukum pidana Indonesia asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Sistem Hukum pidana Indonesia dikenal dalam Tindak Pidana Korupsi ( UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 dikenal dalam Tindak Pidana Korupsi ( UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001), Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 15 Tahun 2002 jo UU Tahun 2001), Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 15 Tahun 2002 jo UU  No. 25

 No. 25 Tahun Tahun 2003) 2003) dan dan Perlindungan Perlindungan Konsumen Konsumen (UU No. (UU No. 8 Tahu8 Tahun 19n 1999).99). JikaJika menginginkan pembuktian terbalik bisa diandalkan menjerat, menginginkan pembuktian terbalik bisa diandalkan menjerat, mempertanggungjawabkan, dan mengalahkan koruptor atau mampu menjadi mempertanggungjawabkan, dan mengalahkan koruptor atau mampu menjadi  penggerak

 penggerak bekerjanya bekerjanya sistem sistem peradilan peradilan pidana pidana ((criminal justice systemcriminal justice system), sistem), sistem  pembuktian

 pembuktian terbalik terbalik wajib wajib diberlakukan diberlakukan lebih lebih dahulu dahulu pada pada elemen elemen penegak penegak  hukum seperti jaksa, hakim, polisi, KPK, dan lembaga-lembaga strategis yang hukum seperti jaksa, hakim, polisi, KPK, dan lembaga-lembaga strategis yang menjadi pilar bekerjanya

menjadi pilar bekerjanya law enforcement law enforcement . Teori pembuktian yang selama ini. Teori pembuktian yang selama ini diakui adalah asas pembuktian

diakui adalah asas pembuktian bebeyond ryond r eeasasonablonabl e doubt e doubt , yang dianggap tidak , yang dianggap tidak   bertentangan

 bertentangan dengan dengan prinsip prinsip praduga praduga tak tak bersalah bersalah (( presumption  presumption of of innocenceinnocence),), tetapi di sisi lain sering menyulitkan proses pembuktian kasus-kasus korupsi. tetapi di sisi lain sering menyulitkan proses pembuktian kasus-kasus korupsi. Terbukti dalam praktik sistem pembuktian tersebut atau dikenal dengan istilah, Terbukti dalam praktik sistem pembuktian tersebut atau dikenal dengan istilah, 'pembuktian negatif 

(8)

1.2

1.2 Perumusan dan Batasan MasalahPerumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan

Berdasarkan latar latar belakang belakang masalah ymasalah yang ang telah telah diuraikan diuraikan di di atas atas dan idan isusu hukum yang dikemukakan dalam penulisan ini, maka perumusan masalah yang hukum yang dikemukakan dalam penulisan ini, maka perumusan masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

dapat dirumuskan sebagai berikut: a.

a. Asas Pembuktian Terbalik dalam KUHAP ?Asas Pembuktian Terbalik dalam KUHAP ?  b.

 b. Pengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-undang PemberantasanPengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ?

Tindak Pidana Korupsi ? c.

c. Problematik Beban Pembuktian Terbalik ?Problematik Beban Pembuktian Terbalik ?

Terhadap dua rumusan masalah tersebut, penulis melakukan pembatasan Terhadap dua rumusan masalah tersebut, penulis melakukan pembatasan dengan mengacu pada perspektif asas pembuktian terbalik dalam KUHAP.

dengan mengacu pada perspektif asas pembuktian terbalik dalam KUHAP.

1.3

1.3 Tujuan PenulisanTujuan Penulisan

Hakekat kegiatan penulisan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia Hakekat kegiatan penulisan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan,

dalam taraf keilmuan, karena manusia pada dasarnya selalu karena manusia pada dasarnya selalu ingin tahu ingin tahu sebab darisebab dari suatu rentetan akibat. Demikian pula halnya dengan penulisan karya bidang tulis suatu rentetan akibat. Demikian pula halnya dengan penulisan karya bidang tulis hukum, berupa makalah, sesungguhnya tidak lepas dari adanya suatu tujuan yang hukum, berupa makalah, sesungguhnya tidak lepas dari adanya suatu tujuan yang ingin dicapai yaitu sebagi berikut :

ingin dicapai yaitu sebagi berikut : a.

a. Mengetahui pengaturan dan muatan asas pembuktian terbalik dalamMengetahui pengaturan dan muatan asas pembuktian terbalik dalam KUHAP.

KUHAP.  b.

 b. Mengetahui dan memahami Problematik Beban Pembuktian Terbalik.Mengetahui dan memahami Problematik Beban Pembuktian Terbalik.

1.4

1.4 Manfaat PenulisanManfaat Penulisan

Sehubungan dengan isu hukum yang diangkat dalam tulisan hukum ini, maka Sehubungan dengan isu hukum yang diangkat dalam tulisan hukum ini, maka diharapakan nantinya dapat memberikan suatu manfaat sebgai berikut :

diharapakan nantinya dapat memberikan suatu manfaat sebgai berikut : a.

a. Secara teoritis, bahwa penulisan makalah ini merupakan sumbanganSecara teoritis, bahwa penulisan makalah ini merupakan sumbangan  pemikiran

 pemikiran penulis, penulis, dalam dalam kerangka kerangka pembinaan pembinaan dan dan pengembanganpengembangan  pendidikan dan pengetahuan bidang hukum ke

 pendidikan dan pengetahuan bidang hukum kedepan, khususnya untuk telaahdepan, khususnya untuk telaah hukum yang sifatnya normatif.

(9)

 b.

 b. Secara prSecara praktis, aktis, penulisan penulisan makalah ini makalah ini diharapakan dapat diharapakan dapat menjadi menjadi bahanbahan masukan bagi semua pihak yang membacanya, khususnya Sebagai media masukan bagi semua pihak yang membacanya, khususnya Sebagai media untuk menambah wawasan serta Bahan referensi aktual dan Bahan bacaan untuk menambah wawasan serta Bahan referensi aktual dan Bahan bacaan serta pengetahuan.

serta pengetahuan.

c.

c. Secara akademik, penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk Secara akademik, penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk  memenuhi tugas dari dosen pengasuh mata kuliah pada fakultas hukum memenuhi tugas dari dosen pengasuh mata kuliah pada fakultas hukum universitas palangka raya.

universitas palangka raya.

1.5

1.5 Metode PenulisanMetode Penulisan 1.5.1

1.5.1 Metode pendekatanMetode pendekatan

Dalam rangka menjadikan analisis rumusan masalah menjadi terarah Dalam rangka menjadikan analisis rumusan masalah menjadi terarah dan sesuai dengan tujuan penulisan, maka diperlukan suatu metode dan sesuai dengan tujuan penulisan, maka diperlukan suatu metode  pendekatan,

 pendekatan, yang yang dalam dalam konteks konteks penulisan penulisan ini ini penulis penulis menggunakanmenggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu metode dengan instrumen metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu metode dengan instrumen  penekanan

 penekanan analisis analisis pada pada asas-asas asas-asas hukum hukum berupa berupa peraturan peraturan perundang- perundang-undangan yang memberikan pengaturan terkait isu hukum yang diangkat undangan yang memberikan pengaturan terkait isu hukum yang diangkat dalam tulisan hukum ini dan merupakan bagian bahan hukum primer, dalam tulisan hukum ini dan merupakan bagian bahan hukum primer, dimana selajutnya diperjelas dan didukung berdasakan pendapat para ahli dimana selajutnya diperjelas dan didukung berdasakan pendapat para ahli atau sarjana yang terdapat dalam buku-buku, jurnal-jurnal hukum, maupun atau sarjana yang terdapat dalam buku-buku, jurnal-jurnal hukum, maupun karya tulis yang telah ada sebelumnya, sehingga didapat penjelasan bersifat karya tulis yang telah ada sebelumnya, sehingga didapat penjelasan bersifat komprehensif sehubungan dengan judul dari makalah ini.

komprehensif sehubungan dengan judul dari makalah ini.

1.5.2

1.5.2 Bahan-bahan hukumBahan-bahan hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini terdiri dari: Bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini terdiri dari: a.

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang terdiri dariBahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang terdiri dari sejumlah peraturan perundang-undangan yaitu.

sejumlah peraturan perundang-undangan yaitu. 1)

1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. 2)

2) UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak  Pidana Pencucian Uang.

Pidana Pencucian Uang. 3)

(10)

4)

4) KUHP dan KUHAP.KUHP dan KUHAP.  b.

 b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa pendapat para ahliBahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa pendapat para ahli atau sarjana yang terdapat dalam buku-buku, jurnal-jurnal hukum, atau sarjana yang terdapat dalam buku-buku, jurnal-jurnal hukum, maupun karya tulis yang telah ada sebelumnya, dengan fungsi maupun karya tulis yang telah ada sebelumnya, dengan fungsi memberikan penjelasan terhadap hal yang diatur dalam peraturan memberikan penjelasan terhadap hal yang diatur dalam peraturan  perundangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan

 perundangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.yang dibahas. c.

c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikanBahan Hukum tersier, yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan arti terhadap istilah-istilah hukum yang terdapat dalam tulisan ini, arti terhadap istilah-istilah hukum yang terdapat dalam tulisan ini,  berupa

 berupa kamus-kamus kamus-kamus bahasa bahasa baik baik bersifat bersifat umum(kamus umum(kamus bahasabahasa indonesia) maupun bersifat khusus (kamus hukum belanda-indonesia). indonesia) maupun bersifat khusus (kamus hukum belanda-indonesia).

1.5.3

1.5.3 Sumber Bahan HukumSumber Bahan Hukum

Keberadaan bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan Keberadaan bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini bahan hukum primer,sekunder dan tersier diperoleh melalui makalah ini bahan hukum primer,sekunder dan tersier diperoleh melalui  penulisan

 penulisan kepustakaan kepustakaan serta serta diperlukan diperlukan untuk untuk mencari mencari landasan landasan teoritisteoritis  bagi

 bagi analisa analisa permasalahan permasalahan yang yang telah telah dirumuskan, dirumuskan, dengan dengan mendasarkanmendasarkan  pada

 pada konsep-konsep, konsep-konsep, teori-teori dan teori-teori dan prinsip-prinsip mauprinsip-prinsip maupun pun kaidah-kaidahkaidah-kaidah hukum.

hukum.

1.6

1.6 Sistematika PenulisanSistematika Penulisan

Sistematiaka penulisan makalah ini mempunyai makna deskripsi secara garis Sistematiaka penulisan makalah ini mempunyai makna deskripsi secara garis  besar

 besar akan akan hal-hal hal-hal yang yang mendasari mendasari isu isu hukum hukum berupa berupa rumusan rumusan masalah masalah untuk untuk  dilakukan analisis untuk selajutnya dikembangkan dan diberikan pemahaman dilakukan analisis untuk selajutnya dikembangkan dan diberikan pemahaman  bersifat

 bersifat komprehensif komprehensif sebagimana sebagimana tersarikan tersarikan dalam dalam 3 3 (BAB) (BAB) yaitu yaitu sebagaisebagai  berikut :

 berikut :

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Bermaterikan latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, Bermaterikan latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

manfaat penulisan,metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN

(11)

Merupakan uraian dalam bentuk analisis hukum secara normatif yang ditujukan Merupakan uraian dalam bentuk analisis hukum secara normatif yang ditujukan untuk memberikan penjelsan secara komprehensif terhadap 2(hal) permasalahan untuk memberikan penjelsan secara komprehensif terhadap 2(hal) permasalahan yang dirumuskan pada bab I yaitu :

yang dirumuskan pada bab I yaitu : 1)

1) Asas Pembuktian Terbalik dalam KUHAP.Asas Pembuktian Terbalik dalam KUHAP. 2)

2) Pengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-undang PemberantasanPengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tindak Pidana Korupsi. 3)

3) Problematik Beban Pembuktian Terbalik Problematik Beban Pembuktian Terbalik  BAB III PENUTUP

BAB III PENUTUP

Pada BAB penutup ini penulis mencoba mensarikan hal-hal yang telah Pada BAB penutup ini penulis mencoba mensarikan hal-hal yang telah dideskripsikan pada BAB I - BAB II didepan, dalam bentuk suatu kesimpulan dideskripsikan pada BAB I - BAB II didepan, dalam bentuk suatu kesimpulan dan dilengkapi saran-saran sebagai masukan positif ba

(12)

BAB II BAB II PEMBAHASAN PEMBAHASAN 2.1

2.1 Asas Pembuktian Terbalik dalam KUHAPAsas Pembuktian Terbalik dalam KUHAP

Pembuktian adalah suatu proses kegiatan untuk membuktikan sesuatu atau Pembuktian adalah suatu proses kegiatan untuk membuktikan sesuatu atau menyatakan kebenaran tentang suatu peristiwa. Pasal 183 KUHAP menyatakan: menyatakan kebenaran tentang suatu peristiwa. Pasal 183 KUHAP menyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah bahwa suatu tindak pidana benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

melakukannya.” Sedangkan mengenai ketentuan alat bukti yang sah diatur dalamSedangkan mengenai ketentuan alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yang berbunyi :

Pasal 184 KUHAP, yang berbunyi : a.

a. Alat Bukti yang sah ialah : Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat,Alat Bukti yang sah ialah : Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa.

Petunjuk, Keterangan terdakwa.  b.

 b. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Alat bukti petunjuk sangat diperlukan dalam pembuktian suatu perkara terutama Alat bukti petunjuk sangat diperlukan dalam pembuktian suatu perkara terutama dalam kasus korupsi. Alat bukti petunjuk tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi dalam kasus korupsi. Alat bukti petunjuk tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi  bergantung

 bergantung pada pada alat-alat alat-alat bukti bukti lain lain yang yang telah telah dipergunakan dipergunakan atau atau diajukan diajukan oleholeh  jaksa

 jaksa penuntut penuntut umum umum dan dan penasehat penasehat hukum. hukum. Alat-alat Alat-alat bukti bukti yang yang dapatdapat dipergunakan untuk membangun alat bukti petunjuk ialah keterangan saksi, dipergunakan untuk membangun alat bukti petunjuk ialah keterangan saksi, surat-surat

surat-surat dan keterangan terdan keterangan tersangka (pasal sangka (pasal 188 ayat 188 ayat 2 KUHAP). 2 KUHAP). Alat buktiAlat bukti  petunjuk

 petunjuk dalam dalam hukum hukum pidana pidana formil formil korupsi korupsi tidak tidak saja saja dibangun dibangun melalui melalui tigatiga alat bukti dalam pasal 188 ayat 2 KUHAP, melainkan dapat diperluas di luar tiga alat bukti dalam pasal 188 ayat 2 KUHAP, melainkan dapat diperluas di luar tiga alat bukti yang sah tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 26 A alat bukti yang sah tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 26 A Undang-undang No. 20 Tahun 2001 yaitu :

Undang-undang No. 20 Tahun 2001 yaitu : a.

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atauAlat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan. disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan.  b.

 b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang dalam kertas, benda fisik apa pun selain suatu sarana, baik yang tertuang dalam kertas, benda fisik apa pun selain

(13)

kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

memiliki makna.

Ketentuan khusus mengenai pembuktian dalam hukum pidana formil korupsi Ketentuan khusus mengenai pembuktian dalam hukum pidana formil korupsi yang dirumuskan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang yang dirumuskan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang  No.

 No. 29 29 Tahun Tahun 2001 2001 merupakan merupakan perkecualian perkecualian dari dari hukum hukum pembuktian pembuktian yang yang adaada dalam KUHAP. Di dalam KUHAP kewajiban pembuktian dibebankan dalam KUHAP. Di dalam KUHAP kewajiban pembuktian dibebankan sepenuhnya kepada Jaksa Penuntut Umum, hal ini sesuai dengan ketentuan sepenuhnya kepada Jaksa Penuntut Umum, hal ini sesuai dengan ketentuan  pembuktian

 pembuktian yang yang diatur diatur dalam dalam KUHAP KUHAP Bab Bab XVI XVI bagian bagian ke ke empat empat (Pasal (Pasal 183183 sampai dengan Pasal 232 KUHAP), sehingga status hukum atau kedudukan asas sampai dengan Pasal 232 KUHAP), sehingga status hukum atau kedudukan asas  pembuktian terbalik di

 pembuktian terbalik di dalam sistem hukum dalam sistem hukum acara pidana acara pidana di Indonesia di Indonesia (KUHAP)(KUHAP) tidak diatur.

tidak diatur. Sesuai dengan Sesuai dengan pasal 183 KUHAP, pasal 183 KUHAP, maka jelaslah maka jelaslah bahwa kedudukanbahwa kedudukan asas pembuktian terbalik tidak dianut dalam sistem hukum acara pidana pada asas pembuktian terbalik tidak dianut dalam sistem hukum acara pidana pada umumnya, melainkan yang sering diterapkan dalam proses pembuktian dalam umumnya, melainkan yang sering diterapkan dalam proses pembuktian dalam  peradilan

 peradilan pidana pidana yaitu yaitu teori teori jalan jalan tengah tengah yakni yakni gabungan gabungan dari dari teori teori berdasarkanberdasarkan undang-undang

undang-undang dan dan teori teori berdasarkan berdasarkan keyakinan hakikeyakinan hakim. m. Istilah Istilah pembuktianpembuktian terbalik telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai bahasa yang dengan mudah terbalik telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai bahasa yang dengan mudah dapat dicerna pada masalah dan salah satu solusi pemberantasan korupsi. Istilah dapat dicerna pada masalah dan salah satu solusi pemberantasan korupsi. Istilah ini sebenarnya kurang tepat, dari sisi bahasa dikenal sebagai

ini sebenarnya kurang tepat, dari sisi bahasa dikenal sebagai omkering van het omkering van het  bewijslat 

bewijslat  atauatau reversal burden of proof reversal burden of proof  yang bila diterjemahkan secara bebasyang bila diterjemahkan secara bebas menjadi

menjadi “pembalikan beban pembuktian” “pembalikan beban pembuktian” . Sebagai asas universal, memang. Sebagai asas universal, memang akan menjadi pengertian yang bias apabila diterjemahkan sebagai pembuktian akan menjadi pengertian yang bias apabila diterjemahkan sebagai pembuktian terbalik. Di sini ada suatu beban pembuktian yang diletakkan kepada salah satu terbalik. Di sini ada suatu beban pembuktian yang diletakkan kepada salah satu  pihak, yang un

 pihak, yang universalis terletak pada peniversalis terletak pada penuntut umum. Namun, untut umum. Namun, mengingat adanyamengingat adanya  sifat

 sifat kekhususan kekhususan yang yang sangat sangat mendesak, mendesak, beban beban pembuktian pembuktian tersebut tersebut diletakkandiletakkan tidak lagi kepada penuntut umum tetapi kepada terdakwa

tidak lagi kepada penuntut umum tetapi kepada terdakwa. Proses pembalikan. Proses pembalikan  beban

 beban dalam dalam pembuktian pembuktian inilah inilah yang yang kemudian kemudian dikenal dikenal dengan dengan istilahistilah

“pembuktian terbalik” 

“pembuktian terbalik” Kalimat tersebut sungguh tepat karena tanpa meletakanKalimat tersebut sungguh tepat karena tanpa meletakan kata “beban” maka makna yang terjadi a

(14)

kata beban dapat ditafsirkan tidak adanya beban pembuktian dari terdakwa kata beban dapat ditafsirkan tidak adanya beban pembuktian dari terdakwa sehingga secara harfiah hanya melihat tata urutan alat bukti saja. Dikaji dari sehingga secara harfiah hanya melihat tata urutan alat bukti saja. Dikaji dari  perspektif

 perspektif ilmu ilmu pengetahuan pengetahuan hukum hukum pidana pidana dikenal dikenal ada ada 3 3 (tiga) (tiga) teori teori tentangtentang  beban pembuktian, yaitu:

 beban pembuktian, yaitu: a.

a. Beban Pembuktian pada Penuntut UmumBeban Pembuktian pada Penuntut Umum

Penuntut umum tiada mempunyai hak tolak atas hak yang diberikan Penuntut umum tiada mempunyai hak tolak atas hak yang diberikan undang-undang kepada terdakwa, namun tidak berarti penuntut umum tidak memiliki undang kepada terdakwa, namun tidak berarti penuntut umum tidak memiliki hak untuk menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam requisitornya. hak untuk menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam requisitornya. Apabila terdakwa dapat membuktikan hak tersebut, bahwa ia tidak melakukan Apabila terdakwa dapat membuktikan hak tersebut, bahwa ia tidak melakukan delik korupsi, tidak berarti bahwa ia tidak terbukti melakukan korupsi, sebab delik korupsi, tidak berarti bahwa ia tidak terbukti melakukan korupsi, sebab  penuntut

 penuntut umum umum masih masih berkewajiban berkewajiban untuk untuk membuktikan membuktikan dakwaannya.dakwaannya. Ketentuan pasal ini merupakan pembuktian terbalik terbatas, karena penuntut Ketentuan pasal ini merupakan pembuktian terbalik terbatas, karena penuntut umum masih tetap wajib membuktikan dakwaannya. Konsekuensi logis teori umum masih tetap wajib membuktikan dakwaannya. Konsekuensi logis teori  beban p

 beban pembuktian ini, embuktian ini, bahwa Penbahwa Penuntut Umum untut Umum harus mempersiapkan harus mempersiapkan alat-alatalat-alat  bukti

 bukti dan dan barang barang bukti bukti secara secara akurat, akurat, sebab sebab jika jika tidak tidak demikian demikian akan akan susahsusah meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa. Konsekuensi logis beban meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa. Konsekuensi logis beban  pembuktian

 pembuktian ada ada pada pada Penuntut Penuntut Umum Umum ini ini berkorelasi berkorelasi asas asas praduga praduga tidak tidak   bersalah

 bersalah dan dan aktualisasi aktualisasi asas asas tidak tidak mempersalahkan mempersalahkan diri diri sendiri. sendiri. Teori Teori bebanbeban  pembuktian

 pembuktian ini ini dikenal dikenal di di Indonesia, Indonesia, bahwa bahwa ketentuan ketentuan pasal pasal 66 66 KUHAPKUHAP dengan tegas menyebutkan bahwa,

dengan tegas menyebutkan bahwa, “tersangka atau terdakwa tidak dibebani“tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”

kewajiban pembuktian”. Beban pembuktian seperti ini dapat dikategorisasikan. Beban pembuktian seperti ini dapat dikategorisasikan  beban pembuktian “

 beban pembuktian “biasabiasa” atau “” atau “konvensional konvensional ”.”.  b.

 b. Beban Pembuktian pada TerdakwaBeban Pembuktian pada Terdakwa

Terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan sebagai pelaku Terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan sebagai pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, terdakwalah di depan sidang pengadilan yang tindak pidana. Oleh karena itu, terdakwalah di depan sidang pengadilan yang akan menyiapkan segala beban pembuktian dan bila tidak dapat membuktikan, akan menyiapkan segala beban pembuktian dan bila tidak dapat membuktikan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana.

terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. Pada asasnya teori beban p

Pada asasnya teori beban pembuktian jenis ini dinamakan teori” Pembalikanembuktian jenis ini dinamakan teori” Pembalikan Beban Pembuktian” (

(15)

 Proof/

 Proof/ Onus Onus of of Proof”)Proof”). Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh terdakwa. Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh terdakwa dalam menggunakan haknya, yaitu:

dalam menggunakan haknya, yaitu: a.

a. Untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan delik korupsi sebagaimanaUntuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan delik korupsi sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum.

didakwakan oleh Penuntut Umum.

Syarat ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan KUHP, yang Syarat ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan KUHP, yang menentukan bahwa Penuntut Umum wajib membuktikan dilakukan tindak  menentukan bahwa Penuntut Umum wajib membuktikan dilakukan tindak   pidana,

 pidana, bukan bukan terdakwa. terdakwa. Terdakwa Terdakwa dapat dapat membuktikan membuktikan dalilnya, dalilnya, bahwa bahwa iaia tidak melakukan tindak pidana korupsi.

tidak melakukan tindak pidana korupsi.  b.

 b. Ia berkewajiban untuk memberikan keterangan tentang seluruh hartaIa berkewajiban untuk memberikan keterangan tentang seluruh harta  bendanya

 bendanya sendiri, sendiri, harta harta benda benda isterinya, isterinya, atau atau suami suami (jika (jika terdakwa terdakwa adalahadalah  perempuan),

 perempuan), harta harta benda benda setiap setiap orang orang atau atau korporasi korporasi yang yang diduga diduga adaada kaitannya dengan perkara yang bersangkutan. Ia berkewajiban memberi kaitannya dengan perkara yang bersangkutan. Ia berkewajiban memberi keterangan tentang asal usul perolehan hak atau asal usul pelepasan hak. keterangan tentang asal usul perolehan hak atau asal usul pelepasan hak. Perolehan/ pelepasan hak itu mengenai kapan; bagaimana; dan siapa-siapa Perolehan/ pelepasan hak itu mengenai kapan; bagaimana; dan siapa-siapa saja, yang terlibat dalam perolehan/ pelepasan hak itu serta mengapa dan saja, yang terlibat dalam perolehan/ pelepasan hak itu serta mengapa dan sebab-sebab apa perolehan atau peralihan itu terjadi.

sebab-sebab apa perolehan atau peralihan itu terjadi.

Dikaji dari perspektif teoritis dan praktik teori beban pembuktian ini dapat Dikaji dari perspektif teoritis dan praktik teori beban pembuktian ini dapat diklasifikasikan lagi menjadi pembalikan beban pembuktian yang bersifat diklasifikasikan lagi menjadi pembalikan beban pembuktian yang bersifat murni maupun bersifat terbatas (

murni maupun bersifat terbatas (limited burden of proof limited burden of proof ). Pada hakikatnya,). Pada hakikatnya,  pembalikan

 pembalikan beban beban pembuktian pembuktian tersebut tersebut merupakan merupakan suatu suatu penyimpanganpenyimpangan hukum pembuktian dan juga merupakan suatu tindakan luar biasa terhadap hukum pembuktian dan juga merupakan suatu tindakan luar biasa terhadap tindak pidana korupsi.

tindak pidana korupsi. c.

c. Beban Pembuktian BerimbangBeban Pembuktian Berimbang

Konkretisasi asas ini baik Penuntut Umum maupun terdakwa dan/ atau Konkretisasi asas ini baik Penuntut Umum maupun terdakwa dan/ atau Penasihat Hukumnya saling membuktikan di depan persidangan. Lazimnya Penasihat Hukumnya saling membuktikan di depan persidangan. Lazimnya Penuntut Umum akan membuktikan kesalahan terdakwa sedangkan Penuntut Umum akan membuktikan kesalahan terdakwa sedangkan sebaliknya terdakwa beserta penasehat hukum akan membuktikan sebaliknya sebaliknya terdakwa beserta penasehat hukum akan membuktikan sebaliknya  bahwa

(16)

melakukan tindak pidana yang didakwakan. Asas beban pembuktian ini melakukan tindak pidana yang didakwakan. Asas beban pembuktian ini dinamakan juga asas pembalikan beban pembuktian “

dinamakan juga asas pembalikan beban pembuktian “berimbang berimbang ”.”.

Apabila ketiga polarisasi teori beban pembuktian tersebut dikaji dari tolak ukur  Apabila ketiga polarisasi teori beban pembuktian tersebut dikaji dari tolak ukur  Penuntut Umum dan Terdakwa, sebenarnya teori beban pembuktian dapat dibagi Penuntut Umum dan Terdakwa, sebenarnya teori beban pembuktian dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategorisasi yaitu:

menjadi 2 (dua) kategorisasi yaitu: a.

a. Sistem beban pembuktian “biasa” atau konvensional”, Penuntut UmumSistem beban pembuktian “biasa” atau konvensional”, Penuntut Umum membuktikan kesalahan terdakwa dengan mempersiapkan alat-alat bukti membuktikan kesalahan terdakwa dengan mempersiapkan alat-alat bukti sebagaimana ditentukan undang-undang. Kemudian terdakwa dapat sebagaimana ditentukan undang-undang. Kemudian terdakwa dapat menyangkal alat-alat bukti dan beban pembuktian dari Penuntut Umum sesuai menyangkal alat-alat bukti dan beban pembuktian dari Penuntut Umum sesuai ketentuan Pasal 66 KUHAP.

ketentuan Pasal 66 KUHAP.  b.

 b. Teori pembalikan beban pembuktian yang dalam aspek ini dapat dibagiTeori pembalikan beban pembuktian yang dalam aspek ini dapat dibagi me

menjadi teori pembalikan beban pembuktian yang bersifat “absolut” ataunjadi teori pembalikan beban pembuktian yang bersifat “absolut” atau “murni” bahwa terdakwa dan/ atau Penasihat Hukumnya membuktikan “murni” bahwa terdakwa dan/ atau Penasihat Hukumnya membuktikan ketidakbersalahan terdakwa. Kemudian teori pembalikan beban pembuktian ketidakbersalahan terdakwa. Kemudian teori pembalikan beban pembuktian yang bersifat “terbatas dan berimbang” dalam artian

yang bersifat “terbatas dan berimbang” dalam artian terdakwa dan Penuntutterdakwa dan Penuntut saling membuktikan kesalahan atau ketidakbersalahan dari terdakwa.

saling membuktikan kesalahan atau ketidakbersalahan dari terdakwa.

2.2

2.2 Pengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang PemberantasanPengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Tindak Pidana Korupsi

Pada tahun 1971 telah dibentuk UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Pada tahun 1971 telah dibentuk UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian pada tahun 1999 diundangkan UU No. 31 Tindak Pidana Korupsi dan kemudian pada tahun 1999 diundangkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menganut Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menganut sistem pembuktian terbalik terbatas yang terdapat dalam Pasal 37 yang sistem pembuktian terbalik terbatas yang terdapat dalam Pasal 37 yang memungkinkan diterapkannya pembuktian terbalik yang terbatas terhadap harta memungkinkan diterapkannya pembuktian terbalik yang terbatas terhadap harta  benda

 benda tertentu tertentu dan dan mengenai mengenai perampasan perampasan harta harta hasil hasil korupsi. korupsi. UU UU No. No. 3 3 TahunTahun 1971 dan UU No. 31 Tahun 1999 pada asasnya tetap mempergunakan teori 1971 dan UU No. 31 Tahun 1999 pada asasnya tetap mempergunakan teori  pembuktian

 pembuktian negative, negative, kemudian kemudian di di UU UU No. No. 20 20 Tahun Tahun 2001 2001 tentangtentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni berupa Sistem Pembalikan Beban Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni berupa Sistem Pembalikan Beban Pembuktian dan Berimbang. Yang mengatur pembuktian terbalik secara lebih Pembuktian dan Berimbang. Yang mengatur pembuktian terbalik secara lebih  jelas

(17)

munculnya peraturan di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) munculnya peraturan di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah Pasal 103 KUHP. Didalam pasal tersebut dinyatakan : ketentuan dari adalah Pasal 103 KUHP. Didalam pasal tersebut dinyatakan : ketentuan dari delapan bab yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang delapan bab yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan undang-undang lain, kecuali kalau ada dapat dihukum menurut peraturan undang-undang lain, kecuali kalau ada undang-undang (

undang-undang (wet wet ) tindakan umum pemerintahan () tindakan umum pemerintahan (algemene maatregelen vanalgemene maatregelen van bestuur 

bestuur ) atau ordonansi menentukan peraturan lain. Jadi, dalam hal ketentuan) atau ordonansi menentukan peraturan lain. Jadi, dalam hal ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengatur lain daripada yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan mengatur lain daripada yang telah diatur di dalam KUHP, dapat diartikan bahwa suatu bentuk aturan khusus telah dalam KUHP, dapat diartikan bahwa suatu bentuk aturan khusus telah mengesampingkan aturan umum (

mengesampingkan aturan umum ( Lex specialis d Lex specialis derogate Legi Gerogate Legi Generalienerali). Dengan). Dengan kata lain Pasal 103 KUHP memungkinkan suatu ketentuan perundang-undangan kata lain Pasal 103 KUHP memungkinkan suatu ketentuan perundang-undangan di luar KUHP untuk mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang telah diatur  di luar KUHP untuk mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang telah diatur  dalam KU

dalam KUHP. HP. Pada KUHP Pada KUHP Tindak Pidana Tindak Pidana jabatan yjabatan yang berkorelasi ang berkorelasi dengandengan  perbuatan

 perbuatan korupsi korupsi terdapat terdapat di di dalam dalam Bab Bab XXVIII XXVIII KUHP KUHP yaitu yaitu khususnyakhususnya terhadap perbuatan penggelapan oleh pegawai negeri (Pasal 415 KUHP), terhadap perbuatan penggelapan oleh pegawai negeri (Pasal 415 KUHP), membuat palsu atau memalsukan (Pasal 416 KUHP), menerima pemberian atau membuat palsu atau memalsukan (Pasal 416 KUHP), menerima pemberian atau  janji

 janji (Pasal (Pasal 418, 418, 419, 419, dan dan 420 420 KUHP) KUHP) serta serta menguntungkan menguntungkan diri diri sendiri sendiri atauatau orang lain

orang lain secara melawan secara melawan hukum (Pasal hukum (Pasal 423, 425 423, 425 dan 435 dan 435 KUHP). KUHP). PadaPada hakikatnya, ketentuan-ketentuan Tindak Pidana Korupsi itu ternyata kurang hakikatnya, ketentuan-ketentuan Tindak Pidana Korupsi itu ternyata kurang efektif dalam menanggulangi korupsi. Maka, dirasakan perlu adanya peraturan efektif dalam menanggulangi korupsi. Maka, dirasakan perlu adanya peraturan yang dapat lebih memberi keleluasaan kepada penguasa untuk bertindak terhadap yang dapat lebih memberi keleluasaan kepada penguasa untuk bertindak terhadap  pelaku-pelakunya.

 pelaku-pelakunya. Asas PAsas Pembalikan embalikan Beban Beban Pembuktian Pembuktian merupakan merupakan suatu suatu sistemsistem  pembuktian

 pembuktian yang yang berada berada di di luar luar kelaziman kelaziman teoritis teoritis pembuktian pembuktian dalam dalam HukumHukum (Acara) Pidana yang universal. Dalam Hukum Pidana (Formal), baik sistem (Acara) Pidana yang universal. Dalam Hukum Pidana (Formal), baik sistem Eropa Kontinental maupun Anglo-Saxon, mengenal pembuktian dengan tetap Eropa Kontinental maupun Anglo-Saxon, mengenal pembuktian dengan tetap membebankan kewajibannya pada Jaksa Penuntut Umum. Hanya saja, dalam membebankan kewajibannya pada Jaksa Penuntut Umum. Hanya saja, dalam ““certain casescertain cases” (kasus” (kasus-kasus tertentu) diperkenankan penerapan dengan-kasus tertentu) diperkenankan penerapan dengan mekanisme yang diferensial, yaitu Sistem Pembalikan Beban Pembuktian atau mekanisme yang diferensial, yaitu Sistem Pembalikan Beban Pembuktian atau dikenal sebagai “

dikenal sebagai “ Reversal  Reversal of of Burden Burden Proof Proof ” ” ((Omkering van Bewijslast Omkering van Bewijslast ). Itu pun). Itu pun tidak dilakukan secara overall, tetapi memiliki batas-batas yang seminimal tidak dilakukan secara overall, tetapi memiliki batas-batas yang seminimal

(18)

mungkin tidak melakukan suatu destruksi terhadap perlindungan dan mungkin tidak melakukan suatu destruksi terhadap perlindungan dan  penghargaan

 penghargaan Hak Hak Asasi Asasi Manusia, Manusia, khususnya khususnya Hak Hak Tersangka/ Tersangka/ Terdakwa.Terdakwa. Penjelasan umum dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dikatakan Penjelasan umum dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dikatakan  pengertian

 pengertian “pembuktian “pembuktian terbalik terbalik yang yang bersifat bersifat terbatas terbatas dan dan berimbang”, berimbang”, yakni yakni :: “terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak  “terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak   pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya  pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau dan harta benda isterinya atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya”. Kata dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya”. Kata--kata “bersifat terbatas” didalam

kata “bersifat terbatas” didalam memori atas pasal 37 dikatakan, bahwa apabilamemori atas pasal 37 dikatakan, bahwa apabila terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa “terdakwa tidak melakukan tindak  terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa “terdakwa tidak melakukan tindak   pidana

 pidana korupsi” korupsi” hal hal itu itu tidak tidak berarti berarti bahwa bahwa terdakwa terdakwa tidak tidak terbukti terbukti melakukanmelakukan korupsi, sebab Penuntut Umum, masih tetap berkewajiban untuk membuktikan korupsi, sebab Penuntut Umum, masih tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Kata-dakwaannya. Kata-kata “berimbang” dilukiskan sebagai penghasilan terdakwakata “berimbang” dilukiskan sebagai penghasilan terdakwa ataupun sumber penambahan harta benda terdakwa, sebagai income terdakwa ataupun sumber penambahan harta benda terdakwa, sebagai income terdakwa dan perolehan harta benda, sebagai output. Antara income sebagai input yang dan perolehan harta benda, sebagai output. Antara income sebagai input yang tidak seimbang dengan output atau dengan kata lain input lebih kecil dari output. tidak seimbang dengan output atau dengan kata lain input lebih kecil dari output. Dengan demikian diasumsikan bahwa perolehan barang-barang sebagai output Dengan demikian diasumsikan bahwa perolehan barang-barang sebagai output tersebut (misalnya rumah-rumah, mobil-mobil, saham-saham, simpanan dolar  tersebut (misalnya rumah-rumah, mobil-mobil, saham-saham, simpanan dolar  dalam rekening bank, dan lain-lainnya) adalah hasil perolehan dari tidak pidana dalam rekening bank, dan lain-lainnya) adalah hasil perolehan dari tidak pidana korupsi yang

korupsi yang didakwakan. didakwakan. Jadi, dalam pembuktian Jadi, dalam pembuktian delik korupsi dianut delik korupsi dianut dua teoridua teori  pembuktian, yakni :

 pembuktian, yakni : a.

a. Teori bebas, yang diturut oleh terdakwaTeori bebas, yang diturut oleh terdakwa

Teori bebas sebagaimana tercermin dan tersirat dalam penjelasan umum, serta Teori bebas sebagaimana tercermin dan tersirat dalam penjelasan umum, serta  berwujud dalam,

 berwujud dalam, hal-hal hal-hal sebagai tercantum sebagai tercantum dalam pasal dalam pasal 37 UU 37 UU No. 31 No. 31 TahunTahun 1999, sebagai berikut:

1999, sebagai berikut: 1)

1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukanTerdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.

(19)

2)

2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak   pidana

 pidana korupsi, korupsi, maka maka keterangan keterangan tersebut tersebut dipergunakan dipergunakan sebagai sebagai hal hal yangyang menguntungkan baginya.

menguntungkan baginya. 3)

3) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanyaTerdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang  bersangkutan.

 bersangkutan. 4)

4) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak  seimbang dengan penghasilan atau sumber panambahan kekayaannya, seimbang dengan penghasilan atau sumber panambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. 5)

5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3)Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaaannya.

dakwaaannya.  b.

 b. Teori negatif menurut undang-undang, yang diturut oleh penuntut umum.Teori negatif menurut undang-undang, yang diturut oleh penuntut umum. Sedangkan teori negatif menurut undang-undang tersirat dalam pasal 183 Sedangkan teori negatif menurut undang-undang tersirat dalam pasal 183 KUHAP, yaitu :

KUHAP, yaitu : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang,“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. . Menurut Menurut Undang-undangUndang-undang  Nomor

 Nomor 20 20 Tahun Tahun 2001, 2001, sistem sistem pembuktian pembuktian terbalik terbalik adalah adalah sistem sistem dimanadimana  beban

 beban pembuktian pembuktian berada berada pada pada terdakwa terdakwa dan dan proses proses pembuktian pembuktian ini ini hanyahanya  berlaku pada saat pemeriksaan

 berlaku pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan di sidang pengadilan dengan dimungkinkannyadengan dimungkinkannya dilakukan pemeriksaan tambahan atau khusus jika dalam pemeriksaan di dilakukan pemeriksaan tambahan atau khusus jika dalam pemeriksaan di  persidangan

 persidangan ditemukan ditemukan harta harta benda benda milik milik terdakwa terdakwa yang yang diduga diduga berasal berasal daridari tindak pidana korupsi namun hal tersebut belum didakwakan. Bahkan jika tindak pidana korupsi namun hal tersebut belum didakwakan. Bahkan jika  putusan

 putusan pengadilan pengadilan telah telah memperoleh memperoleh kekuatan kekuatan hukum hukum tetap, tetap, tetapi tetapi diketahuidiketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga berasal dari tindak  masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga berasal dari tindak 

(20)

 pidana

 pidana korupsi, korupsi, maka maka negara negara dapat dapat melakukan melakukan gugatan gugatan terhadap terhadap terpidanaterpidana atau ahli warisnya.

atau ahli warisnya.

2.3 Problematik Beban Pembuktian Terbalik  2.3 Problematik Beban Pembuktian Terbalik 

Ada dilema bersifat krusial dalam perundang-undangan Indonesia tentang Ada dilema bersifat krusial dalam perundang-undangan Indonesia tentang  beban

 beban pembuktian pembuktian terbalik. terbalik. Pada Pada ketentuan ketentuan Pasal Pasal 12B 12B dan dan Pasal Pasal 37, 37, Pasal Pasal 38B38B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 diatur tentang beban UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 diatur tentang beban  pembuktian

 pembuktian terbalik. terbalik. Benarkah Benarkah demikian demikian dikaji dikaji dari dari aspek aspek teoritis teoritis dan dan praktik.praktik. Menurut penulis, tidak secara tegas ada kesalahan dan ketidakjelasan perumusan Menurut penulis, tidak secara tegas ada kesalahan dan ketidakjelasan perumusan norma tentang beban pembuktian terbalik dalam ketentuan Pasal 12B UU norma tentang beban pembuktian terbalik dalam ketentuan Pasal 12B UU 31/1999 yo UU 20/2001. Ketentuan Pasal 12 B ayat (1) berbunyi :

31/1999 yo UU 20/2001. Ketentuan Pasal 12 B ayat (1) berbunyi : “Set “Set iapiap  gratifikasi

 gratifikasi kepada kepada pegawai pegawai negeri negeri atau atau penyelenggara penyelenggara negara negara dianggapdianggap  pemberian suap

 pemberian suap apabila apabila berhubungan berhubungan dengan dengan jabatannya jabatannya dan dan yang yang berlawananberlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut : (a) yang  dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut : (a) yang  nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa  gratifikasi tersebut

 gratifikasi tersebut bukan bukan merupakan merupakan suap suap dilakukan dilakukan oleh oleh penerima penerima gratifikasi;gratifikasi; (b) yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), (b) yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),  pembuktian

 pembuktian bahwa bahwa gratifikasi gratifikasi tersebut tersebut suap suap dilakukan dilakukan oleh oleh penupenuntut umum.”ntut umum.” Ada beberapa kesalahan fundamental dari kebijakan legislasi di atas.

Ada beberapa kesalahan fundamental dari kebijakan legislasi di atas. Pertama,Pertama,

dikaji dari perumusan tindak pidana

dikaji dari perumusan tindak pidana (materiele feit)(materiele feit) ketentuan tersebutketentuan tersebut menimbulkan kesalahan dan ketidakjelasan norma asas beban pembuktian menimbulkan kesalahan dan ketidakjelasan norma asas beban pembuktian terbalik. Di satu sisi, asas beban pembuktian terbalik akan diterapkan kepada terbalik. Di satu sisi, asas beban pembuktian terbalik akan diterapkan kepada  penerima

 penerima gratifikasi gratifikasi berdasarkan berdasarkan Pasal Pasal 12B 12B ayat ayat (1) (1) huruf huruf a a yang yang berbunyi,berbunyi, “yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian “yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima  gratifikasi”,

 gratifikasi”, akan tetapi di sisi lainnya tidak mungkin diterapkan kepadaakan tetapi di sisi lainnya tidak mungkin diterapkan kepada  penerima

 penerima gratifikasi gratifikasi oleh oleh karena karena ketentuan ketentuan pasal pasal tersebut tersebut secara secara tegastegas mencantumkan redaksional,

mencantumkan redaksional, “setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau“setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau  penyelenggara

(21)

 jabatannya

 jabatannya dan dan yang yang berlawanan berlawanan dengan dengan kewajiban kewajiban atau atau tugasnya”,tugasnya”, makamaka adanya perumusan semua unsur inti delik dicantumkan secara lengkap dan jelas adanya perumusan semua unsur inti delik dicantumkan secara lengkap dan jelas dalam suatu pasal membawa implikasi yuridis adanya keharusan dan kewajiban dalam suatu pasal membawa implikasi yuridis adanya keharusan dan kewajiban Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan perumusan delik dalam pasal yang Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan perumusan delik dalam pasal yang  bersangkutan.

 bersangkutan. Tegasnya, Tegasnya, asas asas beban beban pembuktian pembuktian terbalik terbalik ada ada dalam dalam tatarantataran ketentuan UU dan tiada dalam kebijakan aplikasinya akibat kebijakan legislasi ketentuan UU dan tiada dalam kebijakan aplikasinya akibat kebijakan legislasi merumusan delik salah susun, karena seluruh bagian inti delik disebut sehingga merumusan delik salah susun, karena seluruh bagian inti delik disebut sehingga yang tersisa untuk dibuktikan sebaliknya malah

yang tersisa untuk dibuktikan sebaliknya malah tidak ada.tidak ada. Kedua,Kedua, terdapat pulaterdapat pula kesalahan dan kekeliruan perumusan norma ketentuan Pasal 12B UU Nomor 20 kesalahan dan kekeliruan perumusan norma ketentuan Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 sepanjang redaksional

Tahun 2001 sepanjang redaksional “….dianggap pemberian suap”“….dianggap pemberian suap”. Apabila. Apabila suatu gratifikasi yang telah diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara suatu gratifikasi yang telah diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara gratifikasi tersebut bukan dikategorisasikan

negara gratifikasi tersebut bukan dikategorisasikan “…dianggap pemberian“…dianggap pemberian  suap”

 suap” akan tetapi sudah termasuk tindakanakan tetapi sudah termasuk tindakan “penyuapan”“penyuapan”.. Eksistensi asas bebanEksistensi asas beban  pembuktian

 pembuktian terbalik terbalik sesuai sesuai norma norma hukum hukum pidana pidana ada ada bukan bukan ditujukan ditujukan kepadakepada  gratifikasi

 gratifikasi dengan redaksionaldengan redaksional “...dianggap suap”“...dianggap suap” akan tetapi harus kepada duaakan tetapi harus kepada dua unsur rumusan sebagai bagian inti delik berupa rumusan yang berhubungan unsur rumusan sebagai bagian inti delik berupa rumusan yang berhubungan dengan jabatannya

dengan jabatannya (in zijn bediening)(in zijn bediening) dan yang melakukan pekerjaan yangdan yang melakukan pekerjaan yang  bertentangan

 bertentangan dengan dengan kewajibankewajiban (in stijd met zijn plicht).(in stijd met zijn plicht). Ketiga,Ketiga, Hakikatnya,Hakikatnya, dari dimensi beban pembuktian terbalik tersebut dilarang terhadap kesalahan dari dimensi beban pembuktian terbalik tersebut dilarang terhadap kesalahan orang karena potensial akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), bertentangan orang karena potensial akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah

dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)(presumption of innocence) sehinggasehingga menimbulkan pergeseran pembuktian menjadi asas praduga bersalah menimbulkan pergeseran pembuktian menjadi asas praduga bersalah (presumption of guilt)

(presumption of guilt) atau asas praduga korupsiatau asas praduga korupsi (presumption of corruption)(presumption of corruption).. Selain itu berlawanan dengan ketentuan hukum acara pidana yang mensyaratkan Selain itu berlawanan dengan ketentuan hukum acara pidana yang mensyaratkan terdakwa tidak dibebankan kewajiban pembuktian sebagaimana ketentuan Pasal terdakwa tidak dibebankan kewajiban pembuktian sebagaimana ketentuan Pasal 66 KUHAP, Pasal 66 ayat (1), (2). Dari apa yang telah diuraikan di atas maka 66 KUHAP, Pasal 66 ayat (1), (2). Dari apa yang telah diuraikan di atas maka sebenarnya beban pembuktian terbalik dalam perundang-undangan Indonesia sebenarnya beban pembuktian terbalik dalam perundang-undangan Indonesia “ada” ditataran kebijakan legislasi akan tetapi “tiada” dan “tidak bisa” “ada” ditataran kebijakan legislasi akan tetapi “tiada” dan “tidak bisa” dilaksanakan dalam kebijakan aplikasinya.

(22)

BAB III BAB III PENUTUP PENUTUP 3.1 3.1 KesimpulanKesimpulan.. a.

a. Istilah pembuktian terbalik sebenarnya kurang tepat, dari sisi bahasa dikenalIstilah pembuktian terbalik sebenarnya kurang tepat, dari sisi bahasa dikenal sebagai

sebagai omkering van het bewijslat omkering van het bewijslat  atauatau reversal burden of proof reversal burden of proof  yang bilayang bila diterjemahkan secara bebas menjadi

diterjemahkan secara bebas menjadi “pembalikan beban pembuktian” “pembalikan beban pembuktian” .. Sebagai asas universal, memang akan menjadi pengertian yang bias apabila Sebagai asas universal, memang akan menjadi pengertian yang bias apabila diterjemahkan sebagai pembuktian terbalik.

diterjemahkan sebagai pembuktian terbalik.  b.

 b. Dalam UU Tindak Pidana Korupsi Terdakwa mempunyai hak untuk Dalam UU Tindak Pidana Korupsi Terdakwa mempunyai hak untuk  membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang menguntungkan baginya. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang menguntungkan baginya. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta  benda setiap

 benda setiap orang orang atau atau korporasi korporasi yang diduga yang diduga mempunyai mempunyai hubungan hubungan dengandengan  perkara

 perkara yang yang bersangkutan. bersangkutan. Dalam Dalam hal hal terdakwa terdakwa tidak tidak dapat dapat membuktikanmembuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber  tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber   panambahan

 panambahan kekayaannya, kekayaannya, maka maka keterangan keterangan tersebut tersebut dapat dapat digunakan digunakan untuk untuk  memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam keadaan sebagaimana dimaksud penuntut tindak pidana korupsi. Dalam keadaan sebagaimana dimaksud penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaaannya.

umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaaannya. c.

c. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, sistem pembuktian terbalik Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, sistem pembuktian terbalik  adalah sistem dimana beban pembuktian berada pada terdakwa dan proses adalah sistem dimana beban pembuktian berada pada terdakwa dan proses  pembuktian

 pembuktian ini ini hanya hanya berlaku berlaku pada pada saat saat pemeriksaan pemeriksaan di di sidang sidang pengadilanpengadilan dengan dimungkinkannya dilakukan pemeriksaan tambahan atau khusus jika dengan dimungkinkannya dilakukan pemeriksaan tambahan atau khusus jika dalam pemeriksaan di persidangan ditemukan harta benda milik terdakwa dalam pemeriksaan di persidangan ditemukan harta benda milik terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi namun hal tersebut belum yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi namun hal tersebut belum

(23)

didakwakan. Bahkan jika putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan didakwakan. Bahkan jika putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tetapi diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang hukum tetap, tetapi diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, maka negara dapat melakukan diduga berasal dari tindak pidana korupsi, maka negara dapat melakukan gugatan terhadap terpidana atau ahli warisnya.

gugatan terhadap terpidana atau ahli warisnya. d.

d. Terdapat problematik bersifat krusial dalam UU Tindak pidana Korupsi yangTerdapat problematik bersifat krusial dalam UU Tindak pidana Korupsi yang menjadikan kesalahan fundamental.

menjadikan kesalahan fundamental. Pertama,Pertama, dikaji dari perumusan tindak dikaji dari perumusan tindak   pidana

 pidana (materiele feit)(materiele feit) ketentuan tersebut menimbulkan kesalahan danketentuan tersebut menimbulkan kesalahan dan ketidakjelasan norma asas beban pembuktian terbalik. Di satu sisi, asas beban ketidakjelasan norma asas beban pembuktian terbalik. Di satu sisi, asas beban  pembuktian

 pembuktian terbalik terbalik akan akan diterapkan diterapkan kepada kepada penerima penerima gratifikasi.gratifikasi. Kedua,Kedua,

terdapat pula kesalahan dan kekeliruan perumusan norma tentang suatu terdapat pula kesalahan dan kekeliruan perumusan norma tentang suatu gratifikasi yang telah diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara gratifikasi yang telah diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara  Negara.

 Negara. KetigaKetiga, dari dimensi beban pembuktian terbalik tersebut dilarang, dari dimensi beban pembuktian terbalik tersebut dilarang terhadap kesalahan orang karena potensial akan melanggar Hak Asasi terhadap kesalahan orang karena potensial akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), yang bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah Manusia (HAM), yang bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)

(presumption of innocence) sehingga menimbulkan pergeseran pembuktiansehingga menimbulkan pergeseran pembuktian menjadi asas praduga bersalah

menjadi asas praduga bersalah (presumption of guilt)(presumption of guilt) atau asas pradugaatau asas praduga korupsi

korupsi (presumption of corruption)(presumption of corruption).. e.

e. Di dalam sistem UU Tipikor, yang dinamakan pembalikan beban pembuktianDi dalam sistem UU Tipikor, yang dinamakan pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik hanya ada satu delik, yaitu masalah suap atau pembuktian terbalik hanya ada satu delik, yaitu masalah suap (gratifikasi). Jadi di UU No.31 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU (gratifikasi). Jadi di UU No.31 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU  No.20

 No.20 Tahun Tahun 2001(Pasal 2001(Pasal 2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15), 2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15), pembalikan pembalikan bebanbeban  pembuktian bukan

 pembuktian bukan untuk semua untuk semua delik, hanya delik, hanya berlaku untuk berlaku untuk Pasal 12 Pasal 12 b dan b dan 3838  b yaitu yang berkaitan dengan delik suap.

 b yaitu yang berkaitan dengan delik suap. f.

f. Pembalikan beban pembuktian hanya berlaku hanya terhadap perampasanPembalikan beban pembuktian hanya berlaku hanya terhadap perampasan harta kekayaan dari seorang terdakwa yang dikenakan tuduhan dan diputus harta kekayaan dari seorang terdakwa yang dikenakan tuduhan dan diputus  berdasarkan

 berdasarkan Pasal Pasal 2, 2, 3, 3, yang yang bersangkutan bersangkutan berhak berhak membuktikan membuktikan sebaliknyasebaliknya  bahwa hartanya diperoleh bukan diperoleh dari tindak pidana korupsi.

(24)

3.2

3.2 SaranSaran

Pembuktian terbalik diharapkan dapat diandalkan menjerat, Pembuktian terbalik diharapkan dapat diandalkan menjerat, mempertanggungjawabkan, dan mengalahkan koruptor atau mampu menjadi mempertanggungjawabkan, dan mengalahkan koruptor atau mampu menjadi  penggerak

 penggerak bekerjanya bekerjanya sistem sistem peradilan peradilan pidana pidana ((criminal justice systemcriminal justice system),jika),jika diberlakukan lebih dahulu pada elemen penegak hukum seperti jaksa, hakim, diberlakukan lebih dahulu pada elemen penegak hukum seperti jaksa, hakim,  polisi,

 polisi, KPK, KPK, dan dan lembaga-lembaga lembaga-lembaga strategis strategis yang yang menjadi menjadi pilar pilar bekerjanyabekerjanya lawlaw enforcement 

enforcement . Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi dapat. Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi dapat diterapkan pada tindak pidana memperkaya diri sendiri dengan merugikan diterapkan pada tindak pidana memperkaya diri sendiri dengan merugikan keuangan Negara dengan kata lain pembalikan beban pembuktian tindak pidana keuangan Negara dengan kata lain pembalikan beban pembuktian tindak pidana korupsi dapat digunakan untuk mengetahui apakah harta benda yang dimiliki korupsi dapat digunakan untuk mengetahui apakah harta benda yang dimiliki  berasal dari sumber yang halal atau tidak.

Referensi

Dokumen terkait

karakteristik perkembangan psikologi anak melalui permainan Balogo meliputi: (1) kognitif terdiri dari pengamatan pada komponen (a) kemampuan berpikir anak (memahami tata

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia

Metode pembuatan rangka meja melalui tahapan antara lain pengukuran dengan menggunakan mistar gulung, pemotongan bahan benda kerja besi profil siku sama sisi ukuran 38,5

Deli Serdang semenjak 1971 berdirinya (Ketika Saidi Syekh H. Amir Damsar Syarif Alam sudah dilantik menjadi khalifah dan sudah diperbolehkan mengajarkan tareqat dan memimpin

Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan hasil : Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning -CTL) dapat meningkatkan pemahaman

Hubungan Peran Keluarga terhadap Perilaku Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa lebih dari separuh (70%) responden

Peluang dari PS D-III UPW yaitu perkembangan industri pariwisata di Jember, kerjasama dengan berbagai instansi dalam pemberian beasiswa, globalisasi informasi dalam menjangkau

5 Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari dan data sekunder, dimana data primer didapatkan dari wawancara dengan pengunjung, unit usaha, tenaga kerja,