• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Kontraktur Achilles Sinistra Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Kontraktur Achilles Sinistra Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

KONTRAKTUR ACHILLES SINISTRA ET CAUSA

MORBUS HANSEN MULTI BASILER

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

RAMADHONA JAYANTI J100150085

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA 2018

(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

KONTRAKTUR ACHILLES SINISTRA ET CAUSA

MORBUS HANSEN MULTI BASILER

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

RAMADHONA JAYANTI J100150085

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh: Dosen

Pembimbing

Maskun Pudjianto, M.Kes NIDN. 9906000450

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

KONTRAKTUR ACHILLES SINISTRA ET CAUSA

MORBUS HANSEN MULTI BASILER

OLEH

RAMADHONA JAYANTI J100150085

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Jumat, 06 Juli 2018

Dewan Penguji:

1. Maskun Pudjianto, M.Kes ( )

(Ketua Dewan Penguji)

2. Dwi Rosella Komala Sari, SST.,S.Fis.,M.Fis ( ) (Anggota I Dewan Penguji)

3. dr.Siti Soekiswati, M.H. ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes NIK : 786

(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar diploma di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 04 Juli 2018

Penulis

Ramadhona Jayanti J100150085

(5)

1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS KONTRAKTUR

ACHILLES SINISTRA ET CAUSA MORBUS HANSEN MULTIBASILER

Abstrak

Kontraktur Achilles Sinistra Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler merupakan gangguan yang terjadi pada pergelangan kaki sehingga kaki sulit untuk digerakkan akibat adanya gangguan saraf tepi karena invasi kuman leprae.Untuk mengetahui manfaat dari massage therapy dan exercise therapy Setelah dilakukan terapi sebanyak 4 kali, terdapat penurunan nyeri diam dari T1: 2 , T4: 1, nyeri tekan T1: 3, T4: 2, nyeri gerak dari T1: 4, T4: 3. Penurunan spasme pada otot

gastrocnemius dari T1 : adanya spasme, T4 : spasme berkurang. otot soleus T1 :

spasme, T4 : spasme berkurang. Penurunan oedema ankle dextra T1 : 10 Cm kebawah : 27 Cm, 20 Cm kebawah : 25 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar

ankle : 56 Cm, T4 : hasil pengukuran masih sama. Ankle sinistra T1 : 10 Cm kebawah : 30 Cm, 20 Cm kebawah : 27 Cm, 30 Cm kebawah : 24 Cm, lingkar

ankle : 60 Cm, T4 : menjadi 10 Cm kebawah : 28 Cm, 20 Cm kebawah : 24 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar ankle : 57 Cm. peningkatan kekuatan otot pada

ankle sinistra T1 : nilai 2 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk plantar fleksi. T4 : nilai 3 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk plantar fleksi. Peningkatan LGS ankle sinistra T1 : S 5°-0°-30°, T4 : S 15°-0°-35°. Panjang tungkai kanan true length

T1: 84 cm, bone length: 49 cm, apparance length: 98 cm, T4 : masih sama. panjang tungkai kiri True length T1 : 82 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 96 cm, T4 : true length: 83 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 97 cm. Pemberian modalitas Massage Therapy dan Exercise Therapy dapat mengurangi nyeri, mengurangi oedem, mengurangi spasme otot, meningkatkan ROM, meningkatkan kekuatan otot dan menambah panjang jaringan yang mengalami pemendekan.

Kata kunci: Kontraktur Achilles Sinistra e.c MHMB, Massage Therapy, dan

Exercise Therapy.

Abstract

Contracture Achilles Sinistra Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler is a disturbance that occurs in the ankle so the foot is difficult to move due to peripheral nerve disorders due to invasion of leprae germs. To know the benefits of massage therapy and exercise therapy after therapy 4 times, there is a decrease in pain silent from T1: 2, T4: 1, tenderness of T1: 4, T4: 3. Decreased spasm in gastrocnemius muscle of T1: spasm, T4: spasm is reduced. soleus muscle T1: spasm, T4: reduced spasm. Decreased edema ankle dextra T1: 10 Cm down: 27 Cm, 20 Cm down: 25 Cm, 30 Cm down: 21 Cm, ankle circumference: 56 Cm, T4: the measurement results are still the same. Ankle sinistra T1: 10 Cm down: 30 Cm, 20 Cm down: 27 Cm, 30 Cm down: 24 Cm, ankle circumference: 60 Cm, T4:

(6)

2

to 10 Cm down: 28 Cm, 20 Cm down: 24 Cm, 30 Cm down: 21 Cm, ankle circumference: 57 Cm. increased muscle strength in the left ankle T1: value 2 for dorsi flexion, and value 4 for plantar flexion. T4: value 3 for dorsi flexion, and value 4 for plantar flexion. Increased LGS ankle sinitra T1: S 5 ° -0 ° -30 °, T4: S 15 ° -0 ° -35 °. Right leg length is true length T1: 84 cm, bone length: 49 cm, apparance length: 98 cm, T4: still the same. length of left leg True length T1: 82 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 96 cm, T4: true length: 83 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 97 cm. Massage Therapy and Exercise Therapy can reduce pain, reduce oedem, reduce muscle spasm, increase ROM, increase muscle strength and increase shorteness tissue length.

Keywords: Achilles Sinistra e.c contractures MHMB, Massage Therapy, and

Exercise Therapy.

1. PENDAHULUAN

Angka prevalensi pasien kusta di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 0,78 per 10.000 penduduk, sehingga jumlah pasien yang terdaftar sekitar 20.160 kasus. Menurut Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 hal 30-31, Prevalensi kusta di Jawa Tengah tahun 2015 adalah 0,61/10.000 penduduk atau 6,1/100.000 penduduk, yang berarti telah mencapai target yaitu <1/10.000 penduduk. Kabupaten/kota dengan prevalensi >1/10.000 penduduk adalah Kabupaten Pekalongan (1,28/10.000),Kabupaten Pemalang (1,52/10.000), Kabupaten Rembang (1,55/10.000), Kabupaten Blora (1,65/10.000), Kabupaten Brebes (1,66/10.000), Kabupaten Tegal (1,71/10.000), dan Kota Pekalongan (2,26/10.000) (Kemenkes, 2015).

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau leprae disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang peniliti yang menemukan kuman yaitu Dr.Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut dengan Morbus Hansen. Menurut Buku Penyakit Menular di Sekitar Anda, diterbitkan tahun 2015, penyakit ini merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Myobacterium Leprae. Kusta adalah penyakit menahun yang menyerang sistem saraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang akan mengakibatkan sebagian anggota tubuh pasien tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak

(7)

3

putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, sangat kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, serta mati rasa karena adanya kerusakan sistem syaraf tepi. Salah satu nya adalah kerusakan nervous seperti nervous peroneus komunis langsung bercabang menjadi nervous peroneus superfisial dan profunda.

Nervous peroneus profunda mempersarafi otot-otot dorsofleksi pergelangan dan jari-jari kaki serta mensuplai sensasi ke sela jari antara ibu jari dan telunjuk kaki. Neuropati peroneal merupakan mononeuropati

ekstremitas bawah yang paling sering terjadi. Nervous peroneus rentan mengalami kerusakan dan kompresi setinggi bular neck karena terletak lebih superfisial. Neuropati peroneal dapat menimbulkan nyeri di sekitar lateral lutut berhubungan dengan rasa baal pada bagian lateral betis dan dorsum pedis (Adam et al., 2010).

Salah satu akibat dari kerusakan nervous peroneus adalah kontraktur. Kontraktur di definisikan sebagai perubahan sifat jaringan ikat dimana otot-otot atau tendon berpotensi terjadi pengurangan Range Of Motion (ROM) pada sendi sehingga mengurangi mobilitas dan fleksibilitas sendi (Clavet et al., 2008).

2. METODE

2.1 Massage therapy

Massage therapy di definisikan sebagai mobilisasi jaringan lunak seperti otot, fasia, dan cairan tubuh guna mengembalikan penggunaan fungsional normal tubuh. Massage Therapy dapat digunakan dalam membantu sebagian besar problematika pada sistem muskuloskeletal. Seperti membantu relaksasi otot, memfasilitasi tidur serta mengurangi nyeri. Massage Therapy yang dilakukan dengan rutin dapat menghasilkan peningkatan elastisitas otot, peningkatan sirkulasi darah, limfatik, serta peningkatan fungsi neurologis (Barrie et al., 2013).

2.2 Exercise Therapy

Exercise Therapy adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan dengan menggerakkan anggota

(8)

4 0 1 2 3 4 5 T1 T2 T3 T4 Nyeri Diam Nyeri Tekan Nyeri Gerak tubuh yang mengalami problematika dalam bergerak, baik secara aktif maupun pasif. Tujuan dari terapi latihan adalah rehabilitasi untuk mengatasi gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya komplikasi, mengurangi nyeri dan oedema serta melatih aktivitas fungsional (Karin, 2010).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Setelah diberikan penatalaksanaan fisioterapi pada Tn. MS usia 32 tahun dengan diagnosa medis Kontraktur Achilles Sinistra ec Morbus Hansen Multi Basiler terdapat gangguan pola jalan, dan nyeri pada tungkai kirinya. Pasien telah melakukan terapi sebanyak 4 kali di Unit Rehabilitasi Kusta RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah dengan diberikan modalitas fisioterapi berupa massage therapy dan exercise Therapy didapatkan hasil berupa penurunan nyeri, penurunan spasme, peningkatan LGS, peningkatan kekuatan otot, penurunan

oedema, serta terdapat perubahan panjang tungkai.

3.1.1 Hasil Terapi Terhadap Penurunan Nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale)

Grafik 1 Hasil Evaluasi Nyeri dengan VAS

Dari grafik diatas, terlihat adanya penurunan nyeri diam, tekan maupun gerak. Terapi dilakukan sebanyak 4 kali dengan modalitas

massage. Nyeri diam dari T1 : 2 menjadi T4 : 1, nyeri tekan dari T1 : 3 menjadi T4 : 2, nyeri gerak dari T1 : 4 menjadi T4 : 3.

(9)

5

3.1.2 Hasil terapi terhadap penurunan spasme dengan palpasi Tabel 1. Hasil Evaluasi Spasme Otot

Nama Otot T1 T2 T3 T4

Gastrocnemius Spasme Spasme Spasme

berkurang

Spasme

berkurang

Soleus Spasme Spasme Spasme

berkurang

Spasme

berkurang Dari tabel diatas terlihat adanya penurunan spasme pada otot

gastrocnemius dari T1 teraba adanya spasme dan pada saat T4 spasme

teraba berkurang. Begitu juga dengan otot soleus pada T1 teraba

spasme, hingga T4 spasme teraba berkurang.

3.1.3 Hasil terapi terhadap peningkatan Lingkup Gerak Sendi pada ankle Sinistra menggunakan goneometer.

Tabel 2. Hasil Evaluasi LGS

Terapi Gerakan dorsi fleksi-plantar fleksi

T1 S 5°-0°-30°

T2 S 5°-0°-30°

T3 S 10°-0°-30°

T4 S 15°-0°-35°

Dari hasil terapi sebanyak 4 kali dengan modalitas terapi latihan terdapat peningkatan lingkup gerak sendi pada ankle sinistra yaitu dari T1 : S 5°-0°-30°, T3 : S 10°-0°-30° hingga T4 menjadi S 15°-0°-35°. 3.1.4 Hasil terapi terhadap peningkatan nilai kekuatan pada group otot pada

ankle sinistra dengan MMT:

Tabel 3. Hasil Evaluasi Kekuatan Otot Terapi Dorsi Fleksi Plantar Fleksi

T1 2 4

T2 2 4

T3 3 4

(10)

6

Dari modalitas exercise therapy yang dilakukan sebanyak 4 kali terapi, terjadi peningkatan kekuatan group otot dorsi dan plantar

fleksi. Dari T1: nilai 2 untuk dorsi fleksi, 4 untuk plantar fleksi. Hingga T4: menjadi nilai 3 untuk dorsifleksi, dan nilai 4 untuk plantar fleksi.

3.1.5 Hasil terapi terhadap penurunan oedem pada ankle dengan pengukuran antropometri lingkar segmen.

Tabel 4. Hasil Evaluasi Lingkar Segmen Dextra

Terapi 10 Cm 20 Cm 30 Cm Lingkar Ankle

T1 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm

T2 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm

T3 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm

T4 27 Cm 25 Cm 21 Cm 56 Cm

Tabel 5. Hasil Evaluasi Lingkar Segmen Sinistra

Terapi 10 Cm 20 Cm 30 Cm Lingkar Ankle

T1 30 Cm 27 Cm 24 Cm 60 Cm

T2 30 Cm 27 Cm 24 Cm 60 Cm

T3 29 Cm 26 Cm 22 Cm 59 Cm

T4 28 Cm 24 Cm 21 Cm 57 Cm

Dari modalitas massage therapy yang dilakukan pasien sebanyak 4 kali, terjadi penurunan oedem dari T1 10 cm: 27 cm, 20 cm: 25 cm, 30 cm: 21 cm, lingkar ankle: 56 cm hingga T4 hasil pengukuran masih sama untuk ankle kanan. Sedangkan untuk ankle kiri dari T1 10 cm: 30 cm, 20 cm: 27 cm, 30 cm: 24 cm, lingkar ankle: 60 cm hingga T4 terjadi penurunan menjadi 10 cm: 28 cm, 20 cm: 24 cm, 30 cm: 21 cm, lingkar ankle: 57 cm.

(11)

7 0 20 40 60 80 100 120 T1 T2 T3 T4 True Length Bone Length Apparance Length 0 20 40 60 80 100 120 T1 T2 T3 T4 True Length Bone Length apparance Length 3.1.6 Hasil terapi terhadap panjang tungkai diukur dengan pita ukur

Grafik 2. Hasil Evaluasi Panjang Tungkai Dextra

Grafik 3. Hasil Evaluasi Panjang Tungkai Sinistra

Dari modalitas exercise therapy yang dilakukan sebanyak 4 kali, didapatkan hasil berupa perubahan panjang tungkai kanan true length dari T1 : 84 cm, bone length : 49 cm, apparance length : 98 cm hingga T4 masih sama. Sedangkan panjang tungkai kiri True length

dari T1 : 82 cm, bone length : 48 cm, apparance length : 96 cm hingga T4 menjadi true length : 83 cm, bone length : 48 cm, apparance length

(12)

8 3.2 Pembahasan

3.2.1 Massage Therapy

Evaluasi dari massage therapy yang dilakukan secara intensif menunjukkan bahwa massage therapy dinilai efektif dan menunjukan perubahan berupa sejumlah hasil seperti mengurangi nyeri, mengurangi kecemasan, mengurangi oedema, mengurangi ketegangan otot, denyut jantung, tekanan darah serta peningkatan suhu kulit dan aliran darah (Brent et al., 2010). Maka dari hasil yang telah didapatkan, berupa nyeri diam dari T1: 2 menjadi T4: 1, nyeri tekan dari T1: 3 menjadi T4: 2, nyeri gerak dari T1: 4 menjadi T4: 3, terjadi penurunan nilai nyeri dan penurunan spasme

pada otot gastrocnemius dari T1 adanya spasme dan pada saat T4

spasme berkurang. Begitu juga dengan otot soleus pada T1 teraba

spasme, hingga T4 spasme teraba berkurang. Serta penurunan

oedema pada ankle sinistra dapat dibandingkan dengan ankle dextra dengan hasil T1 10 Cm kebawah : 27 Cm, 20 Cm kebawah : 25 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar ankle : 56 Cm hingga T4 hasil pengukuran masih sama untuk ankle dextra. Sedangkan untuk

ankle sinistra dari T1 10 Cm kebawah : 30 Cm, 20 Cm kebawah : 27 Cm, 30 Cm kebawah : 24 Cm, lingkar ankle : 60 Cm hingga T4 terjadi penurunan menjadi 10 Cm kebawah : 28 Cm, 20 Cm kebawah : 24 Cm, 30 Cm kebawah : 21 Cm, lingkar ankle : 57 Cm. Maka pemberian modalitas massage therapy sangat efektif untuk

(13)

9

mengatasi problematika nyeri, spasme dan oedema yang dialami pasien.

3.2.2 Exercise Therapy

Exercise Therapy yang dilakukan secara rutin, efektif dalam mengatasi beberapa permasalahan yang dialami oleh anggota gerak tubuh. Dalam kasus kontraktur, Exercise Therapy

merupakan modalitas terapi yang sangat penting untuk mengatasi kelemahan otot, keterbatasan dalam lingkup gerak sendi, serta pemendekan jaringan yang diakibatkan oleh kontraktur. adapun

Exercise Therapy yang dapat untuk mengatasi problematika diatas diantaranya adalah dengan passive exercise atau active excercise.

Passive exercise dilakukan pada saat pasien tidak mampu menggerakkan kakinya secara mandiri. Sedangkan Active exercise

yang digunakan adalah berupa active assisted dan active resisted

ketika pasien telah mampu menggerakkan kaki nya secara mandiri.

Passive exercise dan Active exercise dapat digunakan sesuai dengan kondisi pasien (jyrki et al., 2008). Maka dari hasil yang telah diperoleh, berupa peningkatan kekuatan otot pada ankle sinistra dari T1 : nilai 2 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk

plantar fleksi. Hingga T4 : menjadi nilai 3 untuk dorsi fleksi, dan nilai 4 untuk plantarfleksi. kemudian terdapat peningkatan lingkup gerak sendi pada ankle sinistra dengan hasil T1 : S 5°-0°-30°, hingga T4 menjadi S 15°-0°-35°. Akibat peningkatan Lingkup Gerak Sendi, juga terjadi perubahan pada hasil evaluasi panjang

(14)

10

tungkai berupa, perubahan panjang tungkai kanan true length dari T1: 84 cm, bone length: 49 cm, apparance length: 98 cm hingga T4 masih sama. Sedangkan panjang tungkai kiri True length dari T1 : 82 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 96 cm hingga T4 menjadi true length: 83 cm, bone length: 48 cm, apparance length: 97 cm. Maka pemberian modalitas exercise therapy dapat mengatasi problematika kelemahan otot, keterbatasan gerak, serta pemendekan jaringan yang dialami oleh pasien.

4. PENUTUP 4.1 Simpulan

Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan sebanyak 4 kali pada kasus Kontraktur Achilles Sinistra e.c Morbus Hansen Multi Basiler dapat disimpulkan:

1) Massage Therapy memiliki manfaat dalam mengurangi spasme,

oedema, dan nyeri pada tungkai kiri pasien.

2) Exercise Therapy memiliki manfaat dalam meningkatkan kekuatan otot dan lingkup gerak sendi pada kasus Kontraktur Achilles Sinistra e.c Morbus Hansen Multi Basiler.

(15)

11 4.2 Saran

Dari pemaparan karya tulis ilmiah diatas, saran yang dapat diberikan oleh penulis anatara lain:

1) Untuk keluarga diharapkan memberikan semangat kepada pasien dalam menjalani seluruh pengobatan dan diharapkan memberikan pengertian akan kondisi yang sedang dihadapi pasien saat ini.

2) Untuk pasien diharapkan agar terus berlatih dan menerapkan apa yang telah diajarkan oleh fisioterapis guna mempercepat proses penyembuhan. Serta memiliki mental yang kuat dalam menghadapi penyakit yang masih dianggap berbahaya.

3) Untuk masyarakat diharapkan agar memberikan dukungan terhadap penderita dan menghilangkan stigma bahwa kusta merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan mudah menular.

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD, M.P. Collins .(2010):Superficial peroneal nerve/peroneus brevis muscle biopsy in vasculitic neuropathy.American Academy of Neurology, USA.

Barrie R. Cassileth, PhD and Andrew J. Vickers, PhD (2013):Massage Therapy for Symptom

Control: Sloan-Kettering Cancer Center, New York, New York, USA Carolyn Kisner. (2012):Therapeutic exercise, foundations and techniques, sixth

edition.F.A. Davis, USA

Carolyn kisner .(2017):Book therapeutic exercise seventh edition.penerbit F.A. Davis, USA.

DiGiovanni, P Langer .(2016):The role of isolated gastrocnemius and combined Achilles contractures in the flatfoot.USA

Evelyn clare pearce.(2010):Buku anatomi dan fisiologi untuk medis.Gramedia Pustaka Utama, Indonesia.

(16)

12

Gregory William Hess. (2009):Achilles Tendon Rupture,A Review of Etiology,

Population, Anatomy, Risk Factors, and Injury Prevention.New England College. england

Jyrki A. Kettunen ,Urho M. Kujala. (2008):Exercise therapy for people with rheumatoidarthritis and osteoarthritis. Department of Health Sciences, University ofJyva.Finland

Karin Valkenet.(2010):The effects of preoperative exercise therapy on postoperative outcome: a systematic review. Los Angeles

Kemenkes RI.(2015). Dirjen pencegahan dan pengendalian penyakit, Jakarta. Lan Chen, Greisberg J.(2009): Achilles lengthening procedures Department of

Orthopedic Surgery, Columbia University Medical Center.New York Lionel ginsberg.(2008): buku neurologi penerbit Erlangga, Indonesia.

Louise Ada, Jack Crosbie . (2015):Contribution of thixotropy, spasticity, and contracture to ankle stiffness after stroke .School of Physiotherapy, Faculty of Health Sciences,University of Sydney.Australia

Mark Dutton.(2014): Dutton's Introduction to Physical Therapy and Patient Skills 1stEdition.penerbit McGraw Hill Professional, Pennsylvania, USA.

Paul C. Hébert, Dean Fergusson.(2008):Joint contracture following prolonged stay in the intensive care unit.CMAJ . canada

Robert Jgreenstein.(2008):Is Crohn's disease caused by a mycobacterium? Comparisons with leprosy, tuberculosis, and Johne's disease., VA Medical Center.USA

Satyanegara(2014): Buku Ilmu bedah saraf.penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama.Indonesia

Shiraz I Mishra. (2010): Exercise interventions on health related quality of life for people with cancer during active treatment.University of New Mexico, Albuquerque,NM,USA.

Susanne M. Cutshall. (2010): Effect of massage therapy on pain, anxiety, and tension after cardiac surgery. Department of Physical Medicine and Rehabilitation, MayoClinic, Rochester, MN, USA.

Gambar

Grafik 1 Hasil Evaluasi Nyeri dengan VAS
Tabel 2. Hasil Evaluasi LGS
Tabel 4. Hasil Evaluasi Lingkar Segmen Dextra
Grafik 2. Hasil Evaluasi Panjang Tungkai Dextra

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penanda kohesi leksikal apa saja yang terdapat dalam puisi Jawa pada kolom. geguritan harian Solopos edisi

[r]

pilar dalam pelaksanaan program-program penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta ...108 Tabel 4.3 Matriks Efektifitas collaborative governance pada stakeholders 3. pilar

Hasil tes siklus II setelah pelaksanaan tindakan, dari 32 siswa kelas IV yang mengikuti pelajaran Matematika dengan penerapan metode evaluasi kecakapan

mengajar dosen dengan prestasi belajar mahasiswa. Untuk mengetahui pengaruh antara komunikasi dosen dan mahasiswa. terhadap prestasi

ZONASI KERENTANAN LONGSOR DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI DAS JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2014 (Implementasi Pada Kompentensi Dasar

Diharapkan petani mitra dan kelompok petani lain dapat menerapkan teknologi budidaya cabai yang sesuai dengan konsep Good Agricultural Practices (GAP) dalam

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri Colomadu pada bulan oktober 2009, didapatkan hasil 83% remaja mempunyai pengetahuan mengenai keamanan