• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Spasial Tikus Sawah (Rattus Argentiventer) Betina Dengan Perlakuan Medroksiprogesteron Asetat Sebagai Kontraseptif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perilaku Spasial Tikus Sawah (Rattus Argentiventer) Betina Dengan Perlakuan Medroksiprogesteron Asetat Sebagai Kontraseptif"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 0853

-

7240 Biologi, Vol.4, No.6, Desember 2005

PERILAKU SPASIAL TIKUS SAWAH(Rattus argentiventer) BETINA DENGAN PERLAKUAN MEDROKSIPROGESTERON ASETAT

SEBAGAI KONTRASEPTIF

Susilo HadP, Jusup Sub~gja1,SudarmajF

INTISARI

Hadi, S., J. Subagja dan Sudarmaji, 2005. Perilaku spasial tikus sawah (Rattus argentiventer) betina dengan perlakuan medroksiprogesteron asetat sebagai kontraseptif. Biologi 4 (6) : 349-357.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku spasial berupa daerahjelajah danjarak tempuh tikus sawah betina (Rattus argentiventer) yang diperlakukan dengan kontraseptif medroksiprogesteron asetat.

Sebanyak 24 ekor tikus sawah, dibagi menjadi dua kelompok masing-masingdua belas ekor. Kelompok pertama tikus yang diperlakukan dengan medroksiprogesteron asetat dan kelompok kedua sebagai kontrol. Tikus-tikus itu dilepaskan pada dua lokasi persawahan mulai tanggalll Juni sampai dengan 24 Juli 2001, saat padi pada stadium anakan sampai masak. Pergerakan tiap-tiap tikus dipantau dengan radio-tracking tiga kali sehari. Hasil pantauan kemudian dihitung luas daerahjelajah dan jarak tempuhnya dengan perangkat lunak Ranges V.Uji perbedaan antara perlakuan dan kontrol menggunakan uji T pada taraf signifikansi a: 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku spasial (daerahjelajah danjarak tempuh) yang nyata antara tikus perlakuan medroksiprogesteron asetat dan kontrol. (; Kata kunci: perilaku spasial, Rattus argentiventer, medroksiprogesteron asetat.

ABSTRACT

Hadi,S., J. Subagja and Sudarmaji, 2005. Spatial behaviour of female ricefield rat (Rattus areentiventer) treated with medroxyprogesterone acetate as contraceptive. Biologi 4

(6) : 349-357.

This research was aimed to study spatial behavior of female ricefield rat (Rattus arf!entiventer) i.e. home range and range spans that treated with medroxyprogesterone acetate as contraceptive.

FakultasBiologi~iy~r§i~ 9~l\!_a~ r~gyakarta

2 BalaiPeneliti~Padi:$~IJP{\)Suk¥.!1~df ~ubang Jawa Barat

, iE ~-'", r(-':"<AI.A

v,

t

(2)

Hadi. S.. et al. - Perilaku Spasialli/cus Sawah (fl..attus a1"f!entiventer) Betina

Twentyfour rats. which were divided into two groups of twelve. one group was treated with medroxyprogesterone acetate and the other group served as control. were released in 2 locations of ricefield areafrom June 11'huntil July 24th,2001. The movement of each rat was monitored using radio-tracking three times a day. The result was used for calculating home range size and range spans using computer program Ranges V. The difference of results be-tween treatment and control was then statistically analyzed using T-test with significance

level of a: 0.05.

The results showed that there were no significant difference of spatial behavior which was analyzed based on home range and range spans between rats with medroxyprogesterone acetate treatment and control rats.

Keywords: spatial behavior, Rattus a1"f!entiventer. medroxyprogesterone acetate. PENDAHULUAN

Tikus sawah, Rattus argentiventer merupakan salah satu anggota Ordo Rodentia,yangmenjadihamapenyebab kerusakantanamanpadi di daerah Asia Tenggara. Berbagai upaya pem-berantasantikustelahdilakukandengan berbagai cara. Rekayasa-rekayasa pengendalian yang akan dihasilkan, diharapkan memenuhi persyaratan sepertiberbiayarendah,mudahditerap-kandanramahlingkungan.

Salah satu altematif pengendalian yangdiharapkanmemenuhipersyaratan tersebut adalah memandulkan tikus betina dengan cara memberikan

medroksiprogesteroneasetat(progesteron sintetis).Senyawakimia ini bereaksisama dengan progesteron, hormon alami yang diproduksi oleh ovarium selama paroh kedua siklus menstruasi.

Medroksiprogesterone asetat bekerja

mengacaukan sistem hormon reproduksi,

mencegah ovulasi, menyebabkan

penebalan mukosa servikalis, perubahan

350

lapisan uterus dan membuat kondisi seperti terjadi kehamilan atau

pseudopregnancy (Anonim, 1999).

Perilakuspasialadalahperi1akusuatu hewan berinteraksi dengan lingkungan ditinjau dari ruang yang digunakan. Perilaku tersebut merupakan hasil dari seleksi alam dan tanggapan terhadap kondisilingkungannya.

MenurutEisenberg(1981)danTyndale-Biscoe (1994) dikatakan bahwa pemandulan hewan betina diduga akan berpengaruhpada tiga kemungkinan perubahan spasial. Pertama, terjadinya penurunan kebutuhan energetik dibandingandenganbetinayanghamildan menyusui.Akibatnyaterjadipenurunan aktivitas spasial dalam pemenuhan kebutuhan pakan. Kedua, betina tanpa anakanrelatiftidakdibatasiaktivitasnya untuk terfokus dalam sarang dibanding dengan betina yang mengasuh anakan. Akibatnya terjadi aktivitas spasial. Ketiga,tekananstatussosialpadabetina mandulolehbetinafertilyangberakibat

(3)

ISSN 0853

-

7240

betina mandul terusir dari daerah teritorinya.Perubahanperilakuketigaini didugaterjadipada tikusmandulkarena statushonnonalnyayangdihambat.

Efek pemandulan dengan progesteron sintetis terhadap perilaku tikus betina dalam skala laboratorium telahdilakukanpenelitianantaralain oleh Lebourcheret al. (2000),Billing& Katz (1997),Pfaus et al. (2000), Mani et al. (1997) dan Zipse et al. (2000). Hasil penelitiantersebutmenunjukkanbahwa progesteronmampu merubah perilaku seksual.Perubahan-perubahantersebut adalah perilaku kawin yang pas if, panjangnya waktu kontak seksual berikutnyadanpenurunanresponkawin. Namun demikian pada skala lapangan ditinjaudariperilakuspasialtikussawah betina, dengan pemandulan medroksi-progesteronasetat, sampaisaatinibelum pemahdilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiperilakuspasial:luasdaerah jelajah dan jarak tempuh tikus sawah betina, Ratus argentiventer, yang diperlakukan dengan medroksi-progesteronasetat.

Diharapkan penelitian ini juga dapatdijadikanmodelterhadapperilaku tikus sawah yang dimandulkandengan mengacaukan sistem hormonalnya (progesteron).

Bi%gi, Vol. 4, No.6. Desember 2005 BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian dilakukan di ekosistem persawahan di Desa Sengon dan Desa Pangkalan, Kecamatan Ciasem, KabupatenSubang,JawaBarat(6°20'S, 107°39'E).Lokasipenelitian terletakdi daerah dataran rendah 15,96meter dpl. Kondisiiklimdi daerahinibersifattropis, suhu tahunan rata-rata 28°C dan hujan tahunan rata-rata sebesar 1,45mm. Pelaksanaan penelitian dilakukanpada musim kemarau, 11Juni sampai24 Juli 2001, saat padi pada stadium anakan sampaidenganstadiummasak.

Sebanyak 24 ekor tikus betina diperangkapdi2lokasipenelitiandengan

Linear TrapBarrier System (Singleton

& Petch, 1994). Tikus-tikus tersebut kemudian dibagi menjadi kelompok perlakuandankelompokkontrolmasing-masing sebanyak 12ekor. Semua tikus dipasang radio pemancar (SirtracFM

New Zealand)denganftekuensiidentitas

antara 150.02 - 150.98 MHz. Khusus tikus perlakuan diinjeksi dengan kontraseptifmedroksiprogesteronasetat,

Depo-Provera TM (Anonim,1999).

Selanjutnyasemuatikuspenelitiandilepas kembali di lokasi dimana mereka diperangkap.

Pemantauan pergerakan tiap-tiap tikus penelitian (radio-tracking)

dilakukandenganbantuanradiopenerima dan antena YAGI3 element (SirtackTM

(4)

Hadi, S., et al. - Perilaku Spasial1ikus Sawah (Rattus arJ!entiventer) Betina Luas daerah jelajah dan jarak

tempuh dihitung berdasarkan 95% poligon konvek dengan bantuan perangkat lunakRANGESV(Kenward & Hodder 1996). Analisis statistik kemudiandilakukandenganuji T antara tikus sawahperlakuandan kontrolpada tarafsignifikansia :0,05denganbantuan perangkat lunak SPSS 10. Khusus data daerah jelajah, kemudian dipetakan dengan perangkat lunak Microsoft Excel2000.

HASIL DAN PEMBAHASAN Darisebanyak24 ekor tikussawah yang telah dilepaskan, 5 ekor telah mengalami gagal pantau. Dengan demikian sampai akhir pem~ntauan tinggal19ekortikusyangterpantauyaitu 8 tikus perlakuan dan 11tikus kontrol. Totalsebanyak 1471titik pantau telah digunakanuntukanalisis.Rata-ratatitik pantauper individuadalah 77:i:3.

Hasil perhitungan daerah jelajah menunjukkan bahwa luas rata-rata daerah jelajah tikus perlakuan adaJah

0,87:i:0,19Ha, sedangkantikus kontrol

sebesar 0,84 :i: 0,16 Ha. Namun

demikian setelah dilakukan analisis statistik, menunjukkan bahwa tidak terdapatperbedaanyangnyataantaraluas daerahjelajahtikus perlakuandan tikus

kontrol (thitung

=

0,15 < t tabel

=

1,74;

P=O,88).Demikian pula pada data jarak

tempuh, rata-ratatikus perlakuan mampu

bergerak terjauh 175,62 meter:i: 18,27 sedangkan tikus kontro1184,54 meter:i: 22,7. Analisis statistikjuga menunjukkan

tidak adanya perbedaan yang nyata

antara jarak tempuh tikus perlakuan dan kontrol. (t hitung= 0,28 < t tabel= 1,74;

P=0,77).

Berdasarkan peta daerah jelajah, tikusperlakuandankontrolmenunjukkan sedikit perbedaan pada prosentase tumpang tindihnya daerah jelajah (Gambar 1.).Tikusperlakuanmemiliki daerahjelajahyangtumpangtindihsedikit lebihbesar(75%)daripadatikuskontrol (72%). Namun ketika dievaluasi pergerakan semua tikus pada tiap-tiap pemantauanmemperlihatkan63% tikus perlakuan berpindah sarang (tikus 21T,31T, 39T, 90T dan 26T) sejauh sekitar 50 meter, sedangkan pada tikus kontrolhanya9% yaitutikus78C sejauh lebih dari 300 meter(Gambar2.).

Ukurandaerahjelajahpadamammal kecil umumnya bervariasiberdasarkan faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik contohnya adaJah aktivitas kawin (McShea, 1989) dan densitas populasi (Erlingeet al., 1990);sedang-kan faktor ekstrinsik yaitu seperti ketersediaan pakan (Ostfeld, 1986), tingginyavegetasidanpenghindarandari predator (Jacob & Hampel, 2002).

Medroksiprogesteronasetatadalah bahan kontraseptifyangmengakibatkan terjadinyapseudopregnancy (Anonim,

(5)

ISSN 0853

-

7240

1999) dan turnnnya aktivitas seksual hewanbetina (Lebourcher et a/., 2000; Billing& Katz 1997;Pfaus et a/., 2000; Mani et at., 1997 dan Zipse et a/., 2000). Terkait dengan penelitian ini, besarkernungkinanfaktorpenghambatan seksual ini yang berhubungan dengan aktivitasspasial.

Tikus perlakuan berperilaku sebagairnana tikus kontrol dalarn hal penurnnan aktivitas seksual. Secara spasial hal ini ditunjukkan oleh luas daerahjelajah dan jarak ternpuh yang sarna. Faktor ketersediaan pakan, tingginyavegetasimaupunpenghindaran terhadap predator narnpaknya bukan rnernpakan faktor yang rnenentukan

1400 1300

S

'-' ><1200 -1ij s::

~

81100 o ~ .. sungai ) 1000 900 680 780 880

Bi%gi. Vol.4. No.6. Desember 2005

rnengapa daerah jelajah dan jarak ternpuh tikus perlakuan sarna dengan tikus kontrol. Hal ini dapat dipaharni karenadayadukungpakanberadadalam keadaan rnaksirnal saat penelitian berlangsung. Dernikian pula dengan faktor tingginya vegetasi, pada saat penelitianberadadalamfusepertumbuhan yangseragam.Padafaktorpredasi,posisi tikusperlakuanpadadasarnyatidakjauh berbeda dengan dengan tikus kontrol karena sarna-sarnasebagaihewan yang dirnangsa.Hewanyang dijadikantarget pernangsaan ini harns rnerniliki suatu

tradeof antarakernampuanrnenghindari

predator dan kernapuan untuk terns beraktivitasdalamrnernenuhikebutuhan pematang jalan 980 1080 1180 koordinat X (m) 1280

Gambar I. Daerah jelajah 12 tikus sawah (Rattus argentiventer) betina di lokasi 1 Desa Sengon. Identitas tikus berdasarkan angka frekuensi; T: tikus perlakuan; C: tikus kontrol

(6)

Hadi, S., et al. - Perilaku Spasial1ilcus Sawah (Rattus arJ!entiventer) Betina 1280 1230 ".. .."... .. ... . I 1I1!!ilS'

IS

'-' 1180 >0 " "--." desa 940 990 koordinat X (m)

Gambar 2. Daerahjelajah 7 tilrussawah (Rattus argentiventer)betina di lokasi 2 Desa Pangkalan. Identitastilrusberdasarkanangka ftelruensi,T: tilrus perlalruan; C: tilruskontrol.

hidupnya. Meskipun pada tilrus yang memilikianakkeharusanuntukmenjaga anakanyamenjadifaktoryanglebihbesar untuktidakjauh dari sarang.

Faktor lain yang berpengaruh kemungkinan adalah ketidakterikatan tikus perlakuan pada sarang untuk mengasuh anak dan faktor tekanan statussosial(Eisenberg,1981;Tyndale-Biscoe, 1994). Secarategas luasdaerah jelajah dan jarak tempuh tidak

menunjukkanperbedaanspasial.Namun demikian, dari peta dan evaluasi pergerakantilrusmemperlihatkansuatu perbedaan, yaitu 63% tilrusperlalruan

berpindahsarangdaripadatilruskontrol (9%). Sudarmaji (1994) mengatakan bahwa sejalanrimbunnyapertumbuhan padi, kemungkinan tilrus sawah untuk berpindah sarang akan semakin besar karena mencari lokasi yang lebih terlindung dan tersembunyi. Namun demikianpadapenelitianini,karenabetina kontrol diduga lebih memprioritaskan menjagakehamilanataumengasuhanak maka perpindahan sarang lrurangperlu dilakukandaripadatilrusperlakuanyang lebih bebas. Untuk faktor tekanan status sosial, data perpindahan sarang dapat dijelaskan sebagai suatu upaya

<;j ]130 N

j

/

]

1080 I 1030, jalan

I

--980 890 840

(7)

r

bentukpengusirantilrusperlakuanoleh tilruskontrol. Kelemahan dari faktor tekanan status sosial selain data luas daerahjelajah danjarak tempuhadalah pertama, hanya ada dua tikus kontrol, 20C & 28C, yang secara langsung menekan tilrus perlakuan, 31T & 90T. Kedua,jarakantarsaranglamadanbarn hanyasekitar50meter,danketiga,kedua sarang tersebut masih dalam kisaran daerah jelajah yang sarna sejak awal pemantauan sampai akhir. Ini berarti sekalipun ada indikasi terjadi tekanan sosialpadatikusperlakuannamunsecara tegas tidak dapat dikatakan terjadi ITIlgrasl.

Howard(1967)mengatakanbahwa bila dalamsuatupopulasiterdapatlebih banyak indi vidu mandul, maka keberadaannya dapat menurunkan jumlah populasi.Demikianpuladengan

Saunders et al. (2002), mengatakan bahwa pemandulan secara hormonal mampu menjaga daerah teritori, mencegahterjadinyaimigrasi,sehingga mampu mengendalikan populasi. Berbeda halnya dengan Eisenberg (1981) dan Tyndale-Biscoe (1994), pemandulan secara hormonal akan menurunkanstatussosial betinamandul sehingga didesak oleh betina fertil. Akibatnya daerahteritoribetinamandul menyempitatauditinggalkan.Selanjutnya padaruangtersebutakandiisibetinafertil dan akibatnya populasi tetap tidak

terkendali.

Berdasarkan data penelitian ini, pendapat Howard (1967) dan Saunders

et al. (2002) cenderung tidak cukup

berarti sekalipun perilaku spasial, luas daerahjelajah danjarak tempuh, tikus perlakuan sarna dengan tikus kontrol. Andaikanpun tikus-tikus perlakuan mampu mempertahankan kontrol wilayahnyauntukmencegahimigrasitikus fertil, namun demikian perlu dicermati seberapa besar kontribusi aktivitas seksual yang dilakukan. Penurunan aktivitas seksual betina mandul kemungkinanjustru tidak mengurangi terjadinyapembuahan,dengankata lain tak ada kopulasi tanpa pembuahan. Hal ini karena betina yang mau dikawini jantan besar kemungkinanadalahbetina fertil.Idealnyaadalahbetinamanduljuga memilikiaktivitasseksualyangminimal normal sehingga dalam populasi tetap terjadi aktivitas kawin, namun tidak terjadipembuahan.

Akhimyauntuksuatupengendalian populasi, penggunaan medroksi-progesteron asetat, atau apapun yang memberikan efek yang setara, sebagaimanayangterjadipadapenelitian ini,perludipertimbangkanefektifitasnya denganbaik.

KESIMPULAN

Tidak terdapat perbedaan yang nyata perilaku spasial yang didasarkan

(8)

Hadi, S., et al. - Perilaku Spasial1ikus Sawah (Rattus argentiventerJ Betina pada ukuran daerah jelajah dan jarak

tempuh antara tilrns sawah (Rattus

argentiventer)betinayang diperlakukan

dengan medroksiprogesteronasetatdan tikuskontrol.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada staf ACIAR dan CSIROAustraliayangtelahmemberikan dana, bantuan teknis dan bimbingan selamapenelitianberlangsung.

PUSTAKA ACUAN

Anonim. 1999.Depo-Provera

Contra-ceptive Injection. Pharmacia &

UpjohnCo, Michigan.

Billings, H.J., and L.S. Katz. 1997. Progesterone Facilitation and Inhibitation of Estradiol-Induced SexualBehaviorintheFemaleGoat

Horm. Behav. 31 (1): 47-53.

Brown, P., G.R. Singleton, and Sudarmaji.2001. Habitat Use and Movements of The Ricefield Rat,

Rattusargentiventer,in WestJava,

Indonesia. Mammalia 65: 151-166.

Eisenberg. 1981. The Mammalian

radiation: An analysis of Trends in Evolution, Adaptation and Behavior. University of Chicago

Press,Chicago.

Erlinge, S., I. Hoogenboom, 1. Agrell, 1.

Nelson, and M. Sandell. 1990. Density-relatedHome Range Size and Overlap in Adult Field Voles

(Nicrotus agrestis) in Southern

Sweden. Journal of Mammalog 71: 597-603.

Howard, W. E. 1967. Biocontrol and ChemoSterilants.In:Kilgore,W.W. and R.L. Dout (editors). Pest

Control-Biological Physical and Selected ChemicalMethods.

Aca-demic Press, New York. pp: 343-383.

Jacob, J., andN. Hempel. 2002. Effects ofF arming Practices on Spatial Behavior of Common Voles.

Journal of Ethology 10: 173-178.

Kenward, R.E., and K.H. Hodder.

1992. Ranges V: An Analysis System for Biological Location Data. Institute of Terrestrial Ecology, Furzbrook Research Station, UK.

Leboucher,G, N.Beguin,A Lacroix,and M. Kreultzer. 2000. Progesterone InhibitsFemaleCourtshipBehaviour in Domestic Canaries (Serinus

canaria).Horm. andBehav.38 (2):

123-129.

Mani, S.K., J.D. Blaustein, and B.W. O'Malley. 1997. Progesterone ReceptorFunctiontToma Behavior Perspective. Horm. and Behav. 31 (3): 244-255.

(9)

ISSN 0853 -7240

McShea, W.J. 1989. Reproductive Synchrony and Home Range Size in a TenitorialMicrotine.Oilms56: 182-186.

Ostfeld, RD. 1986. Territoriality and. MattingSystemofCaliforniaVoles.

Journals of Animal Ecology 55:

691-706.

Pfaus, J.G, W.J.. Smith, N. Byrne and G. Stephens.2000.Appetitive and ConsummatorySexualBehaviorsof FemaleRatsinBilevelChamber:II. Patterns of Estrus Termination

Following VaginoceIVica1 Stimulation.

Horm. andBehav. 37 (1): 96-107.

Saunders,G, J. McIlroy,M. Berghout, B. Kay, E. Gifford, R Perry, and R van de Yen. 2002. The Effects oflnducedSterilityontheTenitotrial Behaviour and Survival of Foxes.

Journal of Applied Ecology 39: 56- 66.

Singleton,G.R, and D.A. Petch. 1994.

A Review of Biologyand Manage-ment of Rodent Pest in Southeast Asia. ACIAR Technical Reports

Canberra.

Sudarmaji. 1994. Hama Tikus dan

Cara Pengendalianannya.

Makalah Kursus Pertanian, Sukamandi,Subang.

Tyndale-Biscoe, C.H. 1994. Virus-vectored Immunocontraceptionof Feral Mammals. Reproduction,

Biologi. Vol.4. No.6. Desember 2005

Fertility and Development 6:

281-287.

Zipse, L.R, E.M. Brandling-Bennett, and A.S. Clark. 2000. Paced Mating Behavior in The Naturally Cycling and The Hormone-treated Female Rat.Physiol Behav 7:

Gambar

Gambar I. Daerah jelajah 12 tikus sawah (Rattus argentiventer) betina di lokasi 1 Desa Sengon
Gambar 2. Daerahjelajah 7 tilrussawah (Rattus argentiventer)betina di lokasi 2 Desa Pangkalan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui Pengaruh Struktur Modal, Kebijakan Dividen, dan Profitabilitas terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Konstruksi dan Real Estate

Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang baik lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian ASI eksklusif yang tidak baik, lebih dari

Ips, XI Ipa, Ips, dan XII Ipa, Ips karena seluruh siswa siswi MA Hasyim Asy‟ari menerima pelajaran Aswaja. Wawasan yang dimaksud adalah Pengetahuan siswa-siswi di

Hasil uji t secara parsial belanja barang dan jasa serta variabel belanja modal berpengaruh signifikan terhadap PDRB provinsi Jambi, sementara belanja pegawai tidak berpengaruh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karuniaNya, penulis dapat meyelesaikan proposal tugas akhir yang merupakan salah satu

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 13 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan

Penelitian yang menunjukkan bahwa konsentrasi total protein dalam saliva penderita diabetes lebih rendah adalah empat penelitian, sementara yang meningkat

Tetapi itu telah menjadi pola dasar kehidupan semua orang Islam.Tidak selayaknya bagi orang yang beriman akan tinggal berpangku tangan dan tidak hendak turut mengambil bagian