• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

14

2.1 Konsep Pemahaman dan pajak, Konsultan Pajak dan Etika 2.1.1 Konsep Pemahaman dan Pajak

2.1.1.1 Konsep Pemahaman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Menurut Benyamin S. Bloom pemahaman adalah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Pemahaman ini diperlukan setiap anggota guna mengikuti dan dapat melalukan dalam pekerjaan sehari hari sebagai konsultan pajak dengan baik.

2.1.1.2 Konsep Pajak

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof.Dr. P.J.A Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. dalam bukunya Pengantar Ilmu

Hukum Pajak (1991) :

" Pajak adalah iuran kepada negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan , dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunannya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan."

(2)

Menurut Prof. Edwin R.A Seligman dalam buku " essay in taxation " yang diterbitkan dinAmerika menyatakan :

" tax in compulsary contribution from the person, to the goverment to depray the expenses incured in the common interest of all, without reference to special benefit conferred."

(Waluyo " Perpajakan Indonesia" buku 1 edisi ke 8)

Pajak merupakan suatu iuran yang dipungut dari masyarakat secara memaksa, dimana pajak tersebut memberikan manfaat yang dapat digunakan. Suparmoko (2000) menyebutkan manfaat pajak digunakan untuk :

1. Manfaat pajak yang pertama adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor).

2. Manfaat pajak yang kedua adalah membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian).

3. Manfaat pajak yang ketiga adalah membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif (contohnya adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi).

(3)

4. Manfaat pajak yang keempat adalah membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).

2.1.2 Konsultan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Konsultan Pajak

Menurut PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK pasal 1 menyatakan:

“Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi

perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Menits (2013) mengungkapkan Direktur Jedral Pajak Fuad Rahmany mengakatan bahwa peran konsultan pajak sangat penting dalam membantu msayarakat untuk memenuhi kewajiban dalam bidang perpajakan tetapi tugas konsultan pajak bukan untuk membela wajib pajak dan konsultan pajak bukan mencari celah hukum melainkan untuk membatu masyarakat mengisi SPT yang benar.

Kualitas jasa konsultasi perpajakan merupakan fungsi dari kompetensi teknis dan pemahaman terhadap etika untuk melalukan pertimbangan dalam membuat sebuah keputusan yang etis. (Ludigdo, 2007) profesi konsultan pajak merupakan pekerjaan yang sarat dengan etika dan muatan moral.

(4)

2.1.2.2 Hak dan Kewajiban Konsultan Pajak

Dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak atau badan konsultan harus bisa melakukan hak dan kewajiban dengan semestinya seperti diatur dalam undang undang Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 111/PMK.03/2014 sebagai berikut :

Pasal 22

Konsultan Pajak berhak untuk memberikan jasa konsultasi di bidang perpajakan sesuai dengan batasan tingkat keahliannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 23

Konsultan Pajak wajib:

a. memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan

b. mematuhi kode etik Konsultan Pajak dan berpedoman pada standar profesi Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Asosiasi Konsultan Pajak

c. mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang diselenggarakan atau diakui oleh Asosiasi Konsultan Pajak dan memenuhi satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan

(5)

e. memberitahukan secara tertulis setiap perubahan pada nama dan alamat rumah dan kantor dengan melampirkan bukti perubahan dimaksud.

Pasal 24

1. Kewajiban untuk mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan dan memenuhi satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c dihitung mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah diterbitkannya Izin Praktik.

2. Kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang wajib diikuti oleh Konsultan Pajak terdiri atas:

a. pengembangan profesional berkelanjutan terstruktur, yaitu kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang dilaksanakan Konsultan Pajak pada saat mengikuti konferensi, seminar, lokakarya, diskusi panel, pelatihan atau kursus dalam bidang perpajakan.

b. pengembangan profesional berkelanjutan tidak terstruktur, yaitu kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang dilaksanakan Konsultan Pajak pada saat berpartisipasi dalam kegiatan berorganisasi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Pajak.

3. Jumlah satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan yang wajib dipenuhi oleh Konsultan Pajak setiap tahun adalah sebagai berikut:

a. Konsultan Pajak dengan Sertifikat Konsultan Pajak tingkat A wajib mencapai 20 (dua puluh) satuan kredit pengembangan profesional

(6)

berkelanjutan yang terdiri dari paling rendah 16 (enam belas) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan terstruktur dan 4 (empat) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan tidak terstruktur.

b. Konsultan Pajak dengan Sertifikat Konsultan Pajak tingkat B wajib mencapai 40 (empat puluh) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan yang terdiri dari paling rendah 32 (tiga puluh dua) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan terstruktur dan 8 (delapan) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan tidak terstruktur. c. Konsultan Pajak dengan Sertifikat Konsultan Pajak tingkat C wajib

mencapai 60 (enam puluh) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan yang terdiri dari paling rendah 48 (empat puluh delapan) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan terstruktur dan 12 (dua belas) satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan tidak terstruktur.

4. Bobot kredit berbagai bentuk kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Asosiasi Konsultan Pajak sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 5. Asosiasi Konsultan Pajak wajib menerbitkan daftar realisasi kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan untuk masing-masing Konsultan Pajak anggotanya setiap tahun.

6. Konsultan Pajak dapat mengajukan penyetaraan jumlah satuan kredit pegembangan profesional berkelanjutan kepada Asosiasi Konsultan Pajak tepat

(7)

yang bersangkutan berhimpun apabila mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang diselenggarakan oleh selain Asosiasi Konsultan Pajak tempat yang bersangkutan berhimpun.

Pasal 25

1. Konsultan Pajak wajib menyampaikan laporan tahunan Konsultan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d kepada Direktur Jenderal Pajak setiap tahun.

2. Laporan tahunan Konsultan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

a. memuat jumlah dan keterangan mengenai Wajib Pajak yang telah diberikan jasa konsultasi di bidang perpajakan yang dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dalam bentuk softcopy dan hardcopy;

b. melampirkan daftar realisasi kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) bagi Konsultan Pajak yang telah wajib mengikuti pengembangan profesional berkelanjutan; dan

c. melampirkan fotokopi Kartu Tanda Anggota Asosiasi Konsultan Pajak yang masih berlaku.

3. Laporan tahunan Konsultan Pajak disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama akhir bulan April tahun pajak berikutnya.

(8)

4. Konsultan Pajak yang membentuk suatu persekutuan dengan Konsultan Pajak lainnya wajib menyampaikan laporan tahunan Konsultan Pajak atas nama masing-masing konsultan.

2.1.2.3 Standar Profesi Konsultan Pajak

Aturan Profesional yang dimaksudkan telah dijelaskan secara mendetail oleh IKPI yang dimuat didalam Standart Profesi Konsultan Pajak, berikut ini penjelasannya:

1. Kecermatan dan Ketelitian.

a. Setiap anggota harus bekerja dengan cermat dalam melaksanakan tugas profesionalnya

b. Setiap anggota harus segera memberitahu IKPI bila yang bersangkutan: 1) Diduga melakukan tindak pidana (selain pelanggaran

lalulintas).

2) Menerima peringatan atas suatu pelanggaran oleh organisasi profesi lain, dimana ia menjadi anggotanya.

2. Kompetensi.

Setiap anggota harus menjalankan praktek profesionalnya sesuai dengan pengetahuan teknis dan sesuai Standar Profesi ini. Setiap anggota dilarang memberikan jasa profesionalnya yang tidak sesuai dengan kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan penugasan sebagaimana dimaksud, kecuali ada arahan dan bimbingan yang cukup dari anggota lain yang memiliki

(9)

kompetensi yang sesuai, agar tugas penugasan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Kerahasiaan.

a. Setiap anggota wajib menjaga kerahasiaan kliennya dan/atau pemberi kerjanya. Hak dan tanggungjawab untuk memelihara kerahasiaan adalah tanpa batas

b. Waktu terhadap informasi dimana Konsultan Pajak diberi kepercayaan oleh kliennya sebagai konsekuensi selama atau setelah melaksanakan penugasan. Ketentuan merahasiakan ini juga berlaku terhadap karyawan yang terlibat dalam penugasan bersangkutan.

c. Informasi yang diperoleh anggota selama bekerja tidak dibenarkan untuk disebarluaskan dalam bentuk apapun di luar lingkup penugasannya tanpa ijin khusus dari kliennya dan/atau pemberi kerjanya kecuali diwajibkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau atas perintah pengadilan atau oleh peraturan profesional untuk mengungkapkan keterangan. Setiap anggota yang karena ketentuan dimaksud, berkewajiban mengungkapkan keterangan dimaksud, perlu mendapatkan ijin dari klien, atau mencari nasehat hukum jika dibutuhkan sebelum mengungkapkan keterangan.

(10)

d. Informasi rahasia yang diperoleh dalam suatu penugasan dilarang digunakan untuk keuntungan pribadi, termasuk anggota keluarga, atau orang lain yang tinggal bersamanya.

4. Objektivitas dan Kemandirian.

Setiap anggota harus benar-benar objektif dalam seluruh penugasan yang dilakukannya. Konsultan Pajak harus selalu memiliki moral, intelektual dan mandiri secara ekonomi. Hal ini berlaku baik saat mewakili klien atau saat menyelesaikan konflik antara Konsultan Pajak, klien, otoritas pajak dan pihak lain yang berkepentingan. Bila terdapat suatu keadaan dimana kemandirian dan objektifitas diragukan dalam konflik, akan diselesaikan sesuai dengan Panduan. 5. Integritas.

a. Setiap anggota harus jujur dan dapat dipercaya dalam segala tindakan profesionalnya. Khususnya, setiap anggota tidak boleh licik/menyiasati, ceroboh dalam memberikan informasi, membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, maupun ceroboh dalam menyajikan informasi yang relevan.

b. Setiap anggota tidak diperkenankan menerima pemberian berbentuk uang, dan atau bentuk lain yang tidak berkaitan dengan aktifitas profesionalnya untuk kepentingan pribadi.

c. Setiap anggota tidak diperkenankan membantu memberikan petunjuk yang patut diduga merupakan tindak pidana pencucian uang.

(11)

d. Setiap anggota harus mengundurkan diri dari penugasan yang diberikan oleh klien bilamana ia berpendapat bahwa instruksi klien tersebut dapat atau dapat diduga menimbulkan resiko terjadinya suatu tindak pidana. 6. Sopan Santun.

Setiap anggota dalam melaksanakan kegiatan profesionalnya harus berperilaku sopan dan santun sesuai norma yang berlaku dalam berinteraksi dengan semua pihak yang dihadapinya.

Menurut Puspita Wulandari, Sekjen Komwas Perpajakan,” Profesi ideal

konsultan pajak harus memiliki independensi, profesionalisme, dan integritas dalam menjalankan bisnis industrinya”. Konsultan pajak memiliki fungsi tax

consulting, tax settlement, tax mediation, attorney at tax law, dan agent of tax awareness. Oleh karena itu peran konsultan pajak sangat penting dan

dibutuhkan bagi negara untuk ikut serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

(Konsultan Pajak Harus Berkontribusi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Jumat, 13 September 2013)

2.1.3 Definisi Etika

Dalam Pasal 1 Kode Etik IKPI menyebutkan bahwa, Kode Etik IKPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir, bersikap dan bertindak bagi setiap anggota IKPI. Gibson and Mitchel (1995): suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan dalam standar prilaku anggotanya. Nilai

(12)

profesional tadi ditandai adanya sifat altruistis artinya lebih mementingkan kesejahteraan orang lain dan berorientasi pada pelayanan umum dengan prima. Kode etik dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik itu sekaligus dijadikan pedoman tidak hanya bagi anggota profesi tetapi juga dijadikan pedoman bagi masyarakat untuk menjaga bias/kesewenangan penggunaan kode etik

Kode etik merupakan aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika rasional umum common sense dinilai menyimpang dari kode etik (Adams ; 2007)

Etika berasal dari kata Yunani yaitu Ethos, yang berarti adar istiadat atau kebiasaan. Pengertian dari etika ini berkaitan dengan adat istiadat dan kebiasaan yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Etika mengacu pada sistem atau kode perilaku kewajiban moral yang menunjukan bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat (Messier, Glover, Prawit, 2005).

Etika menurut Ludigdo (2007) :

“ Pemikiran dan pertimbangan moral yang memberikan dasar bagi

(13)

Dan menurut Bertens (2013) :

“Nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok yang mengatur tingkah laku.”.

Dalam Bertens (2013) disebutkan 2 paham mengenai etika, sikap / penilaian terhadap etika dan tanggung jawab social harus dipandang baik secara :

1. Deontologis (sikap terhadap etika dengan nilai apakah etik atau tidak jika bertindak sesuai kewajiban / prinsip / legalitas saja tanpa melihat konsekuensi yang timbul dari tindakan tersebut ) seperti dalam kasus perpajakan, pada konsultan pajak yang berfikir bahwa meminimalissasi pajak/ melakukan pernghindaran pajak dengan memanfaatkan celah hokum dianggap baik / etis karena legal / tidak melanggar undang- undang perpsjakan walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan makna yang ada dalam kode etik yang mengakibatkan tidak maksumailnya pendatan pajak pemerintah.

2. Teleologis (sikap terhadap etika dengan menilai suatu tindakan etis atau tidak etis dengan bertujuan /akibat / konsekuensi yang tindakan tersebut tanpa mementingkan cara menggapi tujuan tersebut ).

2.1.3.1 Prinsip Etika

Prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis sebenarnya tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Prinsip-prinsip itu sangat erat kaitannya dengan

(14)

system nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Keraf, yang dikutip oleh Victorinus Paskiwinata (2011) adalah :

1. Prinsip Otonomi

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilaksanakan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajiban dalam dunia bisnis. Orang yang otonom adalah bukan orang yang sekedar mengikuti begitu saja norma dan nilai moral yang ada, melainkan orang yang melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik.

2. Prinsip Kejujuran

Prinsip kejujuran terkait erat dengan kepercayaan. Kepercayaan adalah asset yang sangat berharga bagi kegiatan bisnis. Kepercayaan yang dibangun diatas dasar prinsip kejujuran merupakan modal dasar bagi kelangsungan dan keberhasilan bisnis yang berhasil dan tahan lama.

3. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dapat diperlakukan secara sama sesuai dengan kriteria yang raisonal, obyektif, dan dapat dipertanggung jawabkan. Prinsip keadilan juga menuntut agar setiap orang dalam kegiatan

(15)

bisnis entah dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing.

4. Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip saling menguntungkan ini menuntut agar bisnis dijalankansedemikian rupa sehingga tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

5. Prinsip Integritas Moral

Prinsip integritas dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya.

Integritas adalah tindakan konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan hal ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Contoh dari tindakan yang berintegritas adalah mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain.

Lawrence Kohlberg (1963) dalam Bertens (2-13) menjelaskan teori perkembangan moral ( cognitive development theory) mencangkup penalaran remaja dan orang dewasa. Teori ini berpandangan bahwa perkembangan moral merupakan

(16)

dasar dari perilaku etis. Perkembangan moral tidak terjadi karena bawaan tapi merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungan sosailnya.

2.1.3.2 Kode Etika

Isi dari Kode Etik IKPI mengenai hubungan dengan wajib pajak yaitu :

Kode etik IKPI pasal 7, Konsultan Pajak Indonesia wajib :

1. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan : a. Dengan memelihara kepercayaan masyarakat

b. Bersikap jujur dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa c. Dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang

jujur, tetapi tidak boleh menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip; d. Mampu melihat mana yang benar, adil dan mengikuti prinsip obyektifitas dan

kehati-hatian. 2. Bersikap professional :

a. Senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa yang dilakukan;

b. Senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah;

c. Melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-hatian, dan mempunyai kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.

(17)

3. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak :

a. Harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama menjalankan jasanya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak Kode Etik IKPI atau kewajiban legal profesional yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk mengungkapkannya.

b. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf atau karyawan maupun pihak lain dalam pengawasannya dan pihak lain yang diminta nasehat dan bantuannya tetap menghormati dan menjaga prinsip kerahasiaan.

Dalam Pasal 8 Kode Etik IKPI , Konsultan Pajak Indonesia dilarang :

1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan;

2. Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan;

3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain;

4. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Menerima permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.

(18)

2.2 Kerangka Pemikiran

Dari latar belakang diatas, dapat ditarik suatu pemikiran bagaimana kebutuhan konsultan pajak dalam membantu memperhitungkan pajak yang harus dibayarkan serta bagaimana perilaku dapat menjadi sebuah acuan . Keterkaitan perilaku manusia ini tidak akan terlepas dari unsur etika yang ada dalam dirinya sehingga dengan keahlian yang dimilikinya pasti terdapat etika yang mendasarinya (Ernawan, 2007).

Menurut Doyle, Hughes, dan Summers (2012) menyatakan bahwa konsultan pajak sering dihadapkan pada isu yang membutuhkan sebuah pengambilan keputusan etis. Jones (1991) mendefinisikan pengambilan keputusan etis sebagai pengambilan keputusan yang konsisten dengan hukum dan norma moral dari masyarakat. Sedangkan Hunt dan Vitell (1986) sebagaimana dikutip oleh Barnet dan Valentine (2004) mendefinisikan pengambilan keputusan etis sebagai pengambilan keputusan dengan pemahaman mengenai sebuah tindakan benar secara moral atau tidak. Hal senada disampaikan oleh Lawrence Konhberg (1927-1987), yang menyatakan bahwa etika dekat dengan moral. Lawrence menyatakan bahwa pendidikan moral merupakan integrasi sebagai ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi budaya, filsafat, ilmu pendidikan, bahkan ilmu politik. Hal-hal itu yang dijadikan dasar membangun sebuah etika.

Jadi kode etik ini akan berkaitan dengan etika sesorang dimana jika hal ini tidak bisa terjadi maka banyak orang akan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai sebuah tujuan tanpa adanya kepedulian terhadap dampak yang akan terjadi nantinya.

(19)

Kode etik ini dapat disimpulkan bahwa akan menjadi suatu pegangan dalam menentukan tindakan yang dilakukan oleh konsultan pajak itu sendiri dimana keputusan tersebut akan memunculkan sebuah keputusan yang etis pada akhirnya yang akan berhubungan dengan klien.

Karena akan berhubungan dengan klien pun diatur pada kode etik yang hubungan dengan klien :

Pasal 7 Konsultan Pajak Indonesia wajib :

1. Menjaga sifat profesional dan kerahasiaan dalam hubungan profesi dengan klien.

2. Menolak permintaan klien untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan.

Pasal 8

Konsultan Pajak Indonesia tidak diperkenankan :

1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan kliennya mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.

2. Memberikan jaminan kepada kliennya bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan instansi perpajakan pasti akan berhasil.

(20)

3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan klien mempercayakan kepentingan perpajakan kepada konsultan pajak yang lain.

4. Melakukan atau menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang diketahui atau patut diketahui merupakan tindak pidana perpajakan.

(21)

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

Dari kerangka pemikiran pada gambar 2.1 maka hipotesis yang diajukan adalah : Kode Etik memiliki hubungan yang positif terhadap Etika konsultan pajak

Maka diharapakan kode Etik dan prinsip Etika ini mampu memberikan jasanya dengan baik tanpa melanggar Kode

Etik / peraturan perundang undangan / peraturan perpajakan itu sendiri demi memperkaya individu ataupun

pihak lain

Prinsip Etika dan Kode Etik bagi konsultan pajak Dalam memberikan jasanya, konsultan pajak dan staff / anggotanya didasari oleh peraturan perpajakan dan standar

profesionalisme konsultan pajak

Wajib pajak menggunakan jasa konsultan pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dalam

menggunakan jasa konsultan pajak, wajib pajak ingin meminimalisasi pembayaran pajaknya dengan melalukan

(22)

2.3 Hipotesis

Dalam Sugiyono (2012) mengungkapkan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan pmasalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian terlah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaa. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Gambar 2.2 Kerangka Hipotesis

Hubungan antara pemahaman kode etik dan etika konsultan pajak Maka memunculkan hipotesis sebagai berikut :

H0 : kode etik tidak berpengaruh terhadap etika konsultan pajak

Ha : kode etik berpengaruh terhadap etika konsultan pajak

Pemahaman Kode Etik ( X )

Etika Konsultan Pajak (Y)

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum- hukum, rumus,

mengkaji perubahan sosial ekonomi petani jeruk di desa

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bandar Lampung, yang merupakan salah satu institusi pendidikan yang tentunya memiliki tujuan yang tidak berbeda dengan

Kepala Desa Teluk Endin Fahrudin pun mengucapkan banyak terimakasih kepada UJP Banten 2 Labuan yang telah membantu dalam perbaikan perahu nelayan pasca banjir ini, semoga

Semakin jauh jarak pelanggan dari sentral, maka akan semakin kecil nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa jarak berbanding

(Raise The Red Lantern, 01:01:04-01:01:18) Dari tindakan Yan'er di atas dapat terlihat bahwa Yan'er tidak menyukai kehadiran Song Lian sebagai istri baru Chen Zuoqian dengan