• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANGGARAN RUMAH TANGGA KORP INSPEKTUR TAMBANG INDONESIA (ART-KITA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANGGARAN RUMAH TANGGA KORP INSPEKTUR TAMBANG INDONESIA (ART-KITA)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Hal 1 dari 19

ANGGARAN RUMAH TANGGA KORP INSPEKTUR TAMBANG

INDONESIA

(ART-KITA)

BAB I

KEANGGOTAAN, HAK dan KEWAJIBAN Pasal 1

Jenis Keanggotaan

Anggota Korps Inspektur Tambang Indonesia (KITA) terdiri dari:

(1) Anggota biasa, yaitu pejabat fungsional Inspektur Tambang (IT) yang masih

aktif dalam pelaksanaan tugas keinspekturan, terdiri dari: a. Inspektur Tambang Pertama.

b. Inspektur Tambang Muda. c. Inspektur Tambang Madya. d. Inspektur Tambang Utama.

(2) Anggota luar biasa, yaitu

a. IT yang dibebas tugaskan sementara b. IT yang purna tugas/bakti

(3) Anggota Kehormatan, seseorang yang berjasa kepada organisasi KITA dan dipilih secara selektif serta ditetapkan oleh Rapat Pleno DPP.

Pasal 2

Tatacara Menjadi Anggota KITA

(1) Anggota KITA sebagaimana tersebut pada pasal 1 ayat (1) huruf a,b,c, dan d menganut Stelsel Pasif.

(2) Anggota KITA sebagaimana tersebut pada pasal 1 ayat (2) menganut Stelsel aktif.

(3) Stelsel Pasif sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang bersangkutan menjadi anggota KITA sacara langsung sejak diangkat sebagai Pejabat Fungsional IT yang berkedudukan di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

(4) Stelsel Aktif sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah yang bersangkutan menjadi anggota KITA dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus masing-masing tingkatan.

(5) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 4 (empat) tersebut diatas dilampiri dengan:

a. Surat Keputusan Pemberhentian Sementara sebagai Inspektur Tambang; b. Surat Keputusan Pensiun

(2)

Hal 2 dari 19 Pasal 3

Kewajiban Anggota Setiap anggota berkewajiban :

a. Menghayati dan mengamalkan nilai-nilai serta prinsip organisasi;

b. Menjunjung tinggi nama baik, harkat, martabat dan kehormatan Inspektur Tambang;

c. Memegang teguh AD/ART dan mentaati semua ketentuan kode etik Inspektur Tambang;

d. Mentaati seluruh keputusan-keputusan Musyawarah Nasional;

e. Mentaati dan melaksanakan segala ketentuan dan peraturan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Inspektur Tambang;

f. Mengusahakan, memelihara dan mengembangkan hubungan kerjasama dengan sesama anggota dan pihak lain dalam pelaksanaan tujuan dan fungsi Inspektur Tambang.

g. Membantu pimpinan dan melaksanakan tugas organisasi;

h. Mengamankan dan memperjuangkan seluruh konsepsi organisasi;

i. Menentang setiap usaha dan tindakan yang merugikan kepentingan organisasi; j. Menghadiri musyawarah dan rapat-rapat organisasi;

k. Membayar iuran.

Pasal 4 Hak Anggota

(1) Memperoleh pembinaan untuk meningkatkan kapasitas, profesionalme, kompetensi, dan kesejahteraan serta perlakuan yang sama dalam menjalankan profesi sebagai Inspektur Tambang;

(2) Memperoleh perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan tugas secara profesional sepanjang tidak bertentangan atau melanggar ketentuan dan peraturan/perundangan yang berlaku;

(3) Mengikuti kegiatan organisasi sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya; (4) Mengemukakan pendapat secara lisan dan tertulis serta usul-usul dan

saran-saran untuk perbaikan dan kemajuan organisasi; (5) Berbicara dan bersuara dalam forum organisasi;

(6) Memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi dan perangkat lainnya; (7) Membela diri pada forum rapat organisasi dan majelis etik;

(8) Mendapat informasi tentang perkembangan organisasi;

(9) Mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) Korps Inspektur Tambang Indonesia (KITA), beserta atribut organisasi lainnya;

(3)

Hal 3 dari 19 Pasal 5

Pencatatan Anggota

(1) Setiap anggota mempunyai nomor registrasi tunggal dan bersifat nasional. (2) Nomor registrasi dicantumkan dalam Kartu Tanda Anggota (KTA) KITA; (3) Pemberian Kode Register sebagai berikut :

a. Penomoran Anggota, Kode pusat (A), Provinsi (B), Kabupaten/Kota (C): Nomor Urut Provinsi dua digit; Nomor Kabupaten/Kota dalam provinsi dua digit; Nomor Urut Inspektur Tambang tiga digit, menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan;

b. Contoh Penomoran IT Pusat : A.00.00.001.

c. Contoh Penomoran IT Provinsi; Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD): B.11.00.001.

d. Contoh Penomoran IT Kabupaten/Kota; Provinsi Jambi Kabupaten Kerinci; C.15.01.001.

(4) KTA Biasa berwarna kuning emas dan KTA luar biasa serta KTA anggota kehormatan berwarna perak.

(5) Untuk mendapatkan KTA, setiap anggota KITA stelsel pasif menyampaikan data kepada Pengurus DPP KITA, sebagai berikut :

a. Fotocopy SK. pangkat terakhir yang sudah dilegalisir.

b. Fotocopy ijazah terakhir yang berhubungan dengan pertambangan yang sudah dilegalisir;

c. Fotocopy sertifikat telah lulus diklat Inspektur Tambang yang dilegalisir; d. Fotocopy SK. Pengangkatan sebagai pejabat fungsional Inspektur

Tambang yang mempunyai nilai angka yang telah ditetapkan dari pejabat yang berwenang dan dilegalisir.

(6) Untuk mendapatkan KTA, setiap anggota KITA stelsel aktif menyampaikan data kepada Pengurus DPP KITA, sebagai berikut :

a. Fotocopy SK Pensiun dan atau

b. Fotocopy SK Pembebasan Sementara

BAB IV

Susunan, Kewenangan dan Tanggung Jawab Unsur-unsur Kepengurusan Pasal 6

Dewan Pimpinan Pusat, Majelis Etik, dan Dewan Pimpinan Daerah (1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KITA terdiri dari :

a. Ketua Umum b. Wakil Ketua Umum c. Sekretaris Jenderal d. Wakil Sekretaris Jenderal e. Bendahara Umum

(4)

Hal 4 dari 19 g. Bidang Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Teknik

Ke-Inspekturan;

h. Bidang Hubungan Masyarakat, Publikasi, dan Dokumentasi. (2) Sekretariat Majelis Etik terdiri dari :

a. Kepala Sekretariat b. Wakil Kepala c. Anggota.

(3) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) KITA terdiri dari : a. Ketua;

b. Wakil Ketua; c. Sekretaris; d. Wakil Sekretaris; e. Bendahara;

f. Seksi Organisasi, Kaderisasi dan Registrasi Anggota;

g. Seksi Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Teknik Ke-Inspekturan;

h. Seksi Hubungan Masyarakat, Publikasi, dan Dokumentasi

(4) Personalia DPP KITA sebagaimana ayat (1) dan Personalia DPD KITA sebagaimana ayat (2) disesuaikan dengan kebutuhan organisasi berdasarkan pertimbangan yang dimusyawarahkan dalam Rapat Pleno DPP.

(5) Pembagian tugas dan wewenang masing–masing pengurus disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan diatur dalam peraturan organisasi.

Pasal 7 Dewan Pelindung

(1) Dewan Pelindung KITA terdiri dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Wakil Menteri ESDM dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. (2) Dewan Pelindung mempunyai kewajiban melindungi keberadaan organisasi.

Pasal 8 Dewan Pembina

(1) Susunan Dewan Pembina terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota;

(2) Kepala Inspektur Tambang/Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba secara ex-officio adalah Ketua Dewan Pembina KITA;

(3) Anggota Dewan Pembina adalah Inspektur Tambang senior yang berhenti sementara karena menempati jabatan struktural di lingkungan Direktorat Teknik dan Lingkungan Minerba.

(5)

Hal 5 dari 19 Pasal 9

Dewan Penasehat Pusat dan Dewan Penasehat Daerah

Dewan Penasehat (Wanpen) KITA terdiri dari Wanpen Pusat dan Wanpen Daerah (1) Susunan Dewan Penasehat terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota;

(2) Dewan Penasehat terdiri dari pensiunan Inspektur Tambang yang mempunyai kemampuan (kapabilitas) dan bersedia untuk menjadi Dewan Penasehat KITA; (3) Anggota Dewan Penasehat Daerah dapat ditambah dari IT yang diberhentikan

sementara karena menduduki jabatan struktural di SKPD yang membidangi pertambangan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.

(4) Ketua Dewan Penasehat Daerah secara ex-officio dijabat oleh Kepala Dinas ESDM Provinsi/ Kepala Inspektur Tambang Provinsi.

Pasal 10

Wewenang Majelis Etik

(1) Majelis Etik mempunyai wewenang untuk menilai, memberikan pendapat, serta memberikan sanksi bagi pimpinan, pengurus dan anggota KITA yang melanggar kode etik dan atau hal–hal yang berhubungan dengan etika IT dan KITA

(2) Majelis Etik mempunyai wewenang untuk memberikan pendapat, saran dan pertimbangan atas pengaduan anggota terhadap pelanggaran etika Inspektur Tambang oleh Kepala SKPD ex-officio Kepala Inspektur Tambang.

Pasal 11

Wewenang Dewan Pembina (1) Dewan Pembina mempunyai wewenang untuk:

a. membekukan sementara kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat apabila melakukan pelanggaran AD/ART KITA;

b. membekukan sementara kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah atas usul Dewan Pempinan Pusat setelah mendengarkan pendapat Dewan Penasehat Daerah, apabila Dewan Pimpinan Daerah melakukan pelanggaran AD/ART KITA;

(2) Apabila wewenang Dewan Pembina seperti dimaksud oleh ayat (1) dipergunakan maka dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada Musyawarah Nasional.

(3) Keputusan-keputusan atau saran-saran Dewan Pembina diambil dalam suatu rapat/musyawarah dari anggota-anggota Dewan Pembina yang bersangkutan sehingga mencerminkan ciri kolektifitas dari dewan ini.

(6)

Hal 6 dari 19 Pasal 12

Wewenang Dewan Penasehat Pusat

(1) Dewan Penasehat Pusat berwenang memberikan usulan-usulan dan saran-saran kepada DPP baik diminta atau tidak diminta;

(2) Dewan Penasehat wajib menyampaikan pandangan-pandangannya dalam rapat pimpinan nasional dan rapat kerja nasional.

(3) Saran-saran dan usulan yang disampaikan dapat diambil dalam suatu rapat/musyawarah dari anggota-anggota Dewan Penasehat yang bersangkutan sehingga mencerminkan ciri kolektifitas dewan ini.

Pasal 13

Wewenang Dewan Penasehat Daerah

(1) Dewan Penasehat Daerah berwenang memberikan saran-saran dan usulan kepada DPD baik diminta atau tidak diminta;

(2) Dewan Penasehat Daerah wajib menyampaikan pandangan-pandangannya dalam rapat pimpinan daerah dan rapat kerja daerah.

(3) Dewan Penasehat Daerah mempunyai wewenang untuk mengusulkan pembekuan sementara kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah apabila melakukan pelanggaran AD/ART KITA kepada Dewan Pimpinan Pusat untuk disampaikan kepada Dewan Pembina.

(4) Atas mandat DPP mengundang diselenggarakan Musyawarah Daerah Luar Biasa.

Pasal 14

Dalam menjalankan kebijakan Korps Inspektur Tambang Indonesia (KITA), secara operasional bidang di tingkat pusat dapat berhubungan dengan seksi di tingkat provinsi secara timbal balik.

(7)

Hal 7 dari 19 BAB V

Persyaratan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Pengurus Pasal 15

Persyaratan Menjadi Pimpinan

(1) Syarat-syarat menjadi Pimpinan Korps Inspektur Tambang Indonesia adalah: a. Inspektur Tambang aktif yang dibuktikan dengan KTA KITA.

b. Sumpah setia pada Pancasila dan UUD 1945;

c. Mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. Telah terbukti memiliki kepribadian yang baik, tingkat disiplin yang tinggi, berprestasi, dan tidak tercela;

e. Memiliki integritas, kapasitas, dan daya akseptabilitas;

f. Rela bekerja secara aktif untuk Korps Inspektur Tambang Indonesia; g. Mampu bekerja sama secara tim.

(2) Syarat-syarat lain diatur dalam sebuah peraturan organisasi. Pasal 16

Tata cara pemilihan pengurus

(1) Pengurus DPP ditetapkan oleh formatur yang dibentuk untuk itu dari Inspektur Tambang;

(2) Ketua formatur adalah Ketua Umum terpilih dari Inspektur Tambang Pusat; (3) Anggota formatur 7 (tujuh) orang dimana Ketua merangkap anggota, Ketua

Dewan Pembina/Kepala Inspektur Tambang, Ketua Umum KITA demisioner/ Anggota Pengurus Demisioner, 2 (dua) orang Inspektur Tambang Pusat dan 2 (dua) orang Inspektur Tambang Daerah;

(4) Formatur dibentuk dalam musyawarah nasional dan atau musyawarah nasional luar biasa.

(5) Formatur harus bersidang membentuk Kepengurusan paling lambat 7 (tujuh) hari sesudah musyawarah nasional;

(6) Kepala Inspektur Tambang selaku ketua Dewan Pembina sudah harus melantik kepengurusan terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari sesudah musyawarah nasional dan atau musyawarah nasional luar biasa;

Pasal 17

(1) Pengurus DPD ditetapkan oleh formatur yang dibentuk untuk itu, terdiri dari Inspektur Tambang Provinsi dan Kabupaten Kota serta utusan DPP;

(8)

Hal 8 dari 19 (3) Anggota formatur 7 (tujuh) orang dimana Ketua merangkap anggota, Ketua Dewan Penasehat Daerah/Kepala Inspektur Tambang Provinsi, Ketua DPD KITA demisioner/ Anggota Pengurus DPD Demisioner, 1 (satu) orang utusan DPP KITA, 1 (satu) orang Inspektur Tambang Provinsi dan 2 (dua) orang Inspektur Tambang Kabupaten/Kota;

(4) Formatur dibentuk dalam musyawarah daerah dan/atau musyawarah daerah luar biasa.

(5) Formatur harus bersidang membentuk Kepengurusan paling lambat 7 (tujuh) hari sesudah musyawarah daerah;

(6) Hasil sidang Formatur disampaikan ke DPP melalui utusan DPP yang menjadi anggota formatur.

(7) DPP selanjutnya menerbitkan Keputusan DPP tentang Penetapan Pengurus DPD.

(8) Ketua Umum KITA sudah harus melantik kepengurusan terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari sesudah musyawarah daerah dan atau musyawarah daerah luar biasa;

(9) Dalam hal Ketua Umum berhalangan dapat memberikan mandat secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal dan atau Ketua Dewan Penasehat Daerah untuk dapat melakukan pelantikan pengurus DPD terpilih seperti maksud ayat (8).

Pasal 18

Sumpah Jabatan Pengurus KITA Demi Allah, saya bersumpah :

Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Korps Inspektur Tambang Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Kode Etik Inspektur Tambang dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah.

Bahwa saya akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas sebagai Inspektur Tambang di wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat anggota Korps Inspektur Tambang Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan.

Bahwa saya akan memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Bahwa saya akan bekerja dengan jujur,

(9)

Hal 9 dari 19 tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 19

Pemberhentian Pengurus Pengurus KITA dapat berhenti dan/atau diberhentikan karena : a. Meninggal dunia;

b. Mengundurkan diri;

c. Berhenti sementara dari jabatan fungsional Inspektur Tambang; d. Diberhentikan tidak dengan hormat dari pengawai negeri sipil; e. Diberhentikan dari jabatan Inspektur Tambang;

f. Diberhentikan tidak dengan hormat karena terbukti melanggar kode etik yang diputuskan Majelis Etik;

Pasal 20

Pengantian Pengurus Antar Waktu

(1) Pergantian Ketua Umum dan Ketua DPD dilaksanakan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Musyawarah Daerah Luar Biasa.

(2) Dalam hal Ketua Umum berhalangan tetap maka kepengurusan di pimpin oleh Pejabat Ketua Umum yang di rangkap oleh Wakil Ketua Umum dan atau Sekretaris Jenderal yang di tetapkan dalam rapat pleno DPP.

(3) Dalam hal Ketua DPD berhalangan tetap maka kepengurusan DPD di pimpin oleh Pejabat Ketua yang di rangkap oleh Wakil Ketua dan atau Sekretaris yang di tetapkan dalam rapat pleno DPD kemudian disampaikan kepada DPP untuk mendapat pengesahan.

(4) Saat dilantik menjadi Pejabat Ketua Umum dan atau Pejabat Ketua DPD mempunyai waktu lebih dari satu tahun sebelum berakhir masa kepengurusan maka Pejabat Ketua Umum dan atau Ketua DPD menyiapkan Musyawarah Nasional Luar Biasa dan atau Musyawarah Daerah Luar Biasa.

(5) Penggantian Pengurus DPP selain Ketua Umum di tetapkan dalam rapat pleno DPP;

(6) Penggantian pengurus DPD selain Ketua di rumuskan dalam rapat pleno DPD dan kemudian di sampaikan kepada DPP untuk mendapatkan penetapan.

(10)

Hal 10 dari 19 Pasal 21

Disiplin Anggota dan Pengurus

(1) Setiap Inspektur Tambang dan/atau anggota dan pengurus Korp Inspektur Tambang Indonesia (KITA) harus melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sepenuhnya yang diberikan oleh Instansi dan Organisasi;

(2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Inspektur Tambang wajib: a. Menjunjung tinggi profesionalisme, integritas, dan independensi;

b. Menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas Inspektur Tambang.

c. Bersikap tegas dalam menerapkan aturan dan keputusan. d. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan. e. Menghindari perbuatan di luar kewenangan dan tugasnya.

f. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara secara efektif dan efisien.

g. Mempertimbangkan informasi, pandangan, dan tanggapan dari pihak yang diinspeksi dalam menyusun laporan pemeriksaan teknis/inspeksi.

h. Mengutamakan keselamatan dan kesehatan serta perlindungan lingkungan dalam melaksanakan pemeriksaan teknis/inspeksi dengan:

1. Memperingatkan pekerja dan pihak manajemen apabila terdapat keadaan yang membahayakan keselamatan orang, peralatan, dan/atau instalasi. 2. Tidak membantu atau bekerja sama dalam hal pelanggaran hukum oleh

personal maupun perusahaan.

3. Melaporkan apabila terdapat dugaan pelanggaran peraturan dan bekerja sama dengan yang berwenang untuk memberikan informasi dan pertolongan yang diperlukan.

i. Melaksanakan pemeriksaan dan/atau inspeksi yang sesuai dengan kualifikasi berdasarkan pendidikan dan pengalaman.

j. Menyampaikan pernyataan publik secara objektif dan terpercaya apabila diperlukan.

k. Meningkatkan pengetahuan dan keahlian untuk kelancaran pelaksanaan tugas.

l. Menjaga kehormatan dan martabat Inspektur Tambang, bertanggung jawab, beretika baik dan patuh hukum.

m. Mempunyai komitmen tinggi untuk bekerja sesuai dengan standar dan kaidah keteknikan yang benar.

n. Memberikan penilaian yang independen dan tidak bias saat melakukan pemeriksaan teknis/inspeksi.

(11)

Hal 11 dari 19 p. Menunjukkan konsistensi dan kompetensi, menerapkan pengetahuan teknis

dan keterampilan dalam menjalankan pemeriksaan teknis/inspeksi lapangan. q. Menghormati hak dan menghargai konstribusi profesional sesama Inspektur

Tambang.

r. Melaporkan adanya pelanggaran atau dugaan adanya pelanggaran kode etik ini oleh Inspektur Tambang kepada Majelis Etik melalui Sekretariat Majelis Etik.

(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Inspektur Tambang dilarang: a. Membantu atau bekerja sama pada praktek pelanggaran hukum oleh

perorangan maupun perusahaan.

b. Merangkap jabatan pada perusahaan swasta nasional atau asing.

c. Menunjukkan kedekatan dengan pihak lain yang mempunyai benturan kepentingan.

d. Tunduk pada intimidasi dan tekanan orang lain.

e. Mengungkapkan informasi hasil inspeksi, laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak terkait dengan pelaksanaan inspeksi, kecuali untuk kepentingan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atas ijin Kepala Inspektur Tambang.

f. Dipengaruhi oleh prasangka, interpretasi atau kepentingan tertentu, baik kepentingan pribadi maupun pihak lain yang berkepentingan dengan hasil inspeksi.

g. Menyelesaikan, menandatangani, atau menyetujui hasil pemeriksaan teknis/inspeksi yang tidak sesuai dengan standar dan peraturan-perundangan yang berlaku.

h. Melakukan kegiatan yang melibatkan penipuan atau mengabaikan hak orang lain.

i. Melakukan manipulasi data tentang kualifikasi, pengalaman/kinerja atau mengizinkan orang lain atau perusahaan menyalahgunakan kualifikasinya. j. Melakukan diskriminasi dalam kegiatan pemeriksaaan teknis/inspeksi atas

dasar ras, umur, jenis kelamin, agama, asal negara, atau cacat.

k. Mengutamakan kepentingan sendiri dengan mengorbankan martabat dan integritas profesi Inspektur Tambang.

l. Melakukan kerjasama bisnis dengan siapapun (perorangan maupun perusahaan) yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Inspektur Tambang.

Pasal 22 Sanksi Organisasi

(1) Pelanggaran terhadap disiplin organisasi dan kode etik Inspektur Tambang, maka sanksi yang diberikan oleh organisasi adalah teguran tertulis;

(12)

Hal 12 dari 19 (2) Merekomendasikan kepada Kepala Inspektur Tambang untuk melarang

melakukan inspeksi untuk jangka waktu tertentu; atau

(3) Pemberhentian dari jabatan fungsional Inspektur Tambang dan pemecatan dari keanggotaan Korp Inspektur Tambang Indonesia (KITA).

BAB II

Penegakkan Kode Etik Pasal 23

(1) Setiap Inspektur Tambang wajib tunduk dan mematuhi kode etik Inspektur Tambang.

(2) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik Inspektur Tambang ini dilakukan oleh Majelis Kode Etik.

BAB III

Kehilangan dan Pemberhentian dari Keanggotaan Pasal 24

(1) Seseorang berhenti dari keanggotaan biasa KITA disebabkan karena : a. Meninggal dunia;

b. Pensiun dari Pengawai Negeri Sipil;

c. Diberhentikan dan atau meminta berhenti dari Pengawai Negeri Sipil; d. Berhenti sementara dari Pejabat Fungsional Inspektur Tambang; e. Diberhentikan/pemecatan;

(2) Seseorang berhenti dari keanggotaan luar biasa KITA disebabkan karena : a. Meninggal dunia;

b. Meminta berhenti dari keanggotaan KITA; c. Diberhentikan/pemecatan;

Pasal 24

Diberhentikan dan/atau Meminta Berhenti dari Pengawai Negeri Sipil (1) Pejabat Fungsional Inspektur Tambang melanggar peraturan perundang –

undangan mengenai Pengawai Negeri Sipil setelah melalui proses sesuai prosedur tetap yang berlaku di berhentikan dari Pengawai Negeri Sipil, secara otomatis juga berhenti dari Inspektur Tambang.

(2) Yang bersangkutan meminta berhenti dari Pengawai Negeri Sipil atas permintaan sendiri.

(13)

Hal 13 dari 19 Pasal 25

Berhenti sementara dari Pejabat Fungsional Inspektur Tambang (1) Inspektur Tambang mendapat tugas lain dalam jabatan struktural;

(2) Inspektur Tambang dengan alasan tertentu di mutasi keluar dari Direktorat Teknik dan Lingkungan dan/atau dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi dan Kabupaten/Kota atau sebutan lain terhadap SKPD yang membidangi pertambangan mineral dan batubara pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota;

(3) Inspektur Tambang diberhentikan sementara dari jabatan fungsional Inspektur Tambang karena tidak memenuhi angka kredit minimal.

(4) Atas kesadaran sendiri meminta berhenti dari jabatan fungsional Inspektur Tambang;

Pasal 26

Diberhentikan/pemecatan

(1) Diberhentikan sebagai Pengawai Negeri Sipil oleh pejabat yang berwenang sesuai prosedur yang berlaku;

(2) Dikenakan Sanksi berhenti sebagai pejabat fungsional Inspektur Tambang setelah disidangkan oleh Majelis Etik.

BAB VI

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT Pasal 27

Musyawarah Nasional (1) Musyawarah Nasional dihadiri oleh peserta yang terdiri:

a. Peserta utusan:

1. Ketua Dewan Pembina 2. Pengurus DPP

3. Dewan Pimpinan Daerah 4. Inspektur Tambang Pusat b. Peserta peninjau:

1. Anggota Dewan Pembina

2. Dewan Penasehat Pusat dan Dewan Penasehat Daerah

(2) Peserta utusan adalah peserta yang mendapatkan mandat sebagai peserta utusan dan mempunyai :

(14)

Hal 14 dari 19 a. Hak bicara dan hak suara

b. Hak memilih dan dipilih sebagai pengurus.

(3) Peserta peninjau adalah peserta yang mendapatkan mandat sebagai peserta peninjau yang mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara;

Pasal 28

Musyawarah Daerah

(1) Musyawarah Daerah dihadiri oleh peserta yang terdiri: a. Peserta utusan:

1. Utusan Dewan Pimpinan Pusat 2. Ketua Dewan Penasehat Daerah 3. Pengurus DPD

4. Inspektur Tambang Provinsi dan Kabupaten b. Peserta peninjau:

1. Anggota Dewan Penasehat Daerah 2. Dewan Penasehat Pusat

3. Kepala Inspektur Tambang Kabupaten/Kota

(2) Peserta utusan adalah peserta yang mendapatkan mandat sebagai peserta utusan dan mempunyai :

a. Hak bicara dan hak suara

b. Hak memilih dan dipilih sebagai pengurus.

(3) Peserta peninjau adalah peserta yang mendapatkan mandat sebagai peserta peninjau yang mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara;

Pasal 29

Musyawarah Nasional Luar Biasa

(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) KITA dapat diselenggarakan sewaktu-waktu.

(2) Munaslub diselenggarakan dalam hal:

a. Pemilihan Ketua Umum DPP karena Ketua Umum terpilih berhalangan tetap

b. Pemilihan Ketua dan/atau Pengurus DPP karena sesuatu hal diluar kebiasaan organisasi

(15)

Hal 15 dari 19 Pasal 30

Musyawarah Daerah Luar Biasa

(1) Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) KITA dapat diselenggarakan sewaktu-waktu.

(2) Munaslub diselenggarakan dalam hal:

a. Pemilihan Ketua DPD karena Ketua Terpilih berhalangan tetap

b. Pemilihan Ketua dan/atau Pengurus DPD karena sesuatu hal diluar kebiasaan organisasi

c. Adanya permasalahan yang dapat membahayakan organisasi KITA di daerah Pasal 31

Rapat Paripurna

(1) Rapat Paripurna DPP wajib dilakukan minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk membahas pokok-pokok permasalahan organisasi.

(2) Paripurna DPP diikuti oleh semua Pengurus DPP.

(3) Paripurna DPD diikuti oleh semua pengurus DPD Provinsi. BAB VII

PEMBINAAN DAN PELATIHAN PENGURUS DAN ANGGOTA Pasal 32

Pembinaan

Pembinaan untuk organisasi KITA dilaksanakan oleh Dewan Pembina sesuai dengan kewenangannya dan pengalamannya sebagai Inspektur Tambang senior.

Pasal 33 Pelatihan

(1) Setiap Inspektur Tambang untuk dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi harus mendapat pelatihan yang diselenggarakan untuk itu;

(2) Sekurang-kurangnya KITA harus melakukan pelatihan untuk penyengaran bagi pengurus dan anggota tentang teknis-teknis ke-Inspekturan dan manajemen organisasi;

(16)

Hal 16 dari 19 BAB VIII

KOMPETENSI INSPEKTUR TAMBANG Pasal 34

(1) Setiap Inspektur Tambang mempunyai kompetensi sesuai dengan jenjang kepangkatan yang bersangkutan.

(2) DPP KITA dapat memberikan saran, pendapat dan usulan terhadap perbaikan kriteria kompetensi IT.

BAB IX KEUANGAN

Pasal 35 (1) Iuran anggota terdiri dari:

a. Iuran Pokok;

b. Iuran bulanan anggota.

(2) Sumbangan dan hibah dari donator yang tidak mengikat;

(3) Dana dari pemerintah dan pemerintah daerah dipertanggung-jawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Jumlah dan mekanisme pengumpulan iuran pokok dan iuran bulanan anggota ditentukan dalam sebuah peraturan organisasi;

(5) Khusus dalam penyelenggaraan Musyawarah Nasional dan Musyawarah Daerah Provinsi, semua pemasukan dan pengeluaran keuangan harus dipertanggung-jawabkan kepada Dewan Pimpinan KITA sesuai tingkatnya, melalui panitia verifikasi yang dibentuk untuk itu.

(6) Hal-hal yang menyangkut pemasukan dan pengeluaran keuangan dipertanggungjawabkan dalam forum yang ditentukan dalam sebuah peraturan organisasi.

(17)

Hal 17 dari 19 BAB X

LAMBANG DAN ATRIBUT LAINNYA Pasal 36

Lambang

Lambang KITA sebagai berikut :

Pasal 37 Arti Lambang Gambar :

I. Segi lima melambangkan Pancasila sebagai landasan idial Korps Inspektur Tambang Indonesia

II. Latar Merah Putih melambangkan jiwa dan semangat nasionalisme dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

III. Roda Gigi sebanyak tujuh buah melambangkan semangat pengawasan tujuh aspek pertambangan yang tidak pernah berhenti;

IV. Sepasang palu geologi melambang kegiatan pertambangan.

V. Tulisan Korps Inspektur Tambang Indonesia dengan karakter melingkung melambang jiwa korsa Inspektur Tambang bersatu membangun bangsa. Warna:

I. Merah melambang kepatriotan, tanggung jawab dan keberanian dalam bertindak.

II. Putih melambangkan kesucian, kejujuran dan keikhlasan dalam bekerja. III. Hitam melambang komitmen yang tinggi dan pantang menyerah.

(18)

Hal 18 dari 19 Makna :

Korps Inspektur Tambang Indonesia adalah kekuatan yang mempunyai jiwa korsa yang kuat untuk mengawasi pertambangan mineral dan batubara dengan konsep pertambangan yang baik dalam kerangka Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia.

Pasal 38

Bendera atau Pataka

(1) Bendera/pataka berwarna kuning emas dan lambang Korps Inspektur Tambang Indonesia pada bagian tengah.

(2) Ukuran bendera Korps Inspektur Tambang Indonesia berukuran panjang 170 cm dengan lebar 100 cm.

(3) Bendera/pataka dipergunakan dalam acara resmi untuk mendampingi bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia (Merah Putih).

Pasal 39

Mars Korps Inspektur Tambang Indonesia

(1) Lagu mars KITA adalah lagu kehormatan Inspektur Tambang wajib dinyanyikan dalam pembukaan acara resmi sesudah menyanyikan lagu Indonesia Raya. (2) Mars KITA sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 (satu) diatas terlampir dan

menjadi bagian tidak terpisahkan dari ART ini.

Pasal 40 Pakaian Seragam

Model, warna dan atribut lainnya melekat ditentukan dalam peraturan organisasi.

Pasal 41 Papan Nama

(1) Ukuran papan nama berlambang Korps Inspektur Tambang Indonesia untuk Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) panjang 230 cm dengan lebar 130 cm; (2) Ukuran papan nama berlambang Korps Inspektur Tambang Indonesia untuk

Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi panjang 160 cm dengan lebar 110 cm;

(19)

Hal 19 dari 19 BAB XI

Perubahan Anggaran Rumah Tangga Pasal 42

(1) Perubahan Angaran Rumah Tangga hanya dilakukan oleh Musyawarah Nasional;

(2) Penyusunan rancangan perubahan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Organisasi dapat dilakukan oleh Rapat Dewan Pimpinan Pusat bersama Dewan Pembina yang khusus membicarakan hal tersebut;

(3) Rancangan perubahan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Organisasi disampaikan kepada Dewan Pimpinan Daerah minimal sebulan sebelum diselenggarakan Musyawarah Nasional.

BAB XII Aturan Peralihan

Pasal 43

Untuk pertama kali Anggaran Rumah Tangga ditetapkan dalam deklarasi KITA.

BAB XIII Penutup Pasal 44

Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam peraturan tersendiri yang ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat KITA. Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Tanggal 12 Mei 2014

(20)

Hal 20 dari 19

Contents

BAB I ... 1

KEANGGOTAAN, HAK dan KEWAJIBAN ... 1

Pasal 1 ... 1

Jenis Keanggotaan ... 1

Pasal 2 ... 1

Tatacara Menjadi Anggota KITA ... 1

Pasal 3 ... 2 Kewajiban Anggota ... 2 Pasal 4 ... 2 Hak Anggota ... 2 Pasal 5 ... 3 Pencatatan Anggota ... 3 BAB IV ... 3

Susunan, Kewenangan dan Tanggung Jawab Unsur-unsur Kepengurusan ... 3

Pasal 6 ... 3

Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Daerah ... 3

Pasal 7 ... 4

Dewan Pelindung ... 4

Pasal 8 ... 4

Dewan Pembina ... 4

Pasal 9 ... 5

Dewan Penasehat Pusat dan Dewan Penasehat Daerah ... 5

Pasal 10 ... 5

Wewenang Majelis Etik ... 5

Pasal 11 ... 5

Wewenang Dewan Pembina ... 5

Pasal 12 ... 6

Wewenang Dewan Penasehat Pusat ... 6

Pasal 13 ... 6

Wewenang Dewan Penasehat Daerah ... 6

Pasal 14 ... 6

BAB V ... 7

Persyaratan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Pengurus ... 7

Pasal 15 ... 7

Persyaratan Menjadi Pimpinan ... 7

Pasal 16 ... 7

Tata cara pemilihan pengurus ... 7

Pasal 17 ... 7

Pasal 18 ... 8

Sumpah Jabatan Pengurus KITA ... 8

Pasal 19 ... 9

Pemberhentian Pengurus ... 9

Pasal 20 ... 9

(21)

Hal 21 dari 19

Pasal 21 ... 10

Disiplin Anggota dan Pengurus ... 10

Pasal 22 ... 11

Sanksi Organisasi ... 11

BAB II ... 12

Penegakkan Kode Etik ... 12

Pasal 23 ... 12

BAB III ... 12

Kehilangan dan Pemberhentian dari Keanggotaan ... 12

Pasal 24 ... 12

Pasal 24 ... 12

Diberhentikan dan/atau Meminta Berhenti dari Pengawai Negeri Sipil ... 12

Pasal 25 ... 13

Berhenti sementara dari Pejabat Fungsional Inspektur Tambang ... 13

Pasal 26 ... 13

Diberhentikan/pemecatan ... 13

BAB VI ... 13

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT ... 13

Pasal 27 ... 13

Musyawarah Nasional ... 13

Pasal 28 ... 14

Musyawarah Daerah ... 14

Pasal 29 ... 14

Musyawarah Nasional Luar Biasa ... 14

Pasal 30 ... 15

Musyawarah Daerah Luar Biasa... 15

Pasal 31 ... 15

Rapat Paripurna ... 15

BAB VII ... 15

PEMBINAAN DAN PELATIHAN PENGURUS DAN ANGGOTA ... 15

Pasal 32 ... 15

Pembinaan ... 15

Pasal 33 ... 15

Pelatihan ... 15

BAB VIII ... 16

KOMPETENSI INSPEKTUR TAMBANG ... 16

Pasal 34 ... 16

BAB IX ... 16

KEUANGAN ... 16

Pasal 35 ... 16

BAB X ... 17

LAMBANG DAN ATRIBUT LAINNYA ... 17

Pasal 36 ... 17

Lambang ... 17

(22)

Hal 22 dari 19

Arti Lambang ... 17

Pasal 38 ... 18

Bendara atau Pataka ... 18

Pasal 39 ... 18

Mars Korps Inspektur Tambang Indonesia ... 18

Pasal 40 ... 18

Pakaian Seragam ... 18

Pasal 41 ... 18

Papan Nama ... 18

BAB XI ... 19

Perubahan Anggaran Rumah Tangga ... 19

Pasal 42 ... 19 BAB XII ... 19 Aturan Peralihan ... 19 Pasal 43 ... 19 BAB XIII ... 19 Penutup ... 19 Pasal 44 ... 19

Referensi

Dokumen terkait

sehingga dapat menimbulkan efek dramatik. Kamera berganti-ganti tempat dengan seseorang yang berada dalam gambar. Penonton bisa menyaksikan suatu hal atau kejadian melalui mata

Pada tahapan ini, akan dibentuk tim yang terdiri dari individu-individu yang kompeten di bidangnya, yang akan menyudun laporan pertanggungjawaban dari kegiatan dan program yang

Penerapan metode pemberian tugas dalam proses pembelajaran, umumnya dimaksudkan untuk melatih peserta didik agar mereka dapat aktif mengikuti sajian pokok bahasan yang

Pembantu dekan fakultas yang diselenggarakan oleh pemerintahan diangkat dan diberhentikan oleh menteri, menteri lain atau pimpinan lembaga pemerintah lain atas usul dekan

dan waktu terjadinyatransaksi .Harga dapat di denominasi dalam mata uang fungsional entitas atau dalam mata uang asing. Persetujuan harys berisi provisi finalti yang

Di samping melalui proses transmisi periwayatan secara lisan, Musṭafā al-A‘ẓamī mencatat pula ada beberapa perawi hadis yang juga dikenal sebagai sufi yang memiliki

perilaku umum, yang secara tidak langsung maupun khusus ditetapkan agama (seperti dalam dimensi ritualistik).Inilah efek ajaran agama pada perilaku individu dalam

Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan