• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GOUT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITURAJA TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GOUT PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITURAJA TAHUN 2014"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

47 FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GOUT PADA

LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITURAJA TAHUN 2014

Aries Abiyoga

Email : ariesabiyoga@rocketmail.com ABSTRAK

Gout atau Asam urat adalah penyakit yang disebabkan penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang menurun, atau akibat peningkatan asupan makanan kaya purin Juandi (2007 dalam Rina, 2011). Data penderita Gout di Dinas Kesehatan Sumedang dari tahun 2011-2012 mengalami peningkatan sebanyak 0,12%. Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Darmaraja dan PuskesmasSituraja didapatkan jumlah pasien gout di Puskesmas Situraja dari tahun 2011-2013 mengalami peningkatan sebanyak 0,1% dan Puskesmas Darmaraja sebanyak 0,1% (Pu skesmas Situraja & Darmaraja, 2011).

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja tahun 2014.

Jenis penelitian menggunakan analisa korelatif dengan pendekatan case control. Populasi berjumlah 168 orang dan sampel 74 diantaranya sampel kasus berjumlah 37 responden dan sampel kontrol berjumlah 37 responden dengan teknik purposive sampling. Tekhnik pengumpulan data diperoleh dengan melakukan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, test asam urat dan kuesioner. Analisa yang digunakan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian gout (p-value = 0.00), tidak ada hubungan antara obesitas dengan kejadian gout (p-value = 0.571), tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian gout (p-value = 0.632 ), ada hubungan pengetahuan dengan kejadian gout (p-value = 0.002). Diharapkan puskesmas membuat program penyuluhan kesehatan untuk menghindari hal – hal yang dapat meningkatkan angka kejadian hiperurisemia serta berbagai komplikasinya yang akan terjadi pada pasien gout.

Kata Kunci : Gout, Obesitas, Riwayat Keluarga Daftar Pustaka : 20 buku (2003-2013)

3 website (2009-2010) 8 jurnal (2007-2013)

A. Pendahuluan

Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 pasal 1 tahun 2009). Kesehatan manusia bergerak maju atau mundur dalam kontinuitas tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat atau sakit. Kesehatan tidak pernah konstant. Kesehatan merupakan hal penting bagi manusia agar dapat menjalankan kegiatan sehari-harinya dengan baik (Alfinda, 2008)

Lansia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap

(2)

48 kabupaten sumedang berjumlah 38.929 . Dan

jumlah lansia di kecamatan Situraja berjumlah 3.981 dengan jumlah laki-laki 2.115 dan perempuan berjumlah 1.866 .

Orang dewasa memiliki risiko terkena penyakit degeneratif lebih besar dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena sudah ausnya jaringan tubuh atau karena penumpukan zat-zat yang merugikan tubuh. Salah satu penyakit yang sering diderita orang dewasa adalah gout (Alfinda, 2008). Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya konsentrasi asam urat (gout) dalam tubuh adalah tingginya konsumsi bahan pangan sumber protein, terutama purin. Konsumsi bahan pangan tersebut tanpa pengontrolan yang tepat dapat memicu penyakit asam urat (Vitahealth, 2006).

Asam urat (gout) adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nucleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel- sel tubuh. Secara alamiah , purin terdapat dalam tubuh dan dijumpai pada semua makanan sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) ataupun hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Jadi asam urat merupakan hasil metabolisme didalam tubuh, yang kadarnya tidak boleh berlebihan (Ade, 2009)

Prevalensi gout pada populasi di USA diperkirakan 13,6/100.000 orang. prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur menyatakan prevalensi asam urat (gout) di Amerika serikat meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 1990 dan 1999, dari 21 per 1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi asam urat pada populasi orang dewasa Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun (Tjokroprawiro, 2007 dalam Pipit, 2010).

Di Indonesia asam urat menduduki urutan kedua setelah osteoartritis (Dalimartha, 2008). Penderita gout di Indonesia sendiri diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang. Dari hasil penelitian tahun 1988 oleh dr. Jhon darmawan di Bandung, Jawa Barat menunjukan bahwa diperoleh 0,8% sample menderita asam urat tinggi (1,7% pria dan 0,05% wanita diantaranya sudah mencapai tahap gout athritis).

Di Kabupaten Sumedang dari 10 besar penyakit jumlah kasus gout atau asam urat

mencapai 9% di Kabupaten Sumedang .Berdasarkan tahun , yaitu pada tahun 2011 penderita gout mencapai 3.437 atau 1,15 % dan tahun 2012 berjumlah 3.984 atau 1.27% . Berdasarkan data diatas dapat diketahui sebagian besar masyarakat pada lansia yang mempunyai penyakit gout terjadi peningkatan disetiap tahunnya sehingga kualitas hidup lansia itu sendiri terganggu seperti terganggunya aktifitas fisik karena keluhan nyeri yang dirasakan ketika terserang asam urat (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang , 2011).

Setelah dilakukan studi pendahuluan di dua Puskesmas yaitu Puskesmas Darmaraja dan Puskesmas Situraja didapatkan jumlah pasien gout dari tahun 2011 hingga 2013. Data pasien gout di Puskesmas Situraja pada tahun 2011 yaitu berjumlah 121 orang atau 0,2%, pada tahun 2012 berjumlah 141 orang atau 0,3% dan pada tahun 2013 yaitu berjumah 168 orang atau 0,3%. Sedangkan di Puskesmas Darmaraja data pasien gout pada tahun 2011 yaitu berjumlah 97 orang atau 0,1%, pada tahun 2012 yaitu berjumlah 132 orang atau 0,2% dan pada tahun 2013 yaitu berjumlah 122 orang atau 0,2%.

Diihat dari dua data kunjungan Puskesmas Situraja dan Puskesmas Darmaraja disebutkan bahwa jumlah penderita Gout di Puskesmas Situraja pada tahun 2013 sebanyak 168 orang atau 0,3% dan jumlah penderita Gout di Puskesmas Darmaraja sebanyak 122 orang atau 0,2%. Masing-masing dari data ke dua Puskesmas tersebut menunjukan kenaikan sebesar 0,1%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa angka kejadian gout masih menunjukan angka yang cukup tinggi yaitu di Puskesmas Situraja. Meskipun sudah dilakukan pengobatan tapi kenyataannya prevalensi Gout di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja setiap tahunnya mengalami peningkatan. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian di Puskesmas Situraja (Profil Puskesmas Situraja, 2011).

(3)

49 didalam keluarganya ada penyakit yang sama dan

hasil observasi terhadap postur tubuh 1 dari 6 orang pasien gout terlihat gemuk. Hasil wawancara dari beberapa pasien mengatakan gejala awal yang dirasakan yaitu terasa kesemutan dan linu,nyeri mendadak pada jari-jari dan pergelangan kaki. Apabila asam uratnya kambuh mereka lebih memilih mengkonsumsi obat warung karena dianggapnya penyakit asam uratnya akan sembuh daripada memeriksakan ke Puskesmas, bahkan ada yang membiarkannya begitu saja dengan anggapan akan sembuh sendirinya. Sehingga didapatkan dari data diatas yaitu terdapat sebanyak 6 orang yang menderita penyakit gout dan 4 orang mengatakan tidak menderita penyakit tersebut.

Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk meneliti “Bagaimanakah Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja Tahun 2014”

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja Tahun 2014

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa korelatif dengan pendekatan “case control”.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien gout yang pernah berkunjung ke Puskesmas Situraja yaitu sebanyak 168 orang pada tahun 2013.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yag dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,2010)

Sampel kasus yang akan diteliti adalah sebagian pasien usia > 60 tahun yang menderita gout di Puskesmas Situraja dengan jumlah. Menurut Mahardika (2009), menghitung besaran sampel terhadap odds ratio dengan menggunakan rumus dibawah ini didapatkan 37 responden

𝑛1 =𝑛2 = 𝑍 ∝ 2𝑃𝑄+ 𝑍𝛽 𝑃1𝑄1 +𝑃2𝑄2

(𝑃1− 𝑃2) ²

Maka dengan menggunakan rumus tersebut diatas, jumlah sampel yang

diambil adalah 74 orang. Sampel kelompok kasus yaitu pasien yang menderita gout yang didiagnosa oleh dokter dengan jumlah 37 orang. Dengan penentuan sampel sebagai berikut : Sampel Kasus

Kriteria inklusi :

kriteria dari sampel kasus yang diambil pada penelitian ini adalah :

1. Pasien di wilayah kerja Puskesmas Situraja

2. Pasien dapat membaca dan menulis 3. Bersedia menjadi responden 4. Sehat jasmani dan rohani

5. Pasien menyetujui menjadi responden penelitian

6. Dapat diajak berkomunikasi Kriteria Eksklusi :

1. Responden mempunyai penyakit lain

2. Responden tidak dapat berkomunikasi dengan baik

3. Responden dalam keadaan bedrest total

4. Psikis tidak memungkinkan Sampel Kontrol

Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah pasien yang tidak mengalami gout pada pasien lansia di Puskesmas Situraja. Perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol adalah 1:1, dengan pengambilan sampel secara an-maching. Sampel kelompok kontrol yaitu pasien yang tidak menderita gout dengan jumlah 37 orang.

Dengan penentuan sampel sebagai berikut : Kriteria inklusi :

kriteria dari sampel kasus yang diambil pada penelitian ini adalah :

1. Pasien di wilayah kerja Puskesmas Situraja

2. Pasien dapat membaca dan menulis 3. Bersedia menjadi responden 4. Klien dapat diajak berkomunikasi Kriteria Ekslusi

1. Klien tidak bisa berkomunikasi dengan baik

2. Klien tidak mau menjadi responden 3. Psikis responden tidak

(4)

50 Uji validitas dilaksanakan di

wilayah kerja Puskesmas Darmaraja dengan responden sebanyak 15 orang masyarakat yang terkena gout. Adapun hasil uji validitas instrument pengetahuan terdapat 24 pertanyaaan yang valid dan 1 item pertanyaan yang tidak valid. Untuk item pertanyaan yang tidak valid, item tersebut tidak digunakan dalam penelitian karena sudah terwakili oleh pertanyaan yang lain. Uji reliabilitas dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Darmaraja dengan nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach variabel pengetahuan koefisiensi rehabilitasnya berkisar 0,985. Berdasarkan hasil uji Reliabilitas tersebut dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut dinyatakan reliable dan bisa digunakan sebagai instrument penelitian. Sedangkan berdasarkan variabel yang diteliti seperti riwayat keluarga, obesitas dan jenis kelamin

HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Puskesmas Situraja Tahun 2014

Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja 2014

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja

2014 Kejadian Gout Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja

2014

Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Gout

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel data 4.1 diatas menunjukan bahwa lansia yang mempunyai riwayat keluarga gout dan menderita gout hampir seluruh responden sebanyak 30 responden (81.1%) sedangkan lansia yang tidak gout sebagian kecil responden sebanyak 4 responden (10.8%). Data diatas menunjukan bahwa responden lansia yang mempunyai riwayat keluarga gout dan menderita gout lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak gout. Saat wawancara beberapa responden mengatakan bahwa didalam keluarganya terdapat riwayat keluarga.

(5)

51 sumberdaya manusia. Oleh karena itu,

peningkatan status gizi diarahkan pada peningkatan intelektualitas, produktivitas kerja, prestasi belajar dan prestasi olahraga, serta penurunan angka gizi salah, baik gizi kurang maupun gizi lebih (Ervi, 2013)

Arus globalisasi memiliki dampak yang terlihat nyata pada perubahan gaya hidup dalam konsumsi pangan. Perubahan ini dipicu oleh peningkatan pendapatan, kesibukan kerja yang tinggi, dan promosi produk pangan ala barat yang tidak diimbangi oleh peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi. Gout adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi asam urat dalam cairan tubuh (hiperurisemia) dan adanya gangguan metabolisme protein. Salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi asam urat dalam tubuh adalah tingginya konsumsi bahan pangan sumber protein, terutama purin. Konsumsi bahan pangan tersebut tanpa pengontrolan yang tepat dapat memicu penyakit asam urat (Vitahealth, 2006). Meningkatnya prevalensi gout berhubungan dengan faktor risiko jenis kelamin, asupan tinggi purin, alkohol, obesitas dan hipertensi. Selain itu kejadian gout berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal dan faktor genetik (Ervi, 2013)

Faktor genetik dapat berkontribusi terhadap prevalensi hiperurisemia yang tinggi pada beberapa kelompok etnik tertentu. Gout dapat diderita karena faktor genetis. Hal itu karena faktor gen yang diturunkan dari orang tua yang juga menderita penyakit gout secara genetis yang diwarisi dari pendahulunya. Faktor genetis pada penderita gout biasanya berawal dari gangguan metabolisme purin sehingga menyebabkan gout dalam darah berlebihan.

Menurut Lyu et al (2003) adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga seseorang dapat menjadi salah satu faktor risiko gout. Gout yang disebabkan oleh genetik disebut dengan gout primer. Gout ini terjadi akibat ketiadaan enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase yang menyebabkan bertambahnya sintesa purin (Vitahealth 2006). Spector (1993) menambahkan bahwa ada suatu jenis gout langka yang disebabkan karena ketiadaan enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase. Hal ini menyebabkan bertambahnya sintesa purin karena basa purin bebas tidak lagi diubah menjadi nukleotida. Gout jenis ini diwariskan oleh gen resesif terkait X dan disebut dengan sindrom

Lesch-Nyhan. Selain ketiadaan enzim hiposantin-guanin fosforibosil transferase yang menyebabkan bertambahnya sintesa purin, ada juga pengaruh faktor genetik yang dapat menyebabkan gangguan pada penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim pencernaan. Hal ini menyebabkan tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa laktat atau trigliserida yang berkompetisi dengan asam urat untuk dibuang oleh ginjal (Vitahealth 2006). Ternyata 18% penderita gout mempunyai sejarah keluarga dengan hiperurisemia, dan terjadinya gout cenderung meningkat bila kadar asam urat meningkat (Depkes,2006). Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.000) < (0.05) artinya H0 ditolak, jadi terdapat hubungan riwayat keluarga dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja.

Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gout Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian kecil responden sebanyak 3 responden (8.1%) berpostur tubuh obesitas sedangkan lansia yang tidak gout hampir seluruh responden sebanyak 35 responden (94.6%) berpostur tubuh tidak obesitas. Kebanyakan responden yang gout ataupun tidak gout mempunyai berat badan dan tinggi badan yang seimbang jika dilihat secara subyektif, dan setelah diukur sebagian besar mempunyai postur tubuh normal. Indeks Massa tubuh (IMT) diukur dengan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penilaian ini cukup baik dalam menghubungkan dengan resiko efek-efek yang merugikan kesehatan dan kelanjutan usia. sejumlah faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit gout termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup (Carter, 2006 dalam Yuniko, 2013). Berat badan yang berlebih atau kegemukan sering dihubungkan dengan kadar asam urat serum dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gout.

(6)

52 melampaui keluaran energi dalam jangka waktu

tertentu. Obesitas, kenyataannya merupakan penyakit rumit yang terjadi akibat jalinan faktor genetik dan lingkungan. Pengertian tentang mengapa dan bagaimana obesitas terjalin belum dipahami sepenuhnya. Namun, keterlibatan faktor sosial, budaya, perilaku, metabolik dan genetik dalam jalinan ini tidak terbantahkan lagi (Arisman, 2010 dalam yuniko 2013).

Trigliserida dan kolestrol adalah beberapa jenis lemak didalam tubuh. Trigliserida banyak terdapat pada tubuh orang gemuk dan tidak dimiliki oleh orang kurus. Adapun kolesterol terdapat baik pada orang kurus maupun gemuk. Kodisi tubuh dengan kadar lemak tinggi disebut hipertrigliseridemia. Sel lemak merupakan pusat berbagai kelainan pada obesitas, namun mekanisme patofisiologis obesitas belum seluruhnya dimengerti. Meskipun begitu, sudah ada bukti yang mengaitkan patogenesis obesitas dengan mekanisme sinyal pada usus, jaringan lemak, otak, dan mungkin pula jaringan tempat lain tempat masuk, menyebar, dan menyimpan zat-zat gizi. Mekanisme ini diatur di otak, yang melatarbelakangi perubahan dalam bersantap, kegiatan fisik, dan metabolisme tubuh guna mempertahankan simpanan energi (Arisman, 2010 dalam Yuniko, 2013). Menurut Niman (2013, dalam Yuniko, 2013) obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi, disebabkan oleh kelebihan kalori dalam makanan yang diubah menjadi trigliserida disimpan dalam jaringan adiposa sehingga meningkatkan ukuran jaringan adiposa. Kelebihan kalori akibat asupan energi yang melebihi pengeluaran akan disimpan dalam jaringan lemak. Dan jika keadaan ini diperlama, maka akan timbul kegemukan . Apapun penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi kalori yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan. Banyak faktor yang mungkin telah berkontribusi, termasuk perubahan lingkungan, yang dapat memengaruhi obesitas (Cleave, 2010 dalam Yuniko 2013).

Orang dengan kondisi berat badan lebih berkaitan dengan kenaikan kadar asam urat dan menurunnya eskresi asam urat melalui ginjal. Hal tersebut disebabkan karena adanya gangguan proses reabsorpsi asam urat pada ginjal (Rini, 2009). Obesitas tubuh bagian atas (obesitas abdominal) berhubungan lebih besar dengan

intoleransi glukosa atau penyakit diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, hipertensi, dan gout dibanding obesitas bawah. Tingginya kadar leptin pada orang yang mengalami obesitas dapat menyebabkan resistensi leptin. Leptin adalah asam amino yang disekresi oleh jaringan adiposa, yang berfungsi mengatur nafsu makan dan berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis. Jika resistensi leptin terjadi di ginjal, maka akan terjadi gangguan diuresis berupa retensi urin. Retensi urin inilah yang dapat menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah orang yang obesitas tinggi (Boivin, 2007 dalam Yuniko, 2013).

Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.643) > (0.05) atau Ha ditolak, jadi tidak ada hubungan obesitas dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja 2014. Bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hansen (2007) bahwa pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan hiperurisemia dengan p-value < 0,001. Pada orang obesitas terjadi peningkatan asam urat terutama karena adanya peningkatan lemak tubuh, disamping itu juga berhubungan dengan luas permukaan tubuh sehingga pada orang gemuk akan lebih banyak memproduksi urat dari pada orang kurus. Hiperurisemia pada obesitas terjadi melalui resistensi insulin.

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Gout

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.3 diatas menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian responden sebanyak 22 responden (59.5%) berjenis kelamin perempuan sedangkan yang tidak gout sebagian besar responden sebanyak 24 responden (64.9%) berjenis kelamin perempuan. Data diatas menunjukan bahwa responden lansia yang gout dan tidak gout sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Menurut Soeroso (2011) faktor yang dapat menyebabkan gout salah satu adalah jenis kelamin.

(7)

53 berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan,

dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

Penyakit asam urat atau biasa dikenal dengan gout merupakan penyakit yang menyerang para lanjut usia (lansia) terutama kaum pria. Penyakit ini sering menyebabkan gangguan pada satu sendi misalnya paling sering pada salah satu pangkal ibu jari kaki, walaupun dapat menyerang lebih dari satu sendi. Penyakit ini sering menyerang para lansia dan jarang didapati pada orang yang berusia dibawah 60 tahun dengan usia rata-rata paling banyak didapati pada usia 65-75 tahun, dan semakin sering didapati dengan bertambahnya usia (Nyoman Kertia, 2009).

Dalam populasi managed care di Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1 pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh persen lebih dari 65 tahun. pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka yang lebih tua dari 80 tahun Luk (2005, dalam Ervi, 2013)

Teori menurut Fiskha (2010) yang menyebutkan bahwa Hiperurisemia lebih banyak dialami oleh pria dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi daripada wanita. Hal ini berkaitan dengan hormon estrogen. Peran hormon estrogen ini membantu mengeluarkan asam urat melalui urin. Pria tidak memiliki hormon estrogen yang tinggi, sehingga asam urat sulit dieksresikan melalui urin, dan dapat menyebabkan resiko peningkatan kadar asam urat pada pria lebih tinggi. Presentase kejadian gout pada wanita lebih rendah daripada pria. Walaupun demikian kadar asam urat pada wanita meningkat pada saat menopause (Diantari,2011). Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.632) > (0.05) atau Ha ditolak, jadi tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja. Bertolak belakang dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rini (2009) bahwpada penelitian ini didapatkan hasil analisa yaitu p-value < 0,003 yang artinya ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian asam urat. Pada usia diatas 40 tahun biasanya mulai terdapat kenaikan kadar asam urat yang terjadi karena penurunan fungsi ginjal dalam proses ekskresi sisa metabolism dalam tubuh yang ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang tinggi tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan adanya gangguan ginjal. Selain gangguan ginjal ada faktor lain yang menyebabkan kenaikan kadar asam urat pada usia diatas 40 tahun yaitu obesitas, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol darah yang tidak normal.

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Gout

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Situraja yang tertera pada tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa lansia yang gout sebagian responden sebanyak 18 responden (48.6%) mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang sedangkan lansia yang tidak gout hampir sebagian besar responden sebanyak 32 responden (86.5%) mempunyai pengetahuan kategori kurang. Dari data diatas menunjukan pengetahuan responden yang menderita gout ataupun yang tidak gout mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007)

Meningkatnya pengetahuan juga dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang, pengetahuan juga dapat membentuk kepercayaan seseorang. Selain itu, pengetahuan juga dapat memperteguh atau mengubah sikap terhadap sesuatu hal (Azwar,2003)

(8)

54 bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku

baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu awareness (kesadaran), interest, evaluasi, trial dan adopsi. Dimana subjek perilaku akan sesuai dengan pengetahuan dan sikapnya terhadap stimulus. Selanjutnya setelah seseorang memiliki pengetahuan yang baru akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya.

Berdasarkan hasil analisis bivariat nilai p-value (0.002) < (0.05) atau H0 ditolak, jadi terdapat hubungan pengetahuan dengan kejadian gout pada lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Situraja. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa terbentuknya perilaku, dimulai dari domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek yang selanjutnya menimbulkan respon batin.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak dadasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2007).Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan merupakan dasar untuk melakukan suatu tindakan, sehingga setiap orang melakukan suatu tindakan biasanya didahului dengan tahu selanjutnya mempunyai inisiatif untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo,2005)

Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia termasuk hiperurisemia asimptomatik, mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi. Hal itu dapat diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin yang menjadi tatalaksana. Pencegahan lainnya berupa penurunan konsumsi alkohol dan penurunan berat badan (Hidayat,2009).Pengetahuan atau tahu adalah reaksi dari manusia dengan rangsangan alam sekitarnya melalui pengetahuan dari obyek sehingga memungkinkan adanya pengetahuan yang baik. Berbanding terbalik semakin kurang informasi yang diterima responden tentang gout

maka semakin kurang tingkat pengetahuan seseorang tentang gout.

Menurut Soekanto (2003) pengetahuan adalah kesan di dalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhyul (superstitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Sangat penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda degan fikir atau ide, karena tidak semua buah fikir ini merupakan pengetahuan, Sedangkan buah fikir yang merupakan pengetahuan adalah hasil dari pemikiran yang sudah ada kepastian dan pembuktian akan suatu hal. Buah fikir yang mengandung pengetahuan juga disebut dengan ilmu. Hal ini berhubungan dengan pengetahuan yang diujikan pada responden merupakan suatu ilmu pengetahuan, yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran dan dapat diperiksa dan dikontrol dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahui. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang dan akan berpengaruh pula terhadap perilaku responden tentang gout. Tingkat pengetahuan yang didapat akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka semakin kurang pula pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Hal ini bisa dilihat dari jumlah responden untuk yang mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang lebih besar dibandingkan yang mempunyai pengetahuan dengan kategori cukup dan pengetahuan dengan kategori baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden kurang memahami mengenai jenis makanan yang mengandung purin berikut penatalaksanaan dan komplikasi yang bisa ditimbulkan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kejadian gout pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Situraja 2014.

Simpulan

Kejadian gout pada lansia.

1. Tidak Ada hubungan antara riwayat keluargadengan kejadian gout pada lansia.

(9)

55 3. Ada hubungan antara pengetahuan

dengan kejadian gout pada lansia.

Daftar Pustaka

Adib. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan Yang Paling Sering Menyerang Kita. Yogyakarta : Buku Biru Arikunto.(2006). Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

_________. 2007.Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

_________.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta

Alfinda. (2008). Status Gizi Dan Riwayat Kesehatan Sebagai Determinan

Hiperurisemia.http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/123456789/1298/A08a bu.pdf;jsessionid=48E75DF97DB10824 6AD8DCD3EC815F56?sequence=5. Diperoleh tanggal 2 mei 2014). Dinkes Sumedang, (2011). Profil Dinas

Kesehatan Kabupaten. Sumedang : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang.

_________________, 2012. Profil Dinas

Kesehatan Kabupaten. Sumedang : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang.

Eka. (2010). Genetika.

http://ekarisky.com/content/uploads/Algo ritma-Genetika.pdf. Diperoleh tanggal 10 mei 2014).

Ervi. (2013). Pengaruh Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun Di Kecamatan Gajah Mungkur Semarang.

ump.ac.id/download.php%3Fid%3D2641 &sa=U&ei=z2EKVLWbL9OiugSnyIKI CQ&ved=0CB4QFjAC&sig2=7I2SAdS

BXvOMzdsLM3J0- Q&usg=AFQjCNFSJJTK0CIGrnY0v9-wyYqkYsG3Ug. Diperoleh tanggal 9 mei 2014).

Fathoni. (2006). Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skrpsi. Jakarta: Rineka Cipta

Fiskha. (2010). Hubungan Antara Usia dan Jenis Kelamin Terhadap Peningkatan Kadar Asam Urat Pada Pasien Usia 20-70 Tahun Di Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha Depok periode Januari 2010-Juni 2010.

http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/17/jhp tump-a-rinaasripa-828-1-babi.pdf . Diperoleh tanggal 6 mei 2014) Hensen. (2007). Hubungan Konsumsi Purin

Dengan Hiperurisemia Pada Suku Bali Di Daerah Pariwisata Pedesaan.

http://www.google.co.id/url?q=http://ojs. unud.ac.id/index.php/jim/articl/download /3810/2806&sa=U&ei=qWsKVNDiCczl uQTA64CoDQ&ved=0CBEQFjAA&sig 2=catVH5yKBXbMofV8Y0uWTA&usg =AFQjCNH8wJziVaHj4WwRsstHh1IIv MQAe. Diperoleh tanggal 7 mei 2014). Hidayat. (2009). Gout.

www.dexamedica.com/images/gout_dan _hiperurisemia.pdf. Diperoleh tanggal 4 mei 2014).

Info Kesehatan. (2009). Asam Urat.

http://www.dechacare.com/Asam-Urat-1-I136.html. Diperoleh tanggal 7 mei 2014) Irawan. (2010). Cara Mudah Menaklukan Asam

Urat. Yogyakarta : Octopus

Kirana. (2011). Awas diaskol (diabetes, asam urat, kolestrol). Jawa Tengah :Syura Media Utama

Mahardika. (2009). Hubungan Antara Perilaku Kesehatan Dengan Kejadian DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. http://www.freecybers.com/edukasi/37- kampus/754-hubungan-perilaku- kesehatan-dengan-kejadian-demam- berdarah-dengue-dbd-di-wilayah-kerja- puskesmas-cepiring-kecamatan-cepiring-kabupaten-kendal-tahun-2009.html. Diperoleh tanggal 7 mei 2014).

Manampiring. (2010). Prevalensi Hiperurisemia Pada Remaja Obesitas Di Kota

Tomoho,http://repo.unsrat.ac.id/251/1/Pr evalensi_Hiperurisemia_pada_Remaja_O bese_Di_Kota_Tomohon.pdf. Diperoleh tanggal 5 mei 2014).

Maryam. (2013). Asuhan keperawatan pada lansia. Jakarta :Trans Info Media Mutaqin, arif. (2008). Asuhan keperawatan klien

gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Newman Dorland , (2011). Kamus saku kedokteran Dorland edisi 28. Jakarta Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian

(10)

56 __________. 2003. Metodologi Penelitian

Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta __________. 2005. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Putra. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses - proses penyakit (6 ed. Vol. 2). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Rina. (2011). Faktor-faktor apa sajakah yang

mempengaruhi kepatuhan diet pada penderita asam urat di Puskesmas Mandiraja 1 Kabupaten Banjarnegara ProvinsiJawaTengah,.http://www.library. upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/2053120 39/bab2.pdf . Diperoleh tanggal 7 mei 2014).

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :

Alfabeta

Sudigdo. (2011). Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke empat. Jakarta: Sagung

Sugeng. (2013). Buku saku asuhan gizi dimasyarakat

Suratun. (2008). Asuhan keperawatan klien gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta : EGC

Soeroso. (2011). Asam Urat. Jakarta: Penebar Plus

Puskesmas Situraja. (2014). Profil Puskesmas Situraja 2011

_____.2014. Profil Puskesmas Situraja 2012 _____.2014. Profil Puskesmas Situraja 2013 Tim Redaksi Nuansa Aulia. (2009). Undang –

Undang Kesehatan Republik Indonesia. Bandung

:Nuansa Aulia

Vitahealth. (2006). Asam Urat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Yuniko. (2013). Hubungan Antara Usia dan Indeks Masa Tubuh Dengan Kadar Asam Urat Pada Remaja Pra-Obese dan Obese Di Purwokerto.

http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files /YUNIKO%20FEBBY%20HUSNUL%20FAUZI

A_G1D009057.pdf. Diperoleh tanggal 5 mei 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Secara lebih khusus, rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu: 1) Bagaimana persepsi siswa tentang materi pembelajaran yang disampaikan tutor pada kelas paket C di

2016 pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk kegiatan tersebut diatas, dengan ini ditetapkan perusahaan-perusahaan dibawah ini sebagai Pemenang,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Pengembangan Bahan Ajar Materi Himpunan Melalui Penemuan Terbimbing Berbasis Etnomatematika Pada Pembelajaran Di SMP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menggunakan fungsi perintah dalam perangkat lunak Menjelaskan konsep dasar sheet metal sesuai keilmuan yang mendukung mata

SISTEM PENGENALAN UCAPAN HURUF VOKAL MENGGUNAKAN METODE LINEAR PREDICTIVE CODING (LPC) DAN JARINGAN. SARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

Perangkap kemiskinan; kemiskinan di sektor pertanian bukan hanya masalah ekonomi melainkan juga masalah sosial budaya dimana para petani terperangkap dalam lingkaran

LAMPIRAN IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Lampiran 1: Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Model Pembelajaran