• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Proses Produksi dan Pengendalian Mutu Proses Pengemasan Pupuk Urea di PT Pupuk Kujang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Proses Produksi dan Pengendalian Mutu Proses Pengemasan Pupuk Urea di PT Pupuk Kujang"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1. Latar Belakang

Mutu merupakan faktor utama yang paling mempengaruhi pelanggan dalam memilih jasa atau produk suatu perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan perlu melaksanakan kendali mutu untuk menjaga kestabilan mutu, bahkan untuk meningkatkan produk atau jasa yang dihasilkan agar pelanggan mendapat kepuasan dan tetap loyal untuk membeli produk yang dihasilkan. Pada akhirnya tujuan dari perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dapat terealisasi.

Berawal pada tahun 1975, dengan SK Presiden No. 16 tahun 1975, pengalihan “Proyek Pupuk Jatibarang” ke Direktorat Jenderal Industri Kimia, Departemen Perindustrian, didirikanlah PT Pupuk Kujang tepatnya pada tanggal 9 Juni 1975 untuk pemenuhan kebutuhan pupuk urea di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Pembangunan pabrik Pupuk Kujang pertama diberi nama Pabrik Kujang 1A dengan kapasitas produksi 570.000 ton/tahun urea dan 330.000 ton/tahun amoniak pembangunannya dilaksanakan oleh kontraktor utamaKellogg Overseas Corporation (USA) danToyo Engineering Corporation (Japan) yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 12 Desember 1978. Selanjutnya dilakukan pembangunan Pabrik Kujang 1B dengan kapasitas produksi 570.000 ton/tahun urea dan 330.000 ton/tahun amonia dilaksanakan oleh kontraktor utama Toyo Engineering Corporation (TEC) Jepang dan didukung oleh 2 (dua) kontraktor dalam negeri yaitu PT Rekayasa Industri dan PT Inti Karya Persada Teknik lalu diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 April 2006 (www.pupuk-kujang.co.id, 2011).

(2)

Pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2010 tanggal 13 April 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk meminta Departemen, Badan dan Institusi terkait untuk mempercepat revitalisasi industri pupuk di Indonesia. Diharapkan adanya peningkatan daya saing industri pupuk pada tingkat nasional, regional dan global untuk pupuk jenis anorganik, organik serta pupuk hayati. Keinginan Pemerintah itu didorong dengan kenyataan yang dihadapi sekarang ini bahwa adanya kekurangan pasokan pupuk, distribusi antar daerah kurang lancar dan harga di tingkat petani sering melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah.

Menurut prediksi Kementerian Perindustrian, kebutuhan pupuk anorganik nasional di tahun 2011 adalah sebanyak 9,3 juta ton pupuk urea, 4,5 juta ton pupuksuper phosphate (SP-36), 1,6 juta ton pupukzulfur acid

(ZA) dan 8,8 juta ton pupuknitrogen phosphate kalium (NPK). Sementara proyeksi produksi nasional pada tahun yang sama adalah pupuk urea sebanyak 8,05 juta ton, pupuk SP-36 sebanyak 1,0 juta ton, pupuk ZA 0,65 juta ton dan pupuk NPK sebanyak 5,89 juta ton. Angka prediksi tersebut menunjukkan masih besarnya kesenjangan antara permintaan dan penawaran pasar terhadap pupuk di Indonesia (www.mediadata.co.id, 2011)

Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN TA 2011 Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk seharusnya naik di kisaran 0-15,15 persen dari harga sebelumnya. Total volume pupuk bersubsidi pada tahun 2011 awalnya di rencanakan mencapai 11,2 juta ton. Namun dengan tidak naiknya HET pupuk, harga pupuk Urea Rp1.600 per kg, SP-36 Rp2.000 per kg, ZA Rp1.400 per kg dan NPK Rp2.300 per kg (www.economy.okezone.com, 2011).

(3)

distribusi pupuk urea, sehingga PT Pupuk Kujang memberikan harga produk yang dijual menurut pemerintah sebagai bentuk subsidi pupuk

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa pangsa pasar pupuk sangat prospektif. Untuk itu, perusahaan dituntut mampu mempertahankan pangsa pasar yang telah didapatkan bahkan memperluas kemungkinan memperbesar ruang lingkup pangsa pasar yang baru demi memperkecil jaraksuply-demand pupuk saat ini. Salah satu cara untuk mempertahankan pangsa pasar ini adalah dengan memperhatikan mutu produk.

Subsidi yang diberikan pemerintah pada perusahaan PT Pupuk Kujang berupa amanat untuk memproduksi pupuk dengan mutu tinggi demi menjaga kepercayaan konsumen pada perusahaan dan pemerintah. Mutu merupakan faktor utama yang paling mempengaruhi pelanggan dalam memilih jasa atau produk suatu perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan perlu melaksanakan pengendalian mutu yang mencakup menjaga kestabilan mutu hingga meningkatkan mutu produk atau jasa yang dihasilkan agar pelanggan mendapat kepuasan.

Penjagaan mutu suatu produk perlu diperhatikan beberapa unsur penting didalamnya. Salah satunya adalah proses pengemasan produk itu sendiri. Penampilan suatu produk mempunyai peran besar terhadap ketertarikan dan kepercayaan pelanggan terhadap produk tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengendalian mutu pada proses pengemasan pupuk urea dilakukan ?

2. Apakah yang paling mempengaruhi proses pengemasan pupuk urea PT Pupuk Kujang ?

3. Apakah pengendalian mutu pada proses pengemasan produksi pupuk urea tersebut terkendali ataupun tidak terkendali ?

1.3. Tujuan Penelitian

(4)

2. Mengidentifikasikan hal-hal yang mempengaruhi mutu pengemasan pupuk urea PT Pupuk Kujang.

3. Mengkaji pengendalian mutu pada proses pengemasan tersebut terkendali atau tidak terkendali.

1.4. Ruang Lingkup

(5)

5 2.1. Pupuk Urea

Pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut berupa mineral atau organik, dihasilkan oleh kegiatan alam atau diolah oleh manusia di pabrik. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman adalah C, H, O (ketersediaan di alam masih melimpah), N, P, K, Ca, Mg, S (hara makro, kadar dalam tanaman > 100 ppm), Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo, B (hara mikro, kadar dalam tanaman < 100 ppm).

Ke-13 unsur hara tersebut sangat terbatas jumlahnya dan cenderung asupannya kurang di dalam tanah. Hal ini dapat diakibatkan karena sudah habis tersedot oleh tanaman saat diberlakukannya proses cocok tanam tanpa diimbangi dengan pemupukan (Marsono, 2001). Mutu pupuk atau grade fertilizer artinya angka yang menunjukkan kadar hara tanaman utama (N, P dan K) yang dikandung oleh pupuk yang dinyatakan dalam prosen N total, P2O5 dan K2O. Misalnya pupuk Rustika Yellow 15-10-12, berarti kadar N 15%, P2O5 10% dan K2O 12% (www.pusri.wordpress.com, 2011).

Perbandingan pupuk atau ratio fertilizer ialah perbandingan unsur N, P dan K yang dinyatakan dalam N total, P2O5 dan K2O merupakan penyederhanaan dari grade fertilizer. Misalnya grade fertilizer 16-12-20 berarti ratio fertilizer 4:3:5. Mixed ferilizer atau pupuk campur ialah pupuk yang berasal dari berbagai pupuk yang kemudian dicampur oleh pemakainya. Misalnya, pupuk Urea, TSP dan KCl dicampur menjadi satu dengan perbandingan tertentu sesuai dengan mutu yang diinginkan. Hal ini berbeda dengan pupuk majemuk yaitu pupuk yang mempunyai 2 (dua) atau lebih hara tanaman dibuat langsung dari pabriknya.

(6)

urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg urea mengandung 46 kg Nitrogen.

Unsur hara nitrogen yang terkandung dalam pupuk urea memiliki kegunaannya bagi tanaman yaitu, membuat daun lebih banyak mengandung butir hijau daun (chlorophyl), dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, dapat menambah kandungan protein tanaman dan dapat dipakai untuk semua jenis tanaman, baik tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan, usaha peternakan dan usaha perikanan (www.pusri.wordpress.com, 2011).

2.2. Proses Produksi

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru, sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dapat mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai, jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah mencukupi.

Salah satu yang dilakukan dalam proses produksi adalah menambah nilai guna suatu barang atau jasa. Dalam kegiatan menambah nilai guna barang atau jasa ini, dikenal 5 (lima) jenis kegunaan, yaitu guna bentuk, guna jasa, guna tempat, guna waktu dan guna milik.

Sistem produksi adalah suatu gabungan dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mendukung untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan. Komponen atau unsur struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi dan tanah. Sedangkan komponen atau unsur fungsional terdiri dari penyelia, perencanaan, pengendalian, koordinasi dan kepemimpinan yang semuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi.

(7)

proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 1986). Proses produksi dilihat dari arus atauflow bahan mentah sampai menjadi produk akhir, terbagi menjadi dua yaitu proses produksi terus-menerus (Continous processes) dan proses produksi silih berganti (Intermittent processes).

Perusahaan menggunakan proses produksi terus-menerus apabila di dalam perusahaan terdapat urutan-urutan yang pasti sejak dari bahan mentah sampai proses produksi akhir. Proses produksi terputus-putus, apabila tidak terdapat urutan atau pola yang pasti dari bahan baku sampai dengan menjadi produk akhir atau urutan selalu berubah (Ahyari, 1986).

2.3. Kemasan

Kemasan adalah suatu komponen yang berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan produk, sehingga mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusian dari produsen ke tangan konsumen serta dapat memberikan perlindungan terhadap mutu produk yang dikandungnya sekaligus melindungi bahan dan barang di dalamnya terhadap kontaminasi dari luar.

Unsur-unsur yang terdapat pada kemasan, yaitu segala sesuatu yang tercantum pada suatu kemasan, baik yang terlihat seperti ukuran, desain, warna dan bahan maupun hal-hal yang terdapat dalam kemasan seperti komposisi, manfaat, tanggal kadaluarsa, harga, takaran, cara penggunaan dan sebagainya.

2.3.1 Manfaat Kemasan

Pemberian kemasan pada suatu produk dapat memberikan tiga (3) manfaat (Kotler, 1997), yaitu:

1. Manfaat Komunikasi.

Sebagai media pengungkapan informasi produk kepada konsumen (cara penggunaan produk, komposisi dan informasi khusus).

2. Manfaat Fungsional

(8)

3. Manfaat Perseptual

Kemasan bermanfaat dalam menanamkan persepsi tertentu dalam benak konsumen.

2.3.2 Jenis Kemasan

Setidaknya ada beberapa jenis kemasan yang secara bentuk dan fungsinya berbeda-beda berdasarkan kebutuhannya. Menurut Kotler (1997). Kemasan dibagi tiga (3) tingkatan, yaitu:

1. Kemasan primer berfungsi sebagai wadah kemasan yang langsung menyentuh produk bersangkutan.

2. Kemasan sekunder mengacu pada bahan yang melindungi kemasan primer dan dibuang kalau produk tersebut hendak digunakan.

3. Kemasan pengiriman, mengacu pada kemasan yang diperlukan untuk menyimpan, identifikasi atau transportasi.

2.4. Mutu

Menurut beberapa tokoh manajemen mutu, definisi ataupun pengertian mutu dapat ditinjau dari beberapa aspek. Dari sekian banyak ahli yang terkenal, ada 3 (tiga) tokoh yang terkenal dalam perkembangan filosofi mutu, yaitu Edward Deming, Philip B. Crosby dan Joseph M. Juran. Perbandingan filosofi mutu masing-masing ahli akan dijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan filisofi mutu

No Keterangan Deming Crosby Juran

1 Definisi Mutu Keseragaman produk yang dapat diprediksi 4 Dasar perbaikan Secara terus-menerus

untuk mengurangi penyimpangan

Perbaikan proses Pendekatan proyek

(9)

Lanjutan Tabel 1.

No Keterangan Deming Crosby Juran

6 Perbaikan

11 Kerja tim Partisipasi karyawan dalam pengambilan

Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari ketiga (3) definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu unsur-unsur berikut (Ariani, 2002):

(10)

3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misal apa yang dianggap merupakan mutu saat ini, mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang).

2.4.1 Pengendalian Mutu

Definisi pengendalian mutu adalah alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah bahan yang rusak. Pengendalian mutu merupakan upaya mengurangi kerugian-kerugian akibat produk rusak dan banyaknya sisa produk atauscrap (Handoko, 2000).

Pengendalian mutu merupakan alat penting bagi manajemen produksi pengemasan produk untuk menjaga, memelihara, memperbaiki dan mempertahankan mutu produk agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengendalian mutu harus dapat mengarahkan beberapa tujuan terpadu, sehingga konsumen puas menggunakan produk, baik barang atau jasa perusahaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produksi menurut Handoko (2000), secara langsung dipengaruhi oleh sembilan bidang dasar yang dikenal sebagai “9M”, yaitu market (pasar), money (uang) management (manajemen), man (manusia), motivation (motivasi), material (bahan),machines and mechanization (mesin dan mekanisme), modern information method (metode informasi mesin) dan mounting product requirements (persyaratan proses produk).

Mutu produksi agar sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu diperhatikan standar berikut (Prawirosentono, 2004):

1. Bahan baku

(11)

2. Tenaga kerja

Tenaga Kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, karena menentukan tercapai tidaknya standar mutu produk yang telah ditetapkan. Perlu ditentukan atau diperhatikan mengenai standar jam kerja dan standar upah.

3. Peralatan

Peralatan produksi atau mesin produksi dari suatu perusahaan sangat perlu untuk ditentukan standarnya. Hal ini terkait dengan operasi perusahaan, terutama dalam penentuan tingkat operasi yang optimal. Penggunaan peralatan produksi tanpa memperhatikan standar pemakaian maksimal dari masing-masing mesin akan menimbulkan berbagai macam kesulitan, yang pada akhirnya menyebabkan produk akhir perusahaan tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. 4. Proses

Proses produksi dapat mempengaruhi produk dan produktivitas perusahaan, maka perlu adanya standar proses produksi. Lama waktu proses dapat direncanakan dan perusahaan dapat memperkirakan waktu penyelesaian proses dengan baik.

Ada 4 (empat) langkah dalam melakukan quality control (QC) (Ariani, 2002), yaitu:

1. Menetapkan standar mutu produk yang akan dibuat. Sebelum produk bermutu dibuat oleh perusahaan dan ada baiknya ditetapkan standar yang jelas batasannya untuk mempermudah pengendalian.

2. Menilai kesesuaian mutu yang dibuat dengan standar yang ditetapkan. Sebelum produk bermutu dibuat oleh perusahaan dan sebaiknya ditetapkan standar yang jelas batasannya untuk mempermudah pengendalian.

3. Mengambil tindakan korektif terhadap masalah dan penyebab yang terjadi, dimana hal itu mempengaruhi mutu produksi.

(12)

2.4.2 Alat dan Teknik Pengendalian Mutu

Ariani (2002) menyatakan bahwa teknik dan alat tersebut dapat berwujud (2) jenis, yaitu menggunakan data verbal atau kualitatif dan yang menggunakan data numerik atau kuantitatif. Teknik yang menggunakan data kualitatif adalah Flow chart, Brainstorming, Diagram sebab akibat, Affinity diagram dan Diagram pohon. Sedangkan yang menggunakan data kuantitatif, adalah Lembar periksa, Diagram Pareto, Histogram, Scatter diagram, Grafik kendali dan Run chart.

1. Flow Chart

Flow chart skematik atau diagram skematik adalah yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses. Dalam diagram ini ditunjukkan bagaimana langkah itu saling berinteraksi satu sama lain. Flow chart digambarkan dengan simbol-simbol dan setiap orang yang bertanggungjawab untuk memperbaiki suatu proses harus mengetahui seluruh langkah dalam proses tersebut. 2. Brainstorming

Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relatif singkat.

3. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)

Diagram sebab akibat disebut Ishikawa diagram, karena dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa. Diagram tersebut juga disebutFishbone diagram,karena berbentuk seperti kerangka ikan. Diagram Sebab Akibat digunakan untuk mengidentifikasi kategori dan sub kategori sebab-sebab yang mempengaruhi suatu karakteristik mutu tertentu.

4. Affinity Diagram

(13)

5. Diagram Pohon (Tree Diagram)

Tree diagram atau diagram pohon adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan tujuan yang harus ditempuh dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

6. Lembar Periksa (Checksheet)

Checksheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu itu terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan kedalam grafik seperti diagram Pareto ataupun Histogram, untuk kemudian dilakukan analisis terhadapnya. Selain Checksheet, penggumpulan data dapat juga menggunakandatasheet. Padadatasheet, data khusus dicatat dalam ruangan pada lembar kerja.

7. Diagram Pareto (Pareto Diagram)

Diagram ini digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar. 8. Histogram

Histogramadalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda denganPareto chartyang penyusunannya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar kekiri hingga proporsi terkecil, maka histogram dalam penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun.

9. Scatter Diagram

(14)

10. Run Chart

Run chart adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur, dan pola–pola lain dalam suatu proses dan membandingkan kinerja beberapa kelompok, tetapi tanpa menyebutkan sebab-sebab terjadinya kecenderungan, daur, atau pola-pola tersebut.

11. Grafik Kendali

Grafik kendali adalah grafik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out control. Batas pengendalian yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapat menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses konsisten.

2.4.3 Statistical Quality Control

Perangkat ini merupakan teori peluang dalam pengujian atau pemeriksaan contoh Statistical Quality Control (SQC) dari metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap contoh dalam kegiatan pengawasan mutu produk. SQC dilakukan dengan pengambilan mutu dari populasi dan menarik kesimpulan berdasar karakteristik contoh tersebut secara statistik (statistical inference). SQC tidak menciptakan risiko, ataupun menghilangkan resiko. Tujuan SQC adalah menunjukkan tingkat reliabilitas contoh dan bagaimana cara mengawasi risiko (Handoko, 2000).

Pengendalian mutu statistik (statistical quality control) secara garis besar digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu pengendalian proses statistik (statistical process control) atau yang sering disebut control chart dan rencana penerimaan contoh produk atau yang sering dikenal dengan acceptance sampling (Ariani, 2002).

(15)

2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Batarfie (2006), dengan penelitian berjudul Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Air Minum dalam Kemasan (AMDK) SBQUA. Studi Kasus di PT Sinar Bogor QUA, Pajajaran, Bogor menyimpulkan bahwa pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi menjadi empat (4) tahap, yaitu pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu dalam proses, pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan. Dari diagram sebab akibat diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dari AMDK, yaitu bahan baku, mesin/alat, kemasan, lingkungan, metode, dan karyawan. Parameter yang diuji melalui bagan kendali X dan R, yaitu pH, turbidity(kekeruhan) dantotal dissolved solid.

(16)

16

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Produksi merupakan sebuah siklus yang dilakukan oleh perusahaan dalam penyediaan barang atau jasa yang akan ditawarkan kepada pasar demi keberlangsungan bisnis perusahaan tersebut. Begitu pula dengan PT. Pupuk Kujang yang memproduksi barang berupa berbagai jenis pupuk dan diversifikasi produk lainnya dalam beberapa bentuk dan ukuran.

Konsumen tertarik membeli hasil produksi perusahaannya jika perusahaan menetapkan standarisasi dalam mengklasifikasi produk sesuai kebutuhan dan pangsa pasarnya. Mutu produk PT. Pupuk Kujang telah ditunjang manajemen yang handal berupa ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, SMK3, GCG dan Manajemen Risiko yang otomatis membuat brand imaging perusahaan di masyarakat berkembang ke arah positif.

Standarisasi dan metode pengendalian mutu yang digunakan perusahaan dapat diketahui pada Gambar 2 disajikan kerangka pemikiran penelitian yang dimaksud.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Proses Produksi

Proses Pengemasan Produk

Diagram Sebab-Akibat Grafik Kendali

Terkendali atau Tidak Terkendali

Faktor yang Paling Mempengaruhi Mutu

Pengendalian Mutu MempertahankanGrade

PT Pupuk Kujang

Proses Pengendalian Mutu

Diagram Pareto

Penyebab Masalah

(17)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Pupuk Kujang Jl. A. Yani no. 39, Cikampek-41373, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian selama dua (2) bulan, terhitung mulai tanggal 30 April 2011 sampai 31 Juli 2011.

3.3. Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder (Tabel 2). Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak manajemen perusahaan. Data sekunder berupa data gambaran umum perusahaan, data divisi produksi, data standar mutu, data hasil pengukuran yang berkaitan dengan standar mutu dan literatur-literatur perusahaan lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian.

Tabel 2. Proses pengumpulan data No Tujuan penelitian Sumber

data pengendalian mutu

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

1. Grafik Kendali

(18)

Untuk menganalisis keterkendalian proses digunakan grafik kendali X dan R. Grafik ini digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out control. Batas pengendalian yang meliputi batas atas UCL (upper control limit) dan batas bawah LCL (lower control limit) dapat membantu untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten.

Peta kendali standar deviasi digunakan untuk mengukur tingkat keakurasian suatu proses (X dan S). Langkah-langkah pembuatan peta kendali X dan S adalah sebagai berikut:

1. Tentukan ukuran contoh/subgrup (n > 10)

2. Kumpulkan banyaknyasubgrup (k) sedikitnya 20–25 sub-grup 3. Hitung nilai rataan dari setiap subgrup, yaitu x

4. Hitung nilai rataan dari seluruh x, yaitu x yang merupakan garis tengah (center line) dari Grafik Kendali x

5. Hitung simpangan baku dari setiap subgrup yaitu S

S = 6. Hitung nilai rataan dari seluruh s, yaitu S yang merupakan garis tengah

dari Grafik Kendali S

(19)

8. Hitung batas kendali untuk peta kendali S : 9. Petakan data X dan S pada Grafik Kendali x dan S serta amati apakah

data tersebut berada dalam pengendalian atau diluar pengendalian Suatu pola dikatakan tidak terkendali menurut Montgomery (1996) jika data terdapat beberapa faktor (Tabel 3) seperti berikut ini :

1. Satu atau beberapa titik diluar batas pengendali.

2. Suatu giliran dengan paling sedikit tujuh (7) atau delapan (8), dengan macam giliran dapat berbentuk giliran naik atau turun, giliran di atas atau di bawah garis tengah atau giliran di atas atau dibawah median. 3. Dua (2) atau tiga (3) titik yang berturutan di luar batas peringatan

2-sigma, tetapi masih dalam batas pengendali.

4. Empat (4) atau lima (5) titik yang berturutan di luar batas 1-sigma. 5. Pola tidak biasa atau tidak acak dalam data.

6. Satu (1) atau beberapa titik dekat satu batas peringatan. Tabel 3. Intepretasi pola data sistematik

No Pola Keterangan

1 Perubahan mendadak Satu titik berada diluar kontrol secara mendadak.

(20)

Lanjutan Tabel 3.

No Pola Keterangan

3 Campuran atau merangkul batas kendali Adanya titik-titik yang mendekati garis batas kendali.

4

Stratifikasi atau merangkul garis pusat Adanya titik-titik yang mendekati garis pusat.

5 Pergeseran dalam tingkat proses Adanya titik-titik yang cenderung bergeser dari garis pusat..

6 Tren Adanya kenaikan atau

penurunan secara kontinu, tepatnya 6 (enam) titik menurun atau meningkat

7 Pelarian Adanya titik yang cendrung

terletak pada satu sisi saja dari garis median, bila pergeseran atau pelarian mempunyai 7 (tujuh) titik atau 8 (delapan) titik atau bila 10 keluar dari 11 titik. Sumber : Trisyulianti, dkk (2003)

2. Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan. Dalam penelitian ini diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produksi pupuk urea dapat dilihat dari faktor “9M”. a. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan

masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah.

b. Temukan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide- ide yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.

(21)

tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama dapat diubah sesuai kebutuhan.

d. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkannya pada cabang yang sesuai.

e. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa” untuk menemukan akar penyebab, kemudian tulislah akar-akar penyebab itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat menggunakan teknik bertanya “mengapa” sampai lima (5) kali. f. Interpretasi atas diagram sebab akibat itu adalah dengan melihat

penyebab-penyebab yang muncul secara berulang kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab tersebut. Selanjutnya, fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus.

g. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor hasil- hasil.

3. Diagram Pareto (Pareto Diagram)

Diagram Pareto sebagai alat yang digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut (Ariani, 2002). Rincian pelaksanaan sebagai berikut:

a. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

b. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut.

(22)

d. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari terbesar hingga terkecil.

e. Menghitung frekuensi atau persentase kumulatif yang digunakan. f. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan

relatif masing-masing masalah, dengan cara mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian

(23)

23 4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Pabrik Pupuk Kujang IB merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berlokasi di Desa Dawuan, Kecamatan Cikampek Kabupaten Kerawang, Propinsi Jawa Barat. Pendirian Pabrik Pupuk Kujang IB bertujuan untuk meningkatkan kemampuan PT Pupuk Kujang dalam memasok kebutuhan pupuk di Jawa Barat .

Wilayah distribusi pupuk bersubsidi dari pemerintah ke 20 Kota dan Kabupaten di Jawa Barat yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Sukabumi, Kabupaten dan Kota Bandung, Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kab. Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang. Pendistribusian di Provinsi Jawa Tengah meliputi 3 (tiga) Kabupaten dan Kota, yaitu Kabupaten dan Kota Tegal, Kabupaten Brebes dan Kota Tegal.

PT Pupuk Kujang yang memproduksi beberapa produknya baik untuk dijual langsung berupa produk jadi ke lini-lini pemasarannya maupun diproduksi ulang oleh PT Pupuk Kujang itu sendiri maupun dengan anak perusahaan atau perusahaan affiliasinya yaitu PT Sintas Kurama Perdana, PT Kujang Sub-Chemie Catalyst, PT Peroksida Indonesia Pratama, PT Multi Nitrotama Kimia, PT Kawasan Industri Kujang Cikampek, PT BUMN Hijau Lestari. Jenis-jenis produk yang diproduksi PT Pupuk Kujang ada tiga, yaitu pupuk Urea, pupuk NPK dan pupuk Organik.

(24)

tahun sekali. PT Pupuk Kujang telah menjalankan kewajibannya sebagai perusahaan yang sadar akan perlindungan karyawannya dan lingkungan sekitarnya sebagaimana isu yang hangat beredar belakangan ini.

Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Pupuk Kujang tanggal 25 Juli 1997 dan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997, maka sejak tanggal tersebut PT Pupuk Kujang menjadi anak perusahaan PT Pupuk Sriwidjaja dan sesuai Akte Perubahan Notaris Imas Fatimah SH, Nomor 88 tahun 1998 tanggal 28 Maret 1998, disetujui penjualan 10 (sepuluh) lembar saham milik PT Pupuk Sriwidjaja pada PT Pupuk Kujang yang diwakili oleh Yayasan Kesejahteraan Warga Kujang (YKWK).

4.1.1 Tata Letak Perusahaan

Pabrik PT Pupuk Kujang terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Desa Dawuan, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi pabrik didasarkan pertimbangan berikut:

1. Dekat dengan sumber bahan baku gas alam di Cilamaya. 2. Dekat dengan sumber air tawar di Waduk Curug.

3. Dekat dengan sumber tenaga listrik di Jatiluhur.

4. Tersedianya jalur angkutan darat seperti jalan raya dan jalan tol. 5. Tersedianya sungai pembuangan di Cikaranggelam.

Kawasan PT Pupuk Kujang memiliki luas area sekitar 727,5 Ha yang terdiri atas daerah pabrik seluas ± 60 Ha , daerah perumahan seluas ± 60 Ha, daerah perkantoran dan sarana penunjang lainnya seluas ± 230 Ha serta Kawasan Industri Kujang Cikampek (KIKC) seluas ± 377,5 Ha. Kawasan pabrik terdiri dari pabrik amonia, urea, utilitas dan pengantonggan yang saling tersusun berdasarkan keterkaitan proses. Tata letak dirancang agar air buangan yang keluar dari lingkungan pabrik dianggap tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.

Tata letak pabrik atau plant lay out perlu dirancang dengan tujuan berikut:

1. Pengelolaan produk dapat efisien.

(25)

3. Mencegah polusi gas maupun suara.

4. Memudahkan jalan keluar dan masuk kendaraan di area pabrik. 4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

Visi perusahaan yaitu menjadi industri pendukung pertanian dan petrokimia yang efisien dan kompetitif di pasar global, sedangkan misi perusahaan dibagi menjadi 4 (empat) kriteria, yaitu:

1. Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional.

2. Mengembangkan Industri Agrokimia dan Petrokimia yang berbasis Sumber Daya Alam yang ramah lingkungan.

3. Memanfaatkan sumber daya tersedia untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.

4. Mendukung pengembangan perekonomian nasional dan perekonomian daerah melalui pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan.

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan

PT Pupuk Kujang merupakan BUMN di bawah Departemen Perindustrian dan Direktorat Industri Kimia Dasar yang seluruh modalnya adalah milik pemerintah. Struktur organisasi yang berlaku saat ini adalah berdasarkan Surat Keputusan Direksi No.014/SK/DU/X/2004, tanggal 18 Oktober 2004. Berdasarkan surat keputusan tersebut, struktur organisasi PT Pupuk Kujang dikepalai oleh Direktur Utama dan membawahi 3 (tiga) direktur lainnya, yaitu Direktur Produksi, Teknik dan Pegembangan, Direktur Sumber daya Manusia dan Umum, serta Direktur Komersil yang masing membawahi beberapa kompertemen terkait (keterangan lebih lanjut lihat Lampiran 8).

4.1.4 Kepegawaian Perusahaan

(26)

Tabel 4. Klasifikasi menurut jabatan

No Jabatan Tetap TR Honorer Jumlah orang

A Direksi 0 0 0 0

II. Jumlah pejabat fungsional

Jumlah 1.051 154 26 1.231

Tabel 5. Klasifikasi menurut lokasi

Lokasi Kantor Tetap TR Honorer Jumlah

Pupuk Kujang Cikampek 1026 153 20 1199

Karyawan alih tugas 12 0 6 18

Pupuk Kujang Jakarta 13 1 0 14

Jumlah 1.051 154 26 1.231

Tabel 6. Klasifikasi menurut pendidikan

No Pendidikan Jumlah

4.1.5 Jam Kerja Karyawan

(27)

1. Hari Senin sampai Kamis: jam 07.00 – 16.00 Istirahat: jam 11.30 – 12.30

2. Hari Jumat: jam 07.00 – 17.30 Istirahat: jam 11.30 – 13.00 3. Hari Sabtu dan Minggu libur

Karyawan shift adalah yang terlibat langsung dalam kegiatan produksi dan pengamanan pabrik. Jam kerja shift dapat diatur sebagai berikut :

1. Shift pagi: jam 07.00 – 15.00

2. Shift sore: jam 15.00 – 23.00

3. Shift malam: jam 23.00 – 07.00

4.1.6. Hak Karyawan

Sistem penggajian yang diterapkan di PT Pupuk Kujang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Karyawan tetap. Karyawan yang bekerja karena ikatan dinas maupun karyawan honorer, gaji diberikan akhir bulan. Gaji ini meliputi tunjangan isteri, anak, kesehatan, perumahan dan lain-lain. 2. Karyawan tenaga harian lepas, gaji diberikan dua (2) mingguan, yaitu setiap tanggal 5 dan 20. Besarnya gaji ini tergantung banyak sedikitnya jam kerja masing-masing karyawan. Selain gaji rutin seperti tersebut di atas, setiap karyawan akan mendapat bonus keuntungan yang besarnya tergantung kepada laju produksi.

(28)

4.2. Unit Produksi Perusahaan

PT Pupuk Kujang memiliki empat (4) unit produksi yang masing-masing memiliki fungsi berbeda, namun tetap berhubungan antar satu dan yang lainnya, yaitu unit utilitas, unit amonia, unit urea dan unit bagging. Lokasi masing-masing unitnya terpisah-pisah dikarenakan proses kerjanya membutuhkan ruang yang berbeda antar satu dengan yang lainnya.

PT Pupuk Kujang mengadakan PERTA (perbaikan tahunan) untuk menjaga kredibilitas mesin operasi dan kegunaan struktur penunjang fungsional pabrik-pabrik yang terus menerus beroprasi selama 24 jam. Perbaikan ± dilakukan selama 2 (dua) minggu.

4.2.1 Unit Utilitas

Unit utilitas berfungsi untuk menyediakan bahan baku penunjang untuk kebutuhan proses produksi di seluruh pabrik PT. Pupuk Kujang IB dan pengolahan limbah pabrik. Unit ini mengelola dan menyediakan sarana untuk menunjang unit-unit lain dan berfungsi juga untuk mengawasi proses produksi suatu pabrik. Unit Utilitas ini terdiri dari 8 (delapan) unit utama, yaitu:

1. Unitwater intake. 2. Unit pengolahan air. 3. Unit pembangkitsteam. 4. Unit pembangkit listrik.

5. Unit pengolahan air pendingin (cooling water). 6. Unit pengolahan udara pabrik dan udara instrumen. 7. Unitgas metering system.

8. Unit pengolahan limbah (waste water treatment). 4.2.2 Unit Amonia

Pabrik amonia PT Pupuk Kujang menggunakan Low Process

Energi yang dilisensi oleh Kellog Brown & Root, inc. Produk yang

(29)

utama berupa gas alam, air, dan udara. Untuk gas alam diperoleh dari 3 (tiga) sumber, yaituOffshore Arco, L. Parigi dan Mundu.

Unit produksi amonia ini terdiri dari 8 (delapan) unit, yaitu: 1. Unit pemurnian gas alam.

2. Unit pembuatan gas sintesis. 3. Unit pemurnian gas sintesis. 4. Unit sintesis amonia.

5. Unit purifikasi dan refrigerasi amonia. 6. Unit ammoniarecovery.

7. Unit hydrogen recovery danpurge gas recovery. 8. Unit process condensate stripping.

4.2.3 Unit Urea

Unit urea adalah unit yang mengubah bahan baku dari unit amonia, seperti amonia cair dan gas karbondioksida yang akan menghasilkan urea, ammonium karbamat, biuret, air dan excess amonia. Proses yang digunakan adalah ACES 21, dengan kapasitas terpasang 1.725 ton per hari. Produk urea yang dihasilkan memiliki kandungan nitrogen 46%.

Unit ini terdiri dari 6 (enam) unit utama, yaitu: 1. Unit Synthesis Loop.

2. Unit Purification. 3. Unit Concentration. 4. Unit Prilling. 5. Unit Recovery.

6. Unit Process Condensate Treatmen. 4.2.4 Unit Bagging

Unit yang terakhir adalah unit pengantongan yang berfungsi untuk mengelola butiran urea dari prilling tower lalu dikemas ke dalam karung plastik untuk kemudian dipasarkan atau disimpan di gudang.

Unit ini terdiri dari 3 (tiga) unit utama, yaitu:

1. UnitBulk handling System.

2. UnitBagging System.

(30)

4.3. Alur Produksi Urea hingga Pengemasan

Produksi dari urea hingga dikemas di dalam kemasan karung, ukuran 50 kg atau 1 (satu) ton, mengalami berbagai macam proses kimiawi, sehingga dari bahan baku urea berupa gas alam, air dan udara, menjadi pupuk urea yang berbentuk padat sehingga siap dijual ke konsumen atau perusahaan lain yang menjadikan pupuk urea sebagai bahan baku pembuat produk lainnya.

Diagram alir produksi pupuk urea dilakukan di pabrik 1B, dengan menggunakan Process ACES 21, yaitu teknologi recyle larutan stripping

yang terukur. Sedangkan pada proses pengemasan, unit bagging

menggunakan 12bin yang digunakan untuk mengemas urea ke dalam karung. Saat ini sebanyak 6 (enam) lini yang digunakan per produksi, dikarenakan lini yang lainnya diistirahatkan untuk dirotasi nantinya.

4.3.1 Proses Produksi Urea di Pabrik 1B

Dalam proses produksi urea di pabrik 1B, terdapat 5 (lima) seksi yang bertugas untuk memproduksi urea, yaitu seksi Synthesis, seksi Purifikasi, seksi Konsentrasi dan Prilling, seksi Recovery dan yang terakhir seksiProcess Condensate Treatment.

Secara garis besarnya gambar alur produksi urea akan melewati kelima (5) tahapan seperti dimuat pada Gambar 2.

(31)

Beberapa seksi yang mencakup di dalam pabrik urea 1B untuk proses pembuatan pupuk urea adalah seksi synthesis, seksi purifikasi, seksi konsentrasi dan prilling, seksi recovery dan seksi process

condensate recovery.

1. Tahap pertama

Gambar 3. Proses sintesa

Reaksi exothermis antara CO2 dan NH3 dimulai, dengan menggunakan ammonium carbonate partikel tersebut didehidrasi, sehingga proses pembentukan urea dimulai.

Peralatan utama yang ada di seksi sintesa (Gambar 3) adalah: a. Reaktor.

b. AmmoniaPreheater No.1 dan 2. c. CO2 Booster Compressor. d. CO2 Compressor.

e. Pompa karbamat

Kondisi reaktor P = 200 – 250 K ; T = 200 °C Volume Reaktor = 115 M3

(32)

2. Tahap kedua

Gambar 4. Proses dekomposisi

Tahap ini berfungsi untuk memisahkan gas-gas dari larutan Urea yang keluar dari Reaktor. Gas-gas itu, antara lain CO2, NH3 dan larutan karbamat yang telah terurai dengan jalan menurunkan tekanan dan menaikan suhu.

Peralatan utama yang ada di seksi dekomposer (Gambar 4) adalah:

a. High Perssure Decomposer, (HPD)

b. Low Pressure Decomposer,(LPD)

c. Gas Separator.

d. Reboiler forHPD.

e. Heat Exchaner ForLPD.

f. Reboiler ForLPD.

g. Kompressor Udara passivasi.

h. Pompa Larutan Urea. Kondisi Operasi alat:

a. P = 17 K ; T = 123 – 165° C (HPD) b. P = 2,5 K ; T = 132° C (LPD)

c. P = 0 – 0,3 K ; T = 90 – 107° C (GS)

FA-

FA-

DC-HPA LP

EA-HP LP G

EA-

(33)

EA-3. Tahap Ketiga

Gambar 5. Proses recovery I

Fungsi unit ini adalah menyerap gas-gas hasil penguraian dari unit dekomposisi dalam fase gas dengan menggunakan larutan karbamat dan

steam condensate maupun ammonia selanjutnya dikirim kembali ke

reaktor sebagai larutanrecycle,

Peralatan utama yang dipakai (Gambar 5) adalah:

a. High Pressure Air Compressor (HPAC), High Pressure Air (HPA)

danLow Pressure Air (LPA).

b. Off Gas Condenser.

c. Off Gas Absorber Tank.

d. Ogg Gas Absorber Final Cooler.

e. Off Gas Absorber.

f. Off Gas Absorber Cooler.

Dengan kondisi operasi:

(34)

4. Tahap keempat

Gambar 6. Proses Recovery II

Pada tahap ini, hampir keseluruhanexess ammonia dikondensasikan dan diserap, selanjutnya dikembalikan ke reaktor sebagai umpan bersama dengan ammonia segar dan berguna sebagai absorbent di HPA dan HPAC.

Peralatan utama yang digunakan (Gambar 6) adalah: a. Ammoniacondensor.

b. AmmoniaReservoir.

c. AmmoniaRecovery Absorber. d. Pompa-pompa.

Kondisi Operasi :

(35)

5. Tahap kelima

Gambar 7. Proses kristalisasi

Dalam tahap ini terjadinya proses pembentukan kristal pada larutan urea yang berasal dari unit dekomposisi, kemudian memisahkan kristal dari larutannya pada centrifuges, selanjutnya dikirim ke unit

prilling setelah dikeringkan kristalnya di fridizing driyer dengan

menggunakan udara panas difluidizing dryer.

Peralatan utama yang digunakan (Gambar 7) adalah:

a. Vacuum Concentrator.

b. Crystallizer lower part.

c. Vacum generator.

d. Agitator.

e. Centrifuges A ~ E.

f. Mother Liquor Tank.

g. Air heater for dryer.

h. Fluidizing dryer.

i. ID Fan for Dryer.

j. Rake Dryer

Kondisi Operasi :

(36)

6. Tahap terakhir

Gambar 8. Proses prilling

Pada tahap terakhir ini kristal urea diubah dari unit kristalisasi menjadi urea dalam bentuk butiran atau prill dengan cara dilelehkan mencapai titik lelehnya kemudian diubah bentuknya menjadi urea prill

dan selanjutnya dikirim ke unit pengantongan. Peralatan utamanya adalah :

a. GB – 302. b. GB - 304 A ~ F. c. GA - 302 A/B.

d. Cyclone & Dust Box A ~ D.

e. Dust Separator.

f. Dust Chamber.

g. Screw Conveyor.

h. Melter.

i. Head Tank .

j. Distributor.

k. Fluidizing Cooler.

l. Trommel.

m. Belt Scale conveyor.

n. Air Heater.

(37)

4.3.2 Proses Pengemasan Urea di UnitBagging

Urea yang sudah siap untuk dipasarkan, diterima oleh divisi

bagging untuk dikemas menurut berat dan kemasan yang ada. PT Pupuk

Urea membagi kemasan yang dijual menjadi 2 (dua) jenis, yaitu kemasan 50 kg dan kemasan 1.000 kg (1 ton). Dalam pengemasannya dibagi menjadi 3 (tiga) sistem, yaitu:

1. Bulk Handling System.

Bulk Handling System adalah suatu alat transfer untuk

menangani butiran urea curah dari pabrik urea untuk dikirim ke pabrik pengantongan lalu kemudian dikemas dengan karung plastik dan dijahit. Peralatan yang digunakan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Alat padaBulk Handling System

No Nama Alat No. Item Kujang 1A No. Item Kujang 1B

1 Transfer Conveyor 2801 VA S-JD 3001

2 Transfer Conveyor 2801 VB S-JD 3002

3 Surge Hopper 2801 FA S-FE 3001

4 Vibrating Feeder 2801 VC S-JF 3001

5 Travelling Tripper 2801 VE S-JD 3003B

6 Transfer Conveyor 2801 VD S-JD 3003A

7 Bin Storage 2802 FA-FF S-FE 3001 G-L

Cara kerjanya sebagai berikut:

a. Curahan butiran urea diterima olehTransfer Conveyor.

b. Butiran urea ditampung sementara dalam Surge Hopper, lalu digetarkan dengan menggunakanVibrating Feeder.

c. Setelah digetarkan, butiran akan dicurahkan melalui Transfer

Conveyor.

d. Selanjutnya butiran urea didistribusikan secara merata ke Bin

Storageyang dioperasikan olehTravelling Tripper.

2. Bagging System.

Bagging System adalah suatu peralatan yang menangani

butiran urea untuk dikemas dengan beban ± 50 kg/bag secara otomatis. Peralatan yang digunakan dimuat pada Tabel 8.

Tabel 8. Alat padaBagging System

No Nama Alat No. Item Kujang 1A No. Item Kujang 1B

1 Bagging Machine 2805 LB-LF S-JH 3001 G-L

2 Bagging Line Conveyor 2802 VB-VF S-JD 3004 G-L

(38)

Cara kerjanya:

a. Bagging Machine menakar butiran urea secara otomatis dengan

berat ± 50 kg/karung lalu ditransfer dengan Bagging Line

Conveyor.

b. Karung dijahit menggunakanSewing Machine.

c. Karung yang telah dijahit ditransfer melalui Accumulator

Conveyor untuk di-loading ke truk atau disimpan di gudang.

3. Bag Handling System.

Bag Handling System adalah suatu peralatan untuk mentrasfer

urea yang telah dikemas lalu dikirim untuk dimuat di truk ataupun disimpan di gudang melalui Conveyer yang ada. Peralatan yang digunakan dimuat pada Tabel 9.

Tabel 9. Alat padaBag Handling System

No Nama Alat No. Item Kujang

1A

No. Item Kujang 1B

1 Accumulator Conveyor 2803 VA-VF S-JD 3005 G-L

2 Short Conveyor 2806 VA-VF S-JD 3006 G-L

3 Floor Conveyor 2804 VA .... S-JD 3007-3008 ....

4 Over Head Conveyor 2804 VA ... S-JD 3007-3008 ....

5 Syacking Unit Conveyor 2809 VA ...

-6 Fork Lift -

-7 Pallet -

-Ketiga (3) sistem yang diterapkan oleh unit bagging dalam proses pengemasan pupuk urea yang dihasilkan pabrik, standar operating

procedure (SOP) penggunaan mesin-mesin yang tersedia di unit

bagging dan standarisasi pengemasan yang diberlakukan dalam

prosesnya, maka secara garis besar alur proses pengemasan pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 9.

(39)

4.4. Hasil Analisis

4.4.1 Pengolahan Data Pertama

Data perbandingan jumlah ketidaksesuaian proses pengemasan (reject) terhitung mulai bulan Januari 2011 – Juni 2011 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah kesalahan dibanding total produksi

Bulan Ureareject dalam pengemasan (ton)

Total Produksi Urea (ton)

Perbandingan jumlahreject dibandingkan terkemas (%)

Jan 484,35 95.615,05 0,51

Feb 307,80 84.922,50 0,36

Mar 262,52 94.253,45 0,28

Apr 299,73 92.447,15 0,32

Mei 264,20 91.969,11 0,29

Jun 88,20 52.247,50 0,17

Jml 1.706,8 511.434,76

Data dalam Tabel 10, memperhatikan bahwa tingkat produk yang di reject unitBagging berkisar 0,17 persen - 0,51 persen, masih dalam tahap wajar. Selain itu produk urea yang ditolak akan dikumpulkan kembali, lalu dibersihkan dengan proses tertentu, melawati tahap recycle ulang, sehingga pupuk tersebut layak atau siap untuk dijual ke pasar.

Perusahaan menerapkan sistem zero waste, yaitu tidak adanya pembuangan produk reject maupun pemborosan sumber daya perusahaan. Namun perusahaan diharapkan dapat menekan jumlah atau persentase reject pengemasan produk apabila ingin lebih efisien dalam proses produksinya. Untuk itu perusahaan harus mengetahui hal-hal yang berpengaruh dalam proses pengemasan tersebut.

Dari literatur buku setempat dan wawancara langsung terhadap operator mesin bagging, supervisor, buruh, staf dan manager bagging, didapatkan hasil-hasil yang biasa terjadi dalam proses pengemasan yang dapat menyebabkan produkreject, diantaranya:

1) Ceceran Urea

Urea tercecer dalam proses pengemasan dikarenakan beberapa hal, yaitu kondisi mesin dan cara pekerja bekerja.

2) Loading Truck

Loading truck merupakan alasan beberapa proses pengemasan tidak

(40)

3) Pembongkaran Gudang

Pembongkaran gudang menjadi faktor produk yang ditolak, dikarenakan manuver forklift, pemindahan manual dan pergerakan

stacker.

Berikut adalah persentase data kesalahaan dilihat dari jenis-jenis kesalahannya, seperti dimuat pada Tabel 11.

Tabel 11. Persentase kesalahan per bulan

Jumlah cacat dikonversikan dengan proporsi persentase cacat per kesalahan akan menjadi tabel jumlah total masing-masing kesalahan per bulan untuk periode Januari – Juni 2011(penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 6), seperti dimuat pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah masing-masing kesalahan per bulan

Bulan Total urea reject

(ton) Ceceran Urea (%) Urea tercecer (ton)

Pembongkaran Gudang (%)

Kesalahan pembongkaran

(ton)

Loading Truck (%)Kesalahan Loading (ton)

Jan 484,35 40,80 197,61 9,10 44,08 50,10 242,66 Feb 307,80 51,70 159,13 6,40 19,70 41,90 128,97 Mar 262,52 38,90 102,12 10,50 27,56 50,60 132,84 Apr 299,73 46,30 138,77 7,70 23,08 46,00 137,88 Mei 264,20 56,10 148,22 8,70 22,99 35,20 93,00

Jun 88,20 49,20 43,39 9,10 8,03 41,70 36,78

Total 1706,80 46,24 789,25 8,52 145,43 45,24 772,12

(41)

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Urea tercecer (ton)

Kesal ahan pembongkaran (ton)

Kes alahan Loadi ng (ton)

Gambar 10. Histogram data periode Januari – Juni 2011

Histogram Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa jumlah total produk

reject pada bulan Januari adalah yang terbesar (484,35 ton), lalu pada bulan

Februari berkurang menjadi 307,80 ton, disusul penurunan pada bulan Maret menjadi 262,52 ton. Namun anomali terjadi pada bulan April yang bertambah jumlah produk reject menjadi 299,73 ton, tetapi kemudian jumlah kesalahan pengemasan kembali turun menjadi 264,20 ton pada bulan Mei dan penurunan nyata terjadi pada bulan Juni yang melakukan kesalahan “hanya” 88,20 ton. Fluktuasi jumlah kesalahan dalam pengemasan dapat dilihat dalam Gambar 11.

0 100 200 300 400 500 600

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

(42)

berpengaruh dalam proses tersebut. Jumlah urea tercecer paling besar terjadi pada bulan Januari sebesar 197,61 ton dan jumlah kesalahan pada saat

loading truck yang terbesar juga terjadi pada bulan Januari sebanyak 242,66

ton. Namun jika dilihat dari jumlah total kesalahan pada saat proses pengemasan per Januari-Juni 2011 di unit bagging, faktor urea tercecer menjadi faktor utama, yaitu dengan jumlah 789,25 ton lalu diikuti oleh faktor kesalahan pada saat loading truck dengan jumlah 772,12 ton, sedangkan kesalahan pembongkaran gudang 145,43 ton.

Ju

Jenis kesalahan yang ada 0

Urea tercecer Kesalahan Loading Kesalahan pembongkaran

Gambar 12. Grafik Pareto kesalahan di unit bagging

Sebagaimana yang terlihat di grafik Pareto, berdasarkan perhitungan tersebut perlu diadakan peninjauan lebih spesifik mengenai permasalahan tersebut. Peninjauan akar masalah yang jelas dapat memperkecil peluang terjadinya kesalahan yang sama, agar mampu mempersiapkan hal-hal yang perlu diintrospeksi dan diperbaiki untuk kedepannya.

Faktor kesalahan pada saat loading truck melibatkan pihak eksternal (dalam hal ini buruh angkut), maka pencarian akar masalah akan lebih difokuskan untuk hal-hal internal yang dapat dikaji secara lebih mendetail, baik secara langsung maupun tak langsung. Untuk dari itu penelitian menitikberatkan pada permasalahan urea tercecer.

4.4.2 Pengolahan Data Kedua

(43)

para ahli dapat dilihat pada diagram Ishikawa atau Tulang Ikan pada Gambar 13. Dalam gambar, sumber permasalahan eksternal (cuaca, suhu dan kelembaban pabrik) tidak dimasukan, karena hal-hal tersebut bersifat alamiah.

Gambar 13. Diagram Fishbone Keterangan:

= Permasalahan yang akan dikaji. = Sumber masalah utama (4M) = Akar penyebab masalah = Sub akar penyebab masalah

(44)

1. Man atau manusia yang mempengaruhi proses tersebut melibatkan 4 (empat) atribut, yaitu:

a. Skill

Skill atau kemampuan, baik dasar maupun yang sudah dipelajari

terlebih dahulu melalui pendidikan atau pelatihan, sangat berpengaruh bagi proses produksi. Pendidikan terakhir pekerja mempengaruhi pola pikir dan pemahaman situasional yang dihadapi di tempat kerja. Pelatihan yang tepat bagi calon pekerja maupun pelatihan tiap beberapa periode tetap harus dilakukan oleh perusahaan demi menekan kesalahan di bidang pengemasan yang diakibatkan oleh kurangnya skill pekerja.

b. Konsentrasi

Konsentrasi pekerja di tempat kerja sangat diperlukan, mengingat proses produksi dilakukan secara terus menerus selama 24 jam lamanya. Pekerja bagian pengemasan memiliki waktu bekerja 8 (delapan) jam per shift, sehingga hal ini membutuhkan konsentrasi mengingat faktor kelalaian petugas dapat menyebabkan tidak efektifnya proses kerja di pabrik.

c. Faktor Internal

Faktor internal dapat mempengaruhi kondisi pekerja itu sendiri. Masalah keluarga, keuangan dan hal-hal yang bersifat pribadi yang dapat mempengaruhi kondisi psikis dan kondisi mental pekerja, sehingga kinerja di lapangan dapat menurun. Untuk itu, perlu adanya motivator bagi para pekerja yang membutuhkannya.

d. Kondisi Fisik

Kondisi fisik pekerja, meliputi umur, tenaga dan kualitas kesehatan pekerja itu sendiri. Kondisi inilah yang dapat dilihat secara langsung, untuk itu para supervisor pabrik pengemasan dituntut lebih jeli dalam memilih pekerjanya.

2. Machine atau mesin yang digunakan dalam proses pengemasan

(45)

a. Umur Mesin

Beberapa mesin ada yang dibuat pada tahun 70-an, sehingga umur mesin sudah tergolong tua atau tidak modern, sehingga efektifitas kecepatan memproduksi dan efisiensi biaya penjalanan mesin (semakin tua mesin, maka akan semakin boros bahan bakar). Untuk itu perlu adanya penggantian atau penambahan mesin baru secara berkala demi peremajaan sistem produksi pengemasan di pabrik.

b. Maintenance

Maintenance atau pengecekan secara berkala dapat mengurangi

resiko kerusakan mesin, penerapan kebijakan perusahaan dengan sistem PERTA (perbaikan tahunan) dan kebijakan unit bagging melakukan rotasi pada mesin dianggap sudah pas dengan standarisasi perusahaan. Dengan adanya pengecekan sebelum dan sesudah pemakaian alat, maka usaha pengurangan resiko kerusakan mesin akan menjadi lebih optimal.

c. Kerusakan

Kerusakan dipengaruhi faktor umur mesin, maka ada beberapa alat sudah mencapai tahap kerusakan, sebagai contoh di lini 1, lini 1 digunakan untuk pengemasan dengan skala 1 (satu) ton, namun dikarenakan tingkat kebocoran oli yang tinggi, yang dapat merusak mutu dan produk pupuknya itu sendiri, maka mesin lini 1 sangat jarang digunakan. Adanya perbaikan mesin di lini 1 dapat meningkatkan skala penjualan pupuk urea dengan berat 1 (satu) ton. Kesalahan bin tumpah diakibatkan kecepatan pengemasan belum sejalan dengan kecepatan pengiriman urea dari pabrik produksi urea, untuk mencapai keselarasan, perlu penghitungan dan pembuatan standar kecepatan pengemasan per karungnya agar tingkat presisi dapat dijaga.

d. Kelebihan Takaran

(46)

menerapkan batas toleransi untuk kemasan ukuran 50 kg ± 300 g. Perusahaan mampu menjaga kekonsistenan takaran di batas toleransi, sehingga mutu takaran kemasan dapat terjaga. Namun alangkah lebih baiknya, apabila perusahaan mampu menekan batas toleransi tersebut, sehingga perusahaan dapat memproduksi urea lebih efisien.

3. Method atau metode yang mempengaruhi proses tersebut melibatkan 3

(tiga) atribut, yaitu:

a. Shift

Shift yang diberlakukan untuk para pekerja pengemasan langsung

(pekerja dan supervisor) selama 8 (delapan) jam per hari dengan waktu pengerjaan 24 jam terbilang bagus. Namun penempatan beberapa karyawan dalam suatu shift perlu diatur, agar lebih efektif, sebagai contoh penempatan karyawan shift pagi lebih banyak dibanding shift sore dan malam, dikarenakan jumlah pemroduksian pada saat pagi hari cendrung lebih banyak jumlahnya.

b. Jam Istirahat

Jam istirahat pekerja perlu diatur secara tepat, demi menghindari penumpukan jumlah pegawai yang menganggur atau kekurangan pekerja disaat jam sibuk.

c. Efektivitas Pekerja

Efektivitas pekerja dapat dilihat dari jumlah pekerja yang tersedia di satu lini, yaitu 4 (empat) orang, dengan rincian 1 (satu) orang bertugas sebagai bagger, 1 (satu) orang bertugas merapihkan posisi karung, 1 (satu) orang bertugas di mesin jahit dan 1 orang stand-by

untuk menggantikan yang lainnya. Rotasi diantara keempat (4) pekerja tersebut harus dipastikan lebih jelas waktunya agar dapat menurunkan tingkat kejenuhan dan terbaginya waktu istirahat secara lebih jelas.

4. Materials atau bahan baku yang mempengaruhi proses tersebut melibatkan

(47)

Karung

Dalam kasus bahan baku, PT Pupuk Kujang bekerjasama dengan beberapa penyuplai karung plastik yang digunakan dalam proses pengemasan, yaitu PT Polyplast (Surabaya), PT Sumongan (Semarang) dan PT Karper. Penyortiran karung-karung terlebih dahulu perlu dilakukan sebelum digunakan dalam proses pengemasan untuk penjagaan mutu karung sebagai kemasan pelindung pupuk urea.

4.4.3 Pengolahan Data Ketiga

Dari keempat faktor-faktor penyebab kesalahan yang terjadi dalam proses pengemasan oleh divisi bagging, perusahaan memberi perhatian lebih dipermasalahan penakaran, karena masalah penakaran ini dapat memberikan dampak langsung kepada perusahaan. Menurut pengendalian mutu perusahaan, divisi bagging menyatakan titik toleransi dalam pengemasan ukuran 50 kg adalah ± 300 g. Jika melebihi batas toleransi itu, maka perusahaan akan mendapatkan 2 (dua) dampak, yaitu:

1. Jika melewati batas atas toleransi perusahaan, maka perusahaan merugi, karena perusahaan memproduksi lebih dari harga yang didapatkan.

2. Jika kurang dari batas bawah toleransi perusahaan, maka akan banyak konsumen memprotes. Konsumen mendapatkan produk lebih sedikit dari yang diharapkan.

Dari data yang ada, pihak yang paling mendapatkan dampak yang signifikan adalah pihak perusahaan, karena perusahaan selalu memproduksi pupuk kisaran 50 kg ke atas, tidak pernah berada di bawah garis 50 kg. Hal ini berdampak pada jumlah kelebihan takaran perkemasan melebihi nilai 50 kg.

(48)

R

Gambar 14. Batas atas dan batas bawah pengendalian perusahaan Terlihat dari gambar di atas, batas atas toleransi perusahaan 50,30 kg dan batas bawahnya 49,70 kg. Garis yang berada di tengah merupakan berat produk ideal yang diinginkan oleh pihak PT. Pupuk Kujang selaku produsen dengan konsumen yang menggunakan produk urea kemasan 50 kg.

Data yang diolah periode Januari – Juni 2011 mengindikasikan bahwa rataan produksi pupuk urea PT Pupuk Kujang per bulan tidak pernah menyentuh angka 50 kg ke bawah. Hal ini menunjukan kepedulian PT Pupuk Kujang yang besar kepada para konsumennya, sehingga menjaga mutu kemasan yang diharapkan oleh konsumennya. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.

Rat

Berat (kg) / kemasan LCL Rataan UCL

(49)

Data diperoleh dari jumlah produksi perusahaan per bulan (terhitung bulan Januari – Juni 2011) dilihat dari urea kemasan 50 kg memiliki rataan produksi 50,1690 kg. Dengan nilai maksimum 50,2167 kg dan minimum 50,0667 kg pada total contoh proses pengemasan selama 6 (enam) bulan atau 181 hari.

Jika ditinjau dari segi kesalahan total per bulan, maka grafik yang terjadi berdasarkan kurun waktu 6 (enam) bulan dimuat pada Gambar 16.

R

Januari Februari Maret April Mei Juni Berat (kg) / kemasan Rata-rata Batas Atas Batas Bawah

Gambar 16. Berat rataan kemasan 50 kg per bulan

Berdasarkan gambar 16 terlihat bahwa jumlah rataan kemasan > 50 kg paling tinggi di bulan Juni yang bernilai 50,1759 kg, diikuti bulan Februari sebesar 50,1739 kg, kemudian Januari 50,1722 kg, kemudian pada bulan Maret sebesar 50,1687 kg, bulan Mei 50,1627 kg dan urutan terakhir bulan April 50,1611 kg.

Jika ditinjau dari kelebihan takaran per periodeshift, yang terbagi 3 (tiga), yaitushift malam, pagi dan sore, maka data Grafik Kendali seperti dimuat pada Gambar 17 (penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 5).

Waktu produksi (hari)

(50)

Pemantauan per shift seperti gambar yang telah dikemukakan, maka pengendalian mutu pada proses pengemasan dapat lebih terpantau dari segi penerapan standar mutu yang diterapkan oleh perusahaan. Rataan penyebaran terjadi diantara selang 50,2167 kg sebagai titik tertinggi kelebihan takaran dan 50,0667 kg sebagai rataan titik terendah kelebihan dalam penakaran. Jika dilihat dari rataan kesalahan per shift, maka shift pagi yang memiliki rataan kesalahan terbesar (50,1713), diikuti shift malam (50,1680) dan yang terakhir

shift sore (50,1675).

Menurut sifatnya pola data pengemasan pupuk urea dalam produksi unit bagging masih berada dalam batas kendali, karena produksi secara terus-menerus dan mesin bekerja secara otomatis, maka tidak ada garis atau titik di dalam Grafik Kendali yang menyimpang.

Namun dengan pembuatan garis batas atas dan garis bawah baru (UCL dan LCL), maka akan diperoleh titik yang lebih optimum dalam pengendalian mutu dengan asumsi rataan per 6 (bulan). Dengan menggunakan Grafik Kendali x dan S, yaitu:

Grafik kendali x : CL = X = 50,1689

N = 3 (observation in samples) Dengan A3 = 1,954 dan S = 0,0269 UCL = x + (A3 * S)

= 50,1689 + 1,954 (0,0269) = 50,2215

LCL = x – (A3 * S)

= 50,1689 – 1,954 (0,0269) = 50,1163

Grafik kendali S : CL = S = 0,0269

(51)

= 2,568 (0,0269) = 0,0691

LCL = B3 * S = 0 (0,0269) = 0

Rumus ini digunakan berdasarkan data rataan keseluruhan produksi dari bulan Januari – Juni 2011, maka untuk mencari nilai tengah yang baru, dicari nilai rataan total, UCL dan LCL. Dilihat dari penyebaran data yang ada, maka Grafik Kendali x dan S dirasa sudah tepat untuk mencari nilai-nilai yang diperlukan, kemudian dengan menggunakan tabel yang tersedia, ditetapkan A3, B4 dan B3 (dapat dilihat pada Lampiran 9) berdasarkan total pengambilan contoh per hari, untuk mendapatkan UCL dan LCL baru (penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 4) seperti pada Gambar 18.

Be

Rataan Berat (kg) / kemasan LCL Batas nilai kemasan UCL

Gambar 18. UCL dan LCL yang baru

(52)

Gambar data Continuous Improvement pada pengendalian mutu dapat dilakukan menjadi seperti dalam Gambar 19.

Waktu produksi (hari)

Rataan berat (kg) / kemasan LCL UCL

Gambar 19. Control chart untuk Contimuous Improvement

Untuk memastikan data dalam S bar telah diukur dengan sempurna, maka Grafik Kendali S (penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 3) dapat diperoleh dengan memasukan rumus perkalian nilai Tabel B3 dan B4 dengan nilai S yang ada. Grafik tersebut diimplementasikan melalui Gambar 20.

S

106 113 120 127 134 141 148 155 162 169 176

StDev Berat (kg) / kemasan LCL UCL

(53)

4.5. Implikasi Manajerial

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kegiatan pengendalian produksi melalui QC sebagai alat penting bagi manajemen produksi dan pengemasan produk, karena QC berperan menjaga, memelihara, memperbaiki dan mempertahankan mutu produk agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengendalian mutu harus dapat mengarahkan beberapa tujuan terpadu, sehingga konsumen dapat puas menggunakan produk, baik barang atau jasa perusahaan. Untuk itu, langkah-langkah yang perlu dilakukan perusahaan yaitu, penetapan standar mutu produk yang akan dibuat, penilaian kesesuaian mutu yang dibuat dengan standar yang ditetapkan, pengambilan tindakan korektif terhadap masalah dan penyebab yang terjadi, serta terakhir perencanakan perbaikan untuk meningkatkan mutu.

Standar yang dibuat harus memenuhi 2 (dua) aspek, yaitu efektifitas proses dan efisiensi biaya produksi. Untuk itu, perusahaan PT Pupuk Kujang perlu menitikberatkan pengendalian mutu sebagai aspek yang berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan dan nantinya berdampak pada tingkat loyalitas konsumen.

(54)

54

5.1. Kesimpulan

Pengendalian proses pengemasan di perusahaan dengan menerapkan

sistemzero waste, dimana Urea yang tergolong produk reject akan disuling ulang melalui beberapa tahapan seperti sweeping atau washing, disamping melakukan pembongkaran dan pemuatan ulang bila terjadi penyimpangan

berat timbangan. Persentase kesalahan dalam ketidaksesuaian jumlahreject yang terjadi di divisi bagging pada bulan Januari–Juni 2011 adalah 0,17 persen - 0,51 persen, dengan jumlah maksimum reject 484,35 ton pada bulan Januari dan 88,20 ton pada bulan Juni sebagai titik kesalahan proses

pengemasan terendah perusahaan. Hal lainnya faktor urea tercecer menjadi

faktor utama, (789,25 ton), diikuti oleh faktor kesalahan pada saat loading truck (772,12 ton) dan kesalahan pembongkaran gudang (145,43 ton) selama 6 (enam) bulan terhitung dari bulan Januari – Juni 2011.

Permasalahan yang menyebabkan timbulnya kesalahan-kesalahan

tersebut, dirinci dengan diagram tulang ikan, atas faktor 4M seperti

manusia (skill, konsentrasi, faktor internal dan kondisi fisik pekerja itu

sendiri),mesin (umur, perbaikan, kerusakan dan kelebihan takaran mesin itu

sendiri), metode (jam shift, jam istirahat dan efektivitas metode yang

diterapkan) dan yang terakhirbahan baku (mutu karung yang dipakai).

Jumlah produksi perusahaan per bulan dilihat dari urea kemasan 50

kg memiliki rataan produksi 50,1690 kg, dengan nilai maksimum 50,2167

kg dan minimum 50,0667 kg, serta proses pengemasan mutu pada unit

bagging untuk kemasan 50 kg adalah terkendali, karena masih di bawah batas atas toleransi yang diterapkan perusahaan dan proses pengemasan

sama sekali tidak pernah menyentuh angka di bawah 50 kg (asumsi batas

(55)

5.2. Saran

a. Saran Praktis

Perlu diberikan prioritas kepada permasalahan-permasalahan yang

menjadi faktor penyebab reject, maka divisi unit bagging dapat memperkirakan kendala yang akan dihadapi ke depannya. Dalam hal ini

faktor 4M dapat diproyeksikan sebagai penentu akar permasalahan

hingga sub-akar permasalahan dalam memantau cara penanggulangan

yang paling tepat pada setiap kesalahan yang terjadi.

b. Saran Akademis

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih menekankan Continuous Improvement per periode produksi pengemasan pada divisi bagging PT Pupuk Kujang, sehingga batas toleransi perusahaan dapat disesuaikan

menurut kondisi pasar dan proses produksi produk pada saat tertentu,

sehingga proses pengemasan dapat lebih terpantau dan akhirnya

(56)

Oleh

YODIA ADMIRALDI

H24070068

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(57)

56 Ahyari, A. 1986. Manajemen Produksi 1 PPFE Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta.

Ariani, D.W. 2002. Manajemen Kualitas, Pendekatan Sisi Kualitatif. Depdiknas, Jakarta.

Assauri, S. 2002. Manajemen Produksi. Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Batarfie, M. U. A. 2006. Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Air Minum dalam Kemasan. Studi Kasus di PT Sinar Bogor QUA, Pajajaran, Bogor. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.

Handoko, T. H. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta.

Juran, J.M. 1995. A History of Managing for Quality, ASQS Quality Press,

Milwukee, WI.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, (Terjemahan), Airlangga, Jakarta.

Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Montgomery, D. C. 1996. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Prawirosentono, S. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Total Quality Management Abad 21 Studi Kasus Dan Analisis Kiat Membangun

Bisnis Kompetitif Bernuansa"Market Leader".Bumi Aksara, Jakarta.

Risiana, Y. 2007. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Pressure

Tank PH 100 (Studi Kasus di CV Saga Multi Industri, Sukabumi), Skripsi

pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.

Trihendardi, C. 2006. Statistik Six Sigma dengan Minitab. Andi, Yogyakarta.

Trisyulianti, E. dkk. 2003. Desain Sistem Pakar untuk Interpretasi Bagan Kendali Mutu Pakan, Jurnal Teknik Industri Pertanian: 15 ( l ) : 17 - 27

www.mediadata,com.2011 (diakses tanggal 23 Juni 2011)

www.pupuk-kujang.co.id.2011 (diakses tanggal 15 Juni 2011)

www.pusri.wordpress.com.2011 (diakses tanggal 25 Juni 2011)

(58)

Oleh

YODIA ADMIRALDI

H24070068

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gambar

Gambar 2. Alur produksi pupuk Urea
Gambar 4. Proses dekomposisi
Gambar 5. Proses recovery I
Gambar 6. Proses Recovery II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meminimalisasi atau menyesuaikan reiko politik yang melekat pada bisnis global diantaranya “strategi

Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository

Tugas dari IPHP adalah untuk mempelajari dan menjelaskan (interpretasi) hukum pidana yang berlaku pada suatu waktu dan negara tertentu, mempelajari norma-norma dalam

ternak-ternak jantan dan betina yang masih ada hubungan famili; (3) Outcrosing, adalah cara yang dilakukan dengan cara mengawinkan seekor pejantan dari suatu kelompok

Secara keseluruhan, kegiatan PKH yang merupakan tugas rutin pendamping dapat terlaksana dengan baik, tetapi dalam melaksanakan kegiatan PKH tersebut pendamping

Menimbang, bahwa dari keterangan Saksi Putri Pohan yang dibenarkan Para Terdakwa, perbuatan tersebut dilakukan dengan memepet sepeda motor Saksi dan selanjutnya menarik dompet

Hasil analisis menunjukkan bahwa ukuran perusa- haan, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan komite audit dapat meningkatkan pengungkapan tata kelola

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu; Mendiskripsikan Perlindungan Hukum yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Magetan dan Pengadilan Negeri Boyolali, Hambatan