• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOBILITAS KEMISKINAN ANTARGENERASI DAN PERILAKU INVESTASI PADA ANAK WIDA EDWINA ARIFIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MOBILITAS KEMISKINAN ANTARGENERASI DAN PERILAKU INVESTASI PADA ANAK WIDA EDWINA ARIFIN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

MOBILITAS KEMISKINAN ANTARGENERASI DAN

PERILAKU INVESTASI PADA ANAK

WIDA EDWINA ARIFIN

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Mobilitas Kemiskinan Antargenerasi dan Perilaku Investasi Pada Anak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Wida Edwina Arifin NIM I24100016

(4)

ABSTRAK

WIDA EDWINA ARIFIN. Mobilitas kemiskinan antargenerasi dan perilaku investasi pada anak. Dibimbing oleh HARTOYO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena mobilitas kemiskinan antargenerasi yang terjadi pada dua generasi keluarga dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas kemiskinan antargenerasi. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Jawa Barat dan memiliki anak usia balita dengan contoh adalah 120 keluarga terpilih yang tersebar di empat lokasi penelitian dengan menggunakan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah pergerakan mobilitas kemiskinan mengalami perbedaan antara di desa dan kota. Keluarga yang tinggal di desa mengalami mobilitas kebawah, sedangkan keluarga yang tinggal di kota mengalami mobilitas keatas. Suami berperan sebagai penentu kesejahteraan keluarga. Mobilitas kemiskinan terjadi karena dipengaruhi oleh perilaku investasi dan lama pendidikan. Hasil regresi menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan pada suami dan istri adalah perilaku investasi, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pendidikan, pengaruh orang tua di masyarakat dan pendidikan ibu.

Kata kunci : Kemiskinan, mobilitas kemiskinan, perilaku investasi

ABSTRACT

WIDA EDWINA ARIFIN. Intergenerational Poverty Mobilization and Parental Investment Behavior on Children. Under supervision of HARTOYO.

This research was intended to analyze intergenerational poverty mobilization phenomenon that happens in two family generations and analyze the factors that influence intergenerational poverty mobilization. The study involved 120 families with under 5 years old children which were selected randomly from 4 villages of Indramayu and Bogor districts. The study resulted that there was a contrast mobilization direction between rural and urban. Families who lived in rural area had a downward mobility, while families who lived in urban area had a upward mobility. Determinant of family welfare is the husband. Intergenerational poverty mobilization happened is because of parental investment behavior on children and educational background. Furthermore, poverty mobilization is determined by parental investment, land ownership, livestock ownership, educational level of husband and wife, parent‟s societal influences, and mother‟s educational level.

(5)

MOBILITAS KEMISKINAN ANTARGENERASI DAN

PERILAKU INVESTASI PADA ANAK

WIDA EDWINA ARIFIN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan karunia rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Mobilitas Kemiksinan Antargenerasi dan Perilaku Investasi Pada Anak”.

Pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan saran, masukan, serta arahan dalam proses penyusunan proposal sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. Tin Herawati, M.Si dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen penguji skripsi dan Ir. Ratnaningsih, MS selaku dosen pemandu seminar atas arahan dan masukannya sehingga penulisan skripsi ini bisa menjadi lebih baik.

3. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak ilmu dan pemahamannya kepada penulis.

4. Kedua orang tuaku, ayahanda Arifin Saibi dan ibunda Eny Heryati yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya yang tiada henti. Adikku, M. Irfan Arifin serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta semangat tiada henti.

5. Teman-teman seperjuangan penulis dalam penelitian S1, Nenggi Okta Pramudita, Mardiana, Siti Ulfah Hasanah, yang saling membantu, mengingatkan, bekerjasama, memberika masukan dan motivasi selama penulisan skripsi ini.

6. Dwifeny Ramadhany dan Susi Susanti yang selalu memberikan semangat, motivasi, dorongan serta doa. Teman-teman IKK 47 dan pengurus HIMAIKO atas kebersamaan dan kejasamanya selama penulis kuliah di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segalan infomasi yang terdapat didalamnya.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan 5 Kegunaan 5 KERANGKA PEMIKIRAN 5 METODE PENELITIAN 8

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 8

Contoh dan Metode Penarikan Contoh 8

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 9

Pengolahan dan Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Hasil 14

Pembahasan 30

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 39

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan skala data 10

2 Karakteristik keluarga contoh berdasarkan wilayah (desa/kota) dan status 15 3 Distribusi responden berdasarkan pencari nafkah utama keluarga contoh 16 4 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan keluarga contoh 16 5 Distribusi keluarga asal berdasarkan jumlah anak menurut wilayah 17 6 Distribusi keluarga asal berdasarkan pencari nafkah utama menurut 18 7 Distribusi keluarga asal berdasarkan jenis pekerjaan pencari nafkah 18 8 Distribusi keluarga asal berdasarkan status pendapatan menurut wilayah 19 9 Distribusi orang tua di keluarga asal berdasarkan kemampuan literasi 20 10 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kepemilikan rumah dan 20 11 Distribusi keluarga asal berdasarkan kepemilikan aset wilayah (desa/kota) dan

status kesejahteraan keluarga contoh 21

12 Distribusi keluarga asal berdasarkan pengaruh di masyarakat menurut

wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh 21 13 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kesejahteraannya dan status

kesejahteraan keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota) 22 14 Distribusi keluarga contoh di desa berdasarkan status kesejahteraan 23 15 Distribusi keluarga contoh di kota berdasarkan status kesejahteraan 23 16 Presentase status kesejahteraan keluarga contoh berdasarkan status 24 17 Distribusi keluarga contoh berdasarkan dinamika kemiskinan 24 18 Distribusi keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan menurut 25 19 Ringkasan analisis regresi logistik multinomial faktor-faktor yang 28 20 Ringkasan analisis regresi logistik multinomial faktor-faktor yang 30

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 7

2 Teknik penarikan contoh 9

3 Presentase skor investasi orang tua terhadap suami 26 4 Presentase skor investasi orang tua terhadap istri 26

(11)

5 Presentase skor perilaku investasi suami terhadap anak terakhir 27 6 Presentase skor perilaku investasi istri terhadap anak terakhir 27

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hubungan karakteristik keluarga asal, keluarga contoh, warisan, perilaku investasi, penerimaan bantuan program pemerintah dengan mobilitas

kemiskinan suami 39

2. Hubungan karakteristik keluarga asal, keluarga contoh, warisan, perilaku investasi, penerimaan bantuan program pemerintah dengan mobilitas

kemiskinan istri 40

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan anak merupakan masalah global yang serius, hal ini karena sebagian besar anak tinggal di lingkungan yang miskin di negara berkembang (Moore 2005). Berdasarkan temuan UNICEF, menunjukkan bahwa resiko tingkat kemiskinan pendapatan dikalangan anak-anak adalah tinggi dan anak-anak sebagian besar miskin.

“UNICEF estimates that children represent at least half of the income poor. This means that at least 600 million children under the age of 18 struggle to survive on less than $1 a day. They represent a staggering 40 per cent of all children in developing countries” (UNICEF 2000)

Mereka menyumbang sebagian besar penduduk miskin di negara berkembang. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa dibeberapa negara, kemiskinan anak memiliki proporsi yang lebih besar dari masalah kemiskinan secara keseluruhan (Deaton dan Paxson 1997;Lanjouw et al 1998). Meskipun secara tidak proposional anak-anak mewakili orang miskin.

Pada banyak kasus, kemiskinan anak disebabkan oleh adanya diskriminasi transisi dari anak-anak menuju dewasa. Namun, secara keseluruhan masalah kemiskinan anak merupakan interaksi dari beberapa faktor. Salah satunya dapat dilihat pada indikator bukan pendapatan. Penelitian yang dilakukan Gordon et al (2003) mengenai perampasan dikalangan anak-anak dengan berfokus pada delapan dimensi kesejahteraan (makanan, air, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, informasi, akses ke layanan), menunjukkan bahwa satu dari dua anak sampel menderita kekurangan yang parah setidaknya pada satu aspek, dan satu dari tiga anak-anak menderita dua atau lebih perampasan. Dimensi tersebut saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Pada tahun 1970-an para ahli berpendapat bahwa kemiskinan terjadi karena adanya “transfer budaya kemiskinan” antargenerasi. Sedangkan pada tahun 1980-an isu-isu mengenai penyebab kemiskinan lebih mengarah kepada kesempatan yang diperoleh seseorang. Sebanyak 35 persen lebih anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang miskin kronis memiliki kemungkinan untuk tetap miskin saat mereka dewasa (Pakpahan et al 2009). Kemiskinan dan kerentanan pada anak-anak tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas hidup mereka, tetapi juga kualitas kehidupan secara umum (Barrientos 2004). Faktor penting yang dapat menjelaskan mengenai perangkap kemiskinan adalah durasi kemiskinan dan perampasan. Jika perampasan yang dialami terjadi bertahun-tahun, bahkan sepanjang hidup mereka, maka mereka mengalami kemiskinan kronis (chronic poverty) (Moore 2005). Dampak dari kemiskinan yang berkepanjangan dan persisten menyebabkan berkurangnya kemampuan individu untuk mempertahankan kehidupan dan mengatasi masalah. Selain itu, kemiskinan anak memiliki dampak antargenerasi yang kuat yang berjalan melalui beberapa saluran.

Kemiskinan ditransfer dalam bentuk sesuatu yang kompleks yang terdiri dari faktor positif dan negatif yang mempengaruhi anak dalam mengalami

(14)

kemiskinan. Dengan demikian, pendekatan mata pencaharian atau aset dapat membantu memahami transfer kemiskinan antergenerasi, yang berfokus pada transfer, ekstrasi, dan tidak adanya transfer berbagai bentuk aset terkait kemiskinan ataupun modal (manusia, sosial-budaya, sosial-politik, keuangan/material, dan lingkungan/alam) (Moore 2005).

Transfer modal terkait kemiskinan dapat ditransferkan dari satu generasi individu atau institusi ke generasi individu atau institusi selanjutnya. Individu dapat berasal dari satu keluarga, keluarga luas, atau extra-familial (Moore 2001). Pendekatan ini dapat didukung oleh teori ekologi Bronfenbrenner yang menerapkan faktor resiko pada anak-anak. Menurut teori ini, interaksi anak yang dianggap penting adalah antara anak dan keluarga dekatnya, antara sistem sosial dan lingkungan anak (sekolah, komunitas), dan kekuatan yang lebih besar yang mendefinisikan lingkungan anak (pemerintah, nilai-nilai budaya, atau sistem hukum).

Kemiskinan kronis yang terjadi menyebabkan individu dan keluarga terjebak dalam lingkaran kemiskinan, sehingga sulit untuk keluar dari kondisi tersebut. Perangkap lingkaran kemiskinan ini menyebabkan terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi (CPRC 2008). Transfer kemiskinan merupakan salah satu bentuk dinamika kemiskinan yang dialami keluarga. Dinamika kemiskinan diartikan sebagai perubahan kesejahteraan individu atau keluarga dari waktu ke waktu. Life cycle seseorang, transisi menjadi dewasa atau usia tua, pernikahan dan kelahiran anak, janda dan kematian, sering memegang peranan penting dalam mengubah kerentanan seseorang umtuk menjadi miskin. Moore (2005) membagi dinamika kemiskinan menjadi 4 tipe, yaitu tidak pernah miskin, keluar dari kemiskinan, jatuh miskin, dan terjebak kedalam kemiskinan.

Dinamika kemiskinan yang terjadi akan menggambarkan suatu mobilitas kemiskinan antargenerasi. Mobilitas antargenerasi merupakan kajian yang membahas tentang hubungan antara situasi seseorang saat ini dengan situasi asal mereka (Breen 2004). Mobilitas ini menyoroti hubungan antara kelas sosial anak dengan kelas sosial orang tua mereka, atau hubungan dari satu generasi dengan generasi lainnya, yaitu dari generasi orang tua ke generasi anak. Mobilitas kemiskinan antargenerasi menggambarkan hubungan antara kemiskinan yang dialami oleh anak saat ini dengan kemiskinan yang terjadi pada orang tua. Mobilitas kemiskinan antargenerasi memiliki pergerakan vertikal, baik vertikal keatas maupun vertikal kebawah. Seseorang atau keluarga dikatakan mengalami kemiskinan kronis apabila kondisi anak sama dengan kondisi orang tua (miskin-miskin). Lingkaran kemiskinan yang terjadi menyebabkan keluarga sulit untuk melakukan investasi sumberdaya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan.

Investasi pada human capital memegang peranan penting dalam pembangunan suatu negara. Diantara semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu negara, human capital memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan lainnya. Para ekonom sepakat bahwa investasi pada human capital dapat memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian (Schultz 1961). Hubungan ini terjadi karena human capital diwujudkan dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pembangunan ekonomi tergantung pada kemajuan dalam pengetahuan teknologi dan ilmiah.

Peningkatan kualiatas sumberdaya manusia suatu bangsa dimulai dari peningkatan kualitas anak. Salah satu indikator kesejahteraan suatu bangsa dapat

(15)

dilihat dari kualitas hidup anak. Keluarga sebagai unit pertama dan utama dalam pengembangan sumberdaya manusia, memiliki peran yang penting dalam melakukan investasi modal manusia (Sunarti 2008). Investasi yang dilakukan merupakan salah satu cara keluarga untuk meningkatkan produktivitas marginal seorang anak sehingga akan meningkatkan kapasitas pendapatan anak tersebut (Taubman 1996). Hartoyo (1998) mendefinisikan investasi orang tua terhadap anak sebagai segala usaha, aktivitas, atau alokasi sumberdaya keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas anak sehingga diharapkan akan menjadi individu yang produktif saat dewasa. Investasi terhadap modal manusia memiliki banyak bentuk, namun yang umum dilakukan adalah melalui pendidikan formal, kesehatan dan pengasuhan anak (Bryant dan Zick 2006). Perilaku investasi pada anak dapat diukur dengan menghitung seberapa besar alokasi sumberdaya yang dimiliki, khususnya sumberdaya uang dan waktu yang dicurahkan untuk anak.

Program bantuan sosial di Brazil, Bolsa Familia, memiliki tujuan untuk memecahkan transmisi kemiskinan antar generasi dengan syarat anak datang ke sekolah dan mengunjungi klinik vaksinasi. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa adanya pengurangan kemiskinan dan ketidaksejahteraan di daerah tersebut. Selain itu juga memiliki dampak yang positif terhadap partisipasi angkatan kerja perempuan, khususnya yang berpenghasilan rendah (ILO 2014). Evaluasi yang dilakukan terhadap program pengentasan kemiskinan PROGRESA di Meksiko menunjukkan peningkatan terhadap rata-rata lama sekolah dan tingkat kesehatan anak-anak. Selain itu, terjadi peningkatan sebesar sembilan belas persen pada keseluruhan modal manusia karena subsidi dan peningkatan pendapatan tenaga kerja (Cho 2005;Skoufias 2001). Hal tersebut membuktikan bahwa peningkatan kualitas human capital pada pendidikan dan kesehatan akan meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan individu.

Melalui investasi yang dilakukan, diharapkan anak akan memiliki masa depan yang lebih baik. Namun, masih banyak keluarga yang belum menyadari hal tersebut. Anak yang terlahir dalam keluarga miskin memiliki potensi yang lebih besar untuk menjadi miskin ketika dewasa (Pakpahan et al 2009). Perbedaan latar belakang sosial ekonomi akan mempengaruhi sumberdaya yang diberikan kepada anak dan kualitas anak (Woodhouse 1997). Penelitian mengenai perilaku investasi terhadap anak pada generasi berbeda masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku investasi orang tua kepada anak pada dua generasi keluarga dan hubungannya dengan kesejahteraan. Dengan demikian, akan terlihat pengaruhnya terhadap mobilitas kemiskinan dan faktor yang menyebabkan mobilitas kemiskinan tersebut terjadi.

Rumusan Masalah

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Bulan September 2013 mencapai 28,55 juta jiwa dengan 37,24 persen berada di perkotaan dan sisanya (62,76%) berada di pedesaan. Data ini menunjukkan peningkatan dari bulan sebelumnya, yaitu sebanyak 28,07 juta jiwa pada Maret 2013. Selama periode Maret-September 2013, baik penduduk miskin di perkotaan maupun pedesaan mengalami kenaikan (BPS 2014a). Apalagi jika menggunakan standar kemiskinan yang lebih tinggi, seperti World Bank. Menurut World Bank, pada tahun 2011

(16)

39,50 juta jiwa (16,2%) penduduk Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan dan 25 juta keluarga tinggal di daerah kumuh perkotaan seperti di sisi jalan kereta, bantaran sungai, bahkan hidup di jalanan (World Bank 2014;Habitat for Humanity 2014)

Chronic poverty merupakan masalah kemiskinan yang sulit diatasi. Sekitar 320 juta sampai 443 juta penduduk dunia terjebak dalam kemiskinan kronis (CPRC 2008). Hal ini karena mereka terbelenggu dalam rantai kemiskinan yang bukan saja masalah ekonomi, tetapi juga masalah pendidikan dan kesehatan. Menurut data BPS, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas pada tahun 2011 adalah 7,9 tahun atau setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) (BPS 2012b). Selain itu, rata-rata lama pendidikan formal untuk provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 adalah 8,06 tahun, yang setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) (BPS 2012a). Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang berasal dari pendidikan berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Kemenkes 2013).

Hal ini sedikitnya menggambarkan dua permasalahan yang terjadi. Pertama, kemiskinan masih menjadi masalah besar yang perlu diperhatikan. Walaupun saat ini sudah banyak program bantuan dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak menjamin bahwa hal tersebut dapat membantu meningkatkan status kesejahteraan. Kedua, kesadaran akan pendidikan masih kurang. Saat ini pemerintah telah mencanangkan wajib belajar dua belas tahun, namun pada kenyataannya target tersebut belum dapat tercapai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.

Hasil penelitian Hartoyo et al (2013) menunjukkan bahwa terjadi fenomena transfer kemiskinan di desa dan kota. Sebagian besar responden mengalami status yang sama ketika berada di keluarga asal dengan setelah mereka menikah. Faktor penting yang menjadi perhatian adalah peran keluarga asal dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga contoh, terutama dalam hal investasi sumberdaya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Puspitawati et al (2009) menunjukkan bahwa di Kabupaten Indramayu lebih dari setengah responden menganggap bahwa anak sebagai tenaga kerja keluarga, sehingga pendidikan bagi anak menjadi terabaikan. Anak dijadikan pekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Penelitian menunjukkan bahwa orang tua miskin memiliki rata-rata lama pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan orang tua tidak miskin (Surachman 2011;Bahri 2013;Sucianti 2013). Selain itu, hasil penelitian Puspitawati et al (2009) memperlihatkan bahwa orang tua dengan anak drop-out memiliki tingkat pendidikan sampai tamat SD (62,9% ayah dan 64,1% ibu) dan setengah dari anak yang drop-out merasa biasa saja ketika hari pertama setelah drop-out. Hal ini menggambarkan bahwa ketika investasi yang dilakukan orang tua kurang, maka akan mempengaruhi persepsi anak dan pada akhirnya menciptakan suatu sikap yang sama dengan orang tuanya.

Keluarga sebagai institusi yang utama dalam pengembangan sumberdaya manusia sudah sepatutnya memperhatikan mengenai investasi pada anak. Investasi yang dilakukan akan menentukan tingkat kesejahteraan anak selanjutnya. Namun masih banyak keluarga yang belum sadar mengenai

(17)

pentingnya hal tersebut. Anak yang terlahir dalam keluarga miskin memiliki potensi lebih besar untuk menjadi miskin ketika dewasa (Pakpahan et al 2009). Selain itu, transfer modal terkait kemiskinan juga akan menentukan perubahan status kesejahteraan individu.

Berdasarkan permasalahan yang ada, secara spesifik dirumuskan dalam beberapa masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana mobilitas kemiskinan antargenerasi yang terjadi pada dua generasi keluarga?

2. Bagaimana perilaku investasi yang dilakukan orang tua terhadap anak? 3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas kemiskinan

antargenerasi?

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis mobilitas kemiskinan antargenerasi dan perilaku investasi pada anak Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis fenomena mobilitas kemiskinan antargenerasi yang terjadi pada dua generasi keluarga

2. Menganalisis perilaku investasi yang dilakukan orang tua terhadap anak 3. Menganalisis faktor-faktor yang memperngaruhi terjadinya mobilitas

kemiskinan antargenerasi

Kegunaan

Penelitian mengenai mobilitas kemiskinan antargenerasi dan perilaku investasi pada anak ini diharapkan mampu memberikan manfaat dibidang ilmu keluarga khususnya ekonomi keluarga. Disamping itu, membantu mamahami lebih jauh mengenai fenomena kemiskinan yang terjadi dan faktor yang menyebabkannya, serta pentingnya perilaku investasi pada anak. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merancang program pengantasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga sebagai institusi pertama dalam pengembangan sumberdaya manusia memegang perangan penting dalam melakukan investasi pada anak. Segala hal yang dilakukan keluarga akan berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa depan. Investasi orang tua terhadap anak merupakan suatu hal yang krusial, karena menyangkut determinan tingkat kesejahteraan individu dimasa depan. Peilaku ini merupakan suatu bentuk saving yang dilakukan keluarga. Hartoyo (1998) mendefinisikan investasi orang tua terhadap anak sebagai segala usaha, aktivitas, alau alokasi sumberdaya keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan

(18)

kualitas anak sehingga diharapkan anak menjadi individu yang produktif saat dewasa.

Perilaku investasi pada anak dipengaruhi oleh pengalaman orang tua dimasa lalu saat mereka masih kecil. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Namun yang paling dominan adalah pendidikan ibu. Ini dikarenakan ibu adalah pengasuh utama dalam keluarga dan orang pertama yang berinteraksi serta memperkenalan setiap perilaku kepada anak. Investasi yang dilakukan kepada anak sejak dini akan mempengaruhi kesejahteraan mereka di masa depan. Ini juga berarti kurangnya perilaku investasi akan menyebabkan kualitas sumberdaya manusia menjadi rendah dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan produktivitasnya. Jika produktivitas menurun, maka pendapatan akan berkurang dan kesejahteraan pun menurun dan menyebabkan kemiskinan. Ketika keluarga terjebak dalam kemiskinan, maka investasi sumberdaya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan, serta modal aset tidak dapat ditransferkan kepada anak.

Menurut Corcoran (1995), ada empat perspektif yang digunakan untuk menjelaskan kemiskinan antargenerasi. Pertama, model sumberdaya. Orang tua mengalokasikan pendapatan mereka untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi modal manusia berupa sekolah. Sumberdaya yang terbatas membuat mereka hidup di lingkungan yang tidak layak, sehingga investasi modal manusia akan terbatas. Kedua, model korelasi ketidakberuntungan. Model ini menggambarkan bahwa status anak dipengaruhi oleh status orang tuanya. Sebagian besar keluarga miskin memiliki rata-rata pendidikan yang rendah, sehingga akan berdampak terhadap keefektivitasan usaha untuk mengembangkan modal manusia. Nilai yang dianut orang tua, kondisi kesehatan, dan kemampuan cenderung membatasi pencapaian ekonomi orang tua sendiri dan peningkatan produktivitas anak mereka ketika dewasa. Ketiga, model budaya bantuan sosial. Terjadinya penyimpangan nilai, sikap, dan perilaku akibat program bantuan pemerintah. Keluarga miskin yang terbiasa mendapat bantuan dari pemerintah akan mengembangkan sikap yang merugikan diri sendiri dan etika kerja yang buruk dan sikap ini akan diteruskan kepada anak-anak mereka. Perilaku ini akan membuat mereka “terjebak” dalam kemiskinan dan ketergantungan karena milai-milai yang menyimpang dan perilaku disfungsional. Keempat, Wilson’s underclass model. Wilson mengembangkan suatu model struktur lingkungan “isolasi sosial” yang menggambarkan diskriminasi upah antara orang kulit hitam dan imigran dengan orang kulit putih. Menurutnya, jika orang kulit hitam dan imigran mendapatkan upah yang sesuai, maka akan menekan kemiskinan negara. Selain itu, kemiskinan antargenerasi juga dapat dilihat dari ada atau tidaknya aset-aset yang ditransferkan dari generasi pertama ke generasi kedua. Salah satu cara pentransferan aset dari orang tua kepada anak adalah dengan pemberian warisan (Moore 2005).

Memahami dan menghadapi kemiskinan kronis, maka perlu memahami dinamika kemiskinan. Dinamika kemiskinan diartikan sebagai perubahan kesejahteraan individu atau keluarga dari waktu ke waktu. Life cycle seseorang, transisi menjadi dewasa atau usia tua, pernikahan dan kelahiran anak, janda dan kematian, sering memegang peranan penting dalam mengubah kerentanan seseorang umtuk menjadi miskin. Moore (2005) membagi dinamika kemiskinan menjadi 4 tipe, yaitu tidak pernah miskin, keluar dari kemiskinan, jatuh miskin, dan terjebak kedalam kemiskinan.

(19)

Berdasarkan asumsi diatas, penelitian ini mencoba untuk menganalisis fenomena mobilitas kemiskinan antergenerasi dan faktor penyebab seseorang atau keluarga mengalami mobilitas kemiskinan. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapai keluarga ketika mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan, dan bagaimana peran investasi pada anak. Bagan kerangka pemikiran disajikan dalam gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Gambar 1 Kerangka pemikiran Karakteristik

keluarga

Tingkat kesejahteraan Tidak Miskin Miskin

Keluarga asal ayah

Karakteristik keluarga

Tingkat kesejahteraan Tidak Miskin Miskin

Keluarga asal ibu

Perilaku investasi orang tua terhadap anak Perilaku investasi orang tua terhadap anak Warisan Keluarga contoh Ayah Ibu Tingkat kesejahteraan Miskin Tidak Miskin Keikutsertaan program pemerintah Perilaku investasi orang tua terhadap

anak Keikutsertaan program pemerintah Keikutsertaan program pemerintah

(20)

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul “Transfer Kemiskinan Antargenerasi di Desa dan Kota”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan pada satu waktu yang bersamaan, dengan retrospective study, yaitu memperoleh informasi dengan mengingat (recall) kembali peristiwa yang pernah terjadi. Metode penelitian adalah survey dengan kuisioner sebagai alat utama pengumpul data.

Lokasi penelitian ini berada di Indramayu dan Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan alasan bahwa Indramayu adalah daerah di Jawa Barat yang memiliki nilai IPM terendah pada tahun 2011 (IPM Indramayu 68,40, Jawa Barat 72,73), sedangkan Bogor adalah salah satu daerah dengan IPM berada di atas rata-rata (IPM Bogor 76,08). Penentuan lokasi penelitian selanjutnya adalah dengan memilih kecamatan dari setiap daerah dengan jumlah penduduk miskin tertinggi. Data kemiskinan keluarga di desa dan kota Indramayu dan Bogor diperoleh berdasarkan data penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Kecamatan Indramayu dan Terisi mewakili daerah Indramayu, dan Kecamatan Ciomas dan Cigombong terpilih mewakili daerah Bogor.

Selanjutnya, dipilih dua kelurahan dan desa dari masing-masing kecamatan dengan jumlah penerima BLSM terbanyak. Kelurahan Margadadi dan Paoman mewakili Kecamatan Indramayu, Desa Plosokerep dan Kendayakan mewakili Kecamatan Terisi. Sedangkan Kecamatan Ciomas diwakili oleh Desa Padasuka dan Ciomas, dan Kecamatan Cigombong diwakili oleh Desa Ciadeg dan Ciburayut. Waktu penelitian dimulai dari Bulan Agustus 2013 hingga Bulan Juni 2014.

Contoh dan Metode Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di Provinsi Jawab Barat dan memiliki anak terakhir berusia balita. Contoh dalam penelitian ini adalah 120 keluarga yang terpilih yang tersebar di empat lokasi penelitian, serta dibedakan berdasarkan status kesejahteraan, yaitu 60 keluarga miskin dan 60 keluarga tidak miskin. Responden dalam penelitian ini adalah suami dan istri dari keluarga yang sudah dipilih. Penggolongan dilakukan berdasarkan penerimaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

Contoh dikelompokkan secara stratisfied random sampling dengan status kesejahteraan sebagai kriterianya. Sebelumnya telah dipilih RW dari masing-masing lokasi secara purposive dengan syarat keluarga yang memiliki anak terakhir balita. Contoh dipilih secara simple random sampling dari setiap RW di masing-masing lokasi dengan proporsi yang sama antara jumlah keluarga miskin dengan tidak miskin.

(21)

 purposive  purposive  purposive  stratified  purposive  simple random sampling

Gambar 2 Teknik penarikan contoh

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dan sekunder saling melengkapi satu dengan yang lain untuk menyempurnakan hasil penelitian. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur dari buku, jurnal, internet dan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait topik penelitian. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan dengan :

1. Kuisioner, yaitu suatu instrumen penelitian yang digunakan dalam metode survey. Data yang dikumpulkan berupa data karakteristik keluarga asal dan keluarga contoh, status sosial ekonomi keluarga asal, perilaku investasi keluarga asal terhadap responden dan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir, dan perkawinan serta kepemilikan aset yang dimiliki keluarga contoh.

2. Observasi, dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai keadaan lokasi penelitian dan kebutuhan dokumentasi.

Tingkat kesejahteraan keluarga asal diukur dengan menggunakan instrumen yang diadopsi dari Family Life History (FLH) yang dikembangkan oleh Bottema, Siregar, dan Madiadipura (2009). Indikator yang digunakan meliputi stabilitas pendapatan keluarga asal, kepemilikan dan kondisi rumah keluarga asal, kepemilikan aset (lahan pertanian, hewan ternak, perahu, dan lainnya), kemampuan literasi orang tua, dan pengaruh orang tua di masyarakat. Riwayat migrasi dan kesehatan juga turut ditanyakan untuk melengkapi informasi. Perilaku investasi keluarga asal terhadap responden menggunakan instrumen yang

Indramayu Kec. Indramayu  Kel.Margadadi  Kel Paoman Kec. Terisi  Desa Plosokerep  Desa Kendayakan Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita

Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita RW dgn responden terbanyak RW dgn responden terbanyak n = 30 n = 30 Bogor Kec. Ciomas  Kel.Ciomas  Kel Padasuka Kec. Cigombong  Desa Ciburayut  Desa Ciadeg Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita

Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita RW dgn responden terbanyak RW dgn responden terbanyak n = 30 n = 30

(22)

dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach sebesar 0,849, sedangkan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach sebesar 0,889.

Tabel 1 Jenis dan skala data

Variabel Katagori Skala data

Karakteristik keluarga contoh

Usia ayah Rasio (tahun)

Usia ibu Rasio (tahun)

Lama pendidikan Rasio (tahun)

Pendapatan keluarga Rasio (Rp/bulan)

Pekerjaan ayah dan ibu Nominal

Pencari nafkah utama Nominal

Jumlah anak Rasio (jumlah)

Karakteristik keluarga asal

Jumlah anak Rasio (jumlah)

Pencari nafkah utama Nominal

Pekerjaan kakek dan nenek Nominal

Status sosial ekonomi keluarga asal

Pendapatan keluarga (stabilitas) 0= tidak stabil 1= stabil

Ordinal Kemampuan literasi 0 = tidak bisa

calistung 1 = bisa calistung

Ordinal

Kepemilikan rumah 1= milik sendiri 2= sewa 3= lainnya

Nominal

Kondisi rumah 1=lebih baik 2= sama saja 3= lebih buruk

Ordinal

Kepemilikan aset 0= tidak memiliki 1= memiliki

Ordinal Pengaruh keluarga di masyarakat 0= tidak berpengaruh

1= berpengaruh

Ordinal Tingkat kesejahteraan keluarga contoh 0= miskin

1= tidak miskin

Ordinal Tingat kesejahteraan keluarga asal 0 = miskin

1= tidak miskin

Ordinal

Warisan 0= tidak menerima

1= menerima

Ordinal Penerimaan program bantuan pemerintah 0= menerima

1= tidak menerima

Ordinal Aset keluarga contoh 0 = tidak memiliki

1 = memiliki

Ordinal Investasi anak (behavior) 1= tidak pernah

2= kadang-kadang 3 = sering 4 = selalu

Ordinal

Mobilias kemiskinan 1= selalu miskin 2= jatuh miskin

3= keluar dari kemiskinan 4= tidak pernah miskin

Ordinal

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning data dan analisis data. Data akan dianalisis secara

(23)

deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft exel dan Statistic Package for Social Science (SPSS). Sistem skoring akan dilakukan secara konsisten, yaitu semakin tinggi nilai skor maka akan semakin positf nilai variabelnya. Setelah dijumlahkan akan dikatagorikan dengan menggunakan teknik skoring normatif dengan menggunakan interval kelas.

Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data digunakan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan, sehingga dapat langsung mengjawab perumusan masalah. Kemudian data akan disajikan dalam bentuk teks, tabel, grafik, atau bagan. Setelah itu ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Analisis deskriptif (tara-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan persentase) digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh dan keluarga asal, status sosial ekonomi keluarga asal, dan perilaku investasi keluarga asal terhadap responden dan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir.

2. Analisis inferensia menggunakan uj beda untuk menganalisis perbedaan perilaku investas pada anak antara keluarga miskin dan tidak miskin, uji regresi logistik multinomial untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan pada suami dan istri.

Tahapan analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Keluarga contoh dibedakan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan penerimaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) (penerima = miskin, tidak menerima = tidak miskin). Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi individu serta keluarga dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai variabel yang dianalisis dan memberi makna terhadap data. Data karakteristik keluarga contoh yang terdiri dari usia suami dan istri, lama pendidikan, jumlah anak, pendapatan per bulan dan pendapatan per kapita akan dihitung dengan mencari rata-rata dari setiap variabel dan dilakukan uji beda antara keluarga yang berstatus miskin dan tidak miskin di desa dan kota. Pencari nafkah utama keluarga dikelompokkan menjadi suami, istri, dan suami dan istri. Jenis pekerjaan yang dianalisis adalah jenis pekerjaan pencari nafkah utama. Data karakteristik keluarga asal terdiri dari jumlah anak, pencari nafkah utama, dan jenis pekerjaan pencari nafkah utama. Jumlah anak dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu ≤2 anak, 3-5 anak, 6-8 anak, dan ≥9 anak. Pencari nafkah utama dikelompokkan menjadi ayah, ibu, ayah dan ibu, serta anggota keluarga lain.

2. Status kesejahteraan keluarga asal dikelompokkan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan skor FLH (skor FLH <5 = miskin, skor FLH ≥5 = tidak miskin). Status dinamika kemiskinan yang dialami oleh responden dianalisis dengan membandingkan status kesejahteraan keluarga asal

(24)

dengan keluarga contoh. Status dinamika ini dibedakan menjadi empat berdasarkan Bottema et al (2009) dan Moore (2005), yaitu :

a. Selalu miskin bila kedua generasi keluarga selalu berada dalam kondisi miskin

b. Jatuh miskin bila keluarga asal tidak miskin namun keluarga contoh berstatus miskin

c. Keluar dari kemiskinan bila keluarga asal miskin namun keluarga contoh tidak miskin

d. Tidak pernah miskin bila kedua generasi keluarga tidak pernah miskin Pergerakan mobilitas keatas (upward mobility) terjadi apabila keluarga contoh berada pada dinamika keluar dari kemiskinan, sedangkan pergerakan mobilitas kebawah (downward mobility) terjadi apabila keluarga contoh berada pada dinamika jatuh miskin. Keluarga dikatakan mengalami kemiskinan kronis ketika berada pada dinamika selalu miskin. 3. Data terkait transfer aset-aset yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti

modal manusia, modal sosial-kultural, modal sosial-politik, modal material, dan modal alam akan dianalisis secara deskriptif untuk mendukung data yang ada.

4. Perilaku investasi orang tua terhadap anak terdiri dari dua, investasi keluarga asal terhadap responden dan investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir. Investasi keluarga asal terhadap responden dinilai berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku yang dilakukan orang tuanya ketika mereka balita dan akan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir dinilai dari hasil wawancara dan akan dilakukan penjumahan skor total dan sub total investasi waktu dan uang, kemudian dilakukan transformasi nilai komposit pada masing-masing dimensi dalam bentuk skala 0-100 dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan : y= skor dalam persen, x = skor yang diperoleh untuk setiap contoh

Oneway Analysis of Variance (Oneway ANOVA) digunakan untuk membandingkan perilaku investasi antara ayah dan ibu pada keluarga miskin dan tidak miskin.

5. Setelah dinamika kemiskinan dianalisis, selanjutnya mencari faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan tersebut terjadi dengan menggunakan uji regresi logistik multinomial. Faktor-faktor yang akan diuji adalah karakteristik keluarga asal dan contoh, perilaku investasi keluarga asal terhadap responden, warisan atau modal yang lainnya, dan keikutsertaan dalam program pemberantasan kemiskinan. Persamaan regresi yang digunakan :

(25)

 

x

gjj0 j1x1 j2x2 ...jpxp

Keterangan : β jo = konstanta, x1 = perilaku investasi, x2 = lama pendidikan, x3 =

kepemilikan lahan pertanian, x4 = kepemilikan hewan ternak, x5 = pengaruh orang

tua dimasyarakat, x6 = pendidikan ibu

Definisi Operasional

Keluarga contoh adalah dua orang yang terikat perkawinan yang tinggal dalam

suatu tempat bersama-sama. Keluarga contoh merupakan analisis utama dalam penelitian ini, yang memiliki anak terakhir berusia balita.

Usia suami dan usia istri adalah usia suami dan istri saat dilakukan

wawancara dalam satuan tahun. Berkisar antara dewasa muda sampai dengan dewasa akhir.

Lama pendidikan adalah lama waktu yang digunakan responden untuk

menyelesaikan pendidikan formal dalam satuan tahun

Pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang diterima keluarga

contoh setiap bulan dari hasil bekerja dalam satuan rupiah

Pendapatan per kapita adalah pendapatan total anggota keluarga contoh

dalam satu bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga

pencari nafkah utama adalah anggota keluarga yang bekerja untuk

mendapat penghasilan bagi keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dikelompokkan menjadi suami, istri, dan suami dan istri

jumlah anak adalah banyaknya anak yang dimiliki keluarga contoh

dengan anak balita sebagai anak terakhir.

Keluarga asal adalah keluarga (ayah dan ibu) kandung responden, tempat

responden dilahirkan dan tinggal sebelum menikah. Dalam penelitian ini, keluarga asal terdiri dari keluarga asal suami dan keluarga asal istri

Jumlah anak adalah banyak anak yang dimiliki keluarga asal suami dan

keluarga asal istri termasuk didalamnya adalah suami dan istri

Pencari nafkah utama adalah anggota keluarga yang berperan sebagai

pencari nafkah didalam keluarga yang dikelompokkan menjadi ayah, ibu, ayah dan ibu, dan anggota keluarga lainnya

Pekerjaan kakek dan nenek adalah pekerjaan yang dilakukan oleh

pencari nafkah utama keluarga asal untuk mneghasilkan pendapatan keluarga

Tingkat kesejahteraan keluarga asal adalah status kesejahteraan keluarga asal

yang diukur berdasarkan Family Life History (FLH) dan dikelompokkan menjadi miskin dan tidak miskin.

Stabilitas pendapatan keluarga adalah persepsi ayah dan ibu mengenai

nilai nominal pendapatan yang dihasilkan orang tuanya pada saat mereka berusia dini dan dianggap konstan sepanjang waktu. Pendapatan yang diperoleh berasal dari pemanfaatan terhadap sumberdaya alam yang dimiliki atau dapat diakses.

Kemampuan literasi adalah kemampuan keluarga asal dalam melakukan

(26)

Kepemilikan rumah adalah status rumah yang ditempati keluarga asal

saat responden masih berusia balita.

Kondisi rumah adalah persepsi keadaan rumah keluarga asal menurut

responden jika dibandingkan dengan rumah lain disekitarnya pada saat itu

Kepemilikan aset adalah jenis dan jumlah aset yang dimiliki keluarga asal

saat responden masih tinggal bersama keluarga asal (belum menikah)

Pengaruh keluarga dimasyarakat adalah peran keluarga asal

dimasyarakat, dikelompokkan menjadi berpengaruh dan tidak berpengaruh

Tingkat kesejahteraan keluarga contoh adalah status kesejahteraan keluarga

contoh yang dibedakan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan penerimaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Keluarga yang menerima bantuan dikatagorikan menjadi miskin, dan sebaliknya.

Warisan adalah aset material yang diberikan orang tua kepada anak sebelum atau

setelah anak menikah. Diukur dari ada atau tidaknya aset tersebut saat ini

Aset keluarga contoh adalah seluruh sumber daya yang dimiliki atau dapat

diakses oleh keluarga yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Transfer modal adalah perpindahan aset atau modal kemiskinan dari keluarga

asal ke keluarga contoh. Modal kemiskinan terdiri dari modal manusia, modal sosial-politik, modal sosial-budaya, modal alam dan modal material

Status dinamika kemiskinan adalah perubahan status kesejahteraan dari

keluarga asal ke keluarga contoh. Status dinamika kemiskinan ini digolongkan menjadi empat, yaitu yang tidak pernah miskin, selalu miskin, jatuh miskin, dan keluar dari kemiskinan.

Investasi anak adalah segala tindakan yang dilakukan dan biaya yang

dikeluarkan orang tua untuk menunjang pendidikan dan kesehatan anak sebagai bentuk investasi sumberdaya manusia.

Mobiltas kemiskinan adalah pergerakan hubungan kondisi kesejahteraan antara

keluarga contoh dengan keluarga asal. Mobilitas kemiskinan dapat dilihat dari status dinamika kemiskinan yang dialami keluarga contoh. Arah pergerakan mobilitas terdiri dari mobilitas keatas dan mobilitas kebawah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Karakteristik keluarga contoh

Rata-rata suami dan istri yang tinggal di desa maupun di kota berada pada usia dewasa muda, dengan usia suami lebih tua dibandingkan istri. Pada keluarga yang tinggal di desa, rata-rata suami dan istri yang berstatus miskin menempuh pendidikan sampai kelas 1 SMP/sederajat, sedangkan suami dan istri yang berstatus tidak miskin menempuh pendidikan sampai tamat SMP/sederajat. Perbedaan yang signifikan terjadi pada keluarga yang tinggal di perkotaan. Lebih dari separuh suami dan istri yang miskin menempuh pendidikan sampai tamat SD/sederajat, sedangkan keluarga tidak miskin menempuh pendidikan sampai SMA/sederajat. Suami yang tinggal di desa dan di kota mengenyam pendidikan

(27)

lebih lama dibandingkan istri. Selain itu, keluarga miskin baik di desa maupun di kota tidak ada yang pernah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi dan hanya sebagian kecil yang mampu mencapai SMA/sederajat. Keluarga miskin di desa memiliki jumlah anak berkisar antara 3-5 orang, sedangkan keluarga tidak miskin memiliki jumlah anak lebih sedikit (2-3 orang). Lain halnya dengan keluarga di kota. Baik keluarga miskin maupun tidak miskin memiliki anak antara 2-3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa program keluarga berencana sudah berjalan dengan baik di perkotaan.

Tabel 2 Karakteristik keluarga contoh berdasarkan wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan Karakteristik keluarga Desa P-value Kota P-value Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin Usia suami (tahun) 40,57 (8,87) 38,17 (7,80) 0,270 37,03 (7,12) 37,13 (6,55) 0,955 38,22 (7,67) Usia istri (tahun) 35,2

(6,31) 33,93 (7,45) 0,480 31,93 (6,35) 32,93 (5,51) 0,517 33,50 (6,47) Lama pendidikan suami (tahun) 6,90 (2,63) 9,23 (4,55) 0,019* 7,60 (2,19) 11,73 (2,42) 0,000** 8,87 (3,58) Lama pendidikan istri (tahun) 6,80 (1,92) 8,73 (3,59) 0,013* 7,50 (2,05) 10,33 (3,43) 0,000** 8,34 (3,12) Jumlah anak (orang) 3,70 (2,45) 2,47 1,45 0,022* 2,57 (1,83) 2,93 (1,26) 0,370 2,92 (1,85) Pendapatan per bulan (ribu rupiah) 1519,33 (1044,00) 3828,67 (2360,00) 0,000** 927 (328,65) 3519,07 (3308) 0,000** 2448,52 (2426,72) Pendapatan per kapita (ribu rupiah) 347 (325,20) 902 (569) 0,000** 225 (79,36) 1470 (2772) 0,020* 735 (1491,37)

Keterangan : () standar deviation;**signifikan pada p-value < 0,01;* signifikan pada p-value <0,05

.

Perbedaan yang signifikan terjadi pada pendapatan per bulan. Keluarga miskin di desa memiliki pendapatan per bulan antara Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00, sedangkan keluarga tidak miskin memiliki pendapatan > Rp 3.000.000,00. Baik keluarga miskin maupun tidak miskin berada diatas garis kemiskinan Jawa Barat 2013 (GK pedesaan Rp 268.251,00). Terjadi perbedaan yang signifikan pula pada pendapatan per bulan dan pendapatan per kapita di kota. Lebih dari separuh keluarga miskin memiliki pendapatan per bulan < Rp 1.000.000,00 dan pendapatan per kapita ≤ Rp 250.000,00, berada dibawah garis kemiskinan (GK perkotaan Rp 281.189,00). Sedangkan keluarga tidak miskin jauh berada diatas garis kemiskinan Jawa Barat dengan rata-rata pendapatan per bulan ≥ Rp 3.000.000,00 dan pendapatan per kapita ≥ Rp 750.000,00. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan antara masyarakat di kota. Rentang pendapatan yang tinggi di kota juga mengindikasikan bahwa terjadi kesenjangan kesejahteraan yang tinggi antara keluarga yang miskin dan tidak miskin.

Bagi sebagian besar keluarga keluarga yang tinggal di desa dan kota, suami merupakan pencari nafkah utama. Dapat dilihat pada tabel 3, bahwa masih terdapat keluarga dengan pencari nafkah ganda (suami dan istri) dan jumlah terbanyak berada di wilayah desa.

(28)

Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan pencari nafkah utama keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan

Pencari nafkah

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n % Suami 22 73,3 19 63,3 26 86,7 22 73,3 89 74,17 Istri 0 0,0 0 0,0 0,0 0,0 0 0,0 0 0,0 Suami dan istri 8 26,7 11 36,7 4 13,3 8 26,7 31 25,83 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Buruh merupakan pekerjaan yang dominan dilakukan oleh suami yang tinggal di desa maupun di kota, miskin atau tidak miskin. Baik keluarga miskin maupun tidak miskin di kota, tidak ada satupun yang bekerja disektor pertanian. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjondronegoro (1999) bahwa Indonesia saat ini mengalami perubahan dari masyarakat bercocok tanam ke masyarakat industrial. Tidak ada satupun suami di desa berstatus miskin yang menggeluti usaha dibidang perkantoran. Walaupun pada sebagian keluarga istri ikut ambil andil dalam mencari nafkah, namun tujuh dari sepuluh istri bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal ini membuktikan bahwa peran istri di sektor publik masih belum terlihat jelas.

Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan

Jenis pekerjaan

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n % Suami Petani/buruh tani 5 16,7 4 13,3 0,0 0,0 0 0,0 9 7,5 Buruh 22 73,3 3 10,0 17 56,7 7 23,3 49 40,8 Pedagang 1 3,3 1 3,3 2 6,7 0 0,0 4 3,3 Wiraswasta 0 0,0 9 30,0 1 3,3 7 23,3 17 14,2 PNS/aparat desa 0 0,0 4 13,3 0 0,0 5 16,7 9 7,5 Pegawai 0 0,0 4 13,3 2 6,7 9 30,0 15 12,5 Nelayan 0 0,0 1 3,3 1 3,3 0 0,0 2 1,7 Lainnya 2 6,7 4 13,3 7 23,3 2 6,7 15 12,5 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Istri IRT 23 76,7 22 73,3 26 86,7 23 76,7 94 78,3 Petani/buruh tani 1 3,3 1 3,3 0 0,0 0 0,0 2 1,7 Buruh/PRT 2 6,7 0 0,0 3 10,0 0 0,0 5 4,2 Pedagang 2 6,7 0 0,0 0 0,0 1 3,3 3 2,5 Wiraswasta 2 6,7 4 13,3 0 0,0 1 3,3 7 5,8 PNS/aparat desa 0 0,0 3 10,0 0 0,0 5 16,7 8 6,7 Pegawai 0 0,0 0 0,0 1 3,3 0 0,0 1 0,8 Lainnya 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

(29)

Karakteristik Keluarga Asal

Secara umum, keluarga asal suami memiliki jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga asal istri. Keluarga asal suami yang tinggal di desa memiliki jumlah anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Keluarga asal istri di desa memiliki jumlah anak yang lebih sedikit dibanding di kota. Bila ditelaah lebih lanjut, keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin di desa maupun di kota mayoritas memiliki jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak miskin. Hal ini menguatkan slaah satu ciri keluarga miskin adalah memiliki banyak anak (Martianto 2006)

Secara keseluruhan, terjadi penurunan jumlah anak dari keluarga asal ke keluarga contoh yang tinggal di desa dan kota, miskin maupun tidak miskin. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada cara pandang terhadap jumlah anak. Jika keluarga asal memiliki banyak anak dengan harapan akan memiliki banyak rezeki, keluarga contoh memiliki pandangan bahwa semakin banyak anak akan memerlukan sumberdaya, terutama uang, yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Tabel 5 Distribusi keluarga asal berdasarkan jumlah anak menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh

Jumlah anak

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Keluarga Asal Suami

≤2 2 6,7 4 13,3 2 6,7 1 3,3 9 7,5 3-5 11 36,6 12 40,0 15 50,0 21 70,0 59 49,2 6-8 12 40,0 7 23,3 12 40,0 5 16,7 36 30,0 ≥9 5 16,7 7 23,3 1 3,3 3 10,0 16 13,3 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Rata-rata ± sd 6,27±2,43 5,53±2,93 5,10±1,95 5,03±2,16 5,48±2,42 Keluarga Asal Istri

≤2 7 23,3 2 6,7 3 10,0 5 16,7 17 14,2 3-5 10 33,3 18 60,0 13 43,3 15 50,0 56 46,6 6-8 8 26,7 7 23,3 12 40,0 9 30,0 36 30 ≥9 5 16,7 3 10,0 2 6,7 1 3,3 11 9,2 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Rata-rata ± sd 4,93±2,89 5,07±2,32 5,60±2,92 4,77±1,97 5,09±2,54

Pada keluarga asal suami dan keluarga asal istri, sebagian besar pencari nafkah utama adalah ayah. Selanjutnya, pencari nafkah ganda terjadi di keluarga asal suami dan istri dan presentase tertinggi terjadi pada keluarga yang saat ini tidak miskin. Fenomena yang menarik adalah bahwa pencari nafkah tunggal seorang ibu sebagian besar terjadi pada keluarga yang saat ini berstatus miskin. Hal ini didukung oleh Corcoran (1995) yang menyatakan bahwa keluarga miskin lebih banyak dikepalai oleh seorang wanita.

(30)

Tabel 6 Distribusi keluarga asal berdasarkan pencari nafkah utama menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh

Pencari nafkah utama

Desa Kota

Total

Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Keluarga Asal Suami

Ayah 17 56,7 18 60,0 26 86,7 18 60,0 79 65,8

Ibu 0 0,0 1 3,3 0 0,0 0 0,0 1 0,8

Ayah dan ibu 12 40,0 11 36,7 4 13,3 12 40,0 39 32,6

Anggota keluarga lainnya

1 3,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 0,8

Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Keluarga Asal Istri

Ayah 20 66,7 18 60,0 22 73,3 21 70,0 81 67,5

Ibu 2 6,7 0 0,0 3 10,0 0 0,0 5 4,2

Ayah dan ibu 8 26,7 12 40,0 5 16,7 9 30,0 34 28,3

Anggota keluarga lainnya

0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Mayoritas pekerjaan pencari nafkah utama keluarga asal dari suami dan istri yang tinggal di desa adalah dibidang pertanian, sedangkan untuk keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota mayoritas berkerja sebagai buruh (tabel 7). Pada keluarga asal suami, urutan jenis pekerjaan yang paling banyak di geluti adalah petani/buruh tani, buruh, PNS/aparat desa/TNI, wiraswasta, pedagang, pegawai, pekerjaan lainnya dan nelayan. Sedangkan pada keluarga asal istri urutan pekerjaan yang dominan dilakukan adalah petani/buruh tani, buruh, wiraswasta, pekerjaan lainnya, pedagang, PNS/aparat desa/TNI, pegawai, dan nelayan.

Tabel 7 Distribusi keluarga asal berdasarkan jenis pekerjaan pencari nafkah utama menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga

contoh

Jenis pekerjaan

Desa Kota

Total

Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Keluarga Asal Suami

Petani/buruh tani 15 50,0 22 73,3 3 10,0 4 13,3 44 36,7 Buruh 7 23,3 2 6,7 12 40,0 8 26,7 29 24,2 Pedagang 5 16,7 1 3,3 3 10,0 1 3,3 10 8,3 Wiraswasta 1 3,3 3 10 2 6,7 5 16,7 11 9,2 PNS/aparat desa/TNI 1 3,3 1 3,3 1 3,3 10 33,3 13 10,8 Pegawai 1 3,3 1 3,3 2 6,7 2 6,7 6 5,0 Nelayan 0 0,0 0 0,0 3 10,0 0 0,0 3 2,5 Lainnya 0 0,0 0 0,0 4 13,3 0 0,0 4 3,3 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Keluarga Asal Istri

Petani/buruh tani 17 56,7 16 53,3 1 3,3 2 6,7 36 30,0 Buruh 6 20,0 4 13,3 17 56,7 5 16,7 32 26,7 Pedagang 2 6,7 3 10,0 2 6,7 2 6,7 9 7,5 Wiraswasta 2 6,7 4 13,3 1 3,3 7 23,3 14 11,6 PNS/aparat desTNI 0 0,0 2 6,7 0 0,0 6 20,0 8 6,7 Pegawai 0 0,0 0 00, 3 10,0 3 10,0 6 5,0 Nelayan 0 0,0 0 0,0 2 6,7 1 3,3 3 2,5 Lainnya 3 10,0 1 3,3 4 13,3 4 13,3 12 10,0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

(31)

Status Kesejahteraan Keluarga Asal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga asal suami dan keluarga asal istri memiliki pendapatan yang tidak stabil. Jika dibandingkan antara desa dan kota, maka keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota, miskin dan tidak miskin, lebih banyak memiliki pendapatan yang tidak stabil dibandingkan di desa. Pendapatan yang tidak stabil ini disebabkan oleh pekerjaan yang tidak menentu sehingga menghasilkan pendapatan yang tidak menentu. Tingkat dan stabilitas pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang jelas terhadap fungsi keluarga dan kesejahteraan anak (Yeung et al 2002). Hasil penelitian Aytec et al (2005) menunjukkan bahwa pendapatan yang tidak stabil dapat menyebabkan keluarga kekurangan sumberdaya sehingga kebutuhan seperti pendidikan, pangan, dan kesehatan menjadi kurang memadai dan pembentukan sumberdaya manusia menjadi tidak optimal. Selain itu, Pendapatan yang dialokasikan untuk investasi anak dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu aset keluarga, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, lama pendidikan yang ditempuh orang tua, dan investasi pasca sekolah (Leibowitz 1982). Sehingga jika sebuah keluarga memiliki pendapatan yang kurang, maka investasi anak yang dilakukan akan terhambat.

Tabel 8 Distribusi keluarga asal berdasarkan status pendapatan menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh

Status pendapatan

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % N %

Keluarga Asal Suami

Stabil 15 50,0 22 73,3 6 20,0 4 13,3 47 39,2 Tidak stabil 15 50,0 8 26,7 24 80,0 26 86,7 73 60,8 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Keluarga Asal Istri

Stabil 17 56,7 16 53,3 4 13,3 3 10,0 40 33,3 Tidak stabil 13 43,3 14 46,7 26 86,7 27 90,0 80 66,7 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Sebagian besar keluarga asal suami dan istri memiliki kemampuan literasi (baca, tulis, hitung) (tabel 9). Hal ini menggambarkan akses keluarga terhadap pendidikan, baik secara formal maupun non formal. Jika dilihat, keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota lebih banyak yang mendapatkan akses pendidikan dibandingkan keluarga yang tinggal di desa. Selain itu, keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin, di desa maupun kota, memiliki kemampuan literasi yang lebih rendah dibandingkan keluarga yang tidak miskin. Pengetahuan yang dimiliki anak berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan keluarga. orang tua dengan pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap keefektivitasan perilaku perkembangan anak (Corcoran 1995).

(32)

Tabel 9 Distribusi orang tua di keluarga asal berdasarkan kemampuan literasi menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Kemampuan

calistung

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Orang tua suami Ayah Bisa 24 80,0 25 83,3 25 83,3 28 93,3 102 85,0 Tidak bisa 6 20,0 5 16,7 5 16,7 2 6,7 18 15,0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Ibu Bisa 24 80,0 24 80,0 24 80,0 28 93,3 100 83,3 Tidak bisa 6 20,0 6 20,0 6 20,0 2 6,7 20 16,7 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Orang tua istri Ayah Bisa 22 73,3 25 83,3 27 90,0 28 93,3 102 85,0 Tidak bisa 8 26,7 5 16,7 3 10,0 2 6,7 18 15,0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Ibu Bisa 20 66,7 24 80,0 25 83,3 27 90,0 96 80,0 Tidak bisa 10 33,3 6 20,0 5 16,7 3 10,0 24 20,0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Pada tabel 10 dapat dilihat bahwa mayoritas keluarga asal menempati rumah milik sendiri, hanya sebagian kecil yang menyewa atau lainnya (asrama). Jika dilihat berdasarkan kondisi rumah, maka lebih dari separuh keluarga contoh menyatakan bahwa rumah yang ditempati pada masa balita sama saja kondisinya dengan tetangga sekitar pada saat itu. Keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin, baik di desa maupun di kota, memiliki kondisi rumah yang lebih buruk dibandingkan rumah sekitarnya dengan prsentase tertinggi (20-30%) dibandingkan dengan keluarga tidak miskin.

Tabel 10 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kepemilikan rumah dan kondisi rumah menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh

Kepemilikan dan kondisi rumah

Desa Kota

Total

Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Kepemilikan rumah Keluarga Asal Suami

Milik sendiri 30 100 29 96,7 26 86,7 28 93,3 113 94,2

Sewa 0 0 0 0,0 3 10,0 0 0,0 3 2,5

Lainnya 0 0 1 3,3 1 3,3 2 6,7 4 3,4

Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Keluarga Asal Istri

Milik sendiri 30 100 30 100 27 90,0 26 86,7 113 94,2

Sewa 0 0 0 0 0 0,0 1 3,3 1 0,8

Lainnya 0 0 0 0 3 10,0 3 10,0 6 5,0

Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Kondisi rumah Keluarga Asal suami

Lebih baik 1 3,3 10 33,3 0 0,0 8 26,7 19 15,8

Sama saja 23 76,7 16 53,3 22 73,3 22 73,3 83 69,2

Lebih buruk 6 20,0 4 13,3 8 26,7 0 0,0 18 15,0

Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100

Keluarga Asal Istri

Lebih baik 3 10,0 9 30,0 2 6,7 5 16,7 19 15,8

Sama saja 19 63,3 20 66,7 19 63,3 22 73,3 80 66,7

Lebih buruk 8 26,7 1 3,3 9 30,0 3 10,0 21 17,5

(33)

Pada umumnya, keluarga asal suami dan istri yang berstatus miskin yang tinggal di desa dan kota memiliki aset berupa hewan ternak. Sedangkan pada keluarga tidak miskin memiliki aset hewan ternak dan lahan pertanian. Jenis aset lain yang dimiliki adalah perahu, aset usaha jasa, dan kontrakan. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri keluarga miskin yaitu tidak memiliki faktor produksi sendiri (Salim 1980 dalam Dharmawan et al. 2010). Aset merupakan hal yang penting karena aset akan membantu perekonomian keluarga menjadi lebih maju (Rothwel 2011). Keluarga dengan aset yang lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan dengan yang tidak memiliki.

Tabel 11 Distribusi keluarga asal berdasarkan kepemilikan aset wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh

Kepemilikan aset

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Keluarga Asal Suami

Lahan pertanian 9 30,0 23 76,7 1 3,3 12 40 45 37,5 Hewan ternak 18 60,0 18 60,0 4 13,3 11 36,7 51 42,5

Perahu 1 3,3 0 0,0 1 3,3 1 3,3 3 2,5

Lainnya 1 3,3 3 10,0 0 0,0 1 3,3 5 4,2

Keluarga Asal Istri

Lahan pertanian 11 36,7 20 66,7 3 10,0 7 23,3 41 34,2 Hewan ternak 18 60,0 18 60,0 5 16,7 7 23,3 48 40,0

Perahu 0 0,0 0 0,0 1 3,3 0 0,0 1 0,8

Lainnya 0 0,0 1 3,3 0 0,0 2 6,7 3 2,5

Baik keluarga asal suami maupun istri memiliki orang tua yang tidak berpengaruh di masyarakat. Walaupun demikian, pada keluarga asal suami dan istri yang saat ini tidak miskin dan berada di kota memiliki orang tua yang berpengaruh di masyarakat. Peran orang tua di masyarakat memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan anaknya. Anak akan lebih termotivasi untuk melakukan usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan karena berusaha menjaga nama baik keluarga. hal ini juga berhubungan dengan modal seosial yang dimiliki keluarga.

Tabel 12 Distribusi keluarga asal berdasarkan pengaruh di masyarakat menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh

Pengaruh keluarga

Desa Kota

Total Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin

n % n % n % n % n %

Keluarga Asal Suami

Berpengaruh 9 30,0 3 10,0 4 13.3 10 33,3 26 21,7 Tidak

berpengaruh

21 70,0 27 90,0 26 86,7 20 66,7 94 78,3 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Keluarga Asal Istri

Berpengaruh 5 16,7 6 20,0 3 10,0 10 33,3 24 20,0 Tidak

berpengaruh

25 83,3 24 80,0 27 90,0 20 66,7 96 80,0 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 120 100 Berdasarkan perbandingan antara kesejahteraan keluarga asal dengan keluarga contoh dapat dilihat bahwa pada keluarga yang saat ini tinggal di desa

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 2  Teknik penarikan contoh
Tabel 1    Jenis dan skala data
Tabel 2  Karakteristik keluarga contoh berdasarkan wilayah (desa/kota) dan status     kesejahteraan  Karakteristik  keluarga  Desa  P-value  Kota   P-value   Total  Miskin   Tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunan metode (NHT) disertai dengan Peta Konsep dan LKS, motivasi belajar, dan kreativitas siswa terhadap

Dalam sebuah kelas diperbolehkan lebih dari satu method dengan nama yang sama dengn catatan method dapat dibedakan berdasarkan banyaknya parameter atau tipe

berada di kelas dan permasalahan mengenai materi pelajaran yang mereka ajarkan. Untuk dapat mengembangkan bahan ajar guru memerlukan keterampilan yang sesuai dengan

Malah kami memohon daripada-Mu Ya Allah dengan penuh ketaakulan agar majlis anugerah ini akan menjadi katalis dan sumber inspirasi kepada pelajar-pelajar lain supaya

Publikasi tentang CIDR untuk sinkronisasi estrus pada kambing PE, prediksi waktu ovulasi berdasarkan pengukuran kadar LH dan perkembangan folikel selama masa estrus

Teknik pengumpulan data yang digunakan teknik observasi.Instrumen penelitiannya berupa tabel yang berguna untuk mengelompokkan data.Data dianalisis dengan menggunakan

Atmosfer dari planet merkurius terdiri dari gas natrium dan kalium yang sangat tipis sehingga kadang-kadang dikatakan bahwa planet ini tidak memiliki atmosfer.. Jarak

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti tentang pemahaman perawat tentang penerapanRJPdipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur, pendidikan,