1
PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DIruanb RUMAH SAKIT
SENTRA MEDIKA CIBINONG TAHUN 2017
Muhammad Arobi, *) Ns.Yuli Erlina, S.Kep,.M.Kes **) Ns. Mila Sartika, S.Kep, M.Kep, **) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Medika Cikarang
**) Dosen Program Studi Keperawatan STIKes Medika Cikarang Email : m.aroby23@gmail.com
ABSTRAK
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Terapi pengganti fungsi ginjal yang paling sering digunakan adalah hemodialisa. Salah satu komplikasi hemodialisa yang sering terjadi adalah penurunan kadar glukosa darah dan dapat menyebabkan hipoglikemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hemodialisa terhadap penurunan kadar glukosa darah yang bermakna secara klinis akibat proses hemodialisa.
Rancangan penelitian ini mengguanakan quasi experiment design terhadap 108 responden di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Medika Cibinong pada bulan Februari 2018. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Analisa ini menggunakan uji t dependen dengan derajat kemaknaan (α)=5%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada pemeriksaan kadar glukosa darah pre-hemodialisa didapatkat rata-rata 138,91 mg/dl sedangkan pada pemeriksaan kadar glukosa drah post-hemodialisa didapatkat rerata 109,90 mg/dl. Sehingga terdapat perbedaan bermakna (p=0,00) antara kadar glukosa darah pre-hemodialisa dan post-hemodialisa dengan rerata penurunan kadar glukosa darah 29.01 mg/dl.
Dari kesimpulan pada penelitian ini bahwa terdapat pengaruh bermakna tindakan hemodialisa terhadap penurunan kadar glukosa darah di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong tahun 2017. Saran untuk tenaga keperawatan diharapkan selalu melakukan observasi tanda- tanda hipoglikemia terutama pada pasien yang keadaan umumnya buruk dan untuk Rumah Sakit diharapkan melakukan pengecekan glukosa darah sebelum dan sesudah hemodialisa.
Bahan bacaan : 14 buku (2008 – 2017), 2 jurnal.
2 PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Menurut NKF-KDIGO (2012) penyakit ginjal kronik merupakan adanya gangguan struktur atau fungsiuonal ginjal yang berlangsung lebihd ari 3 bulan yang ditandai dengan rusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan lajufiltrasi glomerulus berupa petanda kerusakan yaitu adanya proteinuria persiten, abnormalitas darah, abnormalitas imaging, abnormalitas atologi, pernah tansplantasi ginjal atau adanya LFG<60 ml/mnt/1,73 m2.
Menurut Black dan Hawk (dalam bayhakki, 2012:3) cronik kidney disease disebabkan oleh sebagai penyakit seperti glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, gagal ginjal polist; obstruksi saluran kemih; piolonefritis
nefrotoksin dan penyakit sistemikseperti deabetes melitus, hipertensi, lupus, eritmatomosu, poliartritis, penyakit sel sabitserta amiloidosis. Organ Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh, karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagai mana mestinya maka akan timbul masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronik. Prevalensi penyakit ginjal kronik meningkat seiring meningkatnya jumlah kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami penyakit ginjal kronik pada stadium tertenu.
Badan Kesehatan Dunia WHO menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Insiden pasien end stage renal disease (ESRD) yang berkembang
3 menjadi dependen dialisis 400 pasien per 1 juta populasi di amerika serikat.
Di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 499.800 penduduk Indonesia menderita penyakit gagal ginjal dan sebanyak 1.499.400 penduduk menderita Batu Ginjal (Rikesda, 2013).
Menurut 8th Annual Report of Indonesian Renal Registry (IRR)jumlah pasien hemodialisia baru dan pasien hemodialia aktif di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 21.050 pasien untuk pasien baru dan untuk pasien aktif hemodialisa mencapai 30.554 pasien, jumlah pasien ini belum menunjukan data seluruh indonesia, dan untuk Provinsi Jawa Barat yang mejalani hemodialisa pada pasienbaru sebanyak 7.465 dan pasien aktif sebanyak 9.382 pasien pada tahun 2015 (PERNEFRI, 2015).
Terapi hemodialisis merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (Brunner & Suddarth, 2002). Dializer merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Pada hemodialisa gula darah dapat menurun akibat gula keluar dari tubuh kecairan dialisat selama tindakan hemodialisa. Kadar gula darah yang tinggi dari kadar gula darah dialisat akan menimbulkan disfusi sehingga gula darah akan perpindah ke cairan dialisat pada keadaan normal kehilangan gula ini akan dikompensasi tubuh dengan melakukan glukoneogenesis. Hati merupakan organ penting dalam proses glukoneogenesis. Selama proses
4 hemodialisa 4-5 jam didapatkan cukup banayak glukosa yang tetbuang melalui cairan dialisat. Bila tubuh tidak dapat kompensasi kehilangan glukosa yang terbuang ini dapat terjadi hipoglikemia.
Hipoglikemia intradialitik merupakan kegawatatan yang memerlukan tindakan yang cepat. Kadar gula darah < 70 mg/dl dianggap telah terjadi hipoglikemia. Pada pasien hemodialisa gejala dapat berupa kesadaran menurun atau sesak, dilerium kejang sampai koma, pasien diabetes yang di lakukan hemodialisa, renatan untuk terjadi hipoglikemia faktor faktor yang berpengaruh adalah penurunan glukoneogenesis pada ginjal, ekresi insulin yang berkurang, asupan makan yang kurang karena uremia, resistensi insulin yang membaik selama hemodialisa, kehilangan glukosa selama proses hemodialisa dan difusi glukosa ke eritrosit selama hemodialisa. Dilaporkan kejadian hipoglikemia terdapat pada 15,2% dan sebanyak 73,8% pada pasien dengan diabetes. (PENEFRI, 2017).
Penelitian tentang penurunan kadar gula darah ini sebelumnya pernah di lakukan oleh Elya Hartini, dkk. (2012) tentang pengaruh hemodialisa terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes. di Ruang Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung, hasil penelitian terhadap 40 responden menunjukkan bahwa kadar gula darah responden sebelum tindakan hemodialisis sama antara ≤ 293 mg/dl sebanyak 20 orang (50%) dan > 293 mg/dl sebanyak 20 orang (50,0%), sesudah tindakan hemodialisis adalah ≤ 293 mg/dl sebanyak 25 orang (62,5%). Ada pengaruh hemodialisis terhadap kadar gula darah pada pasien diantara sebelum dan sesudah hemodialisis (sebesar 17 mg/dl) dan penelitian yang dilakukan oleh Aprilia Elisabet (2012) tentang perbedaan kadar glukosa darah pada pasien gagal ginjal kronik pre hemodialisa dan post hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah DR. H. Abdul moeloek Bandar Lampung. Hasil
5 penelitian dari 38 responden menunjukan bahwa pada pemeriksaan kadar glukosa darah pre hemodialisis didapatkan rerata 140 ± 23,0 sedangkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah post hemodialisis didapatkan rerata 98 ± 26,9.
Berdasarkan data yang di peroleh dari Ruang Hemodialisa RS. Sentra Medika Cibinong terdapat 129 pasien yang sedang menjalani terapi Hemodialisa pada pertengahan November 2017. Selanjutnya peneliti melakukan studi pendahuluan dengan dilakukan pengecekan kadar glukosa darah pre dan post hemodialisa terhadap 8 pasien yang menjalani Hemodialisa meunjukan bahwa hasil kadar glukosa darah pasien sebelum tindakan hemodialisa diatas 80 mg/dl sebanyak 4
orang dan di atas 145 mg/dl sebanyak 4 orang. Lalu setelah pasien di lakukan hemodiallisa peneliti melakukan pengecekan kadar glukosa darah dengan hasil dibawah 80 mg/dl seabnyak 3 pasien dan di bawah 145 mg/dl sebnyak 5 orang. Berdasarkan hasil penelitian diatas ada 5 responden setelah dilakukan hemodialisa hasil pemeriksaan kadar glukosa darah masih dalam batas normal.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Hemodialisa Terhadap Penurunan Kadar Glukosa darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong tahun 2017”.
METODE PENELITIAN
Rancangan pada penelitian ini mengunakan metode analitik kuantitatif dengan rancang bangun studi cross sectional, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow up, untuk mencari
hubungan antara variabel independen (faktor resiko) dengan variabel dependen (efek).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pendampingan orang tua dengan keberhasilan pemasangan infus pada anak usia
6 toddler pada kelompok intervensi dan penelitian ini juga membandingkan pada anak usia toddler dengan pemasangan infus pada kelompok kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN GAMBARAN PENELITIAN
Sampel dalam penelitian ini
adalah
sampel
yang
menjalani
hemodialisa di rumah sakit Sentra
Medika Cibinongterhitung periode
Januari-
Februaari
2018.
Pada
penelitian ini peneliti mendapatkan
sempel sesuai yang ditargetkan oleh
peneliti yang berkisar 108 responden
dan
tehnik
pengambilan
menggunakan accidental sampling.
ANALISA VARIABEL UNIVARIATE
Distribusi
pada
pre
hemodialisa Hasil Pengukuran
Glukosa Darah pada Responden
Gagal Ginjal Kronik yang menjalani
hemodilaisa 3 nilai tersebut yang
paling banyak respondenya pada
nilai gula darah 80- 144 mg/dl
berkisar 67 orang (62 %), dan yang
kedua pada nilai gula darah >145
Mg/dl berkisar 40 orang (37 %)
sedangkan nilai yang paling sedikit
pada nilai <79 mg/dl berkisar 1
orang (0,9 %) sedangkan pada
pengukuran post hemodialisa nilai
tersebut yang paling banyak
respondenya pada nilai gula darah
80- 144 mg/dl berkisar 78 orang
(72,2 %), dan yang kedua pada nilai
gula darah < 79 Mg/dl berkisar 19
orang (17,6 %) sedangkan nilai yang
paling sedikit pada nilai >145 mg/dl
berkisar 11 orang (10,2 %).
ANALISIS VARIBEL BIVARIAT
Berdasarkan hasil uji Paired t-test
menunjukan bahwa rata- rata kadar
gula darah sewaktu pengukuran pre
hemodialisa adalah 138,91 mg/dl
dengan standar deviasi 42,402 mg/dl
7
darah post hemodialisa didapatkan
rata-rata kadar gula darah sewaktu
adalah 109,90 mg/dldengan standar
deviasi 30,576 mg/dl. Terlihat nilai
mean perbedaan antara pengukuran
pre dan post test adalah 29,01 dengan
standar deviasi 11,826.
Pada Uji Paired T Test pada
penelitian didapatkan hasilakhir yakni
nilai p-value sebesar 0,000< 0,05,
karena nilai p-value sebesar 0,000
atau
kurang
0.05
maka
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis pada
penelitian ini Ha diterima karena
hasil p-value< 0,05, artinya ada
perbedaan antara hasil gula darah
sewaktu pre tes dan post test,
sehingga dapat disimpulkan pula
bahwa “ada pengaruh hemodialisa
terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada pasien gagal ginjal kronik
di ruang Hemodialisa RS. Sentra
Medika Cibinong tahun 2017.
Tabel 5.3
Pengaruh Hemodialisa Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa di Rumah Sakit
Sentra Medika Cibinong Tahun 2017
variabel
Pengukuran
N
Mean
SD
SE
P
Value
Kadar Glukosa
Darah
Pre Hemodialisa
108
138.91 42,402 4,080 0,000
Post Hemodialisa
109,90 30,576 2,942
KESIMPULANBerdasarkan penelitian, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh hemodialisa terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong Tahun 2017
8
1. Bayhakki. 2010. “ Klien
Gagal Ginjal Kronik : Seri
Asuhan
Keperawatan”.
Jakarta.
Penerbit
Buku
Kedokteran EGC.
2. Cahyaningsih, Niken. 2011.
Hemodialisa (Cuci Darah),
Pandun
Praktisi
Gagal
Ginjal”.
Jakarta.
Mitra
Cendika Press.
3. Crowin, Elizabeth. 2009.
“Buku Saku Patofisiologi
Edisi
Revisi
3”Jakarta.
Buku Kedokteran EGC.
4. Elisabet,
Aprilia.
2012.
“Perbedaan Kadar Glukosa
Darah Pada Pasien Gagal
Ginjal
Kronik
Pre
Hemodialisa
dan
Post
Hemodialisa”.
Skripsi.
Fakultas
Kedokteran
Universitas Lampung.
5. Hastono, Susanto
Priyo.
2010.
“Analisa
Data
Kesehatan”.
Jakarta
FKM.UI.
6. KONAS XIII, dan Anual
Meeting PENEFRI. 2017. “
Meningkatkan
Profesionalisme
Dalam
Bidang
Nefrologi
&
Hipertensi”. Malang. Tim
MNC Publishing.
7. Notoatmodjo,
Soekidjo.
2013. Metode Penelitian
Kesehatan”. Jakarta. Rineka
Cipta.
8. Nuari, Nian Arifin. dan
Dhina
Widayati.
2017.
“Gangguan Pada Sistem
Perkemihan
&
Penatalaksanaan
Keperawatan”. Yogyakarta.
Grup Penerbit CV. Budi
Utama.
9. PENEFRI. 2013. “ The 13
Jakarta
Nefrology
and
Hypertension Course And
Symposium
on
Hipertension”.
Jakarta.
PENEFRI
(Perhimpunan
Nefrologi Indonesia).
10. PENEFRI.
2011.
“
Konsesus
Manajemen
Anemia
Pada
Penyakit
Gagal
Ginjal”.
Jakarta
Pusat.
PT.
Janssen
Indonesia dan PT. Roche
Indonesia.
11. PENEFRI. 2016. “8
thAnual
Report of Indonesia Renal
Registry”
Bandung.
PENEFRI.
12. Ridwan, dan Sunarto. 2008.
“Pengantar
Statistik”.
Bandung. Alfabeta.
13. Safari, Andra Wijaya dan
Yesi
Merila
Widiyati.
2013.“KMB Keperawatan
Medikal
Bedah,
Keperawatan
Dewasa”.
Yogyakarta. Nuha Medika.
14. Sugiyono. 2016. “Metode
Penelitian
Kuantitatif,
Kualitatif
dan
R&D”.
Bandung. PT Alfabeta.
15. Tarwoto.2012.
9