• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab VI

Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan

danBerkarakter

A. Pembelajaran yang Mencerdaskan

Ilmu tidak dapat di"transfer" dari "kepala guru" kepada "kepala siswa". Hal tersebut merupakan pendapat kaum konstruktivis,yang dapat diyakini kebenarannya karena berdasarkan pada firman Allah Swt. (Q.S. An-Najm [53]: 39) yang dikemukakan dalam uraian terdahulu. Ilmu, khususnya konsep-konsep esensial ilmu, hanya dapat dimiliki siswa melalui belajar dengan "metode ilmiah". Sedangkan pengetahuan yang merupakan data dan informasi dapat disampaikan guru kepada siswa. Siswa yang hafal ilmu bisa menyampaikan pengetahuan, tapi belum tentu dapat memecahkan masalah yang ia hadapi dalam kehidupan. Inilah yang disebut sebagai verbalisme.

Allah Swt. menyampaikan pengetahuan (konsep kongkrit) kepada Nabi Adam As sebagai berikut.

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31).

Proses penguasaan konsep kongkrit seperti nama-nama benda, dapat dipelajari dengan mengahafal, selanjutnya di simpan dalam memori (ingatan) atau cognitive world anak, yang kemudian dapat di-recall(tahap pertama domain kognitif/Bloom) untuk disampaikan kembali. Ini belajar tahap awal dari Piaget, yaitu sensory motoric.

Di sisi lain, siswa SD pun sudah mulai belajar mengabstraksi, meskipun masih tahap rendah (lower order thinking skills) namun proses mengabstraksi siswa SD sama dengan proses mengabstraksi siswa S3, cuma substansinya berbeda, demikian juga tingkatnya, karena cara berpikir mereka sudah tinggi (higher order thinking skills).

Allah Swt. menghendaki umatnya mampu berpikir ilmiah (scientific thinking). Oleh karena itu, Allah Swt. memerintahkan semua manusia untuk mampu berpikir formal, yaitu proses berpikir dengan menggunakan metode ilmiah, seperti yang dijelaskan dalam Surat Al-„Alaq sebagai berikut.

“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-„Alaq [96]:1-5)

Ayat pertama, Allah Swt.memerintahkan Nabi Muhammad Saw untuk melakukan pengamatan terhadap alam lingkungannya, sedangkan pada ayat kedua, Nabi diharapkan mengamati juga manusia yang jadi penghuni alam semesta ini.

(2)

Lalu, apakah maksud dari perintah pengamatan tersebut?

Allah Swt. menghendaki Nabi untuk memproses data pengamatan yang hasilnya dapat dituliskan,sehingga dapat digunakan oleh manusia dari apa-apa yang tidak diketahuinya.

Secara rinci penulis menerjemahkan ayat ketiga dan keempat sebagai berikut. Ayat ketiga;Amatilah!Dan Tuhanmu Maha Mulia (yang "memberikan" kemulian-Nya kepada manusia dalam bentuk akal).Ayat keempat;Dan dengan akal tersebut, Allah Swt. mengajari manusia berpikir sehingga dapat menyimpulkan dalam tulisan.Ayat ketiga dan keempat tersebut, menjadi metode iqro-kalam yang di pendidikan dasar (SD) dikenal sebagai Ca-lis.

Data fakta hasil pengamatan (pengindraan) tersebut, masuk ke otak, kemudian Allah Swt. menyinarkan akal kepada otak manusia sehingga manusia bisa berpikir (thinking skills) dan dapat menghasilkan simpulan atau pemecahan masalah. Hasil berpikir bisa berupa konsep (hasil abstraksi atau generalisasi) yang kemudian dituliskan (kalam).

Pengamatan atau penginderaan terhadap fakta-fakta dan data bersifat spesifik, sedangkan hasil berpikir abstraksi akan bersifat umum.

Berpikir dari hal-hal yang spesifik ke umum (general) disebut sebagai berpikir dengan metode induktif ilmiah, atau metode berpikir induktif.

Berdasarkan hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa konsep Iqro-Kalam (Q.S. Al-‟Alaq [96]:3-4) merupakan konsep yang utuh dan menyeluruh yang menggambarkan adanya prosesberpikir ilmiah, yang dapat dilustrasikan dalam gambar6.1:

Gambar6.1: Metoda Ca-Lis sebagai Proses Berpikir Induktif

Pola ca-lis saat ini masih diartikan sebagai pola belajar membaca (ca) dan belajar menulis (lis) sehingga siswa SD kehilangan satu proses belajar yang esensial yaitu proses berpikir induktif

Metoda Ca – Lis Berdasarkan Al-Qur’an yang dilaksanakan di SD Ar-Rafi

Berfikir Ca lis • Mengamati • Mengindra • Mengukur • Membaca • dll • Menuliskan • Menggambarkan • Menjelaskan • Mempresentasikan • dll - Menyimpulkan - Memprediksi - Mengklasifikasi

(3)

ilmiah, yang merupakan salah satu kecakapan dasr yang merupakan kunci keberhasilan pada pendidikan lanjutan dan juga dalam kehidupan.

Pertanyaannya adalah apakah pola berpikir ilmiah sudah layak "dilatihkan" kepada siswa SD? Bahkan TK?

Pendapat Piaget bahwa anak hingga berumur 12 tahun (± kelas VI SD) belum bisa berpikir abstrak atau berpikir formal, baru pada tingkat berpikir kongkret. Artinya, Piaget berpendapat bahwa siswa SD belum bisa mengabstraksi, belum bisa melakukan generalisasi, atau belum bisa berpikir ilmiah induktif.

Sedangkan dalam metoda iqro-kalam belajar berpikir ilmiah sudah bisa dilatihkan sejak dini, alasannya adalah sebagai berikut.

1. Surat Al-„Alaq ayat (3) dan (4) tidak ditujukan hanya kepada manusia 13 tahun ke atas, melainkan untuk semua manusia, dengan demikian metode ilmiah sudah dapat dilatihkan kepada anak usia dini (3 atau 4 tahun).

2. Metode ilmiah dapat dilatihkan kepada anak usia dini dengan proses yang sama dengan proses berpikir ilmiahnya seorang doktor (S3), cuma substansinya yang berbeda sehingga tingkat abstraksinya juga berbeda. Dari perbedaan ini dikenal istilah lower order thinking skills (abstraksi tingkat rendah) dan higher order thinking skill (abstraksi tingkat tinggi), tapi proses abstraksinya sama, yaitu dari hal-hal yang spesifik menjadi umum (general).

3. Dengan metode berpikir ilmiah, Allah mengharapkan manusia ciptaan-Nya menjadi sosok pemikir (ulil albab) seperti firman-Nya dalam Al-Quran surat Ali Imran (Q.S. Ali Imran [3]: 190-191) karena manusia diberi tugas sebagai pemimpin di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30).

Bahkan Allah Swt. mengingatkan bahwa mereka yang tidak menggunakan hatinya (antara lain akalnya) dan indrawinya, mereka seperti binatang ternak yang akan dimasukkan ke neraka.

179. Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Ayat ini mengingatkan kita bahwa manusia = binatang berpikir, jadi kalau manusia tidak berpikir, maka manusia sama dengan binatang. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia atau memfasilitasi manusia untuk belajar agar mau dan mampu berpikir, agar tidak sederajat dengan binatang.

Allah Swt. mengharapkan manusia terbiasa menggunakan "akal" yang disinarkan Allah Swt. kepada manusia sehingga manusia bisa berpikir. Jika anak SD mulai berlatih mengabstraksi, kebiasaan tersebut akan menjadi "kecakapan dasar" sebagai kunci keberhasilan pada pendidikan menengah dan tinggi untuk menjadi sosok ulil albab.

Latihan mengabstraksi atau berpikir induktif dapat juga disebut sebagai berpikir "insight" yang insya Allah menjadi salah satu modal untuk memasuki masyarakat millenium III, yaitu masyarakat ilmiah (scientific society).

(4)

Konsep hasil abstraksi, dapat digunakan dalam kehidupan mereka di dalam lingkungannya dan hal ini merupakan latihan berpikir deduktif ilmiah yaitu dari konsep yang general diaplikasikan dalam kehidupan yang bersifat fakta-fakta empiris yang spesifik.

Surat Al-„Alaq ayat 3, 4, dan 5 merupakan pedoman bagaimana kita melatih anak TK-SD, siswa SMP-SMA dan mahasiswa Perguruan Tinggi dalam berpikir ilmiah, baik secara induktif kualitatif maupun deduktif kuantitatif.

Pola pendidikan atau pembelajaran dengan menggunakan metode ilmiah tersebut disebut metode belajar yang mencerdaskan, khususnya kecerdasan intelektual, dan juga merupakan landasan bagi pendidikan karakter.

Bagaimana pembelajaran anak yang mencerdaskan intelektual?

Kecerdasan intelektual merupakan kecakapan proses berpikir (thinking process) atau kecakapan proses (process skill), yang sejak Kurikulum 1984 telah dipromosikan dalam pembelajaran dengan istilah kecakapan proses.

Kecakapan Proses dalam IPA

Kecakapan proses sains yang dirumuskan oleh Asosiasi Guru Kanada yang dikutip oleh Suderadjat (2005:87) adalah sebagai berikut:

Observasi: Observasi meliputi perolehan informasi tentang objek, situasi, atau kejadian-kejadian yang menggunakan sebanyak mungkin keterlibatan panca indra dan pemikiran. Sifatnya bisa kualitatif maupun kuantitatif. Observasi memberikan dasar-dasar bagi penarikan kesimpulan atau hipotesis baru, dan juga merupakan alat untuk menguji kesimpulan dan atau hipotesis yang ada.

Pengukuran: Pengukuran adalah observasi yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur, baik unit yang standar maupun nonstandar. Panjang, luas, volume, massa, interval waktu, dan kekuatan merupakan satuan dalam pengukuran dengan menggunakan instrumen yang tepat dalam sistem satuan yang dipilih, misalnya metrik.

Klasifikasi: Klasifikasi meliputi pengelompokan objek, konsep atau kejadian-kejadian berdasarkan sifat yang diamati untuk menunjukkan kesamaan, perbedaan dan antar hubungan.

Inferensi (penarikan kesimpulan): Inferensiatau penarikan kesimpulan didasarkan pada perolehan data hasil pengamatan dan pengalaman masa lalu. Penarikan kesimpulan dapat dirumuskan berdasarkan fakta fakta yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung, dan kemudian diubah berdasarkan bukti yang baru.

Perkiraan (prediksi): Prediksi adalah pernyataan tentang kejadian-kejadian di masa yang akan datang, yang didasarkan atas data yang diorganisasikan dengan baik. Sedangkan ekstrapolasi berada di atas pola kejadian yang diamati, yang dapat digunakan untuk menguji prediksi.

Komunikasi: Komunikasi adalah proses mengorganisasikan dan memproses data, yang dilaksanakan diantara tahap observasi dan tahap interpretasi atau generalisasi. Kegiatannya meliputi pengorganisasian data “kasar” menjadi lebih kompak dan bermakna

(5)

(mengatur, menyusun kembali, dan membandingkan), penggambaran data melalui gambar dan grafik, dan pemrosesan secara matematis sebagai sarana bagi penarikan interpretasi. Keenam kecakapan proses sains ini dapat digunakan di SD dan mungkin hingga SMP kelas rendah untuk memfasilitasi siswa untuk belajar berpikir indukti-ilmiah. Sedangkan kelima kecakapan proses berikut lebih sesuai untuk pembelajaran sains bagi siswa SMA dan SMK, dan SMP kelas tinggi, untuk memfasilitasi mereka dalam belajar berpikir deduktif kuantitatif.

Membuat Hipotesis: Hipotesis adalah suatu dugaan ilmiah, tentang hubungan dua variabel, dalam konteks sebab akibat. Hipotesis dilakukan berdasarkan hasil observasi atau kesimpulan tentang serangkaian peristiwa. Suatu hipotesis harus dapat diuji (testable).  Merancang Penelitian: Eksperimen adalah suatu tes sebab akibat antara dua variabel,

yang melibatkan semua proses dan dimulai dengan merumuskan masalah yang akan dipecahkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi variabel yang akan dikontrol, penyusunan definisi operasional dan mengembangkan intrumen tes untuk pelaksanaan eksperimen sesuai prosedur yang ditetapkan.

Pengontrolan Variabel: Pengontrolan variabel meliputi proses penetapan variabel mana atau faktor mana yang akan mempengaruhi hasil penelitian, situasi, atau kejadian.

Interpretasi Data: Interpretasi adalah proses penarikan makna dari data hasil observasi, dalam bentuk inferensi, generalisasi, atau penjelasan. Biasanya ia berupa respon langsung terhadap masalah yang diteliti, dan dengan demikian meliputi ketetapan tentang interpretasi untuk disesuaikan dengan hipotesis yang diajukan, dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang baru.

Pemodelan: Proses ini meliputi penggunaan model fisik atau mental untuk menggambarkan perilaku sesuatu yang tidak dikenal. Kehati-hatian sangat diperlukan untuk menentukan validitas model atau analogi pada fenomena model. Model perlu direvisi untuk menampung fakta-fakta baru.

Pada tingkat SD keenam proses induktif dapat digunakan atau diajarkan kepada siswa satu-persatu, dan pada tingkat SMP secara menyeluruh atau satu kesatuan proses berpikir induktif. Kelima proses berpikir deduktif sebaiknya tidak diajarkan satu persatu melainkan dalam konteks belajar berpikir deduktif.

Bandingkan kecakapan proses mengamati/observasi, pengukuran, dan klasifikasi dengan “iqro” dalam surat Al-A‟laq (Q.S. 96:1-3) dan kecakapan inferensi/penarikan kesimpulan atau menuliskan kesimpulan dengan ayat berikutnya (Q.S.Al-A‟laq [96]:4). Kecakapan proses “prediksi” dan “komunikasi” identik dengan surat Al-A‟laq (96) ayat 5, hingga kecakapan “komunikasi” dalam proses penguasaan metoda induktif merupakan kecakapan dasar berpikir deduktif, sedangkan bagi siswa SMA/SMK, untuk berlatih berpikir deduktif dapat menggunakan kecakapan proses berikutnya.

Dengan demikian kesebelas kecakapan proses tersebut merupakan kecakapan berpikir ilmiah yang mampu membangun kecerdasan siswa.

(6)

Kecakapan Proses Matematika

Demikian juga dalam mata pelajaran matematika, Asosiasi Guru Kanada mengembangkan kecakapan proses matematika yang dikutip oleh Suderadjat (2005:101).

Kecakapan proses dikembangkan berdasarkan rasional bahwa masyarakat masa depan adalah masyarakat belajar atau learning society, oleh karena itu para siswa harus dibekali dengan kecakapan belajar atau learning to learn. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana pengembangan masyarakat belajar, dan bertujuan agar masyarakat melek bilangan (numeracy).

Manfaat matematika dalam masyarakat belajar atau learning society semakin meningkat, khususnya pada masyarakat berbasis teknologi informatika dan komunikasi (information communication technology-ICT). Agar para siswa pendidikan dasar berhasil dalam dunia kerjanya kelak, maka mereka dipersyaratkan untuk menguasai dan memiliki kecakapan berpikir rasional, kecakapan berkomunikasi dan memecahkan masalah secara matematis, memahami dan mampu menggunakan probabilitas dan statistik, teknologi dan pengukuran.

Kecakapan proses matematika juga meliputi kecakapan untuk mengesksplorasi, memprediksi, berpikir logik rasional, dan memecahkan masalah. Di samping itu mereka juga akan memiliki nilai dan sikap percaya diri, dan kemampuan untuk menggunakan informasi kuantitatif dan spasial dalam pemecahan masalah serta pengambilan keputusan.

Ada korelasi positif antara sikap dengan unjuk kerja (performansi) siswa. Pembelajaran matematika harus didesain agar menarik minat siswa dan menumbuhkan dorongan untuk belajar sehingga mereka terikat dalam proses pembelajaran matematika. Sikap positif terhadap matematika, mendorong keberhasilan siswa dalam menguasai dan memiliki kecakapan generik matematika, yang pada akhirnya mendorong mereka memiliki sikap percaya diri yang kuat.

Kecakapan generik atau kecakapan proses (the basic process skill) yang diharapkan dapat dikuasai dan dimiliki siswa, dalam pembelajaran matematika antara lain yaitu:

Pemecahan Masalah Secara Matematis.

Pemecahan masalah merupakan strategi kunci pembelajaran matematika.Para siswa hendaknya belajar dan berlatih memecahkan masalah secara efektif.Dengan pemilikan kecakapan tersebut di atas, diharapkan siswa dapat menjadi pribadi yang rasional, yang bermakna bagi masyarakat.Pemecahan masalah secara matematis meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi, eksplorasi, kreasi (penciptaan), penyesuaian terhadap perubahan atau kemampuan menanggulangi (cope ability), dan aktif menggali pengetahuan baru.Pemecahan masalah secara matematis dalam pembelajaran matematika harus melibatkan atau mengintegrasikan pengalaman siswa. Diharapkan, siswa mampu memecahkan masalah pekerjaan yang akan dihadapinya kelak di kemudian hari, secara matematis.

Pemodelan

Perumusan model matematika dari masalah kehidupan yang nyata merupakan salah satu bentuk pembelajaran matematika. Pemodelan matematika telah mengikuti kecenderungan

(7)

modern, dengan cara mendorong siswa untuk berkonsentrasi pada aktivitasnya, tidak sekedar mengerjakan soal-soal rutin yang sudah disiapkan, melainkan siswa sendiri harus mampu menyusun soal matematikanya berdasarkan permasalahan yang ada yang dihadapinya sehari-hari dalam kehidupan.

Berkomunikasi Secara Matematis

Matematika merupakan bahasa untuk menyampaikan suatu ide. Kemampuan komunikasi memegang peranan penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa yang abstrak dan simbol-simbol dari bahasa matematis, serta antara uraian secara fisikal, piktorial, grafik, simbolik, dan verbal, dengan gambaran mental dari gagasan matematis. Semua kegiatan pembelajaran dalam bentuk eksplorasi, menjelaskan, investigasi, menyelidiki, menguraikan, menetapkan suatu putusan, mendorong siswa dalam pengembangan kemampuan berkomunikasi.

Menghubungkan dan Mengaplikasikan Ide Matematis

Siswa akan menyadari manfaat matematika apabila pembelajaran matematika selalu dikaitkan dengan masalah kehidupan sehari-hari yang dialami siswa. Pembelajaran matematika harus dapat mengaitkan konsep matematika dengan situasi kehidupan nyata, yang memungkinkan siswa dengan pemilikan konsep matematis tersebut dapat memahami disiplin ilmu lainnya.

Logika Matematika

Pembelajaran matematika mendorong kepercayaan diri siswa dalam kemampuan nalar, berargumentasi, dan justifikasi atau menilai kemampuan berpikirnya sendiri.Para siswa diharapkan menyadari bahwa hasil belajar matematika tidak hanya mengingat dan menghafal rumus, melainkan harus bermakna, logis dan menyenangkan.Kemampuan berpikir logis biasanya berkembang dalam suatu kontinum, mulai berpikir kongkrit, hingga berpikir formal atau berpikir abstrak.Siswa mampu berpikir induktif dari fakta ke konsep, dan berpikir deduktif dari konsep dan teori ke aplikasi yang spesifik dalam kehidupan sehari-hari.

Mampu Menggunakan Teknologi

Siswa diharapkan memiliki kemampuan menggunakan teknologi sebagai alat bagi pemecahan masalah.Teknologi baru telah mengubah tingkat kesulitan problema matematis menjadi lebih mudah, misalnya dengan menggunakan komputer dan kalkulator. Kecepatan menghitung dan membuat grafik dari persamaan matematis, membantu siswa menemukan konsep-konsep matematis dan hubungannya secara lebih dalam. Harus disadari bahwa komputer hanyalah alat yang dapat menyederhanakan permasalahan tetapi tidak memecahkan masalah, solusi harus diperoleh oleh siswa. Keberadaan komputer tidak menghapus tuntutan terhadap siswa untuk menguasai kemampuan mempelajari fakta-fakta dasar dan algoritma.

Kemampuan Mengestimasi

Matematika tidak hanya berkaitan dengan kepastian (exactness) tetapi juga hal-hal yang bersifat mental antara sikap percaya diri. Strategi pembelajaran yang berorientasi pada

(8)

kemampuan estimasi, sangat membantu siswa dalam berhubungan dengan situasi keseharian. Kemampuan siswa dalam membuat estimasi mendorong pertumbuhan kepercayaan diri (self confidence).

Tujuh kecakapan di atas semuanya bersifat kecakapan proses yang diperlukan semua orang dalam menguasai dan memiliki konsep-konsep dasar dan axioma matematika, dan juga bagi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kecakapan proses dalam matematika diatas dapat digunakan guru matematika dalam mengembangkan kurikulum matematika berbasis kompetensi

Kecakapan Proses Bahasa

Kecakapan proses berbahasa, sudah dikenalkan sejak Kurikulum 1994.Dari Kurikulum 1994 diperoleh penjelasan bahwa penilaian Bahasa Inggris menggunakan penilaian integratif dan komunikatif, dan bukan penilaian terhadap penguasaan unsur-unsur bahasa, seperti grammar.

Penilaian adalah pengukuran terhadap ketercapaian indikator hasil belajar yang menggambarkan rincian pencapaian tujuan pembelajar khusus yaitu kompetensi dasar. Perumusan “Indikator Hasil Belajar” yang menggambarkan pencapaian kompetensi dasar dapat dikembangkan dari standar kecakapan fungsional (kecakapan proses) seperti yang ditetapkan dalam Kurikulum 1994 yaitu:

Membaca

Siswa dapat membaca teks yang berbentuk narasi, deskripsi, percakapan dan argumentasi dengan keterampilan sebagai berikut:

o Menemukan informasi tertentu;

o Mendapatkan gambaran umum tentang isi bacaan; o Menemukan pikiran utama yang tersurat;

o Menemukan pikiran utama yang tersirat;

o Menemukan semua informasi rinci yang tersurat; o Mendapatkan informasi yang tersirat;

o Menafsirkan makna kata, frosa dan kalimat berdasarkan konteks; o Mendapatkan rasa senang.

Menyimak

o Menemukan pikiran utama dalam teks lisan pendek (percakapan, narasi, deskripsi); o Menemukan informasi rinci dalam percakapan pendek dan sederhana;

o Menemukan informasi tertentu dalam teks lisan pendek (percakapan, narasi, deskripsi); o Melakukan seperangkat petunjuk lisan sederhana;

Berbicara

o Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tema;

(9)

o Secara sederhana menjelaskan benda, orang, tempat, dan rangkaian peristiwa; o Secara sederhana mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, dan sikap.

Menulis

o Menyusun kalimat (paling banyak 10 kalimat) yang diberikan secara acak menjadi paragraf

berbentuk narasi dan deskripsi yang padu (koheren);

o Melengkapi percakapan sederhana dan singkat secara tertulis ;

o Menulis paragraf pendek (paling banyak 10 kalimat) berbentuk narasi dan deskripsi tentang

topik yang sederhana;

o Memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan pemahaman; menulis pesan pribadi; o Menulis surat sederhana;

o Menjawab surat sederhana.

Diyakini bahwa dengan menggunakan kecakapan proses dalam pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) maka siswa akan berlatih berpikir yang berdampak pada peningkatan kecerdasan. Termasuk kecerdasan berargumentasi (reasoning skill) yang berdampak pada peningkatan daya saing (competitiveness).

B. Pembelajaran yang Berkarakter

Sejak tahun 2010 Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama mulai fokus terhadap perlunya pendidikan yang berkarakter.Banyak penelitian dan seminar yang dilakukan untuk menentukan kebijakan, konsep dan implementasi pendidikan karakter.

Apa yang disebut dengan pendidikan karakter bangsa?

Sebenarnya pendidikan berbasis kompetensi adalah solusi dari penyelenggaraan era Kurikulum 1994 yang padat pengetahuan, kurang mencerdaskan dan tidak membangun karakter bangsa.

Kesalahan penyelenggaraan pendidikan di era Kurikulum 1994 adalah pembelajaran yang padat kognitif, cenderung menghasilkan verbalisme, dogmatisme dan split personality (pribadi yang terpecah/munafik).Solusinya adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dimana Kurikulum 2004 mendefinisikan kompetensi sebagai keseluruhan pengetahuan (kognitif), nilai dan sikap (afektif) yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berfikir (psiko) dan bertindak (motorik).

Konsep keseluruhan domain kognitif, afektif dan psikomotor dalam Kurikulum 2004 tersebut dapat diyakini kebenarannya karena sama dengan konsep muslim yang “kaaffah” (menyeluruh/integral) dalam Al Baqarah (Q.S. 2:208) yaitu keseluruhan iman, ilmu dan amal, dan apabila tidak menyeluruh diingatkan Allah Swt. sebagai pengikut syetan.

Dengan demikian pembelajaran yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, seharusnya sudah merupakan pembelajaran yang mencerdaskan dan juga pembelajaran yang berkarakter.

(10)

Apa itu pendidikan berkarakter?

Secara konsep pendidikan karakter adalah proses aktualisasi potensi EQ dan SQ (Q.S. An Nahl [16]:78) dari siswa menjadi kompetensi personal dan kompetensi sosial yang tergambar dalam perilaku akhlak mulia.

Bagaimana prosesnya?

Pada Bab 1 terdahulu telah dijelaskan, pertama melalui proses penerimaan nilai melalui kecerdasan intelektual untuk diorganisasikan dalam sistem nilai (value system). Kedua adalah dengan proses pembiasaan aplikasi konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai akhlak mulia. Proses yang kedua ini dapat disebut sebagai latihan beribadah sosial sehingga siswa terbiasa berbuat kesalehan sosial atau berakhlak mulia.

Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah?

Penulis mendukung pola pelaksanaan pendidikan karakter yang dikemukakan oleh Achmad Husen, anggota Tim Pengembang Pendidikan Karakter Bangsa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Jakarta yaitu:

Pertama nilai-nilai karakter harus diintegrasikan kedalam mata pelajaran. Khususnya pada SK dan KD yang saat ini rumusan SK dan KD pada semua mata pelajaran, baik di SD, SMP, SMA dan SMK masih terfokus pada domain kognitif dan motorik.

Artinya hampir semua SK dan KD, dari semua mata pelajaran, belum memiliki domain afektif atau nilai dan sikap (nilai-nilai karakter bangsa).

Apabila guru-guru dapat menyempurnakan SK dan KD sesuai dengan definisi kompetensi yang merupakan integrasi dari ketiga domain, yaitu dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter (afektif), maka proses pembelajaran siswa berbasis kompetensi bukan hanya mencerdaskan, menguasai dan memiliki ilmu, tetapi juga dapat menggunakan ilmunya dalam kehidupan dengan saleh (akhlak mulia).

Kedua, membangun kampus sekolah sebagai pusat pembangunan karakter bangsa. Antara lain dengan menyiapkan sarana ibadah yang cukup dan ruang-ruang belajar yang bernilai religius. Sehingga karakter siswa terbiasakan dalam kehidupan sehari-hari di kampus sekolah.

Ketiga, nilai-nilai karakter juga diintegrasikan ke dalam kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan sosial siswa bagi lingkungan masyarakat.

Dari mana dimulainya pendidikan karakter di sekolah?

Orang pertama yang akan memerintahkan penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah sudah pasti Kepala Sekolah, yang berperan sebagai pemimpin dan administrator pendidikan di sekolah.Maka orang yang pertama dan utama dalam mendemonstrasikan karakter bangsa adalah Kepala Sekolah.Kemudian para wakil kepala sekolah, staff serta guru-guru di sekolah dan terakhir adalah siswa-siswa.

Mengapa demikian?

Bagi umat muslim, Allah Swt. mengingatkan dalam Al Quran surat Ash Shaaf, yaitu:

(2) Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (3) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. Ash Shaaf [61]: 2-3)

(11)

Artinya bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staff dan guru yang memerintahkan siswanya untuk berkarakter, apabila mereka tidak melakukannya (memberi keteladanan), maka akan mendapat kebencian yang besar dari Allah Swt. Padahal surga hanya dapat dicapai melalui keridhoanNya.

Apakah peringatan Allah Swt. tersebut hanya berlaku di sekolah, yaitu kepada kepala sekolah dan guru serta staff?Tidak, tetapi berlaku untuk semua orang yang mempromosikan pendidikan karakter termasuk penulis.

Referensi

Dokumen terkait

Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc sebagai Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara

Dimana secara tidak langsung mengubah tata hukum dan sistem ketatanegaraan Indonesia secara substantif seperti dimana tertuang dalam amanat konstitusi yaitu pada

Jumlah Calon Penyedia Jasa Konsultansi yang LULUS daftar pendek berdasarkan Pembuktian Kualifikasi sebanyak 5 (lima) perusahaan, antara lain :. Jumlah Calon Penyedia Jasa

Jumlah Calon Penyedia Jasa Konsultansi yang LULUS daftar pendek berdasarkan Pembuktian Kualifikasi sebanyak 5 (lima) perusahaan, antara lain :. Jumlah Calon Penyedia Jasa

Untuk memberi motivasi kepada siswa, guru menyampaikan manfaat mempelajari menerapkan operasi hitung bilangan bulat dengan memanfaatkan berbagai operasi

Analisis pengaruh indeks harga saham syariah di Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan Malaysia, dan variabel makroekonomi nasional terhadap Jakarta Islamic Index (JII) dilihat

NAMA PERUSAHAAN ALAMAT NPWP Nilai Teknis1. ARCHI VI L ENGI

PADA SATUAN KERJA PENGADILAN NEGERI SINTANG TAHUN ANGGARAN 2016 ULP DI EMPAT LINGKUNGAN PERADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK.. INDONESIA KOORDINATOR WILAYAH KALIMANTAN BARAT