PENERAPAN MODEL INKUIRI JURISPRUDENSIAL UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR
APPLICATION OF JURISPRUDENTIAL INQUIRY MODEL TO
IMPROVE CRITICAL THINKING ABILITY STUDENT ON SOCIAL
LEARNING IN PRIMARY SCHOOL
1
Rany Fuadah,
2Solihin Ichas Hamid ,
3Komariah
S1-Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pengetahuan,
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: ranyfuadah@rocketmail.com
1
Penulis
2
Penulis Penanggung Jawab
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran IPS. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini berkenaan dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa yang masih rendah. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tindakan kelas yang dalam pengaplikasian proses pembelajarannya menggunakan tahapan model inkuiri jurisprudensial dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas belajar dan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Model penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah model Elliot yang dilaksanakan dalam tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Cibiru 5, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi guru dan siswa, pedoman wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dijelaskan dengan deskripsi mengenai aktivitas pembelajaran siswa dan data kuantitatif digunakan untuk melihat nilai kemampuan berpikir kritis siswa serta mencari nilai rata-rata. Data yang diperoleh mengenai aktivitas siswa dengan menggunakan model inkuiri jurisprudensial mengalami perubahan cara berpikir kearah yang lebih berkembang. Sedangkan untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terlihat dari perolehan rata-rata siswa dari setiap siklusnya mengalami peningkatan. Pada siklus I adalah 57,68 berada dalam kategori sangat rendah, siklus II 68,39 berada dalam kategori rendah dan siklus III 85,04 berada dalam kategori tinggi. Berdasarkan perolehan data tersebut dapat disimpulkan, bahwa model inkuiri jurisprudensial dapat direkomendasikan sebagai alternatif dalam menyampaikan materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
ABSTRACT
This study was conducted based on the problems identified in the social science
learning. The formulation of problem in this study with respect to the activity of learning and critical thinking skills of students is still low. Therefore, the researcher conducted a classroom action research in application of the learning process using the stages of jurisprudential inquiry model with the aim to determine activity of learning and increase students critical thinking skills. The research model chosen in this study is Elliot model, carried out in three cycles and each cycle consisting of three acts. This research was conducted at Primary School Cibiru 5, Cibiru subdistrict, Bandung City. With the number of students as many as 28 people. The data collection techniques used were teacher and student observation sheet, interview, field notes and documentation. Data analysis is analysis of qualitative data and quantitative data. The qualitative data is described with a description of student learning activities and quantitative data used to see the value of critical thinking skills of students as well as finding the average value. Data obtained on the activities of the students using the inquiry model jurisprudential changes the way of thinking towards a more evolved. Meanwhile, to increase students critical thinking skills can be seen from the acquisition of the average student of each cycle has increased. In the first cycle was 57.68 are in the very low category, the second cycle is in the low category 68.39 and 85.04 are the third cycle in the high category. Based on these data can be concluded, that the jurisprudential inquiry model can be recommended to be an alternative material Social Science learning.
IPS sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan khususnya di Sekolah Dasar menuntut guru untuk tidak
hanya semata-mata menyampaikan
materi pembelajaran, melainkan harus dapat membimbing siswa agar mereka menjadi warga negara yang baik dan menjadi anggota masyarakat yang memiliki rasa kepedulian yang tinggi serta memiliki rasa kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, guru membimbing siswa agar mereka dapat
belajar berpikir untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya secara individu.
Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Trianto, 2014) bahwa proses kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa akan bermakna apabila mereka dihadapkan dengan proses berpikir. Hal ini dapat dilihat dari proses kegiatan belajar siswa dalam melakukan kegiatan mencari suatu pemecahan permasalahan yang dilakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Siswa menemukan dan mencari solusi sendiri dalam memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, dengan proses mencari pemecahan permasalahan yang terjadi secara mandiri atau individu ini, akan memberikan pengalaman yang benar-benar nyata dan bermakna bagi siswa.
Menurut Abidin (2014)
menjelaskan bahwa kemampuan berpikir merupakan salah satu proses kegiatan yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap diri individu. Kemampuan berpikir ini, berarti mempersiapkan sumber daya manusia yang berkembang daya pikirnya untuk melakukan atau bertindak terhadap sesuatu secara mendalam. Selain itu, proses yang sangat penting ini akan mewujudkan individu yang memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas sebagai hasil dari yang mereka lihat ataupun mereka dengar. Selain itu, mewujudkan individu yang dapat berpikir secara kritis dan kreatif terhadap suatu kejadian atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal itu, maka penting sekali guru dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk mewujudkan seseorang yang memiliki keterampilan dalam kompetensi tersebut. Salah satu solusinya untuk meningkatkan kemampuan berpikir khususnya berpikir kritis siswa yaitu
dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri jurisprudensial.
Model pembelajaran inkuiri
jurisprudensial menurut Oliver dan Shaver (dalam Wena, 2009, hlm. 71) mengemukakan bahwa “model ini bertujuan untuk menganalisis dan berfikir secara sitematis dan kritis terhadap isu-isu yang sedang hangat terjadi di masyarakat”. Berdasarkan penjelasan
tersebut, bahwa dalam proses
pembelajaran dengan model ini siswa
tidak hanya mendapatkan ilmu
pengetahuan dari guru saja melainkan siswa dapat belajar secara mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dengan disajikan sebuah permasalahan. Kemampuan ini dilakukan oleh siswa mulai dari mengidentifikasi masalah sampai dengan guru menguji pendirian posisi/sikap yang telah siswa kemukakan sebelumnya. Selain itu,
model ini bertujuan untuk
mengembangkan kepekaan siswa
terhadap lingkungan sekitar.
Pada kenyataan yang terjadi di
SDN Cibiru 5, dalam proses
pembelajaran IPS masih bersifat konvensional. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Pembelajaran yang dilakukan kurang melibatkan aktivitas siswa secara aktif. Siswa hanya
mendengarkan informasi yang
disampaikan oleh guru. Siswa yang mengajukan pertanyaan pun sedikit. Padahal kemampuan bertanya itu merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Sehingga guru dapat mengetahui sejauhmana siswa paham atau tidak terhadap proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Siswa hanya dituntut untuk menghapal materi-materi yang dibelajarkan saja. Sehingga, ketika guru bertanya kepada siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya, kebanyakan siswa lupa dengan materi tersebut. Selain itu, proses pembelajaran dalam pelaksanaannya lebih terpaku pada buku pelajaran. Guru kurang mampu menghubungkan materi ajar dengan pengalaman atau lingkungan
siswa. Sehingga, proses pembelajaran yang dilakukan kurang bermakna bagi siswa.
Pada hakikatnya, aspek tersebut sangatlah penting untuk mencapai suatu keberhasilan yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa tidak hanya menerima ilmu pengetahuan dari guru saja, melainkan dari ilmunya
tersebut mereka dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka dapat disimpulkan, bahwa proses pembelajaran yang
dilakukan belum mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa serta kurang melibatkan aktivitas siswa secara aktif. Berdasarkan hal tersebut, maka pentingnya proses pembelajaran yang dilakukan di kelas IV untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran yang diterimanya di dalam kelas, serta dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Wena (dalam Antari, 2014) bahwa model pembelajaran yang diciptakan oleh Donald Oliver dan James
P. Schaver muncul pada tahun
1966/1974. Mereka menjelaskan bahwa model inkuiri jurisprudensial merupakan model pembelajaran yang dilakukan
untuk melatih siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir berdasarkan cara berpikir yang runtut tentang isu-isu permasalahan sosial yang terjadi di dalam lingkungan sekitarnya.
Uno (2012) mengemukakan ada beberapa tahapan pembelajaran model inkuiri jurisprudensial, yaitu :
1. Orientasi kasus/permasalahan
Pada awal pembelajaran guru menyajikan permasalahan dalam bentuk gambar, video, ataupun artikel/wacana.
2. Mengidentifikasi isu
Dalam tahap ini, guru meminta siswa untuk mengidentifikasi fakta-fakta penyebab dan akibat dari suatu permasalahan yang disajikan oleh guru baik itu dalam bentuk gambar, video,
ataupun artikel/wacana. Kemudian, guru
meminta siswa untuk melakukan
identifikasi terhadap nilai-nilai dan konflik nilai berdasarkan permasalahan yang disajikan oleh guru.
3. Pengambilan posisi/sikap
Siswa mengemukakan pendapatnya
tentang posisi/sikap yang dipilihnya baik setuju atau tidak setuju terhadap permasalahan yang guru sajikan.
4. Menggali argumentasi untuk
mendukung posisi (sikap) yang telah diambil.
Dari pendapat yang telah siswa kemukakan berdasarkan tahapan ketiga,
guru meminta siswa untuk
mengemukakan alasannya secara logis dan rasional tentang posisi/sikap yang telah dipilihnya.
5. Memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap)
Dalam tahap ini, guru melihat kekonsistenan jawaban siswa, setelah guru memberikan pernyataan yang bertentangan dengan pendapat siswa. Sehingga dapat terlihat apabila siswa itu kuat dengan pendapatnya maka ia akan konsisten dengan pendapat sebelumnya. Namun apabila ia tidak kuat dengan pendapatnya maka siswa tersebut akan mengubah jawaban atas posisi/sikap yang telah dipilihnya.
6. Menguji tentang fakta, definisi, dan konsekuensi
Dalam tahap ini guru dan siswa mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pernyataan sikap tersebut sudah relevan dan sah (valid). Sehingga dari berbagai macam pendapat yang dikemukakan oleh siswa menghasilkan satu jawaban yang sama dan tepat.
Proses pembelajaran yang
dilakukan tentunya harus memiliki tujuan yang hendak dicapai. Aktivitas di dalam proses pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran berhubungan erat dengan proses berpikir. Salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan suatu kegiatan yang penting dan menunjang dalam proses pembelajaran. Kegiatan proses berpikir kritis ini bermanfaat bagi siswa untuk menggali masalah yang terjadi berdasarkan bukti-bukti yang ada serta siswa dapat mencari solusi untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang terjadi. Selain itu, mereka tidak hanya sebatas tahu dari orang lain atau sumber lain tetapi mereka dapat membuktikannya berdasarkan apa yang dianggapnya benar dan baik untuk dilakukan tentunya berdasarkan bukti atau fakta yang dimilikinya.
Teori belajar yang mendukung pada
model pembelajaran inkuiri
jurisprudensial adalah sebagai berikut: 1. Teori belajar Jerome S. Bruner
Bruner (dalam Rusman, 2013, hlm. 244) memaparkan bahwa “Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya serta menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar
bermakna”. Tujuan utama dari
pendidikan yang dikemukakan oleh Bruner sejalan dengan apa yang menjadi bagian dari model inkuiri jurisprudensial. Siswa belajar membangun kemampuan pengetahuannya sendiri dari kegiatan yang berhubungan langsung dengan yang diamati atau yang terjadi di lingkungan sekitarnya dan bukan hasil dari suatu proses pembelajaran yang diajarkan oleh guru melalui kegiatan hapalan.
2. Teori Jean Piaget
asimilasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan kemampuan dalam berpikirnya sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Apabila asimilasi merupakan
proses mengembangkan kemampuan
dalam berpikir membangun pengetahuan
siswa melalui lingkungan maka
akomadasi yaitu menghubungkan
pengetahuan yang telah di dapatnya dari proses asimilasi karena lingkungan siswa terus berubah dan berbeda maka asimilasi-asimilasi tersebut harus digabung-gabungkan sehingga dapat menjadi solusi dari hal yang baru mereka temukan.
3. Teori belajar bermakna dari David P. Ausuble.
Menurut Ausubel (dalam Suyono dan Hariyanto, 2012, hlm. 100) berpendapat bahwa dalam teorinya ia percaya bahwa dunia luar atau lingkungan akan memberikan sesuatu yang lebih bermakna terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dibandingkan dengan proses pembelajaran yang hanya dilakukan dengan menggunakan metode ceramah saja. Sejalan dengan pemikiran Ausubel model Inkuiri Jurisprudensial juga berpandangan bahwa pada dasarnya dengan adanya model ini, siswa dalam proses pembelajaran akan lebih bermakna karena mereka belajar dengan lingkungan sosialnya, mengamati kejadian yang terjadi dilingkungan sekitarnya dan guru mengaitkan proses pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga pembelajaran ini lebih bermakna bagi siswa.
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas sebagai salah satu pendekatan dalam penelitian kualitatif. Menurut Jaedun (dalam Kurniasih dan Sani, 2014) mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas
untuk mengetahui sejauhmana
keberhasilan dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan baik itu dilihat dari pendekatan yang digunakan, model, ataupun metode dan lain sebagainya.
Desain penelitian tindakan kelas yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah desain penelitian model Elliot. Desain penelitian model John Elliot ini merupakan desain penelitian yang terdiri dari tiga siklus dan setiap siklusnya terdiri dari tiga tindakan, maka secara keseluruhan akan ada sembilan tindakan yang dilaksanakan oleh peneliti.
Peneliti melaksanakan langkah pertama yaitu ide awal terlebih dahulu. Pada tahap ini, peneliti menentukan metode penelitian dan objek penelitian yang akan digunakan. Setelah metode dan objek penelitian ditentukan maka peneliti akan menemukan dan menganalisis segala permasalahan yang terjadi di dalam kelas berdasarkan objek penelitian yang telah ditentukan tersebut. Tahap selanjutnya yang peneliti lakukan adalah tahap perencanaan umum siklus I, Pada tahap ini, peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Perencanaan yang dilakukan oleh peneliti tentunya
perencanaan yang berdasarkan
permasalahan yang terjadi. Setelah perencanaan selesai, peneliti melakukan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Pada tahap selanjutnya, setelah selesai melakukan siklus 1 peneliti melakukan monitoring terhadap implementasi dan efek yang ditimbulkan. Dalam tahap ini, peneliti berupaya untuk melihat atau mengidentifikasi seluruh proses pembelajaran yang dilakukan serta kekurangan ataupun hambatan yang terjadi. Berkenaan dengan hasil monitoring tersebut, maka seluruh kegagalan-kegagalan tersebut akan dijelaskan pada tahap berikutnya yaitu tahap penjelasan kegagalan implementasi. Ketika terjadi kegagalan pada siklus 1,
peneliti melakukan perbaikan
perencanaan. Kegagalan-kegagalan yang terjadi pada siklus 1 ini, dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus-siklus selanjutnya sehingga dari beberapa siklus
yang dilakukan dapat mengalami perubahan atau peningkatan.
Pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu di SDN Cibiru 5 dan yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini siswa kelas IV C yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Instrumen yang digunakan peneliti adalah catatan lapangan, lembar observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi.
Teknik analisis data yang
digunakan peneliti adalah teknik kuantitatif dan teknik kualitatif. Menurut Sugiyono (2013) bahwa teknik analisis data kualitatif yaitu teknik analisis data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara, observasi, catatan lapangan dengan tujuan agar temuan yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dipahami oleh orang lain. Teknik kualitatif dalam penelitian ini berupa pendeskripsian tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dapat diperoleh dari hasil catatan lapangan, hasil observasi guru dan observasi siswa juga dari hasil wawancara siswa. Sedangkan teknik kuantitatif dalam penelitian ini, digunakan peneliti untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini, diperoleh dari jawaban soal evaluasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan model penelitian yang digunakan, penelitian ini dilaksanakan dengan tiga kali siklus yang masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan. penelitian siklus I tindakan I diikuti oleh 24 orang, tindakan II diikuti oleh 26 orang dan tindakan III diikuti oleh 28 orang. Pada siklus I tindakan I, pada tahap orientasi kasus atau permasalahan secara serentak 2 kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru mengenai peristiwa yang ada di dalam
video. Tahap identifikasi isu atau kasus, Seluruh kelompok terlihat kebingungan dalam menentukan penyebab dan akibat.
Sehingga menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator Elementary Clarification
(memberikan penjelasan sederhana) masih rendah dan hanya kelompok 4 dan kelompok 1 yang mampu mengemukakan pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut dan
menunjukkan bahwa indikator
kemampuan berpikir kritis siswa dalam
Strategy dan tactics (strategi dan taktik)
ini pun masih rendah. Namun seluruh kelompok belum mampu menjawab tentang nilai dan konflik nilai dan masih memerlukan bimbingan guru untuk
menjawabnya. Tahap pengambilan
posisi/sikap, seluruh kelompok sudah mampu menentukan sikap/posisi. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, setiap kelompok masih saling mengandalkan temannya dalam mengemukakan alasan. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap kelompoknya dengan indikator Basic support (membangun keterampilan dasar) masih belum berkembang atau masih rendah dan masih memerlukan bimbingan guru dalam menjawab pertanyaan tentang nilai yang dilanggar, hal yang diinginkan dan tidak diinginkan. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), banyak sekali kelompok yang tidak konsisten dari pendapat sebelumnya yaitu kelompok 1, 2 dan 4. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi kelompok yang tidak konsisten dengan
pendapat sebelumnya, akhirnya
menerima segala konsekuensi yang didapatnya dan mengubah posisi/sikap dari yang setuju menjadi tidak setuju. Sehingga menghasilkan satu jawaban yang sama yaitu tidak setuju. Maka kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference (menyimpulkan) terlihat masih banyak kelompok yang
memiliki kemampuan berpikir kritis yang masih rendah.
Pada siklus I tindakan II, aktivitas siswa pada tahap orientasi kasus atau permasalahan kelompok 2 dan kelompok 1 yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tahap identifikasi isu atau kasus hanya kelompok 2 dan kelompok 4 belum mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab dan akibat.
Sehingga menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa dalam kelompok tersebut pada indikator
Elementary Clarification (memberikan
penjelasan sederhana) masih rendah atau
masih belum muncul dan hanya
kelompok 4 dan kelompok 3 yang
mampu mengemukakan pendapatnya
mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut dan menunjukkan bahwa indikator kemampuan berpikir kritis siswa dalam Strategy dan tactics (strategi dan taktik) masih rendah sama seperti tindakan sebelumnya. Namun tidak ada satu pun kelompok yang mampu menjawab tentang nilai dan konflik nilai dan masih memerlukan bimbingan guru. Tahap pengambilan posisi/sikap, seluruh kelompok sudah mampu mengambil sikap/posisinya. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, hanya kelompok 1 dan kelompok 4 yang mampu mengemukakan alasannya terhadap posisi/sikap yang telah dipilihnya dan kelompok yang lainnya masih mengandalkan pendapat dari 1 orang temannya dan yang lainnya masih terlihat ragu-ragu. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator Basic support (membangun keterampilan dasar) masih ada beberapa kelompok yang memerlukan bimbingan guru. Kemudian, dalam menentukan nilai yang dilanggar, hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, seluruh kelompok masih terlihat kebingungan. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), kelompok 4 masih ada satu
kelompok yang tidak konsisten dengan jawaban sebelumnya. Dan tahap yang terakhir yaitu tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi,
kelompok 4 menerima segala
konsekuensi yang didapatnya dan mengubah posisi/sikap dari yang setuju menjadi tidak setuju. Maka kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator
Inference (menyimpulkan) dengan materi
tersebut terlihat seluruh kelompok cukup mampu menjawab pertanyaan yang guru ajukan.
Pada siklus I tindakan III, tahap orientasi kasus atau permasalahan kelompok 2 dan kelompok 1 menjawab secara serentak tentang peristiwa yang ada di dalam artikel sedangkan 2
kelompok lainnya tidak mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
guru dan cenderug acuh tidak
memperhatikan guru. Tahap identifikasi isu atau kasus, seluruh kelompok masih perlu bimbingan guru dalam menjawab
penyebab dan akibat. Sehingga
menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa dalam materi ini
dengan indikator Elementary
Clarification (memberikan penjelasan
sederhana) rendah. Hanya ada 2 kelompok yang mampu mengemukakan pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut dan
menunjukkan bahwa indikator
kemampuan berpikir kritis siswa dalam
Strategy dan tactics (strategi dan taktik)
dalam materi ini masih rendah. Seluruh kelompok masih terlihat kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya mengenai nilai dan konflik nilai. Tahap pengambilan posisi/sikap, Seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan pendapatnya tentang alasan terhadap posisi/sikap yang telah diambil. Sehingga kemampuan berpikir kritis setiap kelompoknya dengan indikator Basic
support (membangun keterampilan dasar)
dalam materi ini dikatakan sudah nampak. Kelompok 2 sudah mampu
mengemukakan tentang nilai yang dilanggar. Namun, masih banyak Masih banyak kelompok yang belum mampu mengemukakan pendapatnya mengenai nilai mana yang dilanggar, hal yang diinginkan dan hal yang tidak diinginkan.
Tahap memperjelas ulang dan
memperkuat posisi (sikap), seluruh kelompok bertahan dengan posisi/sikap sebelumnya dan masih ada 3 kelompok yang masih berada di posisi/sikap yang masih belum tepat. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, Posisi/sikap kelompok yang masih konsisten dengan jawaban yang kurang tepat sebelumnya, dapat diarahkan sehingga menghasilkan jawaban yang sama yaitu tidak setuju. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference
(menyimpulkan) pada materi ini masih rendah.
Berdasarkan temuan yang telah di deskripsikan di atas, peneliti mendapatkan gambaran hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I tindakan I,II, dan III. Adapun nilai hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I meliputi keempat indikator
diantaranya adalah Elementary
Clarification (memberikan penjelasan
sederhana) atau mencari penyebab dari pertanyaan yang diajukan, Basic support (membangun keterampilan dasar) atau
memberikan alasan dari suatu
permasalahan , Inference
(menyimpulkan) atau mengemukakan akibat yang akan terjadi, dan strategy dan tactics (strategi dan taktik) atau
merumuskan alternatif yang
memungkinkan terhadap suatu
permasalahan. Untuk lebih jelas
perbandingan perolehan keempat
indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk grafik 4.1 berikut ini.
Grafik 4.1 Grafik Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Siklus 1
Pada siklus I untuk masing-masing aspek kemampuan berpikir kritis diperoleh nilai rata-rata yang berbeda satu dengan yang lainnya. Nilai rata-rata aspek
elementary clarification, pada siklus pertama tindakan pertama adalah 1,75, tindakan kedua adalah 2,65 dan pada tindakan ketiga adalah 2,43. Jika dirata-ratakan aspek elementary clarification pada siklus pertama memperoleh nilai 2,28. Aspek kemampuan berpikir kritis siswa yang kedua adalah basic support, nilai rata-rata siklus pertama tindakan pertama adalah 2,33, tindakan kedua adalah 2,19, dan tindakan ketiga adalah 2,43. Jika dirata-ratakan aspek basic support pada siklus pertama memperoleh nilai 2,31. Aspek kemampuan berpikir kritis yang ketiga adalah inference, nilai rata-rata siklus
pertama tindakan pertama adalah
2,63,tindakan kedua adalah 1,96, dan tindakan ketiga adalah 2,39. Jika dirata-ratakan aspek inference pada siklus pertama memperoleh nilai 2,32. Sedangkan untuk aspek kemampuan berpikir kritis siswa yang keempat adalah strategy dan
tactics, nilai rata-rata siklus pertama
tindakan pertama adalah 2,5, tindakan kedua adalah 2,42 dan tindakan ketiga adalah 2,71. Jika dirata-ratakan aspek
strategy dan tactics pada siklus pertama
memperoleh nilai 2,54. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari seluruh indikator pada setiap tindakan, maka diperoleh rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus pertama adalah 57.68. Pada rentang 50 sampai dengan 59 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa berada pada rentang sangat rendah.
Siklus II tindakan I diikuti oleh 28 orang peserta didik, siklus II tindakan II diikuti oleh 24 orang peserta didik, dan siklus II tindakan III diikuti oleh 24 orang. Siklus II dilaksanakan dengan beberapa perbaikan yang disesuaikan dengan masalah yang muncul berdasarkan pada hasil temuan pada siklus I. Namun meskipun demikian masih ada beberapa
kelemahan yang peneliti temukan
diantaranya pada siklus II tindakan I pada tahap tahap orientasi kasus atau permasalahan, kelompok 4 belum mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tahap identifikasi isu atau kasus,
seluruh kelompok sudah mampu
menjawab pertanyaan tentang penyebab dan akibat yang diajukan oleh guru tentang gambar kepadatan penduduk.
Sehingga menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa pada
indikator Elementary
Clarification(memberikan penjelasan sederhana) dalam materi ini sudah mengalami perubahan dari tindakan atau materi sebelumnya dan hanya 1 kelompok
saja yang mampu mengemukakan
pendapat mengenai solusi dalam
mengatasi permasalahan. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator
kemampuan berpikir kritis siswa dalam
Strategy dan tactics (strategi dan taktik)
dalam materi ini rendah. Namun kelompok 2 masih belum mampu mengemukakan pendapatnya tentang nilai dan konflik nilai. Tahap pengambilan posisi/sikap, seluruh kelompok terlihat antusias dalam mengemukakan pendapat tidak setujunya terhadap gambar kepadatan penduduk. 1.75 2.65 2.43 2.33 2.19 1.71 2.63 1.96 2.39 2.5 2.42 2.71
TINDAKAN 1 TINDAKAN 2 TINDAKAN 3 Nilai Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Siklus 1
Elementary Clarification Basic support
Inference
Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, kelompok 2 tidak ada yang mengemukakan pendapatnya mengenai alasan berada di posisi/sikap yang telah diambilnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis pada indikator
Basic support (membangun keterampilan
dasar) mengalami perubahan dari tindakan sebelumnya dan kelompok 1 dan 2 pada masalah kepadatan penduduk belum
mampu mengemukakan pendapatnya
tentang hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), kelompok 3 merubah posisi/sikap dari pendapat sebelumnya. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, kelompok 3 sudah bisa menerima konsekuensi yang harus diterimanya tentang posisi/sikap ke dua yang telah dipilihnya.
Pada siklus II tindakan II, tahap orientasi kasus atau permasalahan,
seluruh kelompok sudah mampu
mengemukakan pendapatnya tentang peristiwa yang ada dalam video tentang pengangguran. Tahap identifikasi isu atau kasus, seluruh kelompok sudah mampu menjawab pertanyaan tentang penyebab dan akibat. Sehingga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator Elementary Clarification (memberikan penjelasan sederhana) dalam materi ini sudah nampak dan lebih terlihat lebih memahaminya. Namun hanya terdapat 1 kelompok saja yang
belum mampu mengemukakan
pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dalam Strategy dan tactics (strategi dan taktik) dalam materi ini, terlihat mengalami perubahan kearah yang lebih baik dan seluruh kelompok
sudah mampu mengemukakan
pendapatnya tentang nilai dan konflik nilai. Tahap pengambilan posisi/sikap, seluruh kelompok terlihat antusias dalam
mengemukakan pendapat tidak setujunya terhadap gambar kepadatan penduduk yang guru tempelkan di papan tulis. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, seluruh kelompok sudah bisa mengemukakan alasan atau pendapatnya sesuai dengan posisi/sikap yang diambilnya dan terlihat sudah percaya diri dalam mengemukakan alasannya menggunakan bahasa sendiri. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dalam setiap kelompoknya dengan indikator
Basic support (membangun keterampilan
dasar) sudah dikatakan nampak dan mengalami perubahan dan seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan pendapatnya tentang nilai dan konflik nilai dan terlihat semua kelompok sudah saling berdiskusi. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), seluruh kelompok tidak terpengaruh dengan argumen yang diajukan oleh guru. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, Seluruh kelompok sudah konsisten dengan
pendapat sebelumnya. Sehingga
kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference (menyimpulkan) dengan materi ini, seluruh kelompok sudah memahaminya dengan baik dan mengalami perubahan dari tindakan sebelumnya.
Pada siklus II tindakan III, tahap orientasi kasus atau permasalahan, perwakilan dari setiap kelompok sudah
mampu mengemukakan pendapatnya
tentang permasalahan yang disajikan oleh guru. Tahap identifikasi isu atau kasus,
seluruh kelompok sudah mampu
mengemukakan pendapatnya tentang penyebab dan akibat. Namun, dalam materi ini masih ada 1 kelompok yang hanya mengikuti pendapat salah satu teman sekelompoknya yang dianggap paling pintar. Berdasarkan temuan tersebut, bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator Elementary
sederhana) dalam materi ajar tersebut ada
siswa yang belum memahaminya.
Seluruh kelompok sudah mampu
mengemukakan pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan yang disajikan oleh guru. Sehingg
menunjukkan bahwa indikator
kemampuan berpikir kritis siswa dalam
Strategy dan tactics (strategi dan taktik)
sudah nampak atau berkembang dan masih ada 2 kelompok yang menjawab dengan jawaban yang sama dalam menentukan nilai dan konfik nilai. Tahap pengambilan posisi/sikap, seluruh kelompok menentukan posisi/sikap yang sama yaitu tidak setuju terhadap gambar kemiskinan yang ditempelkan oleh guru. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah
diambil, seluruh kelompok
mengemukakan alasan berada di
posisi/sikapnya. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap kelompoknya dengan indikator Basic
support (membangun keterampilan dasar)
sudah nampak dan berkembang. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), hanya kelompok 4 yang
tidak konsisten dari pendapat
sebelumnya. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, posisi/sikap siswa yang kurang tepat sebelumnya, dapat diarahkan sehingga menghasilkan jawaban yang sama yaitu tidak setuju. Dalam materi permasalahan sosial kemiskinan, kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference (menyimpulkan) masih ada 1 kelompok yang kurang tepat dalam menyimpulkan.
Berdasarkan temuan yang telah di deskripsikan di atas, peneliti mendapatkan gambaran hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II tindakan I,II, dan III. Adapun nilai hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus pertama meliputi keempat indikator diantaranya adalah Elementary
Clarification (memberikan penjelasan
sederhana) atau mencari penyebab dari
pertanyaan yang diajukan, Basic support (membangun keterampilan dasar) atau
memberikan alasan dari suatu
permasalahan , Inference
(menyimpulkan) atau mengemukakan akibat yang akan terjadi, dan Strategy
dan tactics (strategi dan taktik) atau
merumuskan alternatif yang
memungkinkan terhadap suatu
permasalahan. Untuk lebih jelas
perbandingan perolehan keempat
indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk grafik 4.2 berikut ini.
Grafik 4.2 Grafik Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Siklus 2
Pada siklus II untuk masing-masing aspek kemampuan berpikir kritis diperoleh nilai rata-rata yang berbeda satu dengan yang lainnya. Nilai rata-rata aspek elementary clarification, pada siklus pertama tindakan pertama adalah 2,29, tindakan kedua adalah 2,63 dan pada tindakan ketiga adalah 2,88. Jika dirata-ratakan aspek elementary clarification pada siklus kedua memperoleh nilai 2,6. Aspek kemampuan berpikir kritis siswa yang kedua adalah
basic support, nilai rata-rata siklus
pertama tindakan pertama adalah 3,04, tindakan kedua adalah 2,54, dan tindakan ketiga adalah 2,50. Jika dirata-ratakan
2.29 3.38 2.88 3.04 3.19 2.50 2.54 3.31 2.54 2.57 3.62 3.69
TINDAKAN 1 TINDAKAN 2 TINDAKAN 3 Nilai Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Siklus 2
Elementary Clarification Basic support
Inference
aspek basic support pada siklus kedua
memperoleh nilai 2,70. Aspek
kemampuan berpikir kritis yang ketiga adalah inference, nilai rata-rata siklus pertama tindakan pertama adalah 2,54,tindakan kedua adalah 2,38, dan tindakan ketiga adalah 2,54. Jika dirata-ratakan aspek inference pada siklus kedua memperoleh nilai 2,49. Sedangkan untuk aspek kemampuan berpikir kritis siswa yang keempat adalah strategy dan tactics, nilai rata-rata siklus pertama tindakan pertama adalah 2,57, tindakan kedua adalah 3,25 dan tindakan ketiga adalah 3,69. Jika dirata-ratakan aspek strategy
dna tactics pada siklus kedua memperoleh nilai 3,17. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari seluruh indikator pada setiap tindakan, maka diperoleh rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus kedua adalah 68,39. Pada rentang 65 sampai dengan 74 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa berada pada rentang rendah.
Siklus III tindakan I diikuti oleh 25 orang peserta didik, siklus III tindakan II diikuti oleh 26 orang peserta didik, dan siklus III tindakan III diikuti oleh 25 orang. Siklus II dilaksanakan dengan beberapa perbaikan yang disesuaikan
dengan masalah yang muncul
berdasarkan pada hasil temuan pada siklus I. Pada siklus III tindakan I, aktivitas siswa dengan menggunakan model inkuri jurisprudensial berdasarkan tahapan model inkuiri jurisrudensial yang terdiri dari tahap orientasi kasus atau permasalahan perwakilan dari setiap kelompok sudah mampu mengemukakan pendapatnya tentang peristiwa yang ada di dalam puzzle dengan cukup baik dan lebih antusias lagi dalam mengemukakan permasalahan yang terdapat di dalam puzzle. Tahap identifikasi isu atau kasus,
seluruh kelompok sudah mampu
mengemukakan pendapatnya tentang penyebab dan akibat. Namun, jawaban yang dikemukakan oleh siswa terhadap
akibatnya masih ada yang belum beragam. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator Elementary
Clarification (memberikan penjelasan
sederhana) dalam materi ini masih belum
maksimal. Selain itu, dalam
mengemukakan pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut seluruh kelompok sudah mampu mengemukakannya dengan tepat. Maka indikator kemampuan berpikir kritis siswa dalam Strategy dan tactics (strategi dan taktik) dalam materi perilaku tidak disiplin terlihat nampak atau berkembang dan seluruh kelompok
sudah mampu mengemukakan
pendapatnya tentang nilai dan konflik nilai. Namun ada 1 kelompok yang
mengemukakan pendapatnya yang
kurang tepat. Tahap pengambilan
posisi/sikap, seluruh kelompok
menentukan posisi/sikap yang sama yaitu tidak setuju terhadap gambar puzzle yang telah di susunnya. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, seluruh kelompok mengemukakan alasan berada di posisi/sikapnya. Sehingga kemampuan berpikir kritis setiap kelompok dengan indikator Basic support (membangun keterampilan dasar) dalam materi ini terlihat nampak atau berkembang.
Seluruh kelompok sudah mampu
mengemukakan pendapatnya tentang nilai yang dilanggar. Namun, dalam menentukan hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan masih ada kelompok yang mengemukakan jawaban yang sama. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), seluruh kelompok sudah terlihat konsisten dengan posisi/sikap yang telah diambil sebelumnya. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, Posisi/sikap siswa sudah konsisten. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference
(menyimpulkan) dengan materi perilaku tidak disiplin sudah nampak.
Pada siklus III tindakan II, tahap orientasi kasus atau permasalahan pada tahap ini perwakilan dari setiap kelompok
sudah mampu mengemukakan
pendapatnya tentang peristiwa yang ada di dalam video tentang tindak kejahatan. Tahap identifikasi isu atau kasus, Seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan pendapatnya tentang penyebab dan akibat
dan siswa sudah mengemukakan
pendapatnya secara beragam. Sehingga
menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa pada indikator
Elementary Clarification (memberikan
penjelasan sederhana) dengan materi tersebut sudah nampak dan kemampuan siswa pun terlihat lebih berkembang dari tindakan-tindakan sebelumnya. Serta, seluruh kelompok pun sudah mampu mengemukakan pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut sehingga menunjukkan bahwa indikator kemampuan berpikir kritis siswa dalam Strategy dan tactics (strategi dan taktik) muncul dan berkembang. Serta seluruh kelompok
sudah mampu mengemukakan
pendapatnya tentang nilai dan konflik nilai. Tahap pengambilan posisi/sikap,
seluruh kelompok menentukan
posisi/sikap yang sama yaitu tidak setuju terhadap video yang ditampilkan oleh guru. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan alasannya terhadap
posisi/sikap yang dikemukakan
sebelumnya dan logis namun jawaban yang dikemukakannya masih singkat-singkat. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap kelompoknya dengan indikator Basic support
(membangun keterampilan dasar) masih
berkembang namun dari jawaban
kelompok tersebut masih perlu untuk digali kembali. Kemudian, seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan pendapatnya tentang nilai yang dilanggar, namun jawaban yang dikemukakan oleh
siswa pada intinya sama. Serta seluruh
kelompok sudah mengemukakan
pendapatnya dengan cukup baik tentang hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Tahap memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), seluruh kelompok sudah terlihat konsisten dengan posisi/sikap yang telah diambil sebelumnya. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, Posisi/sikap siswa sudah konsisten. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference
(menyimpulkan) sudah nampak.
Pada siklus III tindakan III, tahap orientasi kasus atau permasalahan, perwakilan dari setiap kelompok sudah
mampu mengemukakan pendapatnya
tentang peristiwa yang ada di dalam video tentang kebakaran dengan tepat. Tahap identifikasi isu atau kasus, Seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan pendapatnya tentang penyebab dan akibat. Sehingga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator Elementary Clarification
(memberikan penjelasan sederhana) dengan materi tersebut, sudah nampak dan terlihat kemampuan siswa lebih berkembang dari tindakan-tindakan sebelumnya. Serta, seluruh kelompok pun
sudah mampu mengemukakan
pendapatnya mengenai solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut sehingga menunjukkan bahwa indikator kemampuan berpikir kritis siswa dalam
Strategy dan tactics (strategi dan taktik)
muncul dan pemikiran siswa pun tentunya semakin berkembang dan
seluruh kelompok sudah mampu
mengemukakan pendapatnya tentang nilai dan konflik nilai. Tahap pengambilan posisi/sikap, seluruh kelompok menentukan posisi/sikap yang sama yaitu tidak setuju terhadap video yang ditampilkan oleh guru. Tahap menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, Seluruh kelompok sudah mampu mengemukakan
alasannya terhadap posisi/sikap yang dikemukakan sebelumnya namun pada intinya jawaban siswa sama. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap kelompoknya dengan indikator
Basic support (membangun keterampilan
dasar) sudah nampak. Seluruh kelompok
sudah mampu mengemukakan
pendapatnya tentang nilai yang dilanggar serta sudah mampu mengemukakan pendapatnya dengan cukup baik tentang hal yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan. Namun, pada saat
megemukakan pendapatnya dari
kelompok 2 keliru menjawab antara hal yang diinginkan dan tidak diinginkan.
Tahap memperjelas ulang dan
memperkuat posisi (sikap), seluruh kelompok sudah terlihat konsisten dengan posisi/sikap yang telaah diambil sebelumnya. Tahap menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi, Posisi/sikap siswa sudah konsisten. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dalam indikator Inference
(menyimpulkan) sudah nampak.
Berdasarkan temuan yang telah di deskripsikan di atas, peneliti mendapatkan gambaran hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus III tindakan I,II, dan III. Adapun nilai hasil kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus pertama meliputi keempat indikator diantaranya adalah Elementary
Clarification (memberikan penjelasan
sederhana) atau mencari penyebab dari pertanyaan yang diajukan, Basic support (membangun keterampilan dasar) atau
memberikan alasan dari suatu
permasalahan , Inference
(menyimpulkan) atau mengemukakan akibat yang akan terjadi, dan Strategy
dan tactics (strategi dan taktik) atau
merumuskan alternatif yang
memungkinkan terhadap suatu
permasalahan. Untuk lebih jelas
perbandingan perolehan keempat
indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk grafik 4.3 berikut ini.
Pada siklus III untuk masing-masing aspek kemampuan berpikir kritis diperoleh nilai rata-rata yang berbeda satu dengan yang lainnya. Nilai rata-rata aspek elementary clarification, pada siklus pertama tindakan pertama adalah 2,92, tindakan kedua adalah 3,38 dan pada tindakan ketiga adalah 3,56. Jika dirata-ratakan aspek elementary clarification pada siklus ketiga
memperoleh nilai 3.28. Aspek
kemampuan berpikir kritis siswa yang kedua adalah basic support, nilai rata-rata siklus pertama tindakan pertama adalah 3,72, tindakan kedua adalah 3,19, dan tindakan ketiga adalah 3,00. Jika dirata-ratakan aspek basic support pada siklus ketiga memperoleh nilai 3,30. Aspek kemampuan berpikir kritis yang ketiga adalah inference, nilai rata-rata siklus pertama tindakan pertama adalah 3,44,tindakan kedua adalah 3,31, dan tindakan ketiga adalah 3,72. Jika dirata-ratakan aspek inference pada siklus ketiga memperoleh nilai 3,50. Sedangkan untuk aspek kemampuan berpikir kritis siswa yang keempat adalah strategy dan
tactics, nilai rata-rata siklus pertama
tindakan pertama adalah 3,28, tindakan kedua adalah 3,62 dan tindakan ketiga adalah 3,68. Jika dirata-ratakan aspek
strategy dan tactics pada siklus ketiga
memperoleh nilai 3,52. Berdasarkan nilai
2.92 3.38
3.56 3.72
3.19 3.00
3.44 3.28 3.31 3.62 3.72 3.68
TINDAKAN 1 TINDAKAN 2 TINDAKAN 3 Nilai Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Siklus 3
Elementary Clarification Basic support Inference Strategy dan tactics
rata-rata yang diperoleh dari seluruh indikator pada setiap tindakan, maka diperoleh rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus ketiga adalah 85,04.
Menunjukkan bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kritis siswa berada pada rentang 80-89 berada dikategori tinggi. Untuk melihat peningakatan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap siklusnya maka akan dijabarkan dalam grafik 4.4. Berikut ini adalah grafik perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus pertama sampai ketiga.
Grafik 4.4 Nilai Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Setiap Siklus.
Penilaian kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus pertama adalah 57,68 masuk pada kriteria nilai sangat rendah, sedangkan siklus kedua rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa adalah 68,39 berada pada kriteria rendah dan pada siklus ketiga rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa memiliki peningkatan yang signifikan yaitu 85,04 berada pada kriteria tinggi.
Berdasarkan pemerolehan data tersebut maka penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul “Penerapan Model Inkuiri Jurisprudensial Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran IPS Sekolah Dasar” dapat dikatakan berhasil karena rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Yeesi, Wyn. Rinda Suardika dan I.G.A.A Sri Asri (2014) jurnal yang berjudul
“Model Pembelajaran Inkuiri
Jurisprudensial Berbantuan Media Visual Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar PKN SD”, peneliti kedua yang dilakukan oleh Siti Hajijah (2015) Skripsi yang berjudul “ Penerapan Model Inkuiri Dalam Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar”. Ketiga Hediana Yuliawati (2014) Skripsi yang berjudul
“Keefektifan Strategi Inkuiri
Jurisprudensial Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas Xi Ips Sma Se-Kecamatan”. Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dan berdasarkan dari penelitian yang relevan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri jurisprudensial dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
KESIMPULAN
Aktivitas siswa dalam
pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri jurisprudensial melalui tahapan orientasi kasus/permasalahan, mengidentifikasi isu, pengambilan posisi/sikap, menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap) dan menguji tentang fakta, definisi, dan konsekuensi mengalami proses perubahan cara berpikir siswa kearah yang lebih berkembang. Hal ini terlihat pada siklus pertama pada umumnya siswa masih terlihat kebingungan dalam memahami materi pembelajaran, siklus kedua siswa sudah mulai mengerti dengan materi yang disampaikan oleh guru dan pada siklus ketiga, pola berpikir siswa lebih berkembang lagi dari sebelumnya dan
lebih memahami materi yang
disampaikan oleh guru.
57.68 68.39 85.04
0 100
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Nilai Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Setiap Siklus
Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dengan menggunakan model inkuiri jurisprudensial. Hal ini terlihat pada hasil pengerjaan masing-maisng siswa dalam lembar evaluasi. Rata-rata nilai kemampuan berikir kritis siswa dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Adapun nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus satu sebesar 57,68 termasuk kedalam kategori sangat rendah, siklus kedua dengan nilai rata-rata siswa sebesar 68,39 termasuk kedalam kategori rendah dan siklus ketiga dengan nilai rata-rata 85,04 termasuk kedalam kategori tinggi.
REFERENSI
Abidin, Y. (2014). Desain System
Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung:
PT Refika Aditama
Antari, D.A.D.D.dkk. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Jurisprudensial Berbantuan
Media Audio Visual
Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Gugus V
Tampaksiring. Jurnal
Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, (II),1.
Hajijah, S. (2015). Penerapan Model
Inkuiri Dalam Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. (Skripsi). S1 PGSD,
Universitas Pendidikan
Indonesia Kampus Cibiru, Bandung.
Kurniasih, I. & Sani, B. (2014). Teknik
Dan Cara Mudah Membuat Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan Profesi Guru. Bandung : Kata Pena
Rusman. (2013). Model-model
pembelajaran. Jakarta : Raja
Grafindo Persada
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Dan Kualitatif R & D. Bandung : Alfabeta
Suyono & Hariyanto. (2012). Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Trianto. (2014). Mendesain Model Pembelajaran Inovarif-Progresif. Jakarta : Kencana
Uno, H. (2012). Model Pembelajaran
Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontemporer.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Yeesi, N.M.dkk. (2014). Model
Pembelajaran Inkuiri
Jurisprudensial Berbantuan Media Visual Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar PKn SD. Jurnal Mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD,
(II),1.
Yuliawati, H. (2014). Keefektifan Strategi
Inkuiri Jurisprudensial Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas Xi Ips Sma Se-Kecamatan Muntilan.
(Skripsi). Sarjana Pendidikan,
Universitas Negeri