• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Bekalang praktikum

Praktikum merupakan bagian dari proses pembelajaran yang bertujuan agar mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang di peroleh dalam teori, sehingga seorang calon teknik sipil harus mempunyai pengalaman di lapangan agar nantinya ia dapat memanfaatkan pengalaman yang ia punya untuk melakukan pekerjaan seorang teknik sipil dengan baik pada saat ia sudah bekerja dilapangan.

Penulisan laporan ini kami mencoba memaparkan apa saja yang berhubungan dengan praktikum mekanika fulida seperti pengukuran laju aliran volumetric, kalibrasi sebagai alat ukur tekanan air, tekanan hidrostatis, tinggi metacentrum benda apung, dimensi pipa, debit aliran air, garis energy, jenis-jenis aliran dan kekasaran pipa.Sehubungan dengan pentingnya praktikum ini dan menjadi salah satu syarat kelulusan mata kuliah Mekanika Fluida untuk itu maka laporan praktikum kami buat.

1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum

Tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah untuk menguji secara nyata apa saja yang di peroleh dalam teori dan memenuhi salah satu syarat kelulusan untuk mata kuliah Mekanika Fluida, dimana praktikum ini memiliki peranan yang sangat besar terhadap kelulusan di mata kuliah Mekanika Fluida. Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan para mahasiswa sudah memiliki pengalaman menggunakan alat-alat yang nantinya akan mereka gunakan saat bekerja.

1.3 Ruang Lingkup Percobaan

Praktikum-praktikum yang dilakukan di Laboratorium yaitu: 1. Pengukuran Laju Aliran Volumetrik

(2)

3. Tekanan Hidrostatis (hydrostatic preasure) 4. Tinggi Metacentrum Benda Apung

5. Dimensi Pipa 6. Debit Aliran 7. Garis Energi 8. Jenis Aliran

9. Jenis Aliran Pada Pipa 10. Kekasaran Pipa.

1.4 Sistematika Penyusunan Laporan

Laporan ini menggunakan sistematika sebagai berikut : a. Bab Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakangpraktikum, maksud dan tujuan praktikum, ruang lingkup, rumusan masalah, dan sistematika penyusunan laporan ini.

b. BAB 1 Pengukuraan Laju Aliran Volumetrik

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang pengukuran lajur aliran volumetrik.

c. BAB 2 Kalibrasi Alat Ukur Tekanan

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Kalibrasi Alat Ukur Tekanan.

d. BAB 3 Tekanan Hidrostatis (Hydrostatis Pressure)

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Tekanan Hidrostatis (Hydrostatic Pressure).

e. BAB 4 Tinggi Metacentrum Benda Apung

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain.

(3)

f. BAB 5 Dimensi Pipa

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Dimensi Pipa.

g. BAB 6 Debit Aliran

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Debit Aliran.

h. BAB 7 Garis Energi

Bab ini membahas tentang teori,peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Garis Energi.

i. BAB 8 dan 9 Jenis Aliran

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Jenis Aliran.

j. BAB 10 Kekasaran Pipa

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Kekasaran Pipa.

k. BAB 11 Aliran Melalui Peluap

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Aliran Melalui Peluap. l. BAB 11 Aliran Melalui Peluap

Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang Aliran Melalui Peluap.

1.5 Teknik Pengumpulan Data

Didapatkan dari pengujian di laboratorium dan didapatkan dari Buku Modul Praktikum Mekanika Fluida.

MODUL 1Pengukuran Laju Aliran Volumetrik

1.1 Maksud :

Mengetahui penggunan alat Hydraulics Bench. 1.2 Tujuan :

(4)

2. Dapat mengukur debit menggunakan Hydraulics Bench. 1.3 Alat dan Bahan :

1. Hydraulics Bench. 2. Stop Watch. 3. Air.

Gambar. 1.1 Hydraulics Bench

1.4 Dasar Teori :

Laju volume aliran dapat dihitung dengan persamaan : Q=∆ V∆ t Dimana : Q = Laju volume aliran/debit (m3/det)

(5)

∆ t = selang waktu pengukuran (det)

1.5 Prosedur Pelaksanaan :

1. Isi tangki dengan air ledeng hingga permukaan air berada di 10cm di bawah pinggir tangki

2. Hubungkan konektor power supply 3. Tutup penutup pipa pada ujung pipa inlet 4. Nyalakan power

5. Nyalakan pompa

6. Buka klep / kran aliran dengan hati – hati 7. Tutup klep pengeluaran

8. Isi tangki sampai dengan alat ukur menunjukan volume tangki sebesar 10 liter

9. Hitung waktu yang diperlukahn dengan menggunakan stopwatch untuk menaikan muka air mulai dari 10 liter ke 20 liter dan seterusnya dengan selisih kenaikan 10 liter

10. Lakukan percobaan ini kembali untuk bukan kran / klep berbeda

1.6 Hasil Percobaan Bukaan ke 1 Pengukuran V1 V2 ∆V (m3) T ∆t Q 1 10 20 10 ×10−3 12 12 0,83 × 10-3 2 20 30 10 13,2 13,2 0,75 × 10-3

(6)

×10−3 3 30 40 10 ×10−3 11,9 11,9 0,84 × 10-3 4 40 50 10 ×10−3 13,1 13,1 0,76 × 10-3 5 50 60 10 ×10−3 15,7 15,7 0,54 × 10-3 Rerata 10 ×10−3 10 ×10−3 13,18 0,744 × 10-3 Bukaan ke 2 Pengukuran V1 V2 ∆V(m3) T ∆t Q 1 10 20 10 ×10−3 4,7 4,7 2,12 × 10-3 2 20 30 10 ×10−3 6,4 6,4 1,56 × 10-3 3 30 40 10 ×10−3 5,8 5,8 1,72 × 10-3 4 40 50 10 ×10−3 6,7 6,7 1,49 × 10-3 5 50 60 10 ×10−3 5,9 5,9 1,69 × 10-3 Rerata 10 10 5,9 1,716 × 10-3

(7)

×10−3 ×10−3 Bukaan ke 3 Pengukuran V1 V2 ∆V(m3) t ∆t Q 1 10 20 10 ×10−3 2,3 2,3 4,35 × 10-3 2 20 30 10 ×10−3 3 3 3,33 × 10-3 3 30 40 10 ×10−3 3,3 3,3 3,03 × 10-3 4 40 50 10 ×10−3 3,5 3,5 2,86 × 10-3 5 50 60 10 ×10−3 3,5 3,5 2,86 × 10-3 Rerata 10 ×10−3 3,12 3,12 3,286 × 10-3 Bukaan ke 4

(8)

Pengukuran V1 V2 ∆V(m3) t ∆t Q 1 10 20 10 ×10−3 1,8 1,8 5,56 × 10-3 2 20 30 10 ×10−3 2,1 2,1 4,76 × 10-3 3 30 40 10 ×10−3 2,3 2,3 4,35 × 10-3 4 40 50 10 ×10−3 2,7 2,7 3,70 × 10-3 5 50 60 10 ×10−3 2,6 2,6 3,85 × 10-3 Rerata 10 ×10−3 2,3 2,3 4,444 × 10-3 1.7 Analisa : ∆ V=V2V1 akhir−¿tawal ∆ t=t¿ Q=∆ V ∆ t Keterangan :

(9)

ΔV = Selisih volume awal dan volume akhir (m3) T = waktu (s)

Δt = Selisih waktu awal dan waktu akhir (m3) Q = Debit (m3/s)

1.8 Perhitungan

Diketahui data sebagai berikut (Bukaan ke-1):

∆ V=V2V1=30−20=10 akhir−¿tawal=13,2−12=1,2 ∆ t=t¿ Q=∆ V ∆ t = 10 13,2=0.75liter/det 0.75 1000=0.00075m3/det 1.9 Kesimpulan

 Semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bak semakin besar pula debit airnya.

 Selang waktu dari setiap percobaan dipengaruhi oleh laju volume aliran per detik.

 Semakin besar bukaan kransemakin kecil pula perubahaan ∆ t karena perubahan volume yang semakin besar maka membuat debit air semakin membesar.

(10)

1.10 Dokumentasi

(Drainage Tray)

(Bench Supply Valve)

(Flow Measurement Bucket)

(11)

MODUL 2 Kalibrasi Alat Ukur Tekanan

2.1 Maksud :

Mengkalibrasi satuan tekanan (bar) ke massa (kg). 2.2 Tujuan :

Mahasiswa mampu mengkalibrasi dengan menggunakan Dead Weight Piston Gauge.

2.3 Alat dan Bahan :

Satu set Dead Weight Piston Gauge.

(12)

2.4 Dasar Teori :

Tekanan diaplikasikan pada pemberat yang ditempatkan di atas suatu pen penahan berat atau beban. Yang mana terhubung ke piston berisi minyak dalam sistem pipa, sedemikian hingga manometer akan menunjukkan tekanan tertentu.

F = m.g p=FA A=π 4. d 2 =π 2.12 2 =113,1mm2 g = 9,81 m det2 KR01=MmanometerMaktual Maktual X100 KR02=MtimbangMaktual Maktual X100 2.5 Prosedur Pelaksanaan : 1. Buka kran overflow 2. Buka penutup

3. Jika perlu, isikan minyak ke dalamnya

4. Atur manometer hingga menunjukkan angka nol dengan memutar Counterbalance Cylinder

5. Masukkan piston

6. Putar Counterbalance Cylinder hingga angka di manometer menunjukkan angka sesuai dengan tekanan piston

7. Tambahkan tekanan sesuai dengan petunjuk asisten 8. Ukur / baca manometer pada setiap penambahan tekanan.

(13)

2.6 Hasil Percobaan : Tekanan Aktual (bar) Tekanan Manometer (bar) Gaya F Aktual (N) Gaya F Mano (N) M Aktual (kg) M Mano (kg) M Timbang (kg) KR 01 (%) KR 02 (%) 0,334 0,34 3,7775 3,8454 0,385 0 0,3920 0,3800 1,818 1 1,2987 0,500 0,49 5,6550 5,5419 0,576 5 0,5649 0.5710 2,012 1 0,9540 1 0,99 11,3100 11,1969 1,152 9 1,1414 1.1410 0,997 4 1,0321 1,5 1,5 16,965 0 16,9650 1,729 4 1,7294 1.7110 0 1,0639 2 2 22,620 0 22,6200 2,305 8 2,3058 2.2810 0 1,0755 2,5 2,48 28,275 0 28,0488 2,882 3 2,8592 2.8510 1,085 9 1,0859 2.7 Analisa

:

F aktual = P aktual × A F aktual = (33400 N/m2 )× (113.1 × 10-6 m2 ) F aktual = 3.7775 N

M aktual = F aktual / Gravitasi M aktual = 3.7775 / 9.81 M aktual = 0.385 Kg

(14)

F mano = P mano × A

F mano = (34000 N/m2 )× (113.1 × 10-6 m2 ) F mano = 3.8454 N

M mano = F mano / Gravitasi M mano = 3.8454 / 9.81 M mano = 0.3920 Kg

Kr 01 = {(M mano – M aktual) / M aktual } × 100% Kr 01 = {(0.3920– 0.385) / 0.385} × 100%

Kr 01 = 1,8181%

Kr 02 ={(Mtimbang – Maktual) / M aktual } × 100% Kr 02 = {(0.38– 0.385) / 0.385} × 100%

Kr 02= 1,2987 %

2.8. Kesimpulan :

 Semakin besar nilai KR, maka tingkat kesalahan semakin besar. Jika dilihat dari hasil pengamatan, tingkat kesalahannya kecil karena nilai KR nya kecil.

 Dead weight piston gauge merupakan alat untuk memproduksi dan mengukur tekanan.

 Tekanan yang diberikan oleh beban piston menunjukkan tekanan pada manometer dengan selisih yang semakin besar setiap penambahan pada beban piston.

 Semakin besar benda yang diberikan semakin besar M manometer. 2.9 Dokumentasi :

(15)

(Dead Weight Piston Gauge) (Scale)

MODUL 3 Hydrostatic Pressure (Tekanan Hidrostatik)

3.1 Maksud :

1. Menghitung tekanan hidrostatik. 2. Menentukan pusat tekanan. 3.2 Tujuan :

1. Mahasiswa dapat menggunakan alat Hydrostatic Pressure Apparatus. 2. Mahasiswa dapat menghitung tekanan hidrostatik.

3. Mahasiswa dapat menentukan pusat tekanan. 3.3 Alat dan Bahan :

1. Satu set Hydrostatic Preassure Apparatus. 2. Pipet Air.

Gambar. 3.1 Hydrostatic

Pressure Apparatus

3.4 Dasar Teori :

(16)

phyd = p. G . t Dimana,

p = Densitas zat cair

g = Percepatan gravitasi = 9.81 t = Jarak dari muka air

3.5 Prosedur Pelaksanaan :

1. Set sudut Water Vessel (1) ke α = 00

2. seimbangkan sistem dengan memutar slider (3), pin stop (4) harus tepat pada tengah lubang

3. Tetapkan teh rider, untuk menentukan panjang lengan l, menurut petunjukasisten

4. Isi air sampai seimbang

5. Baca ketinggian muka air s dan masukkan ke lembar kerja 6. Tingkatkan anak timbangan

7. Dan ulangi pengukuran dengan sudut Water Vessel (α) 400 dan 900.

3.6 Hasil Percobaan:

Angel α (°) Lowest Water Level st (mmWC) Highest Water Level sh (mmWC)

0 0 100 Level arm I (mm) Timbangan FG (N) Water Level s (mm) ID (mm) Resultan FP (N) 150 1 48 184,00 0,847 150 1,5 59 180,33 1,280 150 2,5 78 174,00 2,238 150 3,5 92 169,33 3,113

(17)

150 8 154 158,01 7,651 Angel α (°) Lowest Water Level st (mHOW) Highest Water Level sh (mmHOW)

20 10 106 Level arm I (mm) Timbangan FG (N) Water Level s (mm) ID (mm) Resultan FP(N) 150 1 58 180,66 0,901 150 1,5 69 177,00 1,362 150 2,5 88 170,66 2,381 150 3,5 102 166,00 3,313 150 5,5 130 160,72 5,372 150 8 164 157,31 7,873 3.7 Analisa

Analisa menggunakan perhitungan sebagai berikut :

1. α = 0°

s = 48 mm ( s<100mm ) ID=200−1 3x48=184,00mm pc=1000x9,81x0,048 2 =235,440kg/m s 2 Aact=48x75=3600mm2=3,6x10−3m2 Fp=235,440x3,6x10 −3 =0,847N

2. α = 0°

s = 120 mm ( s>100mm )

(18)

ID=150+ 1 12x 1002 120−50=161,90mm pc=1000x9,81x(0,12−0,05)=686,700kg/m s2 Aact=100x75=7500mm2=7,5x10−3m2 Fp=686,700x7,5x10 −3 =5,,150N

3. α = 20°

s = 58 mm ( s<sh ) ID=200−1 3x58=180,66mm pc=1000x9,81x0,058−0,01 2 =235,440k g/m s 2 Aact=58−10 cos 20 x75=3831mm 2 =3,831x10−3 FP=235,440x3,831x10 −3 =0,901N

4. α = 20°

s = 130 mm ( s>sh ) ID=150+ 1 12x 1002 130−10 cos 20 −50 =160,72mm 20 0,13−0,01−0,05xcos¿=716,280kg/m s2 pc=1000x9,81x¿

(19)

Aact=100x75=7500mm 2 =7,5x10−3 m2 FP=716,280x7,5x10−3=5,372N 3.9 Kesimpulan :

 Semakin besar berat gaya yang diberikan pada timbangan alat Hydrostatic Pressure Apparatus, maka semakin besar pula nilai water level (s), nilai ID, dan nilai resultan FP.

 Hydrostatic Pressure Apparatus merupakan salah satu alat untuk menghitung suatu tekanan hidrostatis.

3.10 Dokumentasi :

(Hydrostatic Pressure Apparatus) (Hydrostatic Pressure Apparatus)

(20)

MODUL 4 Tinggi Metacentrum Benda Apung

4.1 Maksud :

1. Mengetahuicarakerjaalat Metacentric Height Apparatus. 2. Mengetahui menghitungtinggi metacentric.

4.2 Tujuan :

1. Mahasiswamengertitentangtinggi metacentric. 2. Mahasiswadapatmenghitungtinggi metacentric. 4.3 Alat dan Bahan:

Satu set alat Metacentric Height Apparatus.

(21)
(22)

4.4 Dasar Teori : Stabilitas Benda Terapung :

1. Stabil jika

z

m > 0

2. Tidak stabil jika

z

m< 0

Persamaan – persamaan yang digunakan : Zm = xs .cot α Xs = mh × x / ( m + mh + mv ) = 0.055x Zs = mv × z + ( m + mh ) . zg / ( m + mh + mv ) = 5.364 + 0.156 z dxs/ d α = xs / α 4.5 Prosedur Pelaksanaan :

1. Isi bakdengan air sesuaikebutuhan 2. Siapkanbendaapung

3. Tentukannilai x

4. Tentukannilai z sesuaipetunjukasisten

5. Masukkanbendaapungkedalambak, amati yang terjadi 6. Ukursudutderajatkemiringanbendaapung

(23)

4.6 Hasil Percobaan Pengukuran 1 X = 1,5 cm Xs = 0.0825 Z ά Zs zm Xs/ά kondisi pengamatan 3 4 5.832 1.179804966 0.020625 stabil 6 5 6.3 0.942979315 0.0165 stabil 9 6 6.768 0.784935067 0.01375 stabil 12 10 7.236 0.46788075 0.00825 stabil 15 20 7.704 0.226666887 0.004125 stabil 18 30 8.172 0.142894192 0.00275 stabil Pengukuran 2 X = 2,5 cm Xs = 0.1375 Z Ά zs zm Xs/ά pengamatankondisi 3 5 6.144 1.571632192 0.0275 stabil 6 8 6.612 0.978363337 0.0171875 stabil 9 4 5.988 1.96634161 0.034375 stabil 12 15 7.704 0.513156986 0.0091667 stabil 15 24 9.108 0.30883005 6 0.00572 92 stabil 18 30 10.044 0.238156986 0.0045833 stabil

(24)

Pengukuran 3 X = 3,5 cm Xs = 0.1925 Z Ά zs zm Xs/ά pengamatankondisi 3 8 6.612 1.369708672 0.0240625 stabil 6 10 6.924 1.09172175 0.01925 stabil 9 13 7.392 0.833809106 0.0148077 stabil 12 19 8.328 0.559060594 0.0101316 stabil 15 25 9.264 0.412817582 0.0077 stabil 18 30 10.044 0.33341978 0.0064167 stabil 4.7 Analisa : Zm = xs cot α Zm = 0,055 cot 3° xs = mb x m+mv+mh=0,055x zs = mv z(m+mh)zg m+mv+mh =5,364+0,156x dy d α = xs α Zm = xs cot 3° = 1.179804966 Zs = 5,364 + 0,156 (3) = 5.832 Xs = 0.055 x 1,5 = 0.0825 dy d α = xs α 0,055 2 = 0.020625 Zm (1) = 5,364 + 0,156 (5,364) = 6,2007 Zm (2) = 5,364 + 0,156 (5,9804)

(25)

Zm (3) = 5,364 + 0,156 (0,223) = 5,398 Kurva / Grafik Pengiukuran 1 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 f(x) = 0.47x + 5.36 R² = 1

grafik hubungan antara dxs/da

grafik hubungan anatara dxs/da

Linear (grafik hubungan anatara dxs/da) dxs/da zs Pengiukuran 2 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 f(x) = 36.34x + 5.98 R² = 0.89

grafik hubungan antara dxs/da dengan zs

grafik hubungan antara dxs/da dengan zs

Linear (grafik hubungan antara dxs/da dengan zs)

dxs/da zs

(26)

Pengiukuran 3 4 6 8 10 0 0.05 0.1 0.15 f(x) = 0.04x - 0.23 R² = 0.9

grafik hubungan antara dxs/da dengan zs

grafik hubungan antara dxs/da dengan zs Linear (grafik hubungan antara dxs/da dengan zs) dxs/da zs 4.9 Kesimpulan :

 Apabila jarak metacentrum di atas titik pusat berat, maka benda stabil karena ada gaya apung yang menimbulkan momen yang berusaha untuk mengembalikan benda pada kedudukan semula dan stabil.

 Dari percobaan yang di lakukan seluruh pengukuran dalam keadaan stabil saat terapung karena nilai Zm lebih besar dari nol.

 Jika nilai Zm lebih dari nol maka benda tersebut stabil, sebaliknya jika kurang dari nol maka benda tersebut tidak stabil.

 Sudut atau angel berpengaruh pada tinggi metacentrum yang apabila semakin besar sudutnya maka semakin kecil tinggi metacentrum (Zm).  Ketika posisi “x” digeser ke kiri maupun ke kanan dengan nilai “z” yang

sama akan memiliki kestabilan benda yang berbeda-beda.

MODUL 5 Dimensi Pipa

5.1 Maksud :

Untuk mengetahui penggunaan alat ukur jangka sorong dan mengetahui dimensi pipa.

(27)

Mahasiswa dapat mengerti cara dan penerapan pengukuran pipa. 5.3 Alat dan Bahan :

1. Pita Ukur. 2. JangkaSorong. 5.4 Prosedur Pelaksanaan :

1. Persiapkan alat alat yang digunakan.

2. Ukur dengan menggunakan jangka sorong, diameter dalam pipa dan diameter luar pipa.

3. Ukur jarak tiapsegmen dengan menggunakan pita ukur, yaitu jarak baku udik dan bak hilir, bak dan ambang ukur Thompson, sambungan pipa pada piezometer.

5.5 Hasil Percobaan :

Data Dimensi Pipa (Warna Pipa : biru muda)

Tabel 5.1. Data ukuran pipa

NO segmen Panjang (m) D luar

(m) D dalam (m) A (m²) P (m) R (m) 1 Hulu-4 0,46 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3

(28)

0,032 0,0254 2 4 - 4e 4,645 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3 3 4e – 4d 0,17 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3 4 4d – 4c 0,93 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3 5 4c – 4b 0,445 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3 6 4b – 4a 3,88 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3 7 4a- hilir 0,15 5,067x10-4 7,980x10-2 6,350x10-3

Data Tinggi Pipa (Warna: biru muda)

Segmen Tinggi (m) Hulu 0,68942 4 0,68142 4e 0,66417 4d 0,89692 4c 0,92067 4b 0,71017 4a 0,68267 Hilir 0,68585 5.6 Analisa Data : A = 14π Ddalam 2 = 14π0.02542 = 5.067x10-4 m2 P = π x Ddalam = π x 0.0254 = 0.0798 m R = AP = 5.070.0798x10−4 = 0.00635 m

Kemiringan pada piezometer dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh dalam pengukuran.

(29)

 Jangka sorong merupakan alat ukur untuk mengukur dimensi atau ketebalan dari suatu pipa.Dengan memahami pembacaan diameter menggunakan jangka sorong kita dapat mengidentifikasi suatu pipa.

 Penggunaan jangka sorong harus terampil karena pengukuran dimensi pipa harus diukur secara detail.

 Dari hasil pengukuran disimpulkan bahwa diameter pipa berpengaruh terhadap panjang pipa.

 Diameter luar dan diameter dalam pipa dapat mempengaruhi terhadap karakteristik debit aliran.

 Semakin kecil diameter pipa semakin cepat laju aliran pipa tersebut.  Pizometer adalah bentuk sederhana dari manometer dimana tekanan

cairan yang diukur dapat dilihat secara langsung pada ketinggian cairan tersebut didalam tabung.

 Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pengukuran dimensi pipa menggunakan jangka sorong, perhitungan diameter pipa dapat mempengaruhi debit aliran air pada pipa.

MODUL 6 Debit Aliran

6.1 Maksud :

Untuk mengkalibrasi koefisien ambang ukur Thompson. 6.2 Tujuan :

1. Mahasiswa dapat mengukur debit dengan menggunakan ambang ukur Thompson.

2. Mahasiswa dapat menghitung koefisien debit dan debit dengan persamaan Thompson.

6.3 Alat dan Bahan :

(30)

2. Stopwatch. 3. GelasUkur. 4. Ember. 6.4 Dasar Teori :

6.4.1. Ambang Ukur Thompson

Ambang ukur Thompson merupakan salah satu ambang ukur yang ada. Bentuk ambang ukur menyerupai huruf “V” dengan sudutnya sebesar 90°. Persamaan Thompson yang dipergunakan adalah :

Dimana : h = tinggi air pada ambang α = 90°

C = koefisien Thompson = 1,39 Q = debit aliran (m3/s)

6.4.2 Debit Aliran

Jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satu satuan waktu disebut debit aliran (Q). Debit aliran biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (m3/s) atau satuan lain (liter/detik, liter/menit, dan sebagainya). Didalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran v adalah sama disetiap titik pada tampak lintang. Apabila tampang aliran tegak lurus pada arah aliran adalah A, maka debit aliran diberikan oleh bentuk berikut :

Q=A . v

Apabila zat cair tidak kompresibel mengalir secara kontinyu melalui pipa atau saluran terbuka, dengan tampang aliran konstan maupun tidak konstan, maka volume zat cair yang lewat tiap satuan waktu adalah sama disetiap penampang. Keadaan ini disebut dengan Hukum Kontinuitas aliran zat cair.

v1. A1=v2. A2 atau Q=A . v adalah konstan.

(31)

2. Setelah aliran stabil, tampung air pada ember secukupnya dan catat waktu di Stopwatch.

3. Ukur banyaknya air yang ditampung tadi dengan menggunakan gelas ukur, catat hasilnya.

4. Hitung debit dan hitung koefisien Thompson yang terjadi. 5. Bandingkan dengan angka yang ditentukan.

6. Lakukan prosedur ini beberapa kali sehingga diperoleh angka yang mendekati dengan toleransi < 5%.

7. Ukur tinggi zat cair pada masing - masing piezometer.

6.6 Data :

Koefisien Ambang Ukur Thompson

1. hawal =10,24 cm = 0,1024 m

2. hakhir =14,62 cm = 0,1462 m

3. ∆h = 4,38 cm = 0,0438 m

Tabel 6.1. Hasil Pengukuran Koefisien Ambang Ukur

Thompson dengan Debit .yang berbeda

Pengukur an Volume (m3) Waktu /t (dt) Q (m3/dt) ∆H 5/2 C Toleran si C (%) 1. 0,0009 50 0.54 0,00175 92 0,00040 14 4,38 3 215,32 2. 0,0013 00 0,68 0,00191 18 0,00040 14 4,76 3 242,66 3. 0,0011 00 1,62 0,00067 90 0,00040 14 1,69 2 21,73 4. 0,0011 1,38 0.00083 0,00040 2,08 50

(32)

55 70 14 5 5. 0,0012 20 1 0,00122 0,00040 14 3,03 9 186,63 6. 0,0009 00 1,53 0,00058 82 0,00040 14 1,46 5 5,40 7. 0,0010 60 1,44 0,00073 61 0,00040 14 1,83 4 31,94 8. 0,0008 70 1,41 0,00061 70 0,00040 14 1,53 7 10,58 9. 0,0008 00 1,44 0,00055 55 0,00040 14 1,38 4 0,43 10. 0,0009 00 1,28 0,00070 31 0,00040 14 1,75 2 26,04 11. 0,0008 40 1,25 0,00067 20 0,00040 14 1,67 4 20,43 12. 0,0008 40 1,19 0,00070 59 0,00040 14 1,75 9 26,55 13. 0,0010 00 1,38 0,00072 46 0,00040 14 1,80 5 29,86 14. 0,0006 00 1,22 0,00049 18 0,00040 14 1,22 5 11,87 15. 0,0006 80 1,38 0.00060 18 0,00040 14 1,49 9 7,84

Tabel 6.2. Hasil Pengukuran Tinggi Piezometer

Segmen Tinggi Awal

(m) Tinggi Akhir (m) Tinggi Rata-Rata (m) 4 1,450 1,450 1,450 4E 1,215 1,220 1,2175 4D 1,035 1,030 1,0325

(33)

4B 88,500 88,000 88,250

4A 68,000 67,500 67,75

6.7 Analisa Data :

Pada percobaan ini menentukan nilai koefisien Thompson pada beberapa percobaan. Dimana besar kecilnya nilai koefisien

Thompson di pengaruhi oleh besarnya perubahan ketinggian dan debit air. Dan debit itu sendiri di pengaruhi pula oleh nilai voleme air dan waktu. Nilai koefisien thompson memiliki syarat dengan nilai toleransi C sebesar ≤ 5%. Sedangkan setelah di lakukan percobaan sebanyak 15 kali yang berguna untuk memperoleh angka yang mendekati dengan toleransi, nilai toleransi C yang memenuhi syarat tersebut hanya terdapat satu nilai yaitu

toleransi C9 sebesar 0,43%. Hal ini di sebabkan oleh kesalahan praktikan saat melakukan praktikum. Pada saat menampung air di dalam ember yang di sinkronkan dengan waktu tidak sama, karena praktikan yang melakukan penampungan air dan yang memegang stopwatch dengan orang yang berbeda.

Kemungkinan yang terjadi saat stopwatch sudah mulai atau dihentikan air dalam ember masih ad yang tertampung yang akan mempengaruhi nilai toleransi. Maka dari itu di lakukannya percobaan 15 kali untuk mencari nilai C dengan toleransi C nya ≤ 5%.

6.7 Hasil Perhitungan :

Volume = 800ml = 800 x 10-6 m3

(34)

∆h = 4,38 cm = 0,0438 m ∆h5/2 = 0,04385/2 = 4,014 x 10-4 m Q = V/dt = 800 x 10-6 / 1,44 = 5,555 x 10-4 m3/s C = Q / ∆h5/2 = 5,555 x 10-4 / 4,014 x10-4 = 1,384 m2/s CToleransi = | C−1,39 1.39 ∨¿ × 100 % = 1,384−1.39 1.39 × 100 % = 0,43 % 6.8 Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan debit aliran dengan menghitung toleransi nilai C

 Volume berbanding terbalik dengan waktu, apabila volume air lebih besar daripada nilai waktu maka debit air akan semakin besar, dan sebaliknya.

 Debit air berbanding terbalik dengan delta H, apabila debit air yang di hasilkan lebih besar daripada nilai delta H maka nilai C akan semakin besar, dan sebalinya.

 Dari 15 kali percobaan hanya terdapat satu nilai yang toleransi C di bawah ≤ 5% yaitu percobaan 9 dengan

toleransi C sebesar 0,43%. Kemungkinan yang di sebabkan saat stopwatch mulai atau di hentikan air dalam ember masih ada yang tertampung sehingga mempengaruhi toleransi C.

(35)
(36)
(37)
(38)

MODUL 7 GARIS ENERGI

7.1 Maksud :

Untuk mengetahui besarnya garis energi serta besarnya kehilangan energi yang terjadi pada sistem perpipaan.

7.2 Tujuan :

1. Mahasiswa mengerti tentang garis energi.

2. Mahasiswa dapat menghitung persamaan garis energi.

3. Mahasiswa dapat menghitung kehilangan energi pada sistem perpipaan. 7.3 Alat dan Bahan :

1. Piezometer.

2. Data-data yang ada.

3. Hasil perhitungan sebelumnya. 7.4 Dasar Teori :

(39)

Garis Energi adalah pernyataan grafis dari energi tiap bagian energi total terhadap suatu data yang dipilih sebagai suatu harga linier dalam meter fluida, dapat digambarkan pada tiap bagian yang mewakilinya dan garis yang diperoleh dengan cara tersebut akan miring dalam arah aliran.

Hukum Bernoulli

Hukum ini merupakan penerapan prinsip kekekalan energi. Dimana energi tidak dapat diciptakan ataupun dihilangkan, melainkan dapat dirubah kebentuk lain. Di dalam hukum Bernoulli ini selalu ada kehilangan energi. Persamaan yang digunakan : v12 2g

+

p1 ρg

+

z1

=

v22 2g

+

p2 ρg

+

z2

+

∆ H

Dimana : p = tekanan air

= kerapatan air (kg/ m3 ) ∆ H = kehilangan energi (m) v = kecepatan aliran (m/dt) g = percepatan gravitasi (m/ dt2 ) p/ ρg = tinggi tekan v2/2g = tinggi kecepatan z = tinggi tempat (m) Persamaan Chezy

Persamaan Cheezy adalah sebagai berikut : V = C .

R . I

Dimana : V = kecepatan aliran (m/dt) C = koefisien Chezy

(40)

R = jari-jari hidraulik (m) I = kemiringan garis energi

Persamaan Darcy-Weishbach

Persamaan Darcy-Weishbach untuk kehilangan energi adalah sebagai berikut :

∆ H=λ . L. V 2

2.g . D

Dimana : Δ H = kehilangan energi λ = koefisien tak berdimensi V = kecepatan aliran

g = percepatan gravitasi (m/ dt2 ) D = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

7.5 Data :

Tabel 7.1 Hasil Pengukuran Garis Energi (Metode Bernoully)

Segmen V V2/2g p/ρg z H ∆H 4 1,09 0,06 0,7845 0,6687 1,51 1,51 4E 1,09 0,06 0,5693 0,6514 1,28 0,23 4D 1,09 0,06 0,1515 0,8842 1,09 0,9 4C 1,09 0,06 0,0653 0,9079 1,03 0,06 4B 1,09 0,06 0,1883 0,6974 0,94 0,15

(41)

4A 1,09 0,06 0,0108 0,6699 0,74 0,2

Tabel 7.2 Hasil Pengukuran Garis Energi (Metode Darcy-Weisbach)

Segmen I C Λ ∆H 4 3,28 7,55 1,37 1,50 4E 0,04 68,39 0,016 0,177 4D 1,11 12,98 0,42 0,170 4C 0,064 55,84 0,025 0,05 4B 0,33 23,81 0,13 0,13 4A 0,05 61,17 0,02 0,18 7.6 Analisa :

Contoh perhitungan Segmen 4E

v = QA

= 9.3x10

−4

5,067x10−4 = 1,09 m/s

z = tinggi pipa – ½ Ddalam

= 68,942 –

½

0,0254 = 0,6514 v2/(2×g) = 1,092/(2×9.8) = 0,06 m

p/ (ρxg) = (h pizometer – h pipa) + ½ D luar

= (1, 2175– 0,68142) + 1\2 x 3,2x10-2 = 0,5693 m z = h pipa – 1/2 D dalam

= 0,68142 – ½ 0,0254 = 0,6514

(42)

∆H = 1,51 –1,28 = 0,23 m I = ∆H/L = 0,23/4,645 = 0,04 C = (R × IV ) = (6,350x1,09103×0,04)

=

68,39 λ = 8C× g2 = 8×9.81 68,392 = 0,016 ∆H = λ× L× v 2 2× g × D = 0,016×0,46×1,092 2×9.81×0.0254 = 0,177 m

Yang di dapatkan dari perhitungan nilai ∆H atau kehilangan energi menggunakan meode Bernoulli dan Daray-Weisbach memiliki selisih yang tidak jauh.

7.7 Kesimpulan

 kehilangan energy dipengaruhi oleh kecepatan aliran, koefisien, gravitasi, dan dimensi pipa.

 untuk dapat menentukan besar kecilnya suatu garis energy kita dapat membandingkan antara diameter pipa dengan kecepatan aliran.

 dengan menggunakan persamaan darci weisbach kita dapat mengetahui besarnya kehilangan energy.

 kehilangan energy tergantung pada koefisien yang berdimensi, panjang pipa, diameter pipa, dan kecepatan aliran.

 besarnya garis energy serta besarnya kehilangan energy yang terjadi pada system perpipaan dapat diketahui tinggi tekan dan kecepatan aliran besarnya.

 Untuk dapat menentukan besar kecilnya suatu garis energi kita dapat membandingkan antara diameter pipa dengan kecepatan aliran. Besar kecilnya kehilangan energi dipengaruhi panjang pipa, diameter pipa, dan kecepatan aliran.

(43)

MODUL 8 Jenis Aliran

8.1 Maksud :

Mengetahui penggunaan alat Osborne Reynolds. 8.2 Tujuan :

1. Dapat menggunakan alat Osborne Reynolds.

2. Mengerti dan mengetahui aliran laminer dan turbulen. 8.3 Alat dan Bahan:

(44)

2. Tinta. 3. Slang. 4. Air. 5. Stop Wacth. 6. Thermometer. Gambar 9.1 Osborne Reynolds Keterangan Gambar : 1. Base plate 2. Water reservoir

3. Flow optimised inflow 4. Aluminium well 5. Metering tap 6. Brass inflow tip

7. Overflow section

8. Test pipe section

(45)

11. Waste water discharge 12. Drain cock

13. Control valve

14. Lid 15. O-ring

(46)

tenaga selama pengaliran atau diperlukannya energi untuk menjamin adanya pengaliran. Hukum Newton tentang kekentalan menyatakan bahwa tegangan geser antara dua partikel zat cair yang berdampingan adalah sebanding degan perbedaan kecepatan dari kedua partikel (gradien kecepatan).

Hukum Newton Tentang Kekentalan ZatCair

Aliran viskositas dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu aliran laminer dan aliran turbulen. Dari percobaan Osborne Reynolds dapat disimpulkan bahwa aliran laminer pada kecepatan kecil, pencampuran tidak terjadi dan partikel -partikel zat cair bergerak dalam lapisan - lapisanyang sejajar,dan menggelincir terhadap lapisan di samppingnya. Sedangkan aliran turbulen bahwa kecepatan lebih besar, warna menyebar pada seluruh penampangnya pipadan terlihat bahwa percampurandaripartikel-partikel zat cair terjadi. Reynoldsmenunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran di dalam pipa dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini :

Re = (v×D) /

ν

D = 1 cm = 0.01 m

(47)

(C) Re > 4000 (turbulen) 8.5 Prosedur Pelaksanaan :

1. Isi tabung tinta dengan tinta yang sudah dicampur dengan air. 2.

Tempatkan alat diatas Hydraulic Bench. 3. Hubungkanslang inlet ke pipa inlet.

4. Alirkan air dari pipa inlet untuk mengisi water reservoir hingga ketinggian di atas flow-optimised inflow.

5. Buka kran pembuangan dan pastikan aliran air stabil. 6. Buka kran pipa tinta, atur supaya tidak terlalu banyak.

7. Atur kran inflow dan kran pembuangan hingga diperolehjenis aaliranyang ditunjukkan oleh perilaku tinta di tabung pengamataan.

8. Ukur volume air yang melalui pembuangan dan catat waktunya menggunakan stop watch.

9. Lakukan percobaan ini beberapa kali. 10. Ukur suhu air pada saat percobaan.

(48)

Jenis Aliran (pengamatan) Volume (m3) T (detik) Q Kecepata n (v) Re Jenis Aliran (perhitung an) Laminer 66x10-6 5.94 1,11 x10-5 0,1414 14028,28 Laminar Turbulent 44x10-6 5,59 0,78x10-5 0,0993 1003,03 Laminar Critical 11x10-6 5,38 0,20x10-5 0,0254 256,56 Laminar Turbulent 96x10-6 1,21 7,93x10-5 1,0101 10203,03 Turbulent Laminar 25x10-6 20,41 0,12x10-5 0,0152 153,53 Laminar 4 Analisa Percobaan ke-1 Q = v/t Maka ; Q = 66x10-6 / 5,94 = 1,1x10-5 m3/s V = Q/A V= 1,1x10-5/ 7,85x10-5 = 0,1414 m/s Re = (v x D) / V Re = (0,1196 x 0,01) / 9,9 x 10-7 = 1428,28 Re < 2300 maka alirannya adalah Laminer Percobaan ke-2

Q = v/t Maka ;

(49)

Re > 2300 maka alirannya adalah Laminar Percobaan ke-3 Q = v/t Maka ; Q = 44x10-6 / 5,38 = 0,20x10-5 m3/s V = Q/A V= 8,18x10-6 / 7,85x10-5 = 0,0254 m/s Re = (v x D) / V Re = (0,1049 x 0,01) / 9,9 x 10-7 = 256,56 Re < 2300 maka alirannya adalah Laminer Percobaan ke-4 Q = v/t Maka ; Q = 96x10-6 / 1,21 = 7,93x10-5 m3/s V = Q/A V= 7,93x10-4 / 7,85x10-5 = 1,0101 m/s Re = (v x D) / V Re = (10,102 x 0,01) / 9,9 x 10-7 = 10203,03 Re > 2300 maka alirannya adalah Turbulent Percobaan ke-5

Q = v/t Maka ;

(50)

Re = (0,1559 x 0,01) / 9,9 x 10 = 153,53 Re < 2300 maka alirannya adalah Laminar

5 Kesimpulan

 Apabila kecepatan alirannya cepat maka angka Reynoldnya menjadi besar sehingga alirannya adalah turbulent.

 Apabila kecepatan alirannya lambat maka angka Reynoldnya menjadi kecil sehingga alirannya adalah laminar.

 Suatu jenis aliran dipengaruhi oleh debit air.

 Apabila debit kecil maka termasuk laminar, jika debit sedang maka critical,sedangkan saat debit tinggi hal itu menunjukkan turbulen.  Bilangan Reynold (Re) merupakan perbandingan gaya-gaya

yangdisebabkan oleh gaya inersia, gravitasi, dan kekentalan (viskositas). Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan jenis aliran yang terjadi pada suatufluida.

 Kecepatan aliran dan diameter pipa dapat menentukan jenis aliran karena kecepatan aliran dan diameter aliran termasuk dalam rumus untuk mencari bilangan reynolds. Apabila bilangan reynoldnya kurang atau sama dengan 2300 maka termasuk jenis aliran laminer, apabila bilangan reynold sama dengan 2300 maka termasuk jenis aliran critical, dan apabila lebih dari 2300 bilangan reynoldnya maka termasuk jenis aliran turbulen.

(51)
(52)

9.2 Tujuan :

1. Mahasiswa dapat menghitung Bilangan Reynolds. 2. Mahasiswa dapat menentukan jenis aliran yang terjadi. 9.3 Alat dan Bahan :

1. Data-data yang ada.

2. Hasil perhitungan sebelumnya. 9.4 Dasar Teori :

Jenis aliran

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu aliran laminer dan aliran turbulen. Dalam aliran laminer, partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan kecil atau kekentalan besar. Pada aliran turbulen, gerak partikel-partikel zat cair tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.

Re = v μ ρD

=

ρDv μ atau Re = vD ν

Dimana :

ν

= kekentalan kinematik

(53)

9.5 Hasil Percobaan

Tabel 9.1 Analisa Aliran Tiap Segmen

Segmen D V v Re JenisAliran 4 0,0254 1,09 9.9 x 10-7 27965,65 Critical 4E 0,0254 1,09 9.9 x 10-7 27965,65 Critical 4D 0,0254 1,09 9.9 x 10-7 27965,65 Critical 4C 0,0254 1,09 9.9 x 10-7 27965,65 Critical 4B 0,0254 1,09 9.9 x 10-7 27965,65 Critical 4A 0,0254 1,09 9.9 x 10-7 27965,65 Critical 9.6 Analisa Data: Re = (V xDdalam)/v = (1,09 x0,0254)/9.46 x 10-7 = 27965,65 2300 < Re > 4000 Critical 9.7 Kesimpulan :

 Dengan mengetahui besaran bilangan Reynolds kita dapat mengetahui jenis aliran apakah Laminer atau Turbulen atau di antara Laminer dan Turbulen (Critical).

 Pada perhitungan yang di hasilkan jenis aliran yang di hasilkan yaitu critical, karena 2300 < Re > 4000

 Perhitungan bilangan Reynolds di lakukan untuk mengidenifikasi jenis aliran suatu fluida yang mengalir pada pipa.

(54)
(55)

10.2 Tujuan :

Mahasiswa dapat menentukan kekasaran pipa yang dipergunakan. 10.3 Alat dan Bahan :

1. Data-data yang ada.

2. Hasil perhitungan sebelumnya. 10.4 Dasar Teori :

Kekasaran Permukaan

Konsep adanya sub lapis laminer di dalam lapis batas pada aliran turbulen dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kekasaran permukaan. Apabila permukaan bidang batas dibesarkan, akan terlihat bahwa permukaan tersebut tidak halus. Tinggi efektif ketidakteraturan permukaan yang membentuk keakasaran disebut dengan tinggi kekasaran k. Perbandingan antara tinggi kekasaran dan jari-jari hidraulis (k/R) atau diameter pipa (k/D) disebut kekasaran relatif.

Persamaan Prandtl δ= 12ν

g R I

Dimana : δ = tebal lapisan batas (m)

ν

= kekentalan kinematic (m2) g = percepatan gravitasi (m/dt2) I = kemiringan garis energi R = jari-jari hidraulik Persamaan Kekasaran Pipa

Hidraulik Kasar C = 18 log 12kR Hidraulik Licin

(56)

R = jari-jari hidraulik C = koefisien Chezy k = kekasaran pipa Syarat batas : k > 6 δ hidraulik kasar δ > 4k hidraulik licin k/ δ < δ <4k teknik kasar 10.5 Data :

Tabel 10.1 Analisa Kekasaran Pipa Tiap Segmen

Segmen C R I ν δ κ Syarat Jenis

4 7,55 6,350x10-3 3,28 9.9x10-7 2.62x10-5 0,029 κ > 6 δ Hidraulik Kasar 4E 68,39 6,350x10-3 0,04 9.9x10-7 2,37x10-4 1,209 κ > 6 δ Hidraulik Kasar 4D 12,98 6,350x10-3 1,11 9.9x10-7 4,51x10-5 0,014 κ > 6 δ Hidraulik Kasar 4C 55,84 6,350x10-3 0,06 9.9x10-7 1,94x10-4 6,02x10-5 κ > 6 δ Hidraulik Kasar 4B 23,81 6,350x10-3 0,33 9.9x10-7 8,28x10-5 3,62x10-3 κ > 6 δ Hidraulik Kasar 4A 61,17 6,350x10-3 0,05 9.9x10-7 2,12x10-4 3,04x10-9 δ > 4 κ Hidraulik Licin 10.6 Analisa Data : Segmen 4 δ= 12ν

gRI= 12x9,9x10−7

9.8x6,35x10−3x3,28=2.62x10 −3 m

(57)

δ > 4k hidraulik licin = 2.62x10−3

> 0,116 (Salah)

k/ δ < δ < 4k teknik kasar = 11,068 < 2.62x10−3 < 0,116 (Salah) Maka jenis pipa tersebut Hidraulik Kasar

10.7 Kesimpulan :

 Perbandingan antara tinggi kekasaran dan jari-jari hidraulis atau diameter pipa disebut kekasaran pipa.

 Dari percobaan yang sudah dilakukan didapatkan bahwa pipa pada segmen 4-4B berjenis hidraulik kasar karena memenuhi syarat k > 6 δ dan pada pipa 4A berjenis hidraulik licin karena memenuhi syarat δ > 4k .

 Untuk menentukan jenis kekasaran suatu pipa dapat diketahui dari koefisien Chezy.

 Untuk mengetahui jenis kekasaran suatu pipa dapat diketahui dari koefisien chezy, jari-jari hidraulik kemiringan garis energi, kekentalan kinematik, tebal lapisan batas, dan kekasaran pipa.

 Faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan kehilangan tekanan pada aliran fluida dalam pipa adalah faktor gesekan antara fluida yang mengalir dengan dinding pipa. Faktor gesekan didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress fluida dengan energy kinetik persatuan volume.

(58)

debitnya.

 Mengetahui hubungan antara kedalam aliran dengan debit.  Mampu menggambarkan kurva lengkung debit.

11.2 Dasar Teori

Peluap merupakan suatu bukaan pada salah satu sisi kolam atau tangki yang berfungsi untuk mengukur debit yang dari bulu. Debit diukur berdasarkan tinggi energi (head H), yaitu muka air yang diukur dari puncak peluap (tinggi peluapan). Berdasarkan ketebalaannya, peluap ada 2 macam, peluang ambang tipis (t < 0,5 H) dan peluap ambang tebal (t > 0,66 H). Brdasarkan muka air di hilir, peluap ada 2 macam yaitu peluap terendam dan peluap terjunan. Peluap disebut terenggang jika muka air di hilir melebihi puncak peluap sedangkan pada peluap terjunan, muka air di hilir lebih rendah dari puncak peluap. Merupakan bentuknya peluap dibedakan menjadi peluap segitiga, segiempat, dan trapesium. Ambang thompson merupakan peluap ambang tipis berbentuk segitiga. Debit yang mengalir melalui peluap segitiga dihitung dengan rumus :

Q = 158 Cdtg

(

α

2

)

2g H

5 2

Thompson memberikan rumus debit sebagai berikut : Q = C.tg( α2¿H

5 2

Kedua rumus disederhanakan menjadi : Q = C . H

5 2

Dengan Q = debit aliran ; C = Koefisien debit ; α = 90 ; H = kedalaman air pada ambang peluap (m).

(59)

1. Bak air (flume)

2. Peluap ambang thompson

3. Alat ukur kedalaman aliran (point gauge meter) 4. Alat tulis

Thompson Udik Bendung

H awal (m) H akhir (m) ΔH (m3/d ) Q 10-6 (m) H awal (m) H akhir (m) ΔH (m3/d ) Q 10-6 (m) v^2 / (2g) H 10^-2 (m^ 3/d) C 1 0,14 3 0,18 3 0,04 444, 8 0,26 84 0,277 4 0,00 9 444,8 0,00 3 0,00 9 1,0 6 2 0,14 3 0,19 2 0,04 9 738, 7 0,26 84 0,280 5 0,01 2 738,7 0,00 5 0,01 2 1,1 3 3 0,14 0,19 0,05 808, 0,26 0,281 0,01 808,4 0,00 0,01 1,0

(60)

6 0,14 3 0,24 4 0,10 1 4461 ,7 0,26 84 0,296 8 0,02 8 4461, 7 0,03 2 0,02 8 1,8 8 7 0,14 3 0,25 2 0,10 9 5452 ,3 0,26 84 0,303 5 0,03 5 5452, 3 0,04 0,03 5 1,6 7 8 ,143 0,26 3 0,12 6948 ,2 0,26 84 0,307 7 0,03 9 6948, 2 0,05 0,03 9 1,7 9 9 0,14 3 0,27 6 0,13 3 8966 ,9 0,26 84 0,313 0,04 5 8966, 9 0,06 5 0,04 5 1,9 1 10 0,14 3 0,28 5 0,14 2 1054 3,1 0,26 84 0,316 3 0,04 8 10543 ,1 0,07 6 0,04 8 2,0 2 11 0,14 3 0,29 1 0,14 8 1155 5,3 0,26 84 0,322 0,05 4 11555 ,3 0,08 4 0,05 4 1,8 7 12 0,14 3 0,29 9 0,15 6 1331 7,82 0,26 84 0,324 1 0,05 6 13317 ,82 0,09 6 0,05 6 2,0 4 13 0,14 3 0,31 2 0,16 9 1629 6,3 0,26 84 0,33 0,06 2 16296 ,3 0,11 8 0,06 2 2,1 4 14 0,14 3 0,32 2 0,17 9 1863 3,1 0,26 84 0,334 4 0,06 6 18633 ,1 0,13 5 0,06 6 2,2 1 15 0,14 3 0,34 5 0,20 2 2536 5,3 0,26 84 0,347 8 0,07 9 25365 ,3 0,18 4 0,07 9 2,2 7

11.6 Analisa dan Perhitungan : Rumus yang digunakan:

 Thompson

1. ΔHt=HakhirHawal

(61)

= 27,77-26,84 = 0,009 m3/d 2. Qu=Qt = 444,8x10-6 m 3. V 2 2g = 83,262/(2 . 9,81) = 0,003 m 4. H = ∆ H+ V 2 2.g = 0,93 + 353,33 = 0,009 5. H ¿ ¿ B¿ C=Qu ¿ = 1,06

Kurva dan Grafik

(62)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0 0.01 0.01 Linear (Hubungan Ht & Qt2) Qt Ht

Grafik hubungan ΔHu dan Qu

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0 0.01 0.01 0.02 0.02 f(x) = 0.3x - 0 R² = 0.97

Hubungan Hu & Qu

Hubungan Hu & Qu Linear (Hubungan Hu & Qu) Qu Hu

(63)

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0 0.5 1 1.5 2 f(x) = 19x + 1.01 R² = 0.86 Hubungan Hu & C Linear (Hubungan Hu & C) C Hu 11.6 Kesimpulan

Dari hasil grafik dapat disimpulkan : a Hubungan antara Ht terhadapat Qt

Semakin besar nilai Ht maka nilai Qt semakin tinggi dan semakin kecil nilai Ht maka nilai Qt akan turun

b Hubungan Hu terhadap Qu

Semakin besar nilai Hu maka nilai Qu semakin tinggi dan semakin kecil nilai Ht maka nilai Qt akan turun

c Hubungan Grafik Hu terhadap C

Semakin besar nilai Hu maka nilai C semakin tinggi dan semakin kecil nilai Ht maka nilai Qt akan turun

MODUL 12 Distribusi kecepatan

12.1 Tujuan :

(64)

kinetis 12.2 Dsar Teori

Kecepatan aliran pada setiap penampang saluran terbuka mempunyai bentuk atau profil berupa kurva distribusi kecepatan. Profil distribusi kecepatan pada saluran terbuka ada 2 macam yaitu distribusi kecepatan arah vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran kecepatan pada beberapa titik di sepanjang kedalaman air sedangkan distribusi kecepatan arah transversal diperoleh dengen membagi lebar saluran menjadi beberapa titik dan melakukan pengukuran kecepatan secara vertikal pada titik-titik tersebut kemudian dibuat kurva dengan menghubungkan titik-titik kecepatan pada kedalaman yang sama.

Kecepatan rerata suatu aliran dapat diperoleh dengan merata-rata kecepatan dari 1, 2, dan 3 titik pengukuran saja, sebagaimana ditulis pada persamaan berikut :

´ V=V0.6H ´ V=0.5(V0.2H+V0.8H) ´ V=0.5

(

V0.2H+V0.8H

)

+V0.6H 2

Distribusi kecepatan vertikal pada setiap tampang saluran terbuka berbeda-beda, tergantung koefisien distribusinya. Oleh karena itu ada koefisien distribusi kecepatan, yaitu koefisien koreksi energi kinetik ( α ) dan koefisien koreksi momentum ( β ), yang ditulis dalam persamaan sebagai berikut

α=

v=1 n V i 3. A i V3A

(65)

luas tampang saluran 12.3 Alat Percobaan 1. Bak Air Flume 2. Ambang Thompson

3. Currentmeter lengkap dengan alat bantu

4. Alat ukur kedalaman aliran (point gauge meter) 5. Stopwatch

6. Meteran

12.4 Langkah Percobaan

1. Baca tinggi muka air awal pada ambang thompson.

2. Ukur kedalaman aliran (H) pada flume dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan pada saat aliran sudah stabil.

3. Hitung dan ukur titik pengukuran arah vertikal pada 0.2H, 0.6H, dan 0.8H. 4. Ukur lebar flume (B) dan bagi dengan sejumlah titik pengukuran arah

transversal dengan jarak yang sama (misal : 0.2B, 0.25B, dan 0.5B)

5. Lekukan pengukuran kecepatan aliran pada titik 0.2H, 0.6H, dan 0.8H. pengukuran tersebut dilakukan pada titik-titik 0.2B, 0.25B, dan 0.5B. 6. Lakukan pengukuran kecepatan dengan menghitung jumlah putaran

currentmeter selama 20 detik pada setiap posisi titik-titik pengukuran. Pengukuran kecepatan tiap titik dilakukan duakali.

7. 12.5 Analisan Perhitungan Perhitungan Kecepatan H awal = 0,1433 cm H ambang Thompson = 0,2751 cm Debit Thompson = 0,00876 m3/s Kedalaman aliran saluran (h) = 0,279 cm

Titik 0.2 h 0.6 h 0.8 h

Vbar Vbar Vbar

I 0,3 0,2 0,3

(66)

Titik Kecepatan Rata-rata

Pengukuran titik 1 Pengukuran titik 2 Pengukuran titik 3

Vbar = 0,6 h Vbar = 0,5 (v0,2h+v0,8h) Vbar=0,6h+0,5(v0,2h+v0,8h)/2

Vbar

|

VVbar v

|

X100 Vbar

|

VVbar v

|

X100 Vbar

|

VVbar v

|

X100 1 0,2 218,97% 0,3 378,46% 0,25 298,72% 2 0,2 218,97% 0,15 139,23% 0,175 179,10% 3 0,3 378,46% 0,1 59,48% 0,2 218,97% 12.5 Analisa : V=Q A= 0,00876 0,5x0,279=0,0627m/s

Pengukuran titik 1 (Vbar = 0,6h)

I.

|

VVbarv

|

X100

=

|

0,0267−0,2

0,0627

|

x100=218,97

Pengukuran titik 2 (Vbar = 0,5 (0,3+0,3) = 0,3)

I.

|

VVbarv

|

X100

=

|

0,0267−0,3

0,0627

|

x100=378,46

Pengukuran titik 3 ( Vbar = 0,2+20,3 = 0,25)

I.

|

VVbar

v

|

X100

=

|

0,0267−0,25

(67)

2. Distribusi kecepatan pada penampang saluran tergantung pada beberapa factor, yaitu Bentuk penampang, Kekasaran saluran, Adanya tekukan-tekukan.

3. Nilai V pada tengah saluran biasanya lebih besar dibanding disisi saluran ini dikarenakan akibat lebih kecilnya gesekan dari dasar saluran maupun dari sisi saluran.

4. Pada distribusi kecepatan terdapat dua saluran terbuka yaitu distribusi kecepatan secara vertikal dan distribusi kecepatan secara transversal. 5. Pengukuran kecepatan aliran Menggunakan alat pengukur aliran (current meter) mengukur kecepatan rata-rata pada segmen-segmen penampang dengan membagi-bagi penampang saluran secara vertidal. 6. Rapat massa dan kecepatan pada tiap titik di dalam suatu ruang, akan berubah setiap waktu. Fluida sebagai rapat massa dan medan vektor kecepatan. Jika kecepatan tiap partikel fluida pada suatu titik tertentu adalah tetap, maka aliran tersebut bersifat lunak.

7. Kecepatan aliran pada setiap penampang saluran terbuka mempunyai bentuk atau profil berupa kurva distribusi kecepatan.

8. Semakin besar kecepatan fluida dalam suatu pipa maka tekanannya makin kecil dan sebaliknya makin kecil kecepatan fluida dalam suatu pipa maka semakin besar tekanannya.

9. Nilai V pada kedalaman tertentu tidak berbeda jauh nilainya namun terlihat bahwa V pada 0,8H lebih besar dibanding dengan kedalaman 0,2H dan 0,6H.

(68)

Gambar

grafik hubungan antara dxs/da
grafik hubungan antara dxs/da dengan zs
Tabel 6.1. Hasil Pengukuran Koefisien Ambang Ukur Thompson dengan Debit .yang berbeda
Tabel 6.2. Hasil Pengukuran Tinggi Piezometer
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Pengukuran Debit Waktu untuk perhitungan debit pada bangku hidraulik t detik 8 (sesuai jumlah percobaan) Sesuai hasil pengukuran dengan stopwatch 2 Pengukuran

Untuk aliran nyata (real) kecepatan dan head total tidak konstan ketika melewati suatu bagian dari saluran tetapi tabung pitot masih dapat digunakan dengan

Pada saat kalibrasi alat ukur laju alir yang digunakan pada percobaan kali ini ialah orifice didapat hubungan semakin besar beda tekan maka laju alir fluida semakin besar juga

Kehilangan energi karena gesekan (pada uraian di atas) dinamakan kehilangan utama, sedangkan kehilangan energi sekunder pada aliran pipa dapat terjadi karena

Dalam pengembangan modul praktikum ini diharapkan bermanfaat kepada siswa dalam memudahkan memahami konsep-konsep fisika, khususnya materi mekanika, dapat menjadi acuan

Metodologi yang dilakukan pada praktikum mekanika tanah di lapangan Teknik Sipil Universitas Gunadarma bersifat kuantitatif.Hasil yang diperoleh dari percobaan

Hal ini sejalan dengan data yang didapatkan melalui pengamatan, dimana kecepatan dan debit aliran pada segmen 2 tengah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan segmen 1 dan

Praktikum fenomena dasar mesin pipa orifice dapat digunakan untuk memahami prinsip-prinsip dasar pengukuran laju aliran fluida dalam pipa dan memperkenalkan mahasiswa dengan