• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Gula merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat. menguntungkan pada masa Hindia-Belanda. Keberadaan gula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Gula merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat. menguntungkan pada masa Hindia-Belanda. Keberadaan gula"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Gula merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat menguntungkan pada masa Hindia-Belanda. Keberadaan gula diperhitungkan dalam pasaran internasional. Bahan baku yang digunakan untuk produksi gula adalah tebu. Tebu menjadi salah satu tanaman wajib tanam pada waktu sistem tanam paksa (cultuurstelsel). Sistem tanam paksa memicu perkembangan perkebunan secara pesat, salah satunya di daerah Jawa Timur yang dapat dikatakan berhasil dalam memperoleh keuntungan guna membiayai militer dan administrasi ketika posisi keuangan Belanda sedang memburuk.1

Adanya sistem tanam paksa menimbulkan beberapa kewajiban, khususnya bagi petani yang diharuskan menanam tanaman wajib/tanaman ekspor (khususnya kopi, tebu, dan nila) yang kemudian dijual kepada pemerintah Hindia-Belanda dengan harga murah.2 Sistem tanam paksa juga mengatur tentang ketentuan pasokan tebu yang menjadi kesepakatan dengan kepala desa. Adanya kewajiban penanaman tebu menekan biaya produksi

1 M.C. Rickefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 259.

(2)

yang seharusnya dikeluarkan pemerintah, terkait persediaan bahan baku.

Keuntungan sistem tanam paksa bagi Belanda dapat meningkatkan pendapatan maksimal untuk pemasukan kas Negara Belanda dengan mengerahkan tenaga kerja pribumi. Bagi masyarakat pribumi adanya sistem tanam paksa merupakan suatu pengerahan tenaga kerja secara paksa yang memicu timbulnya permasalahan dalam masyarakat, seperti timbulnya bencana kelaparan. Pemerintah juga mempunyai andil besar dalam pengolahan tebu yaitu melakukan kerja sama dengan pabrik gula, sehingga pabrik gula berperan sebagai kontraktor dalam pengolahan tebu menjadi gula.

Pasca 1870 terjadi pergeseran sistem kerja paksa menjadi sistem kerja bebas (liberal) yang mempengaruhi laju perkembangan pabrik gula tersebut. Pergeseran sistem tanam memicu banyaknya pemodal asing (swasta) masuk ke wilayah Hindia-Belanda dengan membuka lahan perkebunan yang luas atau penanaman modal dengan mendirikan pabrik-pabrik guna memperbesar pendapatan mereka. Swastanisasi pabrik gula mengurangi peran pemerintah dalam pengelolaan perkebunan dan kerja sama dalam pengolahan tebu. Pemerintah Belanda mendapat

(3)

keuntungan melalui pungutan cukai, pajak penjualan, dan pajak ekspor.3

Pasca tahun 1870 terjadi beberapa kali krisis pemasaran gula di Eropa. Krisis tahun 1884 menyebabkan penurunan harga gula di pasaran internasional. Hal ini mendorong dilakukannya pemadatan modal sehingga gula menjadi barang dagangan penting di Jawa. Industri gula semakin diperkuat dengan dibentuknya lembaga yang menjamin pasokan gula yang bernama Algemeen Syndikaat van Suikerfabriekanten in Nederlansch-Indie tahun 1894. Lembaga ini menjamin pasokan gula Jawa di pasaran4, sehingga perkembangan modal di Jawa guna industri gula mengalami peningkatan.

Produksi gula pada masa pemerintahan Hindia-Belanda cukup terkenal di dunia Internasional, terutama di Jawa. Jawa merupakan eksportir gula nomor dua terbesar setelah Kuba dalam pasaran dunia. Disisi lain, pasca 1884 ketika kontrak dengan pemerintah terputus menyebabkan pendapatan kontaktor (pabrik gula) terhenti karena ketidakpastian beroperasi dan menimbulkan

3 Mubyarto dan Daryanti, Gula: Kajian Sosial-Ekonomi, (Yogyakarta: Aditya Media, 1991), hlm. 3.

4 Pasokan gula diatur dengan cara melakukan pengaturan produksi per bau dan menjamin pemasaran gula. Rencana pembentukan lembaga penjamin pasokan gula sejak tahun 1892. Lihat Soerabaiasche Vereeniging van Suikerfabrikanten No.41, (Soerabaia: Gerb. Donker & Co, 1892), hlm. 299.

(4)

klaim lain yang dikonservasi. Selanjutnya kepemilikan pribadi dengan penyertaan modal menjadi syarat untuk mendapatkan kredit dan dikonservasi swasta, sehingga tercipta perusahaan saham gabungan yang menguatkan secara finansial.5

Gula menjadi sektor usaha yang sangat menguntungkan. Pabrik-pabrik gula hampir semua dimiliki oleh Belanda.6 Keuntungan saham selama 1900-an rata-rata 28,8% per tahun. Volume gula merupakan barang yang paling banyak terangkut oleh kereta maupun kapal dan dimuat serta dibongkar di pelabuhan-pelabuhan Jawa.7 Tahun 1930 orang Belanda memiliki 172 dari 179 pabrik gula, maka 96% merupakan milik orang Belanda.

Pendirian pabrik gula di suatu daerah menjadi penggerak roda perekonomian. Adanya pendirian pabrik gula dapat membuka lapangan kerja, perbaikan infrastruktur sekitar pabrik, dan pemasukan/pendapatan pemerintah. Peningkatan jumlah pabrik bertujuan untuk meningkatkan jumlah produksi. Pabrik-pabrik gula di Jawa berguna meningkatkan pemasukan bagi Belanda.

5 Philip Levert, Inheemse Arbeid in de Java-Suikerindustri, (Wageningen: H.Veeman & Zonen, 1934), hlm. 99.

6 Alec Gordon, “Ideologi, Ekonomi, dan Perkebunan: Runtuhnya Sistem Gula Kolonial dan Merosotnya Ekonomi Indonesia Merdeka” dalam Prisma No. 7 Tahun XI, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 32.

(5)

Perkembangan pabrik gula merupakan imbas dari permintaan gula di pasaran Eropa yang terus meningkat dan tidak mungkin terlewatkan untuk memperoleh keuntungan melimpah.

Alasan pemilihan Jawa sebagai tempat pendirian pabrik-pabrik gula pada masa Hindia-Belanda adalah terdapatnya tenaga kerja yang murah dan biaya produksi yang rendah. Selain itu, pola kerja pada pabrik-pabrik gula merupakan gabungan kerja agrikultur penanaman tanaman ekspor (tebu) dengan kerja manufaktur8. Dengan demikian, pemilihan lokasi merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pendirian pabrik gula.

Bangsa Eropa menikmati keuntungannya dan masyarakat pribumi hanya menjadi buruh (pekerja) di perkebunan maupun pabrik yang didirikan oleh pemodal asing. Hal ini disebabkan Belanda sebagai pemegang modal, pengatur penjualan dan upah, pengontrol output, dan mendikte proses produksi.9 Keuntungan pemilik modal tidak hanya dipengaruhi bahan baku yang melimpah dan upah tenaga kerja yang rendah, tetapi keadaan di pasaran Internasional mempengaruhi keuntungan yang diperoleh

8 Menurut KBBI, Kerja manufaktur adalah proses mengubah bahan mentah menjadi barang dengan tangan maupun mesin untuk dapat digunakan atau dikonsumsi oleh manusia.

9 Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Terjemahan S. Supomo (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1976).

(6)

pemilik modal tersebut. Perkembangan pabrik dan perkebunan tidak hanya secara demografis tetapi juga secara struktural.10

Menurut R.E. Elson11, Pulau Jawa sebagian besar dataran rendahnya terdiri dari lapisan vulkanis muda yang luas dan secara tradisional merupakan wilayah inti bagi lahan pertanian masyarakat pribumi. Jumlah penduduk relatif padat, sehingga sangat memungkinkan terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Dalam konteks inilah, perkebunan tebu dan pabrik gula memang sangat sesuai diusahakan di Jawa, mengingat tenaga kerja dalam jumlah yang besar sangat diperlukan untuk pengelolaan perkebunan tebu maupun dalam sektor industri gula.12 Pemilihan lokasi pendirian pabrik gula sengaja didirikan di tengah daerah berpenduduk padat.13 Hal ini

10 D. H. Burger, Perubahan-perubahan Struktural dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Bhratara, 1983), hlm. 12.

11 R.E. Elson adalah seorang akademisi Australia yang menulis tentang sejarah kontemporer Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

12 Tanto Sukardi dan Pamujo, Laporan Penelitian: Perubahan Sosial-Ekonomi di Karesidenan Banyumas, Studi Tentang Dampak Eksploitasi Kolonial dalam Sektor Agro Industri (1830-1900), (Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2001), hlm. 13. Lihat juga R.E. Elson, Javanese Peasant and The Colonial Sugar Industry, (Oxford: Oxford University Prees, 1984), hlm. 38.

13 Hiroyoshi Kano, Frans Husken, dan Djoko Surjo, Di Bawah Asap Pabrik Gula: Masyarakat Desa di Pesisir Jawa Sepanjang Abad Ke-20, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm. vii.

(7)

bertujuan agar memungkinkan kebutuhan tenaga kerja yang besar dapat terpenuhi dengan cara merekrut dari penduduk di sekitar area pabrik gula dengan upah yang relatif rendah.

Sejarah pabrik gula memang tidak tercatat secara sempurna dan terperinci, tetapi terdapat bagian yang perlu untuk diketahui masyarakat agar lebih merawat, menjaga maupun menghargai keberadaan pabrik gula. Perkembangan pabrik gula pada awal abad ke-20 merupakan sesuatu yang unik dan bersifat fluktuatif. Tahun 1920-an, pasar dunia kelebihan pasokan gula yang mengakibatkan harga gula merosot tajam14 dan sekitar 1930-an banyak industri gula yang hampir hancur. Keadaan yang begitu fluktuatif ini menimbulkan dampak yang beragam bagi pabrik gula. Jumlah pabrik gula tahun 1931 masih berjumlah 175 pabrik, tahun 1932 berjumlah 171 pabrik, tahun 1933 berjumlah 110 pabrik gula, dan tahun 1934 terjadi penurunan jumlah pabrik yang cukup signifikan menjadi 53 pabrik.15

Adapun wilayah yang mengalami peningkatan pabrik gula yakni di wilayah Karesidenan Kediri.16 Pabrik gula di Karesidenan

14 Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme: Pergumulan Empat Abad Industri Gula, (Jakarta: LP3ES, 2005), hlm. 34.

15 Philip Levert, op.cit, hlm. 278.

16 Kediri sebagai karesidenan (residentien) membawahi beberapa kabupaten yaitu kabupaten Kediri, kabupaten Nganjuk, kabupaten Blitar, kabupaten Tulungagung, dan kabupaten

(8)

Kediri mengalami peningkatan yaitu jumlah pabrik gula di Karesidenan Kediri dalam kurun waktu 1862 -1893 hanya berjumlah 6 pabrik gula.17 Selanjutnya pada tahun 1894 jumlah pabrik gula meningkat menjadi 12 pabrik gula.18 Peningkatan jumlah pabrik yang terakhir yaitu tahun 1915 yang mencapai 17 pabrik gula.19 Kediri juga menjadi daerah dengan lahan tebu terluas setelah Surabaya.20

Perkembangan pabrik gula di Kediri dipengaruhi oleh keadaan perekonomian serta pola birokrasi pemerintah terhadap industri gula. Awalnya sebagian besar pabrik gula bekerja sama dengan pemerintah sebagai kontraktor dalam pengolahan tebu menjadi gula, sehingga tidak terjun langsung dalam masalah penanaman tebu yang digunakan sebagai bahan baku. Perubahan mulai terjadi ketika kontrak antara pabrik gula dengan pemerintah berakhir. Hal yang menarik adalah ketika terjadi berbagai

Trenggalek. Lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indie No.2 Tahun 1920, hlm. 24.

17 Kolonial Verslag van 1862–1890 Nederlandsch (Oost)-Indie, hlm.

18 Kolonial Verslag van 1895 Nederlandsch (Oost)-Indie, hlm. 19 Verslag van het Algemeen Syndicaat van Suikerfabrikanten in Nedherlandsch-Indie, (Soerabaia: Typ. J.M.CHS. Nijland, 1916), hlm. 23.

20 Hiroyoshi Kano, Frans Husken, dan Djoko Surjo, op.cit., hlm. 48.

(9)

penurunan dalam sistem produksi pabrik gula terdapat pabrik yang justru mengalami peningkatan yang signifikan, salah satunya adalah PG. Pesantren.

PG. Pesantren awalnya bekerja sama dengan pemerintah dalam pengolahan tebu menjadi gula dan tidak campur tangan secara langsung dalam penanaman tebu atau penyediaan bahan baku, sehingga kontrol pengelolaan pabrik berada di bawah pemerintah. Perubahan terjadi ketika kontrak dengan pemerintah berakhir pada tahun 1890. Selanjutnya, pabrik gula Pesantren berada di bawah naungan Javasche Cultuur Matshappij.

Tulisan ini dipaparkan dengan melihat peningkatan sistem produksi gula di PG. Pesantren-Kediri. Sistem produksi adalah sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Komponen struktural lebih pada bahan (materiil), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, tanah, dan sebagainya. Komponen fungsional lebih pada perencanaan, pengendalian, berkaitan dengan manajemen dan sebagainya.21 Gambaran sistem produksi PG. Pesantren diharapkan mampu menjelaskan bagian-bagian yang mempengaruhi pengoperasionalan pabrik gula. Tahun 1890-1940 yaitu kurun waktu PG. Pesantren berada dalam

21 Vincent Gaspers, Memahami Sistem Manufakturing Modern: Production Planning and Inventory Control, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm. 4.

(10)

naungan Javasche Cultuur Matshappij. Sistem produksi dapat menelusuri keadaan pabrik gula secara keseluruhan. Pemaparan bab-bab di bawah memperlihatkan peningkatan yang terjadi dalam sistem produksi gula di PG. Pesantren.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

Industri gula tahun 1890-an mengalami pergeseran kepemilikan pabrik gula yang dikonversi swasta setelah terjadinya krisis tahun 1884. Sistem liberal menjadi penonjolan pihak swasta dalam mengolah perkebunan tebu dan pabrik gula yang awalnya dikelola pemerintah dengan melakukan kerja sama antara pemerintah dengan kontraktor. Pergeseran kepemilikan juga berimbas pada pengelolaan pabrik gula. Sistem produksi pabrik gula membahas bagian-bagian sistem produksi yang menunjang produksi gula dari awal hingga akhir. Guna mempersempit permasalahan dalam penelitian ini, permasalahan pokok yang penulis kemukakan adalah peningkatan sistem produksi PG. Pesantren tahun 1890-1940. Dari permasalahan pokok tersebut dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan permasalahan pokok tersebut adalah:

1. Mengapa PG. Pesantren melakukan peningkatan bagian-bagian sistem produksi gula dan apa implikasinya?

(11)

2. Mengapa PG. Pesantren melakukan peralihan produksi gula merah menjadi gula putih dan apa implikasinya?

Pemilihan sistem produksi PG. Pesantren–Kediri sebagai subjek pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai bentuk gambaran pabrik gula di Kediri ketika keadaan perekonomian tidak stabil terutama masa-masa krisis dan depresi, sehingga banyak pabrik gula mengalami kehancuran, tetapi terdapat pabrik gula yang tetap beroperasi. Upaya mempertahankan pabrik gula oleh pengelola terlihat dari beberapa kebijakan yang dilakukan. Sistem produksi gula digunakan untuk melihat PG. Pesantren– Kediri secara keseluruhan.

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan ruang lingkup penelitian. Penentuan ruang lingkup dimaksudkan agar dalam suatu penelitian ada batasannya, baik menyangkut waktu maupun tempat penelitian. Penelitian ini mulai tahun 1890 sampai tahun 1940. Tahun 1890 dijadikan batas awal penelitian karena tahun 1890 merupakan tahun awal PG. Pesantren mulai menjadi bagian dari Javasche Cultuur Maatschappij. Tahun 1940 dijadikan sebagai batas akhir penelitian ini karena pada tahun 1940 pembatasan produksi gula yang berpengaruh terhadap pengoperasian PG. Pesantren.

(12)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menjawab beberapa pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya. Permasalahan dalam sistem produksi dapat menggambarkan keadaan pabrik gula secara keseluruhan. Setidaknya terdapat dua tujuan dari penulisan ini. Pertama, menjelaskan peningkatan bagian-bagian sistem produksi gula di PG. Pesantren dan menganalisa implikasi dari peningkatan yang dilakukan. Kedua, menjelaskan peralihan produksi gula merah menjadi gula putih dan menganalisa implikasi dari peralihan gula merah menjadi gula putih. Hal ini juga sebagai sarana untuk melatih daya pikir kritis, analisis dan objektif dalam melakukan penulisan suatu karya sejarah dan menambah khasanah karya ilmiah sejarah yang berguna di masa yang akan datang.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara praktis maupus teoritis. Manfaat secara praktis adalah dapat menambah pengetahuan mengenai peningkatan bagian-bagian sistem produksi gula di PG. Pesantren–Kediri khususnya tahun 1890–1940 dan menumbuhkan niat untuk mempelajari lebih dalam lagi nilai-nilai kesejarahan baik peristiwa maupun nilai kesejarahan yang lain. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan menjadi informasi atau acuan penelitian yang sejenis.

(13)

D. Tinjauan Pustaka

Karya tulis membutuhkan sumber sebagai modal utama agar dapat tercipta karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehubungan dengan itu, penulis menggunakan beberapa karya tulis sebagai tinjauan pustaka yang berupa disertasi, tesis, maupun karya tulis lain yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Telaah dari berbagai penelitian membantu dalam merekonstruksi sejarah sebagai bahan referensi maupun perbandingan. Tujuan dari tinjauan pustaka adalah suatu proses pengumpulan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh sejarawan untuk membedakan tulisan penulis dengan karya orang lain. Karya tulis yang membahas mengenai PG. Pesantren sangat terbatas jumlahnya, sehingga karya tulis yang digunakan sebagai tinjauan pustaka adalah karya tulis dengan tema yang sama.

Adapun literatur mengenai pabrik gula lebih banyak yang berfokus pada petani dan perkebunan tebu. Misalnya karya gabungan dari beberapa pakar dari lembaga perguruan tinggi yang mengangkat permasalahan daerah pesisir utara Jawa Tengah. Karya Hiroyosi Kano, Frans Husken dan Djoko Suryo yang berjudul “ Di Bawah Asap Pabrik Gula: Masyarakat Desa di

(14)

Pesisir Jawa Sepanjang Abad Ke-20”.22 Buku ini membahas tentang kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitar pabrik gula Comal pada masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan pasca proklamasi kemerdekaan. Karya ini membahas perubahan-perubahan yang terjadi di wilayah tersebut, baik kehidupan ekonomi masyarakat desa maupun pertanian masyarakat terkait keberadaan pabrik gula Comal.

Selanjutnya buku yang berjudul “Javasche Cultuur Maatschappij 1890-1940”.23 Buku ini menyoroti tentang beberapa pabrik gula yang berada di bawah naungan Javasche Cultuur Maatschappij, salah satunya adalah PG. Pesantren di Kediri. Buku ini menjelaskan beberapa peningkatan peralatan dan berbagai renovasi yang telah dilakukan dalam kurun waktu 1890 sampai 1940. Buku ini juga menjelaskan secara garis besar tentang perkembangan industri gula di pasar internasional. Karya Philip Levert yang berjudul “Inheemse Arbeid in de Java-Suikerindustri” menjelaskan tentang sejarah tenaga kerja industri gula Jawa dengan memaparkan beberapa periode yang berbeda. Buku ini juga menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan yang ditetapkan

22 Hiroyoshi Kano, Frans Husken, dan Djoko Surjo, Di Bawah Asap Pabrik Gula: Masyarakat Desa di Pesisir Jawa Sepanjang Abad Ke-20, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press dan Akatiga, 1996).

23 Javasche Cultuur Maatschappij 1890-1940, (Amsterdam: N.V. Drukkerij en Uitgeverij. J. H. de Bussy, 1940),

(15)

oleh pemerintah terkait industri gula. Selain itu, terdapat struktur tenaga kerja dan upah tenaga kerja pada tahun 1921-1932.24

Dian Wicaksono yang berjudul “Perkembangan Pemukiman dan Tipologi Rumah Tinggal pada Perumahan Karyawan Pabrik Gula Pesantren Baru–Kediri.25 Karya ini menggambarkan perkembangan pemukiman pada perumahan karyawan pada masa kolonial dan masa setelah proklamasi kemerdekan. Karya ini lebih meninjau pada gaya bangunan atau arsitektur perumahan yang mengalami perubahan mengikuti perubahan zaman dan sesuai dengan gaya arsitektur pada masa itu.

Buku yang berjudul “Hari Jadi Kediri” merupakan keputusan dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kediri No. 82 Tahun 1985 yang didasarkan pada makalah MM Sukarto Kartoatmodjo tentang sejarah Kadiri kuna yang diselenggarakan di Yogyakarta tahun 1984. Buku ini berisi tentang hari jadi yaitu tanggal 25 Maret 804 berdasar pada sejarah.26 Selanjutnya, karya

24 Philip Levert, Inheemse Arbeid in de Java-Suikerindustri, (Wageningen: H.Veeman & Zonen, 1934).

25 Dian Wicaksono, “Perkembangan Pemukiman dan Tipologi Rumah Tinggal pada Perumahan Karyawan Pabrik Gula Pesantren Baru – Kediri”, dalam Arsitektur e-journal volume 1 no. 1 Maret 2008, diakses www.antariksa.ac.id tanggal 25 Agustus 2014 jam 05.00.

26 Buku Hari Jadi Kediri: Keputusan Bupati Daerah Tingkat II Kediri No. 82 Tahun 1985, (Kediri: Lembaga Javanologi dan Universitas Kadiri, 1985).

(16)

Edi Sedyawati yang berjudul “Perekonomian Masa Kediri: Bandingan Data dan Teori” dengan berfokus pada pemerintah raja (keraton) dengan pemerintah tani terdapat hubungan timbal balik (reciprocity), begitu pula yang terjadi antara pemerintah raja (keraton) dengan rumah tangga perusahaan atau rumah tangga perusahaan dengan rumah tangga individu.27

Disertasi berjudul “Kapitalisasi dalam Usaha Tani Lahan Kering di Desa Kebon Rejo, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur”, yang ditulis oleh Rustinsyah dari jurusan Ilmu Antropologi Budaya, tahun 2009, Fakultas Ilmu Budaya, UGM menjelaskan tentang pola penanaman, perubahan ekosistem, akses terhadap tanah yang memberi peluang besar bagi pemilik modal, tenaga kerja, serta dampak kapitalisasi. Secara umum, disertasi ini memberi penjelasan tentang perekonomian Kediri tahun 1996-2005.

Selanjutnya, tesis yang berjudul “Modernisasi Lembaga Pendidikan Kursus Bahasa di Desa Tulungrejo dan Pelem Kecamatan Pare Kabupaten Kediri” yang ditulis Asnani dari jurusan Sosiologi, tahun 2012. Tesis ini menjelaskan tentang modernisasi yang terjadi di lembaga kursus bahasa terkait dengan

27 Edi sedyawati, Perekonomian Masa Kediri: Bandingan Data dan Teori, (Jakarta: DEPDIKBUD Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1985).

(17)

teknologi informasi dan komunikasi, serta dampaknya terhadap perubahan sosial budaya masyarakat sekitar. Hal ini lebih terkait dengan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat yang menjadi bagian dari modernisasi.

Persamaan tesis ini dengan karya tulis yang lain adalah sama-sama menggunakan tema Kediri atau industri gula, sedangkan perbedaan dengan karya tulis lainnya terletak pada spesifikasi pembahasan dan sudut pandang yang berbeda dalam penulisan karya tulis. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat dikatakan bahwa kajian tentang historiografi Kediri yang memfokuskan pada peningkatan sistem produksi gula di PG. Pesantren-Kediri dalam kurun waktu 1890-1940 belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini nantinya diharapkan dapat melengkapi kajian-kajian sebelumnya, serta menambah keberagaman khususnya historiografi lokal dan Indonesia secara umum.

E. Kerangka Konseptual

Penulis mengungkapkan suatu konsep untuk mempertegas pemahaman pembaca agar tidak terjadi kesalahpahaman dan perbedaan persepsi. Hal ini bertujuan agar tercipta penafsiran yang sama dalam maksud dan tujuan yang akan diungkapkan. Adapun konsep tersebut berupa produksi dan sistem produksi.

(18)

Pengertian produksi menurut beberapa ahli28 adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.

Menurut Agus Ahyari29 produksi adalah kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Sistem merupakan suatu rangkaian dari beberapa elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang antara satu dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian, sistem produksi merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan tertentu. Secara umum sistem produksi dalam perusahaan memerlukan suatu masukan (input), kemudian diproses dalam sistem produksi untuk mendapatkan keluaran (output).

Masukan sistem produksi dapat berupa bahan baku yang dipergunakan, tenaga kerja langsung, dana yang tersedia, dan sebagainya. Sub-sistem dari sistem produksi antara lain adalah produk yang dapat diproduksi, lokasi pabrik, letak fasilitas produksi (mesin/peralatan produksi), lingkungan kerja (pelayanan

28 Sugiarto, dkk., Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 202.

29 Agus Ahyari, Manajemen Produksi: Perencanaan Sistem Produksi, (Yogyakarta: BPFE, 1992).

(19)

karyawan, kondisi kerja karyawan, & hubungan karyawan dengan pabrik). Keluaran (output) dari sistem produksi dapat berupa produk atau jasa yang merupakan hasil dari kegiatan produksi.30

Adapun pendapat Arman Hakim Nasution31 adalah agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk sistem produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Input produksi dapat berupa bahan baku, tenaga kerja, modal, dan informasi, sedangkan outputnya adalah produk yang dihasilkan berikut hasil sampingnya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya. Arti dari sistem sendiri adalah sekumpulan bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain dan bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap input dengan tujuan menghasilkan output.

Menurut Vincent Gaspers pengertian sistem produksi adalah sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Komponen struktural lebih pada bahan (materiil), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, tanah, dan sebagainya.

30 Agus Ahyari, Manajemen Produksi: Perencanaan Sistem Produksi, (Yogyakarta: BPFE, 1992), hlm. 98-103.

31 Arman Hakim Nasution, Manajemen Industri, (Yogyakarta: ANDI, 2005), hlm. 229.

(20)

Komponen fungsional lebih pada perencanaan, pengendalian, berkaitan dengan manajemen dan sebagainya.32 Vincent menjelaskan terdapat perbedaan sistem produksi modern dengan sistem produksi tradisional. Sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi, nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Sistem produksi tradisional hanya memandang produksi sebagai proses pembuatan produk tanpa memandang berapa besar pemborosan yang terjadi selama proses produksi.33

Adapun skematis sederhana sistem produksi menurut Vincent Gaspers34 untuk memperjelas gambaran sistem produksi yang terdiri dari berbagai elemen yang terkait adalah sebagai berikut:

32 Vincent Gaspers, Memahami Sistem Manufakturing Modern: Production Planning and Inventory Control, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm. 4.

33 Vincent Gaspers, Ekonomi Manajerial, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 168.

(21)

Skema di atas memberikan penjelasan bahwa sistem produksi meliputi berbagai elemen yang saling terkait antara satu dengan yang lain dimana produksi menjadi bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, sehingga tercipta hubungan timbal balik (resiprocity) yang erat kaitannya dengan teknologi. Proses produksi sendiri menjadi suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output untuk mendapatkan nilai tambah tinggi. Sistem produksi juga dipengaruhi oleh perencanaan yang dicanangkan, pengendalian, dan pengawasan yang terkait.

LINGKUNGAN INPUT Tenaga Kerja Modal Material Energi Tanah Informasi manajerial PROSES TRANSFORMASI NILAI TAMBAH PRODUK (Barang dan/atau jasa)

Umpan balik untuk pengendalian Input, proses, dan teknologi.

(22)

Adapun skema sistem produksi dalam penelitian ini menggunakan konsep dari Vincent Gespers adalah sebagai berikut:

Lingkungan

Adanya bagan di atas dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai sistem produksi yang dimaksudkan oleh penulis agar tercipta pengertian yang sama terhadap istilah sistem produksi yang dimaksudkan oleh penulis. Dalam penelitian ini terdapat beberapa bagian sistem produksi berupa bangunan-bangunan PG. Pesantren, peralatan mesin dan perlengkapan penunjang, bahan baku berupa tebu, tenaga kerja, serta modal dalam pengoperasionalan PG. Pesantren, sehingga terdapat

Input: 1. Tebu 2. Tenaga Kerja 3. Modal/dana 4. Tanah 5. dsb. Output: Gula Proses transformasi Pengawasan dan

pengendalian input, proses, dan teknologi

(23)

gambaran yang jelas tentang sistem produksi gula di PG. Pesantren dalam kurun waktu 1890-1940.

F. Metode Penelitian

Dalam penyajian sebuah rekonstruksi masa lampau diperlukan sumber-sumber sejarah sebagai modal utama agar dapat tercipta karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulisan karya sejarah menggunakan sumber penulisan sebagai bahan referensi sekaligus perbandingan. Tujuan dari sumber penulisan adalah suatu proses pengumpulan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh sejarawan untuk membedakan tulisan penulis dengan karya orang lain yang dipakai sebagai sumber dalam penulisan tesis ini.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah (historical method). Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman dan peninggalan masa lampau.35 Dalam kedudukannya sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah.36 Tahapan penulisan ini adalah mengumpulkan sumber (heuristic) sebagai langkah pertama. Heuristic yang berasal

35 Louis Gottschalk, “Understanding History: A primer of Historical Method”, a.b, Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia press, 1975), hlm. 32.

36 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996), hlm. 60.

(24)

dari bahasa Yunani “heuriskein” yang berarti mencari atau menemukan dan mengumpulkan jejak masa lampau yang dipakai sebagai data sejarah. Dengan kata lain, heuristik mempunyai pengertian pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah. Sumber yang digunakan dapat berupa buku-buku, dokumen dimana buku tersebut ditulis oleh orang yang menyaksikan peristiwa tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam hal ini penulis melakukan pencarian sumber sebanyak-banyaknya berkaitan dengan permasalahan. Heuristik dapat berupa sumber primer dan sumber sekunder yang relevan dengan penulisan.

Sumber primer adalah kesaksian seseorang dengan mata kepala sendiri atau menggunakan alat mekanik.37 Sumber primer yang digunakan penulis berupa arsip, koran, dan foto. Arsip yang digunakan yaitu Javasche Cultuur Maatschappij 1890-1940, Inheemse Arbeid in de Java-Suikerindustri, Koloniaal Verslag, Surat kabar Neratja Timoer No.27 Tahoen ke I 1935, surat kabar Oetoesan No. 2 & No.4 Taoen 1934, dan beberapa arsip foto. Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Sumber sekunder yang

(25)

akan digunakan penulis berupa buku-buku pendukung yang relevan dengan penelitian. Penulis menggunakan beberapa sumber yang didapatkan dari beberapa tempat yaitu Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan Kolese ST. Ignatius, Perpustakaan UGM, dan Koleksi PG. Pesantren Baru.

Langkah kedua adalah kritik sumber yang merupakan suatu upaya dalam menyelidiki apakah “benar” adanya dan betul-betul dapat dijadikan bahan penulisan. Kritik sumber dilakukan untuk menentukan validitas (keaslian sumber) dan kredibilitas sumber-sumber sejarah yang berhasil dikumpulkan sehingga terhindar dari kepalsuan. Sumber yang telah diperoleh tadi dikritik secara ekstern (otentisitas) dan intern (kredibilitas). Kritik ekstern bertujuan untuk mengetahui keaslian sumber yang meliputi penelitian terhadap bentuk sumber, tanggal, waktu pembuatan, serta siapa pembuat atau pengarangnya.

Penulis melakukan kritik ekstern pada sumber primer maupun sekunder, seperti Javasche Cultuur Maatschappij 1890-1940 yang merupakan memoir tentang pabrik-pabrik di bawah pengelolaan Javasche Cultuur Maatschappij yang tanggal dan waktunya mempunyai persamaan dengan penulis. Selanjutnya buku Inheemse Arbeid in de Java-Suikerindustri, Koloniaal Verslag, Surat kabar Neratja Timoer No.27 Tahoen ke I 1935, surat kabar

(26)

Oetoesan No. 2 & No.4 Taoen 1934, dan beberapa arsip foto yang waktu dan tanggal pengeluaran relevan dengan penelitian. Kritik intern bertujuan untuk melihat dan meneliti kebenaran isi sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan dengan melakukan kritik terhadap isi sumber, bahasa yang digunakan yang sebagian besar menggunakan bahasa Belanda, situasi pada saat penulisan baik untuk memoir, pencatatan laporan tahunan, maupun sekedar memberikan informasi kepada masyarakat, serta gaya maupun ide yang terdapat dalam sumber tersebut. Setelah memperoleh sumber-sumber sejarah dan dilakukan kritik ekstern dan intern, maka akan terlihat fakta sejarah. Dengan menggunakan kedua kritik tersebut, penulis mendapatkan fakta-fakta sejarah sehingga kritik sumber dapat dikatakan sangat penting dalam penelitian sejarah.

Tahap ketiga adalah interpretasi, yaitu menafsirkan fakta-fakta sesuai data yang telah diuji kebenarannya, kemudian penulis melakukan analisa terhadap sumber-sumber yang pada akhirnya menghasilkan suatu rangkaian peristiwa. Dalam tahap ini penulis berusaha mencermati dan mengungkapkan data-data yang diperoleh. Berbagai fakta yang lepas satu sama lain dirangkum dan dihubung-hubungkan serta menjadi kesatuan yang harmonis serta masuk akal. Peristiwa yang satu dimasukkan ke dalam

(27)

keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya.38

Analisis sumber (interpretasi) dilakukan dengan membandingkan buku yang satu dengan buku yang lain atau mencari persamaan dari sumber-sumber yang telah dikritik seperti membandingkan buku Javasche Cultuur Maatschappij 1890-1940 dengan koloniaal verslag pada isi tentang data-data dalam tahun yang sama, sehingga fakta yang relevan dimasukkan dan melakukan penyesuaian terhadap penulisan. Hal ini sangat penting karena seorang sejarawan bebas menafsirkan fakta-fakta yang merupakan bentuk telaah sehingga terkadang menimbulkan perbedaan penafsiran antara sejarawan yang satu dengan yang lain. Penulis melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh sehingga hasil akhirnya dapat disajikan menjadi suatu karya sejarah tentang peningkatan sistem produksi gula di PG. Pesantren.

Tahap akhir adalah penulisan sejarah. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan. Penulisan yang dilakukan peneliti berdasarkan fakta-fakta yang ada, sehingga pada tahap ini

38 Nugroho Notosusanto, Norma-Norma dalam Pemikiran dan penulisan Sejarah, (Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1988), hlm. 17.

(28)

penulis sejarah memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standar mutu citera sejarah. Kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau dapat dilakukan dengan heuristik literatur, yang tidak berbeda hakikatnya dengan kegiatan bibliografis yang lain, sejauh menyangkut buku-buku tercetak.39

Penulisan tesis yang berjudul “ Peningkatan Sistem Produksi Gula di Pabrik Gula Pesantren-Kediri Tahun 1890-1940” menyajikan tentang keadaan PG. Pesantren sebelum tahun 1890. Selanjutnya menyajikan tentang PG. Pesantren tahun 1890-1907 dan peningkatan bagian-bagian sistem produksi. Penulis lebih menggunakan deduksi dari yang umum ke khusus. Selain itu, penulis melakukan historiografi secara kronologis dengan memperlihatkan hubungan sebab-akibat yang terjadi di pabrik gula tersebut.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan digunakan untuk menguraikan penulisan secara jelas dan menyeluruh mengenai penelitian yang dilakukan oleh penulis. Sistematika penulisan ini dituangkan dalam enam bab yang merupakan satu kesatuan antara satu bab

(29)

dengan bab lainnya. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I berupa pengantar meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian, dan sitematika penulisan.

BAB II membahas tentang keadaan PG. Pesantren sebelum tahun 1890, meliputi masa sistem tanam paksa, dimana PG. Pesantren hanya berperan sebagai kontraktor pengolah tebu menjadi gula; masa sistem liberal yang terjadi akibat menonjolnya swastanisasi pabrik gula, dan masa transisi (1884-1890) yang disebabkan krisis 1884 yang menyebabkan terjadinya permintaan peminjaman untuk modal dan terjadinya saham gabungan dalam konteks federasi sehingga terbentuk suatu wadah pengelola pabrik gula.

BAB III menjelaskan tentang PG. Pesantren tahun 1890– 1907 meliputi penyediaan lahan tanam yang awalnya disediakan oleh pemerintah beralih dengan penyewaan lahan dari penduduk, perekrutan tenaga kerja yang awalnya telah disediakan oleh pemerintah melalui elite desa beralih dengan kontak kerja antara penduduk dengan pabrik gula, teknologi pengolahan produksi gula, serta dilanjutkan dengan perencanaan, pengawasan dan pengendalian produksi PG. Pesantren dengan manajemen yang

(30)

matang tentang perencanaan dan struktur tenaga kerja, sehingga terdapat kejelasan tentang pekerjaan dan posisi dalam pengoperasionalan PG. Pesantren.

BAB IV Peningkatan bagian-bagian sistem produksi tahun 1907-1932 yang meliputi setrategi pengelola PG. Pesantren (Javasche Cultuur Maatschappij) terkait upaya dalam mempertahankan pengoperasionalan PG. Pesantren, perluasan lahan tanam/tanah, peningkatan bahan baku/tebu, perluasan dan renovasi bangunan-bangunan PG. Pesantren, pengadaan dan peningkatan peralatan, serta jumlah tenaga kerja PG. Pesantren.

BAB V berupa implikasi peningkatan bagian-bagian sistem produksi gula yang merupakan akibat dari berbagai peningkatan dan pengadaan sarana prasarana yang lebih baik, seperti peralihan produksi gula merah menjadi putih yang terealisasi pada tahun 1935, kemajuan infrastruktur kawasan PG. Pesantren, interaksi PG. Pesantren dengan masyarakat, dan dinamika pengelolaan PG. Pesantren.

BAB VI berisi kesimpulan yang menguraikan jawaban dari rumusan masalah yang telah dicantumkan dalam rumusan masalah. Jawaban dikemukakan secara singkat, padat, dan jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi manusia yang satu dengan yang lain adalah sebuah tuntutan kegiatan sosial karena komponen lingkungan hidup saling membutuhkan dan tidak bisa

Pada bagian ini dijelaskan bahwa, jika pemberi kerja tidak mampu untuk membayar pekerjaan yang telah dilaksanakan selama lebih dari 28 hari, pemberi kerja dinyatakan bangkrut

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa kualitas produk merupakan salah satu elemen penting bagi perusahaan, maka pengendalian terhadap kualitas produk pun

Masih banyak kegiatan lain di Sumatera Barat baik yang dilaksanakan oleh pemda maupun masyarakat yang bertujuan untuk kegiatan kepariwisataan ada di Tanah Datar yaitu

Berdasarkan uraian yang telah disajikan sebelumnya, penulis tertarik untuk menuangkan tema penelitian ke dalam rumusan judul sebagai berikut: “Pengaruh Kompetensi, Motivasi,

memberikan sanksi yang tegas terhadap siswa/peserta didik yang kedapatan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma kepatutan, sopan santun dan kesusilaan

Segala Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi

Perilaku prokrastinasi akademik, terbentuk dan berkembang dalam proses sosialisasi yang dimulai dari keluarga, akan diperkuat di lingkungan sekolah dan lingkungan