• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TERAPI OKUPASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH TERAPI OKUPASI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TERAPI OKUPASI

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA 2012/ 2013 1. Clara Vika B 2. Dewi Anggraeni 3. Dhika Pramudiya 4. Dina Supriyanti 5. Efrin Rambu Leki 6. Elshinta Eka Devi 7. Elimianus Hefristo I 8. Gedallya A. M. Nalle 9. Ketut Sanjaya

(2)

PENGERTIAN TEORI OKUPASI

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan.. Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi serta mempunyai tujuan yang jelas.

Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk mempertahankan hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan. Dengan bekerja, seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan melakukan permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.

Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik manusia.

Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagai pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang normal dan dapat

(3)

meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik. (American Occupational therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.

Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan khususnya. Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :

1. Kemampuan (abilities)

a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions). b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength) c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)

d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan pensil, gunting, ketrampilan, dan lain-lain.

e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari, lompat, naik turun tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.

f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)

g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)

(4)

2. Ketrampilan (skill)

a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian, mandi, dan lain-lain

b. Pre-academic skill c. Ketrampilan sosial d. Ketrampilan bermain 3. Faktor lingkungan a. Lingkungan fisik b. Situasi keluarga

c. Dukungan dari komunitas

4. Okupasi Terapis sebagai konsultan

Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini a. Program intervensi awal

b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar d. Alat bantu

e. Strategi perilaku

Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi okupasi : a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan lain-lain b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil tulisan tidak

rata tebal tipisnya, dan lain-lain c. Hiperaktif atau hipoaktif

d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa

e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar

f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan g. Gangguan atensi dan konsentrasi

h. Menarik diri

i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya j. Keterlambatan dalam bermain

(5)

Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja, yaitu sebagai berikut :

a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita untuk menghilangkan dari perasaan cemas, takut, dan memotivasi penderita untuk lebih giat didalam melakukan latihan

b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan posisi (bagi anak Cerebral Palsy), meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan kerja, meningkatkan motorik kasar (gross motor) maupun motorik halus, (fine motor) serta meningkatkan konsentrasi dan koordinasi gerak maupun sikap

Terapi Okupasi dilakukan

Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita dirujuk oleh dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan evaluasi awal dengan dilakukan observasi dan tes sederhana. Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus diperhatikan adalah catatan medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau Retradasi Mental), berat ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari penderita itu sendiri dan hal-hal yang harus dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan penderita.

Evaluasi awal ini sangat berguna untuk menentukan aktivitas yang akan diberikan, agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penderita itu sendiri. Aktivitas yang diberikan di bagian terapi okupasi adalah sebagai berikut :

1. Aktivitas kehidupan sehari-hari/ADL. Aktiviats ini diberikan agar penderita dapat mandiri tanpa tergantung orang lain

2. Aktivitas bermain. Bermain ini diharapkan untuk dapat memperbaiki konsentrasi, koordinasi, motorik serta menumbuhkan bakat, hobi, minat, serta kesenangan

3. Seni dan hasta karya. Untuk memeberikan kesempatan pada penderita dalam mencapai suatu hasil yang maksimal, yang mengandung unsur-unsur kedewasaan dan kerumah tangga yang disesuaikan dengan kapasitas penderita

Terapis di dalam memberikan suatu latihan harus bersikap sabar, ramah, dan dituntut untuk kreatif, selain itu tidak kalah pentingnya juga peran serta orangtua dalam proses latihan. Pada hal ini diharapkan terapis dapat memberikan masukan-masukan kepada orangtua penderita untuk brlatih dirumah.

(6)

PERBEDAAN TERAPI OKUPASI DAN REHABILITASI MEDIS

Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan kemampuan, serta mempermudah belajarkeahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Selain itu, juga untuk meningkatakan produktiviats, mengurangi dan atau memperbaiki ketidaknormalan (kecacatan), serta memelihara atau meningkatkanderajat kesehatan. Terapi okupasi lebih dititikberatkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi masalah-masalah yang diharapkannya.

Terapi okupasi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media. Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan terapis disesuaikan dengan tujuan terapis itu sendiri. Jadi, bukan hanya sekedar kegiatan untuk membuat seseorang sibuk. Tujuan utama terapi okupasi adalah membentuk seseorang agar mampu berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan orang lain. Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri atas usaha medis, sosial, edukasional, dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang untuk mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin. Sementara itu, rehabilitasi medis adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medis khususnya untuk mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas yang ada.

FUNGSI DAN TUJUAN TERAPI OKUPASI

Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun mental dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut adalah berbagai macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan dengan tujuan terapi. Pasien yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi adalah dengan maksud sebagai berikut.

1. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa

a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat menggembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitar

b. Membantu dalam melampiaskan gerakan – gerakan emosi secara wajar dan produktif.

(7)

c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.

d. Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan diagnosis dan penetapan terapi lainnya.

2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.

3. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari – hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telephon, televisi, dll), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dll

4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat – alat kebutuhan sehari hari.

5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang masih ada

6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien sebagai langkah dalam pre – cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi dan lainnya dari si pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.

7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama masarawat dengan berguna.

8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke keluarga.

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerja sama yang terkoordinir dan terpadu.

PERANAN TERAPI OKUPASI / PEKERJAAN DALAM PENGOBATAN

Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui aktifitas manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian mempelajarinya, mencoba ketrampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang di gunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi penderita fisik maupun mental.

(8)

Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi, diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien saat mengerjakan suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat bahwa aktifitas dalam terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskiusi yang teraarah setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya. Aktifitas yang di lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih bai dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh pasien. Alat – alat atau bahan – bahan yang digunakan dalam melakukan suatu aktifitas, pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan kelemahannya. Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya interaksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensianya untuk berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi dimana sangat dipengaruhi oleh konteks-konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, ketrampilan, minat, dan kreatifitasnya). Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi antara lain sebagai berikut

1. Jenis

Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut : a. Latihan gerak badan

b. Olahrga c. Permainan d. Kerajinan tangan

e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi

f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari) g. Praktik pre- vokasional

h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)

i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dll)

j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar, majalah, televisi, radio, atau keadaan lingkungan)

k. Dan lain-lain l.

(9)

2. Karakteristik aktivitas

Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.

b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan pasien.

c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.

d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.

e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatanatau kondisi pasien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidak – tidaknnya memelihara kondisinya.

f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.

g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.

h. Harus dapat di modifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan kemampuan pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktifitas adalaah sebagai berikut

a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah di kontrol, ulet, kasar, kotor, halus, dsb.

b. Apakah aktifitas rumit atau tidak

c. Apakah perlu di persiapkan sebelum di laksanakan d. Cara pemberian instruksi bagaimana

e. Bagaimana kira – kira setelah hasil selesai f. Apakah perlu pasien membuat keputusan g. Apakah perlu konsentrasi

h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan i. Apakah di perlukan kemampuan berkomunikasi

j. Berapa lama dapat di selesaikan

k. Apakah daqpat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat di sesuaikan dengan kemampuan dan ketrampilan pasien. Dsb.

(10)

3. Analisis aktifitas.

Untuk dapat menegenal karakteristik maupun potensi atau aktifitas dalam rangka perencanaan terapi, maka aktifitas tersebut harus di analaisis terlebih dahulu. Hal – hal yang perlu di analaisis adalah sebagai berikut.

a. Jenis aktifitas

b. Maksud penggunaan aktifitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapi). c. Bahan yang digunakan

 Khusus atau tidak

 Karakteristik bahan :

1) Mudah di tekuk atau tidak 2) Mudah di kontrol atau tidak

3) Meni,mbulkan kekotoran atau tidak 4) Licin atau tidak

 Rangsangan yang dapat di timbulkan : 1) Taktil 2) Pendengaran 3) Pembahuan 4) Pengelihatan 5) Perabaan 6) Gerakan sendi  Warna

 Macam – macamnya dan namanya

 Banyaknya d. Bagian – bagian aktifitas

 Banyaknya bagian

 Rumit atau sederhana

 Apakah membutuhkan pengulangan

 Apakah menbutuhkan perhitungan matematika e. Persiapan pelaksanaan

 Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu

 Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan

 Apakah bahan sudah tersedia tau harus dicari terlabih dahulu

(11)

f. Pelaksanaan, apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:

 Konsentrasi

 Ketangkasan

 Rasa sosial di antara pasien

 Kemmpuan mengatasi masalah

 Kemapuan bekerja sendiri

 Toleransi terhadap frustasi

 Kemampuan mengikuti instruksi

 Kemampuan membuat keputusan

g. Apakah aktifitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksidi antara mereka h. Apakah aktifitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif,

penilaian, ingatan, komprehensi, dll

i. Apakah aktifitas tersebut melibatkan imaginasi, kreatifitas, pelampiasan emosi dll j. Apakah ada kontraindikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus bertindak

hati – hati karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya (misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda tajam).

k. Hal yang penting lagi apakah di sukai oleh pasien.

Peran Terapi

1. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada pasien dan meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada pasien tentang kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan pada pasien akan sukses. 2. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign okupasi terapi

harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus dapat menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien

3. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan dan meniru terapi melalui role playing, terapi mengidentifikasikan tingkah laku yang diinginkan (verbal – nonverbal) yang akan dicontoh pasien.

(12)

4. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekerja sama dengan pasien dan keluarga dalam merencanakan rencana tersebut.

INDIKASI TERAPI OKUPASI

1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan kesulitan yang di hadapi dalam pengintregrasian perkembangan psikososisalnya.

2. Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang lain

3. Tingkah laku tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan yang premitif.

4. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.

5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang mengalami kemunduran.

6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu aktifitas daripada dengan percakapan.

7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktikkannya dari pada dengan membeyangkan.

8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.

PROSES TERAPI OKUPASI

Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan menyertakan data mengenai data pasien berupa diagnosis, masalahnya, dan juga akan menyatakan apa yang perlu di perbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang lebih banyak untuk keperluan diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Setelah pasien berada di unit terapi okupasi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut.

1. Koleksi data

Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang di sertakan ketika pertamakali pasien mengunjungi unit terapi okupasional. Jika dengan mengadakan waancara dengan pasien atau keluargannya, atau dengan mengadakan kunjungan rumah. Data ini di perlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan.

(13)

2. Analisa data dan identifikasi masalah

Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.

3. Penentuan tujuan

Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.

4. Analisa data dan identifikasi masalah

Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.

5. Penentuan tujuan

Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.

Hal – hal yang perlu di evaluasi antara lain adalah sebai berikut. a. Kemampuan membuat keputusan

b. Tingkah laku selama bekerja

c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai kebutuhan sendiri.

d. Kerja sama

e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dll) f. Inisiatif dan tanggung jawab

g. Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding h. Menyatakan perasaan tanpa agresi

i. Kompetisi tanpa permusuhan

j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja

k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas pendapatnya tersebut

l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya. m. Wajar dalam penampilan

n. Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain. o. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya. p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus di awasi q. Kerapian bekerja

(14)

r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan s. Toleransi terhadap frustasi

t. Lambat atau cepat

PELAKSANAAN 1. Metode

Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dll.

a. Metode individual dilakukan untuk:

 Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien.

 Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan dalam kelompok tersebut.

 Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat mengevaluasi pasien leih efektif.

b. Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai kegiatan baik secara individual maupun kelompok, maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu diperkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis mengawasi. 2. Waktu

Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu maupun kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Sesi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ½-1 jam untuk menyelesaikan kegiatan- kegiatan dan 1- 1 ½ jamuntuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain

(15)

kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai tujuan terapi.

3. Terminasi

Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien:

 Dianggap telah mampu mengawasi permasalahannya

 Dianggap tidak akan berkembang lagi

(16)
(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available:

http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan dan pengembangan Prodi SARJANA TERAPAN Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta berusaha menerapkan nilai-nilai keilmuan

Tahap pelaksanaan pengabdian masyarakat yang terdiri atas 4 sesi: sesi pertama sosialisasi dan training motivasi pentingnya terapi okupasi Jiwa atau terapi kerja bagi

Sejalan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Yuemi & Mundakir (2015) dengan judul Terapi Okupasi: Diorama Gambar Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada

Terapi okupasi adalah jenis terapi yang secara khusus digunakan untuk membantu anak untuk hidup mandiri dengan berbagai kondisi kesehatan yang telah ada dengan

Kelima, dengan adanya rehabilitasi mental berbasis terapi okupasi di unit rehabilitasi mental, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai terapi okupasi dan

Kelemahan Prodi D3 Okupasi Terapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta saat ini adalah sebagai berikut: (1) pengembangan kampus belum terpadu dan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa efektifitas terapi okupasi terhadap perkembangan motorik halus anak autis di SLB Khusus

Kurikulum Sarjana Terapan Terapi Okupasi | 2021 24 dilakukan menggunakan instrumen terstandar dan tidak terstandar melalui observasi, wawancara, tes, analisis tugas, dan