• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nailul Himmi Hasibuan, Asmin, Edi syahputra Program Pascasarjana, Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nailul Himmi Hasibuan, Asmin, Edi syahputra Program Pascasarjana, Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 45 PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS ANTARA

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN GEOGEBRA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN

AUTOGRAPH DI MAN 1 MEDAN Nailul Himmi Hasibuan, Asmin, Edi syahputra

Program Pascasarjana, Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan

Abstrak

Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan autograph, interaksi antara model pembelajaran dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan deksripsi proses penyelesaian jawaban siswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematis. Instrumen terdiri dari tes kemampuan berpikir kritis matematis dan angket self eficacy. Analisis menggunakan ANACOVA. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dengan Autograph dan proses penyelesaian jawaban siswa dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra lebih baik dibandingkan dengan Autograph.

Kata kunci: Berpikir Kritis, Self Efficaccy, Pembelajaran Berbasis Masalah, Geogebra, Autograph

Abstract

This study was to determine differences in the ability of critical thinking mathematically between students taught with problem-based learning assisted GeoGebra and autographs, the interaction between the learning model and gender on critical thinking ability of students' mathematical and description of the process of resolving the answers students' critical thinking skills mathematically. The instrument consists of mathematical tests critical thinking skills. Analysis using ANACOVA. The results indicate that there are significant differences in the ability of critical thinking mathematically between students taught with problem-based learning assisted GeoGebra with Autograph, there are no significant interaction between the learning model and gender on the ability of critical thinking mathematical students and settlement process with the students' answers GeoGebra assisted problem-based learning is better than the Autograph.

Keywords: Critical Thinking, Problem Based Learning, GeoGebra, Autograph

A. Pendahuluan

Pengembangan kemampuan berpikir kritis saat ini jarang dilakukan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Lambertus (2009:136) proses-proses berpikir kritis jarang dilatih, dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara lain. Tim Survey IMSTEP-JICA (Fachrurazi, 2011:77) di kota Bandung menemukan bahwa sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain, pembuktian pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan, generalisasi atau konjektur, dan menemukan

(2)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 46

hubungan antara data atau fakta yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi hasil observasi di MAN 1 Medan pada 31 Juli 2015, hasil belajar matematika siswa MAN 1 Medan masih tergolong rendah karena masih dibawah batas nilai yang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berlaku di sekolah yakni 80. Dari hasil proses jawaban siswa, sebanyak 60 % siswa tidak mampu untuk mengidentifikasi syarat-syarat yang diperlukan untuk menentukan persamaan garis singgung lingkarannya. Selanjutnya, sebanyak 70% siswa tidak mampu untuk mengeneralisasi persamaan garis singgung lingkaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa belum mampu menyelesaikan masalah yang diberikan dengan baik dan benar, serta siswa belum memiliki proses jawaban yang bervariasi.

Model yang sesuai untuk mengatasi masalah diatas adalah model pembelajaran berbasis masalah. Adapun kelebihan model pembelajaran berbasis masalah yaitu: realistik dengan kehidupan siswa, konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk sifat inquiry siswa, retensi konsep menjadi kuat; dan memupuk kemampuan problem solving. (Trianto, 2011: 96) Karakteristik pembelajaran berbasis masalah menurut Rusman (2012: 232) permasalahan menjadi starting point dalam belajar, permasalahan berasal dari dunia nyata, permasalahan membutuhkan perspektif ganda, permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, memanfaatkan pengetahuan yang beragam, serta belajar untuk berkolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Sementara pendidik lebih banyak dalam memfasilitasi pembelajaran. Selanjutnya, tiga komponen yang berperan sentral dalam pembelajaran berbasis masalah berupa bahan ajar, interaksi kelas dan intervensi guru sehingga dalam kegiatan pembelajaran terjadi pemusatan perhatian kepada siswa. Dengan demikian dalam pembelajaran berbasis masalah guru tidak menyajikan konsep matematika dalam bentuk yang sudah jadi, namun melalui kegiatan pemecahan masalah siswa digiring kearah menemukan konsep pengetahuannya sendiri.

Program-program komputer sangat ideal untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran konsep-konsep matematika yang menuntut ketelitian tinggi, konsep, penyelesaian grafik secara tepat, cepat, dan akurat. Inovasi pembelajaran dengan bantuan komputer sangat baik untuk diintegrasika dalam pembelajaran konsep-konsep matematika, terutama yang menyangkut transformasi geometri, kalkulus, statistika, dan grafik fungsi. Salah satu alat bantu yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan geogebra dan autograph. Menurut Siswanto (2014: 1) bantuan geogebra dapat membantu siswa dalam meningkatkan koneksi dan penalaran siswa. Sedangkan menurut Ahmadi (Rusdianto, dkk: 2012) Autograph dapat meningkatkan wacana ilmiah dalam kelas matematika yang mengarahkan siswa kepada pengalaman belajar investigasi dan pemecahan masalah matematika.

Dalam penelitian terdahulu seperti Herawati (2013: 38) kemampuan awal siswa merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam mengikuti suatu pelajaran. Kemampuan awal yang dimiliki siswa menggambarkan kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran. Yamin (2008: 69) dengan mengetahui kemampuan awal matematis siswa maka guru dapat menyusun strategi untuk memilih model atau pendekatan pembelajaran yang tepat bagi siswa-siswanya. Namun pada penelitian Abdullah (2012: 17) menyatakan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis. Fennema (2000: 23) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan masalah, siswa perempuan cenderung menggunakan stratergi konkrit dibandingkan siswa laki-laki yang cenderung menggunakan strategi yang lebih abstrak. Nicole (Makkulau, 2009: 179) menunjukkan bahwa remaja putri mempunyai kemampuan matematika yang sama

(3)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 47

baiknya dengan remaja putra, akan tetapi remaja putri masih kurang percaya diri (PD) dibanding remaja putra dengan kemampuan matematika mereka. Terakhir, Pratiwi (2011:1) menyatakan tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan gender terhadap kemampuan pemehaman konsep matematika siswa.

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris yaitu Problem Based Instruction (PBI). Model pembelajaran berbasis masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Model pembelajaran ini mulai diterapkan karena secara umum pembelajaran ini diawali dengan penyajian situasi masalah autentik dan bermakna kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan proses penyelidikan dan inkuiri dengan mudah. Masalah yang diberikan diawal pembelajaran digunakan sebagai pemicu proses pembelajaran. Arends (Trianto, 2011: 98) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Barrows (Zabit, 2010: 20) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman atau resolusi masalah. Jonassen (Burris, 2007: 107) dan Geijselaers (Graff, 2003: 657) menyatakan pembelajaran berbasis masalah merupakan teori belajar dengan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri yang berasal dari permasalahan yang nyata dalam penyelesaiannya. Selanjutnya, Tan (Rusman, 2012: 229) menyatakan pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.

Sejalan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang diajarkan dengan PBM berbantuan geogebra dengan PBM berbantuan Autograph. untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan untuk mendeksripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematis pada setiap pelajaran.

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan autograph. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif, hal ini digunakan untuk menentukan data kemampuan berfikir kritis siswa yang berbentuk angka yang berasal dari postes siswa yang diberikan pada akhir penelitian dengan soal berbentuk tes uraian.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa di MAN 1 Medan, sebanyak 1597 siswa yang terdiri dari 37 ruang. Sampel dalam penelitian ini adalah 2 kelas dari siswa kelas XI IPA MAN 1 Medan, dimana kelas XI IPA-3 (41 siswa) ditetapkan sebagai kelas eksperimen 1 dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan kelas XI IPA-4 (43 siswa) ditetapkan sebagai kelas eksperimen 2 dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan autopgraph.

Penelitian ini melibatkan dua jenis instrumen, yaitu tes dan nontes. Instrumen jenis tes diberikan untuk mengetahui KAM berupa pilihan berganda dan kemampuan berfikir kritis terhadap materi yang diajarkan berupa tes uraian. Data yang dikumpulkan adalah data dari hasil KAM, postest kemampuan berpikir kritis. Pengolahan data menggunakan uji ANACOVA. Penggunaan ANACOVA disebabkan dalam penelitian ini menggunakan

(4)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 48

variabel penyerta (KAM) sebagai variabel bebas yang sulit dikontrol tetapi dapat diukur bersamaan dengan variabel terikat hasil belajar (kemampuan berpikir kritis).

Model matematika untuk analisis kovarians diekspresikan sebagai berikut:

Akibat penggabungan ini, maka kekeliruan dalam pembelajaran berbasis masalah (PBM) menggunakan geogebra haruslah lebih kecil daripada kekeliruan dalam pembelajaran berbasis masalah (PBM) tanpa geogebra. Kemudian, uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data hasil kemampuan berpikir kritis matematis dan siswa berdistribusi secara normal pada kelompok pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan kelompok pembelajaran berbasis masalah tanpa geogebra. Lalu, uji homogenitas varians antara kelompok pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan kelompok pembelajaran berbasis masalah tanpa geogebra dilakukan untuk mengetahui keadaan varians kedua kelompok, sama ataukah berbeda (Riduwan, 2010: 184). Uji Hipotesiskemudian dilakukan untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa. Model ANACOVA untuk Eksperiment Faktorial Kemampuan Berpikir Kritis Matematis adalah:

Dengan : Rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa akibat diberikan pembelajaran berbasis masalah.

Untuk proses jawaban siswa dilihat dari skor maksimal dari tiap-tiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis.

C. Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis data dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan akan dibahas pada bagian ini. Pembahasan diawali dengan kemampuan berfikir kritis seperti berikut:

a. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis dilakukan setelah pembelajaran (Postes). Tes kemampuan berpikir kritis yang diberikan sebanyak 4 butir soal. Untuk pendeksripsian hasil kemampuan berpikir kritis siswa dihitung skor terendah, skor tertinggi, skor rata-rata dan standar deviasi setiap kelas eksperiment dirangkum dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Rekapitulasi Kemapuan Berpikir Kritis Matematis N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum

Eks.1 41 23.10 4.164 .650 14 32 Eks.2 43 19.12 3.164 .482 12 26 Total 84 21.06 4.175 .456 12 32

Pada Tabel 1 dapat dilihat pretes kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperiment 1 yang diajarkan dengan PBM berbantuan geogebra diperoleh rata-rata 23.10 dengan standar deviasi=4.146, nilai minimum = 14 dan nilai maksimum = 32. Pretes kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperiment 2 yang diajarkan dengan PBM berbantuan autograph diperoleh rata-rata 19.12 dengan standar deviasi = 3.164, nilai minimum = 12 dan nilai maksimum = 26. Dari rata-rata kedua kelas tersebut, rata-rata pada kelas eksperimen 1 lebih tinggi dibandingkan pada kelas eksperimen 2.

(5)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 49

Selanjutnya untuk kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara kuantitatif disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2 No Interval Nilai Kategori Penilain Jumlah Siswa Persentase Jumlah Siswa Persentase

1 5 – 11 Kurang 0 0% 1 2.33%

2 12 – 17 Cukup 4 9.76% 15 34.88%

3 18 – 23 Baik 20 48.78% 22 51.16%

4 24 – 32 Sangat 17 41.46% 5 11.63%

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa post test kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas eksperiment 1 yang di berikan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra diperoleh bahwa, jumlah siswa yang memperoleh nilai kurang sebanyak 0 orang atau sebesar 0%, nilai cukup sebanyak 4 orang atau sebesar 9.76%, nilai baik sebanyak 20 orang atau 48.78%, dan nilai sangat baik sebanyak 17 orang atau 41.46%. kemudian untuk kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas eksperiment 2 yang di berikan pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph diperoleh bahwa, jumlah siswa yang memperoleh nilai kurang sebanyak 1 orang atau sebesar 2.33%, nilai cukup sebanyak 15 orang atau sebesar 34.88%, nilai baik sebanyak 22 orang atau 51.16%, dan nilai sangat baik sebanyak 5 orang atau 11.63%. Dari data yang disajikan di atas terlihat kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelas dalam keadaan Baik.

Analisis inferensial tes hasil kemampuan berpikir kritis matematis siswa ditunjukkan untuk menguji hipotesis yaitu: (1) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan autograph. Secara statistik masih perlu digunakan uji signifikan perbedaan dengan mengunakan uji statistik ANACOVA, sebelum digunakan statistik ANACOVA harus memenuhi uji normalitas, uji homogenitas, model regresi linier, uji independensi, uji linieritas model regresi, uji kesamaan dua model regresi dan uji kesejajaran dua model regresi.

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu diuji normalitas data sebagai syarat analisis kuantitatif. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa terdistribusi secara normal pada kelompok pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan berbantuan autograph.

Dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov test, diketahui bahwa nilai Signifikansi kelas eksperimen 1 sebesar 0.200 dan kelas eksperimen 2 sebesar 0.126 dimana 0.200 > α :

0,05 dan 0.126 > α: 0,05 sehingga data kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen 1 dan eksperiment 2 berdistribusi normal. Dengan demikian data kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara keseluruhan dapat disimpulkan berdistribusi Normal.

Uji homogenitas adalah pengujian sama tidaknya variabel-variabel dua buah distribusi atau lebih. Pengujian homogenitas ini menggunakan uji varians dua buah peubah bebas. Untuk pengujian homogenitas dalam penelitian ini diambil sampel di kelas eksperiment 1 yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra sebanyak 41 siswa dan kelas eksperiment 2 yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph sebanyak 43 siswa. Telah dihitung sebelumnya bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa di kedua kelas adalah berdistribusi normal. Varians kemampuan berpikir kritis matematis di kelas pembelajaran

(6)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 50

berbasis masalah berbantuan geogebra sebesar (S2B) = 4.164 dan varians pre test pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph (S2K) = 3.164. Maka diperoleh: Fhitung = 2 2 kecil besar S S

= =1.316 dan Ftabel=1,6897 dengan v1 (pembilang) = (41-1), v2

(penyebut) = (43-1) dan taraf signifikan ( ) = 5%. Karena Fhitung < Ftabel maka H0

diterima artinya data pre test kemampuan berpikir kritis matematis adalah homogen. Sementara hasil perhitungan homogenitas untuk pre test dengan menggunakan SPSS 20 sebagai berikut:

Tabel 3 Hasil Uji Homogenitas Varians Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperiment 1 dan Kelas Eksperimen 2

Test of Homogeneity of Variances B.Kritis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.180 1 82 .144

Dari hasil tes homogen levene menggunakan program SPSS 20.0 tersebut, diketahui bahwa untuk dengan uji Levene nilai signifikansinya sebesar 0.144 > α: 0,05 sehingga hipotesis nol diterima yang artinya semua populasi memiliki varians yang sama/homogen. Jadi kemampuan berpikir kritis matematis siswa memiliki varians yang sama.

Dari data hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa diperoleh persamaan regresi untuk kelas pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra adalah YA = 14.658 + 0.801X. dan persamaan untuk kelas pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra adalah YB = 12.934 + 0.569. Perhitungan koefisien persamaan regresi dilakukan dengan mengggunakan program SPSS 20.

Tabel 4 Koefisien Persamaan Regresi Kemampuan Berpikir Kritis Matermatis Kelas Eksperiment 1

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 14.658 4.229 3.466 .001

KAM_1 .801 .397 .307 2.018 .051

a. Dependent Variable: B.Kritis1

Tabel 5 Koefisien Persamaan Regresi Kemampuan Berpikir Kritis Matermatis Kelas Eksperiment 2

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 12.934 3.100 4.173 .000

KAM2 .569 .282 .301 2.018 .050

(7)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 51

Persamaan regresi yang diperoleh, selanjutnya akan dilanjutkan dengan pengujian independensi/keberartian koefeisien regresi dan linieritasnya. Hasil perhitungan uji independensi dan koefisien kemampuan berpikir kritis matematis kelas pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan program SPSS 20. Dari ANACOVA atau F test, untuk kemampuan berpikir kritis matematis kelas pembelajaran berbasis masalah diperoleh F* = 4.071 dan berdasarkan Tabel F untuk = 5% diperoleh F(1-α; 1,n-2) = F(0,95;1,84) = 4,078. Karena F* < F(0,95;1,84) maka ada pengaruh positif (signifikan) hasil KAM siswa (X) terhadap hasil post test kemampuan berpikir kritis matematis siswa (Y) untuk kelas pembelajaran berbasis masalah dengan tingkat signifikasnsi 0.051. Karena probabilitas (0.051) > 0.05, maka model regresi bisa dipakai.

Selanjutnya diuji kecocokan model regresi linier untuk kemampuan berpikir kritis matematis Y = 14.658 + 0.801X. dengan hipotesis:

H0 : Model regresi adalah linier Ha : Model regresi adalah tidak linier

Untuk menguji hipotesis di atas dilakukan dengan analisis varians dengan menggunakan statistik-F dengan rumus dan kriteria yang ditetapkan. Hasil analisis uji linieritas kemampuan berpikir kritis matematis kelas pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan program SPSS 20 secara ringkas dideskripsikan pada tabel 4.11 berikut:

Tabel 6 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Geogebra

ANACOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. B.Kritis1 * KAM_1 Between Groups (Combined) 104.295 6 17.383 1.003 .440 Linearity 65.561 1 65.561 3.782 .060 Deviation from Linearity 38.734 5 7.747 .447 .812 Within Groups 589.314 34 17.333 Total 693.610 40

Artinya ada hubungan antara hasil KAM dengan post test siswa kelas pembelajaran berbasis masalah dapat ditunjukkan dengan model regresi linier dengan persamaan regresi untuk kemampuan berpikir kritis matematis Y = 14.658 + 0.801X.

Dengan kata lain, hubungan antara hasil KAM dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dapat dinyatakan dengan model regresi linier atau model regresi yang diajukan adalah cocok.

Untuk menguji keberartian koefisien regresi tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut: dan . Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan analisis varians dengan menggunakan rumus dan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil analisis perhitungan uji independensi dan koefisien kemampuan berpikir kritis matematis kelas pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan program SPSS 20 secara ringkas dideskripsikan pada Tabel 7.

(8)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 52 Tabel 7 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan autograph

ANACOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1

Regression 37.969 1 37.969 4.070 .050b Residual 382.449 41 9.328

Total 420.419 42 a. Dependent Variable: B.Kritis2 b. Predictors: (Constant), KAM2

Dari ANACOVA atau F test, untuk kemampuan berpikir kritis matematis kelas pembelajaran berbasis masalah diperoleh F* = 4.070 dan berdasarkan Tabel F untuk = 5% diperoleh F(1-α; 1,n-2) = F(0,95;1,30) = 4,078. Karena F* < F(0,95;1,30) maka ada pengaruh positif (signifikan) hasil KAM siswa (X) terhadap hasil post test kemampuan berpikir kritis matematis siswa (Y) untuk kelas pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph. Dengan tingkat signifikansi 0,050. Karena probabilitas (0.050) 0.05, maka model regresi bisa dipakai.

Selanjutnyadiuji kecocokan model regresi linier untuk kemampuan berpikir kritis matematis Y = 12.934 + 0.569X. dengan hipotesis:

H0 : Model regresi adalah linier Ha : Model regresi adalah tidak linier

Untuk menguji hipotesis di atas dilakukan dengan analisis varians dengan menggunakan statistik-F dengan rumus dan kriteria yang ditetapkan. Hasil analisis uji linieritas kemampuan berpikir kritis matematis kelas pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan program SPSS 20 secara ringkas dideskripsikan pada tabel 4.1.10 berikut:

Tabel 8 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan autograph ANACOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. B.Kritis2 * KAM2 Between Groups (Combined) 47.960 6 7.993 .773 .597 Linearity 37.969 1 37.969 3.670 .063 Deviation from Linearity 9.991 5 1.998 .193 .963 Within Groups 372.458 36 10.346 Total 420.419 42

Berdasarkan data pada tabel diatas diperoleh F = 0,446 dan berdasarkan tabel F, untuk = 5% diproleh: F(1-α; c-2,n-c) = F(0,95;5,34)=2,4936. Berarti F* ≤ F(0,95;5,34) maka H0 diterima atau model regresi kelas pembelajaran berbasis masalah adalah linier. Artinya ada hubungan antara hasil KAM dengan post test berpikir kritis siswa kelas pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph dapat ditunjukkan dengan model regresi linier dengan persamaan regresi untuk kemampuan berpikir kritis matematis Y = 12.934 + 0.569X. Dengan kata lain, hubungan antara hasil KAM dengan kemampuan

(9)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 53

berpikir kritis matematis siswa kelas pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dapat dinyatakan dengan model regresi linier atau model regresi yang diajukan adalah cocok.

b. Deksripsi Prose Jawaban Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada masing-masing pembelajaran

Dari pendeskripsian hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diberikan sebanyak 4 butir soal dengan 4 indikator berupa (1) Mengidentifikasi berupa menjelaskan suatu pernyataan dengan konsep matematisa, (2) Mengeneralisasi berupa menentukan kondisi yang tepat dan memberikan bukti pendukung, (3) Mengklarifikasi berupa keterampilan yang memberikan suatu argumen berdasarkan kemampuan konsep yang diberikan dan (4) Menentukan berupa informasi yang relevan dan tidak relevan dari suatu pertanyaan.

Berdasarkan test diperoleh bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang diberikan pembelajaran berbasis masalah berbatuan geogebra sebesar 23.10. Untuk secara terperinci banyak siswa menjawab perindikator setiap kelas terlihat seperti Gambar 4.1 dan 4.2 berikut:

Gambar 4.1 Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Perindikator Kelas Eksperiment 1

(10)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 54

Dari kedua gambar diperoleh informasi bahwa siswa dapat menjawab baik dan benar untuk indikator mengidentifikasi sebesar 50%, mengeneralisasi sebesar 52.44% dan mengklarifikasi sebesar 63.41%, namun pada mengsintensis hanya sebesar 19.51%. Selanjutnya untuk rata-rata point untuk setiap indikator yaitu: mengindentifikasi (3.07), mengeneralisasi (2.85), mengklarifikasi (3.41) dan mensintesis (2.21). Sehingga indikator mensintesis merupakan indikator paling sulit untuk diselesaikan pada kelas ekperimen 1.

Selanjutnya, untuk rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang diberikan pembelajaran berbasis masalah tanpa berbatuan geogebra sebesar 19.12 Untuk secara terperinci banyak siswa menjawab perindikator setiap kelas terlihat seperti Gambar 4.3 dan 4.4 berikut:

Gambar 4.3 Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Perindikator Kelas Eksperiment 2

Gambar 4.4 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperiment 2

Dari kedua gambar diperoleh informasi bahwa siswa dapat menjawab baik dan benar untuk indikator mengidentifikasi sebesar 32.56% dan mengklarifikasi sebesar

(11)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 55

48.84%, namun pada mengeneralisasi sebesar 12.79% dan mengsintensis hanya sebesar 1.16%. Selanjutnya untuk rata-rata point untuk setiap indikator yaitu: mengindentifikasi (2.21), mengeneralisasi (2.06), mengklarifikasi (3.08) dan mensintesis (2.20). Sehingga indikator mengeneralisasi merupakan indikator paling sulit untuk diselesaikan pada kelas ekperimen 2.

Untuk melihat kemampuan berpikir kritis siswa secara keseluruhan untuk setiap indikator yang diuji seperti pada tabel 4.2.1 berikut

Tabel 9 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Setiap Indikator Sko

r

Mengidentifikasi Mengeneralisasi Mengklarifikasi Mensintesis Eks 1 Eks 2 Eks 1 Eks 2 Eks 1 Eks 2 Eks 1 Eks 2 0 3 (3.66%) 1 (1.16%) 11 (13.41%) 5 (5.81%) 0 (0%) 1 (1.16%) 17 (20.73%) 1 (1.16%) 1 4 (4.88%) 8 (9.30%) 3 (3.66%) 25 (29.07%) 0 (0%) 8 (9.30%) 2 (2.44%) 5 (5.81%) 2 18 (21.95%) 49 (56.98%) 16 (19.51%) 27 (31.40%) 18 (21.95%) 16 (18.60%) 26 (31.71%) 57 (66.28%) 3 16 (19.51%) 28 (32.56%) 9 (10.98%) 18 (20.93%) 12 (14.63%) 19 (22.09%) 21 (25.61%) 22 (25.58%) 4 41 (50%) 0 (0%) 43 (52.44%) 11 (12.79%) 52 (63.41%) 42 (48.84%) 16 (19.51%) 1 (1.16%)

Pada indikator mengidentifikasi siswa diminta untuk menjelaskan suatu pernyataan dengan konsep matematis. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh bahwa untuk indikator mengidentifikasi pada kelas eksperiment 1, sebanyak 3.66% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 4.88% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 21.95% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 19.51% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 50% siswa memperoleh skor 4. Selanjutnya, pada kelas eksperiment 2, sebanyak 1.16% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 9.30% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 56.98% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 32.56% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 0% siswa memperoleh skor 4. Dari data ini terlihat bahwa ketuntasan indikator mengidentifikasi pada kelas eksperiment 1 (69.51%) lebih baik dari pada kelas eksperimen 2 (32.56%).

Pada indikator mengeneralisasi diharapkan siswa dapat menentukan kondisi yang tepat dan memberikan bukti pendukung. Berdasarkan tabel 4.2.1 diperoleh bahwa untuk indikator mengeneralisasi pada kelas eksperiment 1, sebanyak 13.41% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 3.66% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 19.51% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 10.98% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 52.44% siswa memperoleh skor 4. Selanjutnya, pada kelas eksperiment 2, sebanyak 5.81% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 29.07% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 31.40% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 20.93% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 12.79% siswa memperoleh skor 4. Dari data ini terlihat bahwa ketuntasan indikator mengeneralisasi pada kelas eksperiment 1 (63.42%) lebih baik dari pada kelas eksperimen 2 (33.27%).

Pada indikator mengklarifikasi diharapkan siswa dapat terampil memberikan suatu argumen berdasarkan kemampuan konsep yang dimiliki. Berdasarkan tabel 4.2.1. diperoleh bahwa untuk indikator mengklarifikasi pada kelas eksperiment 1, sebanyak 0% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 0% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 21.95% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 14.63% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 63.41% siswa memperoleh skor 4. Selanjutnya, pada kelas eksperiment 2, sebanyak 1.16% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 9.30% siswa memperoleh skor 1, sebanyak

(12)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 56

18.60% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 22.09% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 48.84% siswa memperoleh skor 4. Dari data ini terlihat bahwa ketuntasan indikator mengklarifikasi pada kelas eksperiment 1 (78.04%) lebih baik dari pada kelas eksperimen 2 (70.93%).

Pada indikator mensintesis dimana siswa dapat menentukan informasi yang relevan dan tidak relevan dari suatu pernyataan. Berdasarkan tabel 4.33 diperoleh bahwa untuk indikator mensintesis pada kelas eksperiment 1, sebanyak 20.73% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 2.44% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 31.71% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 25.61% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 19.51% siswa memperoleh skor 4. Selanjutnya, pada kelas eksperiment 2, sebanyak 1.16% siswa memperoleh skor 0, sebanyak 5.81% siswa memperoleh skor 1, sebanyak 66.28% siswa memperoleh skor 2, sebanyak 25.58% siswa memperoleh skor 3, dan sebanyak 1.16% siswa memperoleh skor 4. Dari data ini terlihat bahwa ketuntasan indikator mengeneralisasi pada kelas eksperiment 1 (45.12%) lebih baik dari pada kelas eksperimen 2 (27.72%).

Dari hasil deksripsi diatas, diperoleh bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara keseluruhan bahwa pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra lebih baik dari pada siswa dengan pembelajaran berbasis masalah autograph. Perbedaan- perbedaan tersebut, apabila ditinjau dari segi belajarnya, siswa yang berbantuan geogebra lebih aktif dan merasa tertantang untuk menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi sangat termotivasi untuk menyelesaikannya, sedangkan siswa yang berkemampuan rendah cenderung diam dan tidak mau bertanya kepada guru tentang hal-hal yang tidak ia pahami.

Ada 3 kriteria proses penyelesaian jawaban siswa, yakni baik, cukup dan kurang baik. Pada Tabel 10 dapat dilihat perbedaan kedua kelas.

Tabel 10 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Indikator Kemampuan

Komunikasi Matematis

Indikator Proses Jawaban Siswa Kategori Penilaian Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2 menjelaskan suatu pernyataan dengan konsep matematika Langkah penyelesaian

lengkap dan jawaban benar Baik 41 0

Langkah penyelesai tidak

lengkap dan jawaban benar Cukup 16 28

Langkah penyelesai tidak lengkap dan jawaban tidak benar

Kurang

Baik 25 58

menentukan kondisi yang tepat dan memberikan bukti pendukung

Langkah penyelesaian

lengkap dan jawaban benar Baik 43 11

Langkah penyelesai tidak

lengkap dan jawaban benar Cukup 9 18

Langkah penyelesai tidak lengkap dan jawaban tidak benar Kurang 30 57 keterampilan memberikan suatu argumen berdasarkan kemampuan konsep yang dimiliki Langkah penyelesaian

lengkap dan jawaban benar Baik 52 42

Langkah penyelesai tidak

(13)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 57

Langkah penyelesai tidak lengkap dan jawaban tidak benar

Kurang 30 25

menentukan informasi yang relevan dan tidak relevan dari suatu pertanyaan

Langkah penyelesaian

lengkap dan jawaban benar Baik 16 1

Langkah penyelesai tidak

lengkap dan jawaban benar Cukup 21 22

Langkah penyelesai tidak lengkap dan jawaban tidak benar

Kurang 45 63

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan temuan peneliti dari lapangan tentang perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dan tanpa geogebra, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas petanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah, diataranya:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan autograph (signifikan 0.000).

2. Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa (signifikan 0.313).

3. Proses penyelesaian jawaban siswa dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan geogebra lebih baik dibandingkan dengan tanpa berbantuan geogebra.

E. Daftar Pustaka

Abdullah, 2012. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontetekstual yang Terintegrasi dengan Soft Skill. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema “Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa” pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Arends, R.I. 2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Buku Dua (diterjemahkan oleh Soedjipto, P. Dan Soedjipto, Sri, M.) Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Burris, S & Garton, B.L. 2007. Effect of Instructional Strategy on Critical Thinking and Content Knowledge: Using PBL in the Secondary Classroom. Journal of Agriculture Education, 48 (1): 106-116.

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal UPI. Edisi Khusus No.1: 76 -89.

Fennema, E. 2000. Gender and Mathematics: What Is Known And What Do I Wish Known? Paper Presented in the Fifth Annual Forum of the National Institute for Science Education, May 22-23, 2000, Detroit, Michigan, (Online). http://www.wcer.wisc.edu/archive/nise/news_Activities/Forums/Fennemapaper. htm. Paper (Online). Akses: 27 Juni 2015.

Graff. E.D. 2003. Characteristics of Problem Based Learning. Int J.Eng Ed, Vol 19, No 5: 657-662.

(14)

Perbedaan Kemampuan Berpikir … (Hasibuan, N.H., 45-49) 58

Herawati, R.F., Mulyani, S., Redjeki, T

.,

2013. Pembelajaran Kimia Berbasis Multiple Representasi ditinjau dari Kemampuan Awal Terhadap Prestasi Belajar Laju Reaksi Siswa SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal

Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 2

Lambertus. 2009. Pentingnya Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD. Forum Kependidikan. Vol 28 No 2: 2015.

Makkulau. 2009. Perempuan dan Matematika. Egelita, Vol 4 No 2: 178-184.

Pratiwi, 2011. Pengaruh Pendekatan Kontekstual Melalui Model Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Kemampuan Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Tigo Nagari. Tesis tidak diterbitkan. PPs Universitas Negeri Padang.

Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Peofesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Siswanto, R. 2014. Peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan geogebra. Jurnal Pendidikan dan Keguruan. Vol 1 No 1

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Yamin, M. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press. Zabit. 2010. Problem Based Learning on Students Critical Thingking Skills In Teaching

Business Education In Malaysia: A Literature Review. American Journal of Business Education, Vol 3 No 6: 19-32.

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi Kemapuan Berpikir Kritis Matematis
Tabel 6 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Berpikir Kritis  Matematis Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Geogebra
Tabel 8 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Berpikir Kritis  Matematis  Siswa  Kelas  Pembelajaran  Berbasis  Masalah  Berbantuan  autograph  ANACOVA Table  Sum of  Squares  df  Mean  Square  F  Sig
Gambar 4.1 Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Perindikator Kelas  Eksperiment 1
+4

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemampuan berpikir kritis yang diukur

Pada pengelompokan siswa menurut peringkat, peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari

Dengan demikian penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis dan self efficacy siswa antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan

diterapkan oleh guru di kelas untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi bangun ruang sisi datar, baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan, (2)

Pada pengelompokan siswa menurut peringkat, peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari

Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa ada perbedaan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis signifikan (α 0,05) antara kelas yang menggunakan masalah pembelajaran

Dari hasil penelitian, disimpulkan: Terdapat perbedaan hasil belajar Fisika siswa yang diajarkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diajarkan

kualitatif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) karakteristik modul IPA berbasis saintifik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil