• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN (LONELINESS) DENGAN PERILAKU PARASOSIAL PADA WANITA DEWASA MUDA

FIDIA NOVENZ WAHIDAH, TRIDA CYNTHIA

Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma (fdiaopenk@yahoo.com)

Abstrak

Perilaku parasosial merupakan salah satu perantara bagi individu yang kesepian (loneliness). Individu yang rentan mengalami kesepian (loneliness) adalah wanita dewasa muda. Wanita dewasa muda yang kesepian (loneliness) akan lebih sering berada di rumah dan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perilaku parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana sampel penelitian yang diambil sebanyak 150 wanita dewasa muda yang berusia 20-35 tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner dari Skala Kesepian (loneliness), Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) serta beberapa pertanyaan terbuka mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku parasosial. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Karl Pearson dan statistik deskriptif.. Hasil yang diperoleh adalah terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hasil ini berdasarkan korelasi antara kesepian (loneliness) dan Parasocial Interaction Scale (PSIS) (r = 0.340, sig = 0.000). Begitu pula hasil yang diperoleh dari korelasi antara kesepian (loneliness) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) didapatkan correlation coefficient sebesar 0.291 dan nilai sig = 0,000 yang artinya terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Usia dapat mempengaruhi kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda. Semakin bertambahnya usia dan seiring dengan meningkatnya keterampilan seseorang, maka akan semakin realistik pula hubungan sosial yang diharapkan wanita dewasa muda sehingga kemungkinan untuk mengalami kesepian (loneliness) semakin kecil. Adapun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku parasosial, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan wanita dewasa muda maka akan lebih sedikit pula wanita dewasa muda tersebut melakukan perilaku parasosial.

(2)

2 PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan. Misalnya, dengan munculnya

infotainment, talk show dengan artis atau

pun adanya program Short Message

Service (SMS) dari artis. Hal ini dibuat

agar para penggemar memiliki hubungan atau kedekatan dengan penampil di media atau idolanya. Peristiwa dimana individu mengenal secara personal pada sosok penampil di media atau selebritis disebut dengan perilaku parasosial. Perilaku parasosial biasanya banyak terjadi di kalangan remaja tetapi di masyarakat ini banyak orang dewasa melakukan perilaku tersebut.

Karakteristik wanita dewasa muda yang cenderung menampilkan perilaku parasosial adalah wanita dewasa yang jarang atau tidak sama sekali melakukan hubungan sosial. Wanita dewasa muda yang kurang memiliki interaksi sosial akan memiliki kecenderungan untuk tetap berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, seperti menonton televisi. Interaksi sosial tersebut pada dasarnya berguna untuk membentuk hubungan sosial dengan orang lain tetapi ketika wanita dewasa muda mengalami kesulitan untuk berinteraksi sosial dengan individu lain maka akan mengakibatkan wanita dewasa mengalami kegagalan dalam hubungan sosial. Pada kondisi seperti itu perilaku parasosial menjadi

salah satu alternatif bagi wanita dewasa muda yang kurang dalam interaksi sosial.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Levy (1979) bahwa ketika wanita dewasa muda merasa dirinya gagal untuk membentuk hubungan sosial sehingga tidak terpenuhinya harapan akan suatu hubungan pertemanan, maka kondisi tersebut akan menyebabkan wanita dewasa muda merasa kosong dan mengalami perasaan kesepian.

Wanita dewasa yang mengalami perasaan kesepian akan lebih sering berada di rumah dan memiliki kecenderungan untuk berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan menggunakan televisi sebagai teman. Ketika wanita dewasa muda semakin lama menggunakan televisi sebagai teman maka kecenderungan untuk melakukan perilaku parasosial akan semakin kuat.

Berdasarkan uraian sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat “apakah terdapat hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda”.

TINJAUAN PUSTAKA Kesepian (Loneliness)

1. Definisi Kesepian (loneliness) Menurut Peplau dan Perlman (1982), kesepian (loneliness) adalah perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal.

(3)

3 2. Penyebab Kesepian

Menurut Brehm (1992) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan individu mengalami kesepian, yaitu: a. Ketidakadekuatan dalam

hubungan yang dimiliki individu b. Terjadi perubahan apa yang

diinginkan individu dari suatu hubungan

c. Harga diri (self-esteem) d. Perilaku interpersonal

3. Aspek-aspek Kesepian (loneliness) Peplau dan Perlman (1982) membagi aspek-aspek kesepian (loneliness) menjadi 3 pendekatan adalah sebagai berikut :

a. Need for Intimacy. Kebutuhan akan keintiman atau intimacy adalah sesuatu yang universal dan sudah menetap pada diri manusia sepanjang hidupnya sehingga apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka rasa kesepian (loneliness) akan muncul.

b. Cognitive Process. Persepsi dan evaluasi individu mengenai hubungan sosialnya dikatakan pula bahwa kesepian (loneliness) akibat dari ketidakpuasan yang dirasakan individu mengenai sebuah hubungan sosial.

c. Social Reinforcement. Hubungan sosial adalah suatu reinforcement, dimana bila interaksi sosial itu kurang menyenangkan, maka akan menjadikan individu menjadi kesepian (loneliness).

4. Faktor-faktor Timbulnya Kesepian Mengenai faktor timbulnya kesepian, Middlebrook (dalam Indriyani, 2011) membedakan menjadi dua hal, yaitu faktor psikologis dan faktor sosiologis. a. Faktor Psikologis

1) Keterbatasan hubungan, disebabkan oleh terpisahnya individu dengan individu lain. 2) Pengalaman traumatis

hilangnya orang dekat secara tiba-tiba

3) Kurang dukungan dari lingkungan, dikarenakan dirinya tidak sesuai dengan norma-norma di lingkungan sehingga ia mendapat penolakan.

4) Adanya masalah krisis dalam diri individu dan kegagalan serta tidak terpenuhinya harapan akan dapat menghilangkan semangat individu dan dia merasa “kosong”.

5) Kurangnya rasa percaya diri, individu merasa bahwa lingkungan di sekitarnya kurang melibatkan dirinya. 6) Kepribadian yang tidak sesuai

dengan lingkungan.

7) Ketakutan menanggung resiko sosial, seperti takut ditolak oleh orang lain.

(4)

4 b. Faktor Sosiologis

1) Sulit memahami nilai-nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat.

2) Sulit berinteraksi dengan orang lain. Rutinitas kehidupan di luar rumah, seperti sekolah, kuliah, bekerja, dan sebagainya menyebabkan individu merasa kesepian (loneliness).

3) Sulit berinteraksi dengan keluarga, disebabkan oleh masalah waktu.

4) Sulit memahami perubahan pola-pola dalam keluarga. 5) Sulit beradaptasi. Sering

pindah rumah dari satu tempat ke tempat lain, akan menyebabkan individu merasa berbeda dengan lingkungan dan memiliki hubungan yang dangkal dengan lingkungan sekitar.

6) Keterasingan.

Perilaku Parasosial

1. Definisi Perilaku Parasosial

Konsep interaksi parasosial pertama kali dicetuskan oleh Donald Horton dan R. Richard pada tahun 1956. Kunci utama dari interaksi parasosial adalah hubungan satu arah (one-way relationship) dimana pemirsa televisi dapat merasa memiliki hubungan dengan selebritis favorit, tapi hubungan tersebut

bersifat “satu arah, non-dialektikal”, dikontrol oleh performer, dan tidak dapat berkembang.

Menurut Horton dan Wohl (dalam Gumpert & Cathcart, 1982), bagi pemirsa televisi, pengalaman melalui perantara media ini adalah pengalaman nyata, sehingga dalam perilaku parasosial ini tampak adanya “ilusi keintiman” dimana pemirsa televisi merasa dirinya sangat mengenal tokoh idolanya, bahkan lebih daripada ia mengenal tetangga sebelah rumahnya. Ilusi keintiman yang terbentuk bersifat cukup mendalam, dipersepsikan sebagai hubungan dua arah dan memiliki tanda-tanda yang serupa dengan hubungan personal pada umumnya, seperti merasa sangat kehilangan saat idolanya tidak ada atau pun menyayangkan kesalahan atau kegagalan yang dialami tokoh idolanya (Rubin, Perse & Powell, 1985).

2. Karakteristik Perilaku Parasosial Menurut Hoffner (2002) terdapat tujuh karakteristik individu yang memiliki kecenderungan melakukan perilaku parasosial, yaitu:

a. Individu yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial b. Perbedaan individu dalam

berempati

c. Harga diri (self-esteem) d. Tingkat pendidikan

(5)

5 e. Individu yang tidak dapat keluar

rumah (housebound infirm) f. Kedekatan secara interpersonal

(interpersonal attachment) g. Jenis kelamin (gender)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Parasosial

Menurut Hoffner (2002), selain karakteristik personal individu terdapat beberapa faktor lainnya yang diyakini turut mendukung terbentuknya perilaku parasosial, yaitu sebagai berikut :

a. Faktor motivasi. Motivasi di sini adalah motivasi untuk memperoleh tujuan, kebutuhan dan keinginannya yang dalam konteks parasosial adalah kebutuhan akan kepuasan emosional dan sosial.

b. Faktor kesamaan (similarity) antara individu dengan television

performer, baik dalam hal

penampilan fisik, tingkah laku, reaksi emosional, maupun dalam hal kepribadian.

c. Faktor identifikasi. Pembentukan perilaku parasosial ini juga dipengaruhi oleh keinginan pemirsa televisi untuk mengidentifikasikan television performer pada dirinya.

d. Faktor komunikasi antara pemirsa televisi dengan pemirsa televisi lainnya juga dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku parasosial.

e. Faktor lamanya menonton televisi. Semakin lama individu menonton televisi maka akan semakin intim pula hubungannya dengan television performer dan perilaku parasosialnya pun akan semakin kuat.

4. Efek Parasosial

Beberapa hal yang terbentuk atau dipengaruhi oleh adanya perilaku parasosial, antara lain :

a. Sense of companionship b. Pseudo-friendship

c. Pedoman dalam bertingkah laku d. Identitas pribadi (personal

identity)

e. Pemirsa yang patologis 5. Pengukuran Perilaku Parasosial

a. Parasocial Interaction Scale

(PSIS)

1) Kesamaan ide (idea

coherence)

2) Daya tarik/kualitas fisik (physical qualities/attraction) 3) Ikatan pasif (passive bonding) 4) Ikatan aktif (active bonding) b. Celebrities Attitude Scale (CAS)

1) Entertainment-social 2) Intense-personal feeling 3) Borderline-pathological

Dewasa Muda

1. Definisi Dewasa Muda

Masa krisis bagi individu dalam hal keintiman. Apabila pada masa ini individu gagal untuk membentuk atau membina keintiman dengan orang

(6)

6 lain, maka dirinya akan terancam oleh perasaan terisolir dan mengalami gangguan perkembangan psikologis. 2. Ciri-ciri Dewasa Muda

Menurut Papalia, Old dan Feldman (2008), masa dewasa memiliki beberapa ciri-ciri, sebagai berikut:

a. Merupakan usia reproduktif (reproductive age)

b. Usia memantapkan letak kedudukan (settling-down age) c. Usia banyak masalah (problem

age)

d. Usia tegang dalam hal emosi (emotional tension)

3. Batasan Dewasa Muda

Levinson (dalam Dariyo, 2003) membagi masa dewasa muda ke dalam dua fase transisi kehidupan, yaitu:

a. Fase memasuki masa dewasa awal (usia 17-33 tahun), terdiri dari: 1) Transisi dewasa awal (early

adult transtition 17-20 tahun)

2) Memasuki struktur kehidupan dewasa awal (22-28 tahun) 3) Usia transisi 30-an (28-33

tahun)

b. Fase puncak dewasa awal (usia 33-45 tahun) terbagi menjadi dua tahap.

1) Puncak kehidupan dewasa awal (usia 33-40 tahun) 2) Transisi dewasa menengah

(midlife transtition usia 40-45 tahun)

4. Tugas Perkembangan Dewasa Muda

Havighurst (dalam Hurlock, 1980)

merumuskan tugas-tugas

perkembangan dewasa muda, antara lain:

a. Menentukan pasangan hidup b. Belajar untuk menyelesaikan diri

dan hidup bersama dengan suami atau istri

c. Mulai membentuk sebuah keluarga

d. Belajar mengasuh anak e. Mengelola rumah tangga

f. Meniti karir atau melanjutkan pendidikan

g. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara yang layak

METODE PENELITIAN Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah: 1. Prediktor : Kesepian (Loneliness) 2. Kriterium : Perilaku Parasosial

Definisi Operasional Variabel 1. Kesepian (Loneliness)

Kesepian (loneliness) adalah perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal. Skala kesepian (loneliness) dalam penelitian ini disusun berdasarkan 3 aspek kesepian (loneliness) menurut

(7)

7 Peplau dan Perlman (1982), yaitu

need for intimacy, cognitive process

dan social reinforcement. 2. Perilaku Parasosial

Perilaku parasosial adalah suatu ilusi mengenai suatu hubungan antara pemirsa dengan penampil di media yang berupaya untuk dapat memunculkan suatu percakapan di antara keduanya, dimana pemirsa merasa sangat mengenal secara personal sosok penampil di media, tetapi di lain pihak sosok penampil tersebut tidak mengetahui pemirsanya secara personal. Perilaku parasosial dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan dua alat ukur, yaitu

Parasocial Interaction Scale (PSIS)

dan Celebrities Attitude Scale (CAS).

Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah wanita dewasa muda. Adapun yang dijadikan sebagai sampel penelitian adalah wanita dewasa muda berusia 20-35 tahun..

Penelitian ini menggunakan teknik sampel aksidental (accidental sample). Sampel aksidental (accidental sample) adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor kebetulan (spontanitas), artinya siapa saja yang tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri-ciri) maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (Nasution, 2001).

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan Skala Kesepian (loneliness) dan Skala Perilaku Parasosial yang terdiri dari Parasocial

Interaction Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS) serta beberapa

pertanyaan terbuka mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku parasosial. Untuk Skala Kesepian (loneliness), pernyataan terdiri dari 4 kategori jawaban: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan pada Skala Kesepian (loneliness) terdiri dari pernyataan

favorable dan unfavorable. Adapun untuk

Skala Perilaku Parasosial berdasarkan dua alat ukur, yaitu Parasocial Interaction

Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS), pernyataan terdiri dari 4

kategori jawaban: Selalu (SE), Sering (SR), Jarang (JR) dan Tidak Pernah (TP). Keseluruhan pernyataan pada Skala Perilaku Parasosial bersifat favorable.

Teknik Analisis Data

Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda maka digunakan teknik analisis korelasi Product Moment dari Karl Pearson, yaitu menganalisis hubungan skor total antara kesepian (loneliness) sebagai variabel prediktor dan perilaku parasosial sebagai variabel kriterium. Analisis data dilakukan dengan

(8)

8 menggunakan bantuan program komputer

SPSS for Windows versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda, maka akan membuat perilaku parasosial pada wanita dewasa muda tersebut menjadi tinggi pula.

Kesepian (loneliness) dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Rubin dan McHugh (1987) yang mengatakan, bahwa individu yang kesepian (loneliness) memiliki hubungan yang positif dengan pemirsa dalam membentuk suatu hubungan dengan penampil di televisi. Hal tersebut yang membuat individu kesepian (loneliness) akan tertarik untuk berperilaku parasosial. Perilaku parasosial merupakan salah satu perantara bagi individu yang kesepian (loneliness) untuk tetap menjalin suatu hubungan selayaknya hubungan nyata di kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu, Rubin, Perse, dan Powell (1985) mengatakan bahwa hubungan parasosial ini pada awalnya dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai pengganti hubungan sosial bagi para orang tua, cacat, dan kesepian (loneliness).

Wanita dewasa muda yang mengalami kesepian (loneliness) akan lebih sering berada di rumah dan mereka memiliki kecenderungan untuk tetap dapat berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, salah satunya yaitu dengan menggunakan televisi sebagai teman. Televisi adalah salah satu media untuk mengurangi rasa kesepian (loneliness) yang dialami wanita dewasa muda. Hal ini didukung oleh pernyataan Robinson (1994) yang mengatakan, bahwa kesepian (loneliness) dapat diatasi dengan cara belajar untuk merasa senang dengan diri sendiri. Salah satu caranya adalah dengan menonton acara televisi favorit. Tidak jarang, penonton mencoba untuk lebih mengetahui dan berhubungan dengan penampil di televisi sama seperti ketika individu tersebut berhubungan dengan teman di kehidupan nyata dan mungkin mereka merasa memiliki fungsi persahabatan yang sama dengan penampil di televisi.

Jika dilihat berdasarkan usia, kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda berada pada kategori rendah. Wanita dewasa berusia 24-27 tahun memiliki kesepian (loneliness) yang lebih tinggi dengan mean empirik sebesar 40.50. Nurwidodo dan Poerwati (2002) mengatakan bahwa tahun-tahun pertama dewasa awal (usia 20 tahun ke atas), merupakan masa kesepian bagi kebanyakan kaum dewasa. Dimana pada masa tersebut individu mulai menemui banyak masalah baik pribadi maupun

(9)

9 sosial yang sering menimbulkan beberapa gangguan, salah satunya gangguan kesepian (loneliness). Begitu pula untuk perilaku parasosial yang berdasarkan pada dua alat ukur, yaitu Parasosial Interaction

Scale (PSIS) dan Celebrities Attitude Scale (CAS), wanita dewasa berusia 24-27

tahun memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku parasosial dengan nilai mean empirik sebesar 48.01 dan 41.44. Hal ini mungkin dikarenakan adanya suatu perasaan mengenal secara personal kepada sosok selebritis lebih sering terjadi pada remaja dibandingkan dewasa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (2003) yang mengatakan, bahwa mengidolakan seseorang adalah salah satu tugas perkembangan remaja dimana cara tersebut biasanya dilakukan remaja untuk menentukan jati dirinya dan mengembangkan keterampilan untuk belajar bergaul dengan teman sebaya atau dengan orang lain.

Adapun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, perilaku parasosial pada wanita dewasa muda berada pada kategori sedang. Hasil yang didapatkan, wanita dewasa dengan pendidikan terakhir SMP memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perilaku parasosial dengan

mean empirik sebesar 50.50 dan 43.00.

Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka akan lebih sedikit pula individu tersebut berperilaku parasosial. Pernyataan tersebut didukung oleh Levy (dalam Gumpert & Cathcart,

1982) yang mengatakan, bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, akan lebih sedikit membutuhkan hubungan parasosial. Biasanya individu yang lebih berpendidikan, tidak memiliki masalah dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain, sehingga tidak menjadikan hubungan parasosial sebagai sebuah alat pertemanan.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, kesepian (loneliness) dan dua alat ukur yang digunakan untuk melihat perilaku parasosial pada wanita dewasa muda,

Parasocial Interaction Scale (PSIS) dan

Celebrities Attitude Scale (CAS)

menunjukkan bahwa lamanya menonton televisi mempengaruhi individu dalam berperilaku parasosial. Hasil tersebut menunjukkan bahwa wanita dewasa yang menonton televisi lebih dari 5 jam (>5 jam) memiliki mean yang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas menonton televisi kurang dari 5 jam. Seperti terlansir dalam www.palembang.tribunnews.com terdapat beberapa resiko buruk apabila terlalu lama menonton televisi, salah satunya adalah dapat mengurangi individu untuk bersosialisasi. Terlalu lama menonton televisi akan dapat mengurangi interaksi sosial individu dengan individu lainnya, seperti dengan teman, tetangga, atau bahkan dengan keluarga. Sejalan dengan itu, Middlebrook (dalam Indriyani, 2011) mengatakan apabila individu kurang dalam interaksi sosial dengan individu lain maka akan mengakibatkan individu mnegalami kegagalan dalam

(10)

10 hubungan sosial. Hal itulah yang kemudian dapat menimbulkan kesepian (loneliness). Selain itu, intensitas menonton televisi pun dapat mempengaruhi timbulnya perilaku parasosial. Semakin lama individu menonton televisi, maka akan semakin intim pula hubungan individu dengan figur yang ia tonton sehingga kecenderungan terbentuknya perilaku parasosial semakin kuat.

Media yang paling sering digunakan wanita dewasa untuk mendekatkan diri dengan idola mereka adalah televisi. Televisi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dengan mean empirik sebesar 46.05 dan 40.98. Televisi merupakan salah satu media perantara bagi individu yang mengalami kesepian (loneliness). Hal ini didukung oleh Norlund (dalam Hoffner, 2002) yang mengatakan, bahwa individu kesepian (loneliness), khususnya individu yang kurang memiliki interaksi sosial akan memiliki kecenderungan untuk tetap dapat berhubungan dengan orang lain tetapi dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan cara menjalin hubungan dengan penampil di televisi. Apabila hubungan yang terjalin semakin mendalam atau bahkan menganggap bahwa hubungan tersebut adalah sama seperti hubungan pertemanan di kehidupan nyata maka kecenderungan individu untuk berperilaku parasosial pun semakin besar. Sejalan dengan itu, Horton dan Wohl (1956) menambahkan, bahwa pertumbuhan popularitas televisi dan

media cetak menjadikan parasosial sebagai fenomena yang sangat umum pada abad ke-20. Selain itu, Giles (2002) pun mendeskripsikan fenomena parasosial sebagai suatu ilusi adanya hubungan atau keterikatan antara pemirsa televisi dengan pemain film di serial televisi. Oleh karena itu, televisi telah secara aktif mempromosikan perilaku parasosial.

Program televisi yang paling difavoritkan oleh wanita dewasa muda adalah infotainment. Dilihat dari hasil analisis deskriptif sampel penelitian,

infotainment memiliki nilai mean yang

lebih tinggi dengan nilai mean empirik sebesar 50.63 dan 44.56. Menurut Astuti (dalam Biran, 2003), pada awalnya

infotainment bermaksud untuk menyajikan

program yang dapat memberikan informasi dan hiburan (entertainment) dalam satu paket. Tetapi saat ini makna

infotainment menjadi disalahartikan dan

berubah menjadi program yang banyak mengulas kehidupan pribadi selebritis baik yang memang berita nyata atau pun yang masih berupa rumor. Cohen (2004) menambahkan, bahwa hal tersebut dilakukan para pencari berita untuk menarik perhatian pemirsa dan menjaga agar para pemirsa tetap setia serta memberikan perasaan mengenal dengan sosok artis tersebut. Hubungan sosial seperti ini yang apabila terus terjadi akan membawa individu pada suatu hubungan parasosial.

(11)

11 Analisis Deskriptif Sampel Penelitian

Berdasarkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Parasosial

Faktor Perilaku Parasosial

PSIS CAS Motivasi 43.1 38.04 Kesamaan 45.28 38.85 Identifikasi 46.95 46.04 Komunikasi dengan penonton 45.52 42.71 Lamanya menonton televisi 49.10 43.42

Berdasarkan hasil analisis deskriptif sampel penelitian, pada

Parasocial Interaction Scale (PSIS)

menunjukkan bahwa faktor lamanya menonton televisi lebih tinggi dengan nilai

mean empirik sebesar 49.10. Hasil ini

didukung dengan hasil deskriptif sampel penelitian dimana subjek yang menonton televisi lebih dari 5 jam (> 5 jam) memiliki nilai mean yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang menonton televisi kurang dari 5 jam (< 5 jam). Kualitas lamanya menonton televisi sangat mempengaruhi wanita dewasa muda dalam membentuk sebuah perilaku parasosial. Sejalan dengan itu, Altman dan Taylor (dalam Christine, 2001) mengatakan bahwa, faktor lamanya menonton televisi dapat mempengaruhi individu untuk membentuk perilaku parasosial. Semakin lama individu menonton televisi maka akan semakin intim pula hubungan dengan television

performer dan perilaku parasosialnya pun

akan semakin kuat. Adapun pada

Celebrities Attitude Scale (CAS), faktor

identifikasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan nilai mean empirik sebesar 46.04. Biasanya individu yang mengidolakan seorang penampil di televisi adalah karena mereka cantik atau tampan, memiliki suara yang bagus, memiliki kepribadian yang baik, baik hati dengan para penggemarnya ataupun ramah. Hal seperti itulah yang biasanya menjadikan penonton untuk meniru baik dari penampilan, tingkah laku, kepribadian atau gaya berbicara. Hal ini didukung oleh Hoffner (2002) yang menyatakan, bahwa selain faktor karakteristik personal individu, terdapat beberapa faktor lainnya yang juga turut mendukung terbentuknya perilaku parasosial, salah satunya yaitu faktor identifikasi. Pembentukan perilaku parasosial ini dipengaruhi oleh keinginan

pemirsa televisi untuk

mengidentifikasikan television performer pada dirinya. Biasanya, ciri-ciri performer yang disukai oleh individu adalah

perfomer yang cantik atau tampan,

menarik, berbakat dan sukses, kemudian

performer tersebut akan menjadi panutan

bagi para pemirsa televisi. Hal inilah yang kemudian akan memperkuat timbulnya perilaku parasosial pada diri individu.

PENUTUP KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesepian (loneliness) dengan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

(12)

12 kesepian (loneliness) pada wanita dewasa muda maka akan semakin tinggi pula perilaku parasosial pada wanita dewasa muda tersebut. Berdasarkan kategori sampel penelitian, dapat diketahui bahwa secara umum sampel penelitian memiliki kesepian (loneliness) yang rendah. Adapun untuk perilaku parasosial, berada pada kategori sedang.

Berdasarkan usia, wanita dewasa berusia 24-27 tahun memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami kesepian (loneliness) dan memiliki kecenderungan yang lebih besar pula untuk melakukan perilaku parasosial. Adapun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, wanita dewasa dengan tingkat pendidikan terakhir SMP cenderung memiliki kesepian (loneliness) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lainnya dan juga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan perilaku parasosial.

Lamanya individu dalam menonton televisi dapat mempengaruhi individu tersebut mengalami kesepian (loneliness) dan perilaku parasosial. Individu dengan intensitas menonton televisinya lebih dari 5 jam (> 5 jam) memiliki kecenderungan kesepian (loneliness) yang lebih tinggi dibandingkan intensitas yang lainnya. Hal ini sejalan dengan perilaku parasosial yang ditimbulkan, semakin lama individu menonton televisi maka akan semakin intim pula individu tersebut dengan penampil di televisi sehingga perilaku parasosialnya pun akan semakin kuat.

Adapun untuk faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku parasosial, faktor lamanya menonton televisi dan faktor identifikasi merupakan faktor yang paling mempengaruhi wanita dewasa muda melakukan perilaku parasosial

.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah diharapkan bagi wanita dewasa muda agar dapat menjalin interaksi yang lebih baik dengan individu lain sehingga kemungkinan untuk mengalami kesepian (loneliness) dapat dicegah. Apabila hubungan sosial dapat dijalin dengan baik, maka perasaan kesepian (loneliness) yang dialami pun akan berkurang. Selain itu, hubungan sosial yang terjalin secara nyata pun akan mencegah terbentuknya perilaku parasosial.

Adapun bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat mengambil sampel penelitian secara lebih merata dan juga lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesepian (loneliness). Selain itu, ada baiknya peneliti selanjutnya mencoba untuk mengaitkan perilaku parasosial dengan variabel lain yang mungkin dapat berhubungan dengan perilaku parasosial, seperti variabel harga diri (self-esteem) dan kepribadian introvert.

(13)

13 DAFTAR PUSTAKA

Allen, C. (1988). Parasocial interaction and local TV news: Perceptions of news teams and news personalities in Denver. Journal

of Communication, 1-29.

Altman, I. & Taylor, D. (1973). Social

penetration: The development of interpersonal relationships. New

York: Holt, Rinehart and Winston.

Ashe, D. D., & McCutcheon, L. E. (2001). Shyness, loneliness, and attitude toward celebrities. Current Research in Social Psychology, 6

(9), 124-133. Retrieved April 15,

2011, from

http://uiowa.edu/~grpproc/crisp Auter, P. J. (1992). TV that talks back: An

experimental validation of a parasocial interaction scale.

Journal of Broadcasting and Electronic Media, 36 , 173-181.

Azwar, S. (1998). Metode penelitian jilid

1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (1987). Tes prestasi: Fungsi

dan pengembangan pengukuran

prestasi belajar. Yogyakarta:

Liberty.

Baron, R. A. & Byrne, D. (1997). Social

psychology (8th ed). Boston: Allyn

and Bacon.

Biran, R. L. (2003). Hubungan antara romantic attachment dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. Jurnal Psikologi Sosial. 15-31.

Brehm, S. (2002). Intimate relationship. New York: McGraw Hill Inc. Brehm, S. (1992). Intimate relationships

(2nd ed). New York: McGraw-Hill

Inc.

Bruno, F. J. (2000). Conquer loneliness:

Menaklukkan kesepian. Alih

Bahasa: AR. H. Sitanggang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Budiarto, E. (2002). Metodologi penelitian

kedokteran: Sebuah pengantar.

Jakarta: EGC.

Christine, C. (2001). Parasocial Relationships in Female College Student Soap Opera Viewers Today". CTA Senior Thesis. Hugh McCarney: Western Connecticut State University.

Caughey, J. (1984). Imaginary social

worlds: A cultural approach.

Lincoln: University of Nebraska Press.

Cohen, J. (2004). Parasocial break-up from favorite television characters : The role of attachment styles and relationships intensity. Journal of

Social and Personal Relationships

, 21(2), 187-202.

Cole, T. & Leets, L. (1999). Attachment styles and intimate television viewing : Insecurely forming relationships in a parasocial way.

Journal of Social & Personal Relationships, 16 , 495-511.

(14)

14 Damayanti, I. (2011). Janet Jackson

bocorkan tips diet para artis. Retrieved 06 21, 2011, from showbiz/vivanews.com/news/read /204960-janet-jackson-bocorkan-tips-diet-para-artis.

Dariyo, A. (2003). Psikologi

perkembangan dewasa muda.

Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Deaux, K. & Wrigthsman, L. S. (1993).

Social psychology in the 90's (6th

ed). California: Wadsworth

Publishing Company Inc.

Gilles, C. (2002). Parasocial interaction: A review of the literature and a model for future research. Media

Psychology, 4 (3) , 279-302.

Gumpert, G. & Cathcart, R. S. (1982).

Inter/Media: Interpersonal

communication in a media world

(2nd ed). New York: Oxford

University Press.

Hadi, S. (1981). Statistik jilid II. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Hadi, S. (2000). Metodologi research jilid

1. Yogyakarta: Andi Offset.

Hanafijal. (2011). 11 risiko buruk terlalu lama menonton televisi. Retrieved

12 17, 2011, from

http://palembang.tribunnews.com/ 2011/07/14/11-risiko-buruk-terlalu-lama-nonton-televisi Hoffner, C. A. (2002). Attachment to

media characters. New York:

Macmillan Reference.

Horton, D. & Strauss, A. (1957). Interaction in audience participation shows. The American Journal Of Sociology, 62 (6) , 579-587.

Horton, D. & Wohl, R. (1956). Mass communication and para-social interaction: Observations on intimacy at a distance. Psychiatry,

19 , 215-229.

Hurlock, E. B. (1980). Developmental

psychology: A life-span approach (5th ed). New York: McGraw-Hill

Inc.

Indriyani, P. (2011). Loneliness dan coping loneliness pada istri anggota TNI yang ditinggal bertugas suami ke luar daerah (Studi Deskriptif). Skripsi. Depok: Universitas Gunadarma.

Koenig, F. & Lessans, G. (1985). Viewer's relations to television personalities. Psychological Reports, 57 , 263-266.

Latifa, R. (2008). Jenis dan dinamika terjadinya loneliness pada masyarakat modern. Journal of

Enlightmen, 25-32.

Levy, M. (1979). Watching TV news as para-social interaction. Journal of

Broadcasting, 23 , 69-80.

Mappiare, A. (1983). Psikologi orang

dewasa. Surabaya: Usaha

(15)

15 Matondang. (1991). Perasaan kesepian

pada pria dan wanita lajang.

Skripsi. Depok: Universitas

Gunadarma.

McCourt, A. & Fitzpatrick, J. (2001). The role of personal characteristics and romantic characteristics in parasocial relationship: A Pilot Study. Journal of Mundane Behavior, 2 (1), 30-39.

Mernissi, F. (1994). Wanita dan Islam. Bandung: Pustaka.

Middlebrook, N. P. (1980). Social

psychology & modern (2nd ed).

New York: Alfred A Knopf. Moechtar, M. (2005). Kamus besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Myers, D. (1999). Social psychology (6th

ed). Boston: McGraw-Hill.

Nasution, S. (2001). Metode research:

Penelitian ilmiah. Jakarta: Bumi

Aksara.

Nordland, J. (1978). Media interaction.

Communication Research, 5,

150-175.

Nurwidodo & Poerwati, E. (2002).

Perkembangan peserta didik.

Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang Press. Papalia, D. E. (2008). Human

development (Psikologi

perkembangan). Alih Bahasa:

A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development

(Psikologi perkembangan). Alih

Bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R.

D. (2008). Human development

(Psikologi perkembangan). Alih

Bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Peplau, L. A. & Perlman, D. (1982).

Loneliness: A sourcebook of current theory research and therapy. New York : John Wiley

& Sons Inc.

Perse, E. (1990). Media involvement and local news effects. Journal of

Broadcasting and Electronic

Media, 34, 17-36.

Robinson, J. & Levy, M.. (1986). The

main source: Learning from television news. Beverly Hills,

CA: Sage.

Robinson, K. (1994). Loneliness.

Retrieved Juni 06, 2011, from

http://ub-counselling.buffalo.edu.html Rubin, A. & Perse, E. (1987). Audience

activity and soap opera involvement: A uses and effects

investigation. Human

Communication Research, 14,

(16)

16 Rubin, A., Perse, E., & Powell, R. (1985).

Loneliness, parasocial interaction, and local television news viewing.

Human Communication Research, 12, 155-180.

Rubin, R. & McHugh, M. (1987). Development of parasocial interaction relationships. Journal

of Broadcasting and Electronic Media, 3 , 279-292.

Rubin, R. B., Palmgreen, P. & Sypher, H. E. (Eds). (1994). Communication

research measures: A sourcebook.

New York: Guilford Press.

Santrock, J. (2003). Adolescence:

Perkembangan remaja (6th ed).

Alih Bahasa: S.B. Adelar & S. Saragih. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (1999). Life-span

development (7th ed). Boston:

McGraw Hill.

Sarwono, J. (2006). Metode penelitian

kuantitatif & kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sarwono, S. W. (2002). Teori-teori

psikologi sosial. Jakarta: Rajawali

Press.

Subhan, Z. (2004). Kodrat perempuan:

Takdir atau mitos?. Yogyakarta:

Pustaka Pesantren.

Taylor, S. E., Peplau, L. A. & Sears, D. O. (2000). Social psychology (10th

ed). New York: Prentice-Hill.

Taylor, S. E., Peplau, A. L., & Sears, D. O. (2006). Social Psychology (12th

ed.). New York: Prentice-Hall.

Weiten, W. & Lloyd, M. (2006).

Psychology applied to modern life: Adjusment in the 21st century

(8th edition). Canada: Thomson

Wadsworth.

Zainuddin, M. (1988). Metodologi penelitian. Surabaya: Fakultas

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai penilaian ini, PT X memperoleh satu poin karena dapat menyediakan dokumen yang menjelaskan pembelanjaan material sesuai dengan prasyarat kedua dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok usia 18 – 24 tahun sebanyak 33 orang (62,3%) di dukung oleh penelitian herlina

Bagi para penjual online dengan sangat mudah untuk melakukan sebuah promosi produknya melalui media sosial, salah satu media sosial yang mudah diakses dan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode pembelajaran tematik yang diterapkan di Sekolah Luar Biasa (SLB)-ABCD Muhammadiyah Palu diterapkan dengan langkah-langkah

Evaluasi dilakukan dengan pengumpulan data, analisis data dan pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan pelaksanaan program yang

karyawan BSM cabang Padang Berdasarkan temuan penelitian ini diketahui bahwa variabel kompensasi, pengembangan karir dan kepuasan kerja secara bersama- sama memberikan pengaruh

Proses ini akan menghasilkan hasil dari sebuah klasifikasi pada dokumen rekam medis untuk digunakan proses informasi ekstraksi teks kedalam database yang akan

Terciptanya kondisi belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap meteri ajar yang telah dijelaskan oleh guru, sehingga dapat disimpulkan